Rabu, 26 Agustus 2020

Pandangan Mullah Shadra Terhadap Kaum Shufi


Oleh Sinar Agama http://www.facebook.com/groups/210570692321068/doc/257649570946513/ Oleh Anggelia Sulqani Zahra pada 6 Oktober 2011 pukul 3:10


Dedy Hadi: Asalammualaikum wr wb....

(1) Ustadz... Apabila Mulla Shadra sudah membertemukan irfan dan filsafat....berarti adalah kesalahan dengan apa yang terjadi pada ajaran sufi,,,yang tidak mencapai Tuhan. tetapi menjadiNya ?

(2) Apakah kitab Mulla Shadra sudah diterjemahkan dalam bahasa Indonesia.... dan apa namanya?

(3) Apakah akal universal itu ialah pencapaian akal akhir (Tafakur) ? Dan bagaimana bisa ke akal satu ? Bimbinglah saya dalam mengkaji kandungan al Qur'an. Mohon petunjuk !
Sinar Agama: Alaikum salam wr wb dan terimakasih pertanyaannya:

(1). Beda Irfan dengan Shufi yang sok shufi atau mutashawwifah (karena kalau antum telusuri catatan-catatan alfakir itu nanti akan didapati istilah shufi sungguhan dan shufi yang tidak sungguhan yang mengaku shufi atau sok shufi atau demam shufi dimana beberapa cirinya akan kita bahas sekarang ini) adalah bahwa Irfan itu tidak mengakui adanya selain Tuhan. Karena itu, makam yang harus dicapai hingga fana’ itu bukan makam-makam keberadaan, akan tetapi makam pengkasyafan atau penglihatan. Yakni dalam Irfan, diyakini bahwa yang Ada itu hanya Tuhan. Dan ketika kita merasa ada, berarti kita terhijabi. Karena itu harus melakukan suluk hingga dapat melihat kehanya beradaanNya saja. Jadi, suluk itu untuk mensucikan hati/akal hingga dapat melihat ketidak adaan dirinya dan selainNya.

Akan tetapi kalau shufi yang sok shufi ini (istilah ini -mutashawwifah- diambil dari kitabnya Mulla Shadra ra) mengatakan bahwa kalau seseorang itu sudah dapat mensucikan dirinya maka ia akan mengajadiNya. Jadi, perkataan shufi hakiki atau Irfan itu tidak dipahami oleh golongan sok shufi ini. Mereka mengira, ketika shufi hakiki dan ‘arif mengatakan bahwa tidak ada yang ada itu kecuali Tuhan, dikiranya bahwa semua yang ada yang kita lihat ini adalah Tuhan. Dimana penyelesaian mereka adalah melalui pensucian itu dulu. Karena itu kalau sudah suci maka ada dua kemungkinan, pertama ia menjadiNya dimana ini diistilahkan dengan Ittihaad, dan ke dua disatui olehNya dimana diistilahkan dengan Huluul.

Dengan keterangan singkat di atas ini dapat dibedakan antara wahdatulwujudnya Irfan dan Shufi yang sok shufi ini. Karena yang Irfan hanya meyakini bahwa yang Ada itu Tuhan dimana selainNya yang kita lihat ini baik diri kita atau semesta ini sebenarnya tidak ada dan hanya nampak seperti ada yang kemudian diistilahkan dengan Tajalli, Bayangan dan seterusnya.

Akan tetapi kalau di shufi yang sok shufi ini adalah meyakni bahwa kita dan alam ini adalah pewujudan Tuhan karena yang ada hanya Tuhan. Karena itu, kalau ingin keberadaan terbatas kita ini benar-benar dikembalikan kepadaNya, maka melakukan suluk dan pensucian supaya kita wujud kita bisa menjadi wujudNya. Inilah yang sering mereka tafsirkan pada “wa innaa ilaihi rooji’uun” (kepadaNya kembali) dengan mengumpamakan air laut yang memercik dimana ada butiran air laut yang terpisah. Nah, air laut terpisah itulah kita dan alam semesta ini. Karena itu dikatakan dari Allah. Akan tetapi ketika kita dan alam ini kembali kepada Allah, maka seperti butiran-butiran air laut itu yang kembali kepada laut dimana tidak ada lagi yang namanya butiran air laut dan yang ada hanya laut.

Ringkasnya: Irfan meyakini kehanya beradaanNya dan suluk dilakukan untuk sampai pada penglihatan batin (kasyaf) pada hakikat kehanya beradaanNya itu, tetapi kalau shufi yang sok shufi ini meyakini kehanya beradaanNya dan melakukan suluk untuk benar-benar menjadiNya.


(2). Kitab Mulla shadra ra itu belum diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia. Entah ada manfaatnya atau tidak kalau diterjemahkan. Karena buku itu terdiri dari 9 jilid dan di Hauzah, kalau pembelajarannya itu sangat cepat, maka dipelajari dalam setahun untuk perjilidnya (jilid 4 dan 5 tidak dipelajari karena “dianggap” fisika). Dan kalau dengan kecepatan normal perjilidnya dipelajari dalam 2 th. Dan kalau dipelajari dengan dalam, perjilidnya bisa sampai 6 th. Dan, sebelum belajar itu harus belajar logika dulu yang rapi dimana sedikitnya perlu waktu dua tahunan, lalu setelah itu belajar akidah dulu setidaknya juga 2 tahunan, lalu belajar peristilahan filsafat dan filsafat ringkas seperti Bidaayatu al-hikmah (dipelajari setahun) lalu Nihaayatu al-Hikmah (juga setahun), lalu kalau ada waktu belajar filsafatnya ibnu Sina, baik isyaaraat atau Ilahiyyaat-nya setidaknya 3 tahunan (tetapi ini tidak terlalu wajib). Baru setelah itu belajar kitab Hikmah Muta’aaliah-nya Mulla Shadra ra ini.

Saya bercerita tentang jenjang pendidikan ini untuk memberikan gambaran bagaimana cara menerjemahkannya itu dan kemungkinan manfaatnya.

Maksud saya, bahwa kalau penerjemahnya itu tidak melewati jenjang pelajar tersebut maka sulit sekali memahaminya dan, kalau yang membacanya juga tidak tahu maksud peristilahnya maka juga tidak akan dapat memahami. Karena seseorang akan paham maksud istilah dan alasannya istilah itu muncul, kalau mempelajari jenjang-jenjang itu.

Biasanya, setelah Asfar ini, maka baru belajar Irfan. Dimana biasanya mempelajari kitab Tamhiidu al-Qawaaid sekitar 2 tahun, lalu Fushuush sekitar 5 tahunan atau 4 tahun. Dan setelah itu kalau ada waktu belajar Mishbaahu al-Uns sktr 3 tahun (tetapi sudah tidak terlalu wajib, karena biasanya sudah bisa dipahami dengan baca sendiri).


(3). Akal universal itu kan sudah saya terangkan dengan berbagai maksud yang disesuaikan dengan berbagai bab pembahasannya?

Kalau yang dimaksud itu adalah pahaman universal, maka ia adalah proses alami manusia yang memahami hal individual lalu menginduksi menjadi universal.

Tetapi kalau maksudnya adalah Akal-akhir dan sebelum akhir ..dan seterusnya sampai ke Akal- satu, maka mereka ini adalah Malaikat tinggi yang dicipta Tuhan hanya dengan Amr (perintah) yakni tanpa proses.Karena itu mereka dikatakan “Alam Amr”, atau “Jabaruut”, atau “Surganya orang-orang yang didekatkan”, atau “Lahuhu al-Mahfuzh” (untuk Akal-akhirnya), atau “al-’Arsy” (untuk Akal-akhirnya), atau “Nur Muhammad” (untuk Akal-pertamanya).

Kalau yang dimaksud dengan Akal Universal ini adalah makhluk Akal-akal itu dimana posisi di atas surganya mukminin yang ada di tingkatan Barzakh itu, maka seseorang kalau ingin mencapainya, tidak bisa dengan berfikir. Tetapi dengan suluk. Yaitu belajar dulu akidah yang benar dan fikih secara lengkap (terkhusus yang amal yang akan dilakukannya), lalu diamalkan hingga tidak ada satupun kewajiban yang tertinggal dan dosa yang dilakukan. Ini yang saya istilahkan dengan maksum kecil (karena boleh salah yang dikarenakan lupa). Lalu setelah itu harus meninggalkan semua makruh. Dalam meninggalkan dosa dan makruh ini, harus ditinggalkan dengan hati dan badan. Yakni hati tidak menyukainya dan badan tidak melakukannya. Lalu setelah itu meninggalkan semua mubah, seperti tidur, makan, minum... dan seterusnya. Tapi meninggalkan disini hanya dengan hati. Jadi, kalau makan maka makan yang tidak disukainya, kalau memakai baju memakai yang tidak disukainya ...dan seterusnya. Lalu setelah itu, harus meninggalkan dengan hati apa-apa yang diberikan Tuhan padanya seperti karamat dan lain-lainnya. Lalu ia akan masuk surga atau mengkasyafnya. Ia juga harus meninggalkannya dengan hatinya. Artinya tidak boleh suka sedikitpun pada karamat- karamat (karamat yaitu kekuatan ghaib yang dimiliki seseorang dengan tidak memintanya kepadaNya) dan surga itu. Lalu ia akan masuk Akal-akhir atau Lauhu al-Mahfuzh itu dan iapun harus meninggalkannya dengan hatinya. Lalu begitu seterusnya sampai ke Akal-satu, lalu iapun harus meninggalkannya dengan hatinya. Disini baru ada istilah fana’. Lalu iapun harus meninggalkan Fana’ itu dimana disini baru seseorang itu benar-benar sudah tidak melihat dirinya sebagai keberadaan atau sebagai yang melihat ketiadaan itu. Dan ini yang dikatakan fana’ di atas fana’.

Nah, proses suluk itu, kalau di Irfan adalah proses penghilangan kemerasa ada-an manusia karena memang ia itu tidak ada. Tetapi kalau di shufi yang sok shufi itu adalah proses menjadiNya itu.


(4). Saya akan berusaha semampunya membantu mas dedy, seperti yang lainnya untuk pemahaman apa saja yang saya mampu, tentu dengan ijinNya. Keharuannku ini bukan hanya pada mas Dedy, pada semua ikhwan juga terharu karena semangatnya itu dan selalu ku doakan setiap hari termasuk antum. Jadi, jangan pernah segan menanyakan apa saja. Karena kalau segan tidak akan dapat kesempatan-kesempatan yang tersedia. Tentu saja, saya akan membantu kalau saya juga memahaminya melalui guru-guru besarku yang untuk sementara ini tidak dapat kusebutkan nama-nama mereka. Tetapi ingat, jangan segan juga untuk diskusi dan berdebat, asal untuk berusaha mencari argument terkuat kalaulah bukan kebenaran mutlak. Pintu fb-ku selalu terbuka untuk antum dan temen-teman lainnya. Kalau tentang pemahaman ayat, maka silahkan tanyakan ayat yang dimaksud, nanti kalau saya memang tahu, maka akan berusaha menjelaskannya, in syaa Allah.


Chi Sakuradandelion, Agoest Irawan, Heriyanto Binduni dan 9 lainnya menyukai ini.



اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وآلِ مُحَمَّدٍ وعَجِّلْ فَرَجَهُمْ

Tidak ada komentar:

Posting Komentar