Tampilkan postingan dengan label Takdir & Nasib. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Takdir & Nasib. Tampilkan semua postingan

Selasa, 04 Mei 2021

Takdir Baik dan Buruk


Oleh Ustadz Sinar Agama http://www.facebook.com/groups/210570692321068/doc/326166554094814/ Oleh Anggelia Sulqani Zahra pada 4 Februari 2012 pukul 23:11


Jack Marshal: Ustadz mau nanya tentang takdir, orang-orang sering menyebut ‘..udah takdir Tuhan.’. Kalau kejadian baik betapa baiknya Tuhan. Tapi kalau kejadian buruk apa Tuhan sejahat itu, tolong jelasin Ustad.

Kamis, 20 Agustus 2020

Takdir / nasib di Shahih Muslim ??!?


seri tanya jawab: Aep Fadhlurrahman dengan Sinar Agama http://www.facebook.com/groups/210570692321068/doc/257399820971488/ by Sinar Agama (Notes) on Monday, October 3, 2011 at 11:31am


Aep Fadhlurrahman: Rasulullah saw ditanya: Wahai Rasulullah! Apakah sudah diketahui orang yang akan menjadi penghuni surga dan orang yang akan menjadi penghuni neraka? Rasulullah saw menjawab: Ya. Kemudian beliau ditanya lagi: Jadi untuk apa orang-orang harus beramal? Rasulullah saw menjawab: Setiap orang akan dimudahkan untuk melakukan apa yang telah menjadi takdirnya. (Shahih Muslim No.4789 dari Imran bin Hushain ra). Mohon Penjelasannya Ustadz. Terima Kasih.

Minggu, 19 Juli 2020

Kehendak Tuhan Lawan Penasiban



seri tanya jawab Heri Widodo dengan Sinar Agama
August 1, 2013 at 4:09am

Heri Widodo mengirim ke Sinar Agama: (18-3-2013) Assalamu’alaikum… wb.Ustadz, afwan, ketika seseorang berjuang untuk menunaikan taklif-taklifnya, ada taklif lain yang terabaikan berkaitan situasi dan kondisi. 

Dalam keterbatasan akal, kesempatan, kemampuan, dan lain-lain sampai dalam taklif yang bagaimanakah orang tersebut mampu mempertanggungjawabkan semua tuntutan-tuntutan di Padang Mahsyar kelak. Ada juga 1 permasalahan yang akan menimpa siapapun yaitu tidak ada yang mampu menyibak misteri Kehendak Allah Swt dalam perjalanan waktu ke depan. 

Sisi inilah yang kadang mampu mementahkan segala upaya persiapan ikhtiar maksimal dari manusia untuk menggapai tujuan-tujuan dari keinginannya. Hal ini sering membuat ana merasa amat sangat tidak berdaya untuk mengaflikasikan hukum Sebab-Akibat atas setiap hajat yang sampai detik ini belum terijabah. Ana khawatir batas kehidupan ana di dunia ini terlanjur habis. 

Mohon pencerahan-pencerahan Ustad hingga ana semakin dicintai Allah Swt, Rosululloh Muhammad Saaw dan Ahlulbaitnya.

Jumat, 12 Juni 2020

Taqdir / nasib Dalam Al-Qur'an ?!


seri tanya jawab: Dicky Jalinus dan Sinar Agama https://www.facebook.com/notes/sinar-agama/takdirnasib-dalam-al-qur-an- seri-tanya-jawab-dicky-jalinus-dan-sinar-agama/270980869579135

by Sinar Agama (Notes) on Thursday, August 25, 2011 at 8:13am


Dicky Jalinus: Assalamu’alaikum ustadz, mau nambah pertanyaan mengenai takdir yang pernah dibahas, biasanya ayat-ayat di bawah ini adalah dalil yang dipakai untuk qadha dan qadar, bagaimana menurut ustads?

1. Artinya : “Dan Dia menciptakan segala sesuatu, lalu menetapkan ukuran-ukurannya dengan tepat.” (QS.Al-Furqan : 2).

2. Artinya : “Setiap bencana yang menimpa di bumi dan yang menimpa dirimu sendiri, semuanya tertulis dalam Kitab (Lauh Mahfuz) sebelum Kami mewujudkannya.” (QS.Al-Hadid: 22).

3. Artinya: “Allah menghapus dan menetapkan apa yang Dia kehendaki dan di sisi-Nya terdapat Ummul-Kitab (Lauh Mahfuz)”.(QS. Ar-Ra’d: 39).

4. Artinya:” Apabila ajalnya tiba, mereka tidak dapat meminta penundaan atau percepatan sesaat pun”. (QS. Yunus: 49).

Mohon pencerahannya ustad, apakah dalil-dalil itu berhubungan dengan qada dan qadar atau takdir?

Senin, 08 Juni 2020

Taqdir (Apa Salahnya Percaya Nasib Sudah Ditentukan Tuhan?)


seri tanya-jawab, Ardhy Husain dengan Sinar Agama http://www.facebook.com/groups/210570692321068/doc/236087869769350/ by Sinar Agama (Notes) on Friday, August 19, 2011 at 3:10am


Ardhy Husain: Salam ustadz. Semoga selalu dalam keadaan sehat walafiat.

Saya mau bertanya. Apakah kesalahan terbesar saat kita meyakini bahwa takdir baik dan buruk itu berasal dari Allah?

Bukankah penetapan takdir baik dan buruk atas hidup seseorang, karena Allah yang maha tahu telah mengetahui bahwa seseorang itu dengan ikhtiarnya akan memilih antara kedua takdir tersebut?

Afwan ustadz. Mohon pencerahannya.

Jumat, 28 Februari 2020

Kisah Diskusiku Tentang The Genitic God


http://www.facebook.com/groups/210570692321068?view=doc&id=223774151000722 by Sinar Agama (Notes) on Tuesday, January 11, 2011 at 10:32pm


Kisahku ini bermula dari, ketertarikanku pada Tuhan Genitic yang tertulis di sebuah status yang, isinya menceriterakan tentang sebuah buku. Setalah itu aku mengomentarinya, dan mengomentari komentar-komentar yang masuk, sampai akhirnya tidak tersedia lagi ruang kolom komentar buatku. Karena mungkin sudah penuh kali atau diblok?! Nah, karena banyak teman- teman yang menunggu tuntasnya diskusi itu, maka kupikir ada baiknya, kalau kuteruskan di catatanku saja, karena sepertinya di tempatku kolom komentarnya tidak terbatas, he he he. Nah, saya akan mulai dengan mengulangi bacaanku tentang status itu lalu, aku akan nukil komentarku dan komentar-komentar teman-teman lainnya yang bagiku menarik atau setidaknya yang ingin kucopas disini. Karenanya yang tidak kecopas bukan berarti tidak menarik, tapi pasti karena hal lain yang sudah tentu beralasan positif relatif. Nah, kumulai ceritaku dengan membaca status berikut ini:

Rabu, 15 Januari 2020

Tanggungjawab Pendidikan Anak


Oleh Ustad Sinar Agama http://www.facebook.com/groups/210570692321068?view=doc&id=218946744816796 Oleh Anggelia Sulqani Zahra pada 16 Juli 2011 pukul 13:52


Zainab Naynawaa: Salam ... semoga ustad dan keluarga senantiasa diberikan kesehatan jasmani dan rohani, afwan saya minta penjelasan dari antum, batasan kedua orang tua mendidik anak anaknya sampai usia berapa...?? Dan pada saat di akhirat siapakah yang dipertanggungjawabkan dalam hal pendidikan anak-anaknya..??? Apakah seorang ibu lebih besar pengaruhnya dibandingkan seorang ayah...?? Jika ada pendapat dari ayahdan ibunya dalam hal mendidik anak anaknya harus lebih mengutamakan pendapat dari ibunya apakah hal ini dibenarkan dan apa dalilnya ...????

Selasa, 31 Desember 2019

Takdir


Oleh Ustad Sinar Agama http://www.facebook.com/groups/210570692321068?view=doc&id=217527048292099 Oleh Anggelia Sulqani Zahra pada 13 Juli 2011 pukul 16:43


Alie Ntu Vharug: Assalamualaikum.

Ustad. Saya mau tanya. Apakah yang terjadi di dunia ini sudah takdir tuhan dan apakah rejeki, mati, jodoh itu ditentukan tuhan ? Jika semuanya sudah ditentukan kepada kita, kenapa kita masih harus berikhtiyar ?

Kamis, 05 Desember 2019

Sampai Kapan Takdir ?!


Tanya jawab Irsavone Sabit dengan Sinar Agama October 25, 2013 at 2:25 pm



Irsavone Sabit: (9-4-2013)

(g). Karena itulah saya sering menuliskan bahwa kita tidak mengimani takdir yang bermakna nasib, yakni yang mengatakan bahwa apapun dan tentangapapun, termasuk ikhtiar-ikhtiar manusia itu, sudah ditentukan Tuhan. Karena kepercayaan ini disamping hanya ada di Hindu dan Kristen, juga tidak sesuai dengan akal dan turunnya agama itu sendiri, serta tidak sesuai dengan pembuatan surga dan neraka serta tidak sesuai dengan pembalasan dengan keduanya.

Akan tetapi, takdir yang bermakna SISTEM ALAM, seperti kalau memegang api maka tangannya terbakar, kalau sedikit tapi beriman pada Tuhan sertayakin denganNYa dan juga percaya dengan kesyahidan dan balasan Tuhan, akan menjadi jauh lebih kuat dari yang lebih banyak, atau seperti kalau jumlahnya banyak dan tidak percaya Tuhan dan maknawiat seperti syahid dan balasan serta pertolongan Tuhan, maka akan menjadi sombong dan meremehkan musuh yang lebih sedikit hingga akan menjadi banyak salah hitung dan gampang kalah ... dan seterusnya... maka takdir yang berupasistem ini, jelas ada dalam Islam dan sangat sesuai dengan akal dan ayat-ayat yang banyak dan hadits-hadits yang tidak terhitung serta sesuai denganditurunkannya agama itu sendiri, begitu pula hari hisab dan surga-neraka.

Ustadz Sinar Agama.

Haladap Saw, Adehan Munadi dan 2 orang lainnya menyukai ini.

Ichsan Palawa: Diskusi takdir agak menarik...hehe. Masuk dalam arena tersebut menimbulkan kesalahan fatal yang mewariskan dua firkah ekstrim yakni jabariyyah dan qadariah... dua-duanya jauh dari pokok.....hal ini disebabkan mereka mencoba masuk dalam arena nalar Allah.....takdir ga perlu didiskusikan. Cukup diimani bahwa Allah punya skenario/iridah...kehendak Allah ga bisa dikendalikan dan nalar oleh siapapun....tapi Allah hanya berikan kita anugrah berupa akal, mau pilih duduk malas-malasan atau mau kerja, minum teh atau sirup pilihan...Ada dimensi pilihan bebas dan ada dimensi suratan dari sananya as a given....misal hidung pesek, mancung dan seterusnya. Yang dimintai tanggung jawab kelak yang pilihan bebas, dan yang sudah dititahkan ga ditanyai kenapa hidung anda pesek, kenapa lahir di Jakarta dan seterusnya ga akan ditanyai itu...ehhehe.

Sinar Agama: Ichsan:

1- Allah itu tidak menalar. Kalau menalar, sudah pasti terbatas.

2- Yang kita bahas itu bukan natural manusia, tapi nasib manusia atau perbuatan dan apa saja yang akan menimpanya.

3- Naturalpun, selain kaki dua, tangan dua, mata dua....dan seterusnya...juga bukan dari Tuhan. Misalnya, hidung pesek, kulit hitam, ...........karena semua itu, sekalipun bukan ikhtiar manusia yang kita sendiri, tapi ikhtiar manusia yang orang tua kita.

4- Bahkan wujud kita sendiri, sama sekali bukan kehendak Tuhan dari sononya. Karena Tuhan tidak pernah merencanakan kelahiran kita dan tidak pernah merancangnya dalam arti tidak pernah menginginkannya dari awal. Karena adanya kita atau tidak, lahirnya kita atau tidak, tergantung kepada ikhtiar orang tua kita. Jadi, Tuhan hanya mengijinkannya ada dan, sudah tentu tahu sejak azali dan sejak sebelum diciptakannya alam ini.

5- Jadi, penegasannya, hidung pesek, lahir di Indonesia, kena kangker dari kelahiran, kena aid dari kelahiran, kena tbc dari kelahiran, cacat badan............dan seterusnya...bukan dari Tuhan, tapi dari ikhtiar orang tua kita atau efek dari ikhtiar lingkungan kita.

Saya sudah banyak membahas hal ini di catatan dimana kalau antum minat, silahkan merujuk kesana.

Wassalam.

1 Share

16 people like this.


Apriyano Oscar S: Ustadz, yang saya pernah dengar, dosa-dosa kita juga bisa menyebabkan bala untuk kita. Jika benar demikian, maka saya ada 2 pertanyaan di bawah ini: 1. Apakah bala itu terjadi atas kehendak Allah untuk mengurangi / menghapus dosa-dosa kita. 2. Apakah bala itu juga bisa dalam bentuk kecacatan / ketidaknormalan yang terjadi pada anak dari si pendosa. Mohon penjelasan Ustadz.

Sinar Agama: A.O:

1- Saya sudah pernah menjelaskan beberapa waktu yang lalu bahwa bala itu belum tentu karena dosa sebelumnya tapi bisa saja karena kesalahan kalaitu juga. Misalnya, habis zina dan dalam keadaan mengantuk menyetir mobil. Nah, ketika menabrak, mana bisa dikatakan bahwa hal itu direncanakan Tuhan untuk mengurangi dosanya? Karena itu, maka bala yang sangat bisa diperkirakan mengurangi dosa, adalah bala yang datang bukan karena kesalahan kita, baik langsung atau tidak langsung. Karena kita harus selalu berhati-hati dan memperhitungkan segalanya, dan dari sisi yang lain, kalau mendapat bala, jangan memastikan bahwa hal itu direncanakan Tuhan. Berdoa saja, seperti “Ya Allah, kalau bala ini datang dari kesalahanku yang terdahulu atau yang sekarang, maka ampunilah dosa-dosaku.”

2- Ya Allah, bala kok bisa diturunkan kepada orang lain. Mana bisa satu orang yang berdosa lalu orang lain yang menanggungnya? Cacatnya anak itu,kalau ada kesengajaan atau kelengahan, maka orang tuanya yang akan dimintai tanggung jawab di akhirat kelak. Hal itu, mirip dengan fulan A memukul fulan B dan membuatnya cacat. Sedang B yang menghadapi hal itu, baik yang dipukul atau anak yang cacat karena orang tuanya itu, maka bala itu adalah ujian dia yang datang dari sistem Allah. Sekali lagi, bukan dari Allah, tapi dari fulan A atau orang tuanya. Tapi kalau si B itu,sabar dan tetap taat dalam menghadapi hidupnya yang cacat akibat sistem alam yang dibuat Allah itu, maka ia akan mendapatkan banyak pahala. Baik pahala sabarnya itu sendiri dan pahala ketaatannya.

Maksud dari rela dengan sistem Allah, adalah karena dalam sistem Allah telah dibuat sistem yang secara lahiriah, dapat saling mengganggu. Misalnya, kalau satu orang memukul daerah tertentu orang lain, maka bisa cacat. Atau kalau orang tua tidak menjaga maninya atau kehamilannya, maka bisa melahirkan anak yang cacat.

Nah, ketika kita rela dengan sistem Allah ini, maka kita akan mendapat pahala yang tinggi. Jadi, cacat pada si B dan si anak itu, bukan rencana Tuhanyang dikatakan takdir. Tapi kejadian yang disebabkan oleh fulan A dan orang tua yang terjadi dengan ikhtiar mereka dalam memilih sistem-sistem yang ada yang telah dibuat oleh Allah itu.

October 25 at 6:32pm · Like · 3



اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وآلِ مُحَمَّدٍ وعَجِّلْ فَرَجَهُمْ

Selasa, 30 Oktober 2018

Diskusi Takdir yang Tak Pernah Putus



Seri tanya jawab Sufyan Hossein dengan Sinar Agama 
by Sinar Agama (Notes) on Thursday, October 18, 2012 at 1:10 am


Sufyan Hossein: 9 Agustus 

TANYA TENTANG QADHA DAN QADAR ALLAH 


Afwan, saya seorang awam yang miskin dan fakir ilmu, sekiranya akhi-akhi yang berilmu ini dapat membantu saya dalam memahami, mengartikan dan memaknai apa itu sebenarnya Qadha dan Qadar Allah... 

Allah Subhanahu wa Ta’ala menciptakan langit dan bumi ini tidak dengan main-main, Allah Subhanahu wa Ta’ala menciptakan langit, bumi dan seluruh makhluk yang tersebar di antara keduanya tentu mempunyai tujuan, Yaitu agar supaya seluruh makhluk tunduk menyembah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala semata... 

Pertanyaan saya : 

1. Saya berkeyakinan (mohon dikoreksi apabila ada kesalahan), sebelum menciptakan langit, bumi dan seluruh makhluk yang tersebar di antara keduanya, Allah telah terlebih dahulu menciptakan kitab induk (Lauhul Mahfuz) yang di dalamnya telah tertulis takdir seluruh makhluk, dan apa-apa yang akan terjadi dari proses penciptaan alam semesta sampai kepada balasan terhadap manusia di akhirat kelak, yaitu dimasukkannya manusia ke dalam surga atau ke neraka, telah tertulis semua di sana, lalu kemudian Allah menciptakan langit, bumi dan seluruh makhluk.... 

Kemudian Allah menguji manusia dengan dua jalan, yaitu jalan kebaikan (ajaran tauhid yang dibawa para nabi beserta kitab sucinya, namun Allah juga menguji manusia dengan jalan keburukan , yang dibawa iblis dan keturunannya.... Dan Allah menerangkan konsekuensi dari jalan masing-masing itu, bahwa siapa saja yang menempuh jalan kebaikan, yaitu jalan tauhid yang dibawa para nabi , maka konsekuensinya akan mendapat Rahmat dan surga-Nya. namun sebaliknya, siapa saja yang menempuh jalan keburukan dan memperturuti hawa nafsu iblis dan syaitan, maka tentu konsekuensinya yaitu mendapat murka dan neraka-Nya. 

PERTANYAAN SAYA : misalkan si A, dalam perjalanan hidupnya dia menyekutukan Allah, selalu berbuat keburukan dan apabila diingatkan dengan ajaran tauhid, dan apabila dibawakan bukti nyata tentang kebenaran Islam kepadanya, dia selalu berpaling dan bahkan semakin menjadi kedurhakaannya kepada Allah. Apakah dalam hal ini, Allah mungkin “turut campur” untuk mungkin memberi hidayah kepada si A itu, atau bahkan Allah tambah menyesatkan si A ini, sebagai bentuk kemurkaan dan azab baginya di dunia dan akhirat. ATAUKAH Allah akan “berlepas tangan” terhadap orang ini, membiarkan dia berbuat sekehendaknya, lalu secara tiba-tiba Allah menyiksanya dengan Azab yang amat dahsyat, baik di dunia maupun akhirat, APAKAH NASIB TAKDIR MANUSIA DI DUNIA INI TERGANTUNG IKHTIAR MANUSIA SAJA, 

DAN MANUSIA MEMILIH JALAN KEBAIKAN ATAU KEBURUKAN, LALU TERSERAH ALLAH MAU MENYIKSA ATAU MEMBERI HIDAYAH KEPADA MANUSIA ITU, ATAU DALAM PERJALANAN HIDUP MANUSIA DI DUNIA, ALLAH SELALU MENCURAHKAN HIDAYAH TANPA ADA DAYA SEORANG MANUSIAPUN UNTUK MENOLAKNYA???? 

2. Sebelum Allah subhanahu wa ta’ala menciptakan langit dan bumi, Allah telah menciptakan Lauhul Mahfuz. Di dalam lauhul mahfuz berarti Allah telah mengetahui dan menetapkan bahawasanya si A , NANTI DI DUNIA AKAN MELAKUKAN KEBURUKAN INI DAN ITU, DAN SEBAGAI KONSEKUENSINYA DIA MASUK NERAKA, WALAUPUN SECARA ZAT, Si A belum diciptakan Allah ??? 

MOHON KOREKSI DAN PENCERAHAN ATAS KEYAKINAN SAYA INI USTADZ : Abu Fahd NegaraTauhid, 

Pentingnya Menuntut Ilmu Syar’i, Sinar Agama 

— bersama Abu Fahd NegaraTauhid dan 3 lainnya. 


Sang Pencinta: Salam, ikut share silahkan di . 

28. Pokok-pokok dan Ringkasan Ajaran Syi’ah bag: 1 (Keimanan Syi’ah Terhadap Tuhan) oleh Sinar Agama = 

http://www.facebook.com/home.php?sk=group_210570692321068&view=doc&id=210812135630257

29. Pokok-pokok dan Ringkasan Ajaran 

Syi’ah bag: 2 Seri 1: Keimanan Syi’ah tentang Adilnya Tuhan Oleh Ustad Sinar Agama = 

http://www.facebook.com/home.php?sk=group_210570692321068&view=doc&id=210812355630235

30. Pokok-Pokok dan Ringkasan Ajaran Syi’ah bag: 2, Seri 2 :Keimanan Syi’ah tentang Adilnya Tuhan 

Oleh Ustad Sinar Agama = 

http://www.facebook.com/home.php?sk=group_210570692321068&view=doc&id=210812512296886

31. Pokok-pokok dan Ringkasan Ajaran Syi’ah bag: 2 :Seri 3 : Keimanan Syi’ah tentang Adilnya Tuhan Oleh Ustad Sinar Agama = 

http://www.facebook.com/home.php?sk=group_210570692321068&view=doc&id=210812645630206

32. Pokok-pokok dan Ringkasan Ajaran Syi’ah bag: 2 :Seri 4 : Keimanan Syi’ah tentang Adilnya Tuhan Oleh Ustad Sinar Agama = 

http://www.facebook.com/home.php?sk=group_210570692321068&view=doc&id=210812768963527

33. Pokok-pokok dan Ringkasan Ajaran Syi’ah bag: 2 :Seri 5 : Keimanan Syi’ah tentang Adilnya Tuhan Oleh Ustad Sinar Agama = 

http://www.facebook.com/home.php?sk=group_210570692321068&view=doc&id=210813012296836

34. Pokok-pokok dan Ringkasan Ajaran Syi’ah bag: 2 :Seri 6 : Keimanan Syi’ah tentang Adilnya Tuhan Oleh Ustad Sinar Agama = 

http://www.facebook.com/home.php?sk=group_210570692321068&view=doc&id=210813085630162

35. Pokok-pokok dan Ringkasan Ajaran Syi’ah bag: 2 :Seri 7 : Keimanan Syi’ah tentang Adilnya Tuhan Oleh Ustad Sinar Agama = 

http://www.facebook.com/home.php?sk=group_210570692321068&view=doc&id=210813395630131

Sang Pencinta

http://www.facebook.com/notes/sinar-agama/adil-tuhan-adalah-rahmat-tuhan-seri-tanya-jawab- doni-handoyo-dg-sinar-agama-berl/478555082155045

Adil Tuhan Adalah Rahmat Tuhan, seri tanya jawab Doni Handoyo dg Sinar Agama (Berlanjut ke masalah Qodhoo’ dan Qodr) 

Bismillaah: Adil Tuhan Adalah Rahmat Tuhan (lengkap dg diskusi lanjutannya) ole... Lihat Selengkapnya 

Oleh: Sinar Agama 

Sang Pencinta: http://www.facebook.com/notes/sinar-agama/ikhtiar-selalu-ada-walau-terpaksa- seri-tanya-jawab-mata-jiwa-dg-sinar-agama/470084409668779

Ikhtiar Selalu Ada, Walau Terpaksa, seri tanya jawab Mata Jiwa dg Sinar Agama 

Bismillaah: Ikhtiar Selalu Ada, Walau Terpaksa Mata Jiwa ... Oleh: Sinar Agama 

Pentingnya Menuntut Ilmu Syar’i: @ Sufyan Hossein : Saudaraku yang saya cintai karena Allah Subhanahu wa Ta›ala. 

Semoga Allah Tabaroka wa Ta’ala membimbing serta merahmati anda. 

Sesungguhnya wajib bagi kita untuk beriman kepada qadha’ dan qadar namun wajib bagi kita untuk merujuk kepada pemahaman yang shahih dalam memahami keduanya dengan pemahaman Salafush Shalih, agar kita tidak merugi karena mengikuti pemahaman yang sesat dan menyimpang dari ahlul bida’ wal ahwa’ seperti Qadariyyah dan Jabariyyah karena menyelisihi pemahaman para Shahabat ridwaanullahi ‘alaihim jami’an. 

Dan untuk permasalahan ini ada baiknya antum membuka Syarah Arba’in An-Nawawi yang telah di tahqiq oleh Syaikh al-’Utsaimin rahimahullaahu ta’ala hadits ke 4 (empat) di dalamnya mengandung ilmu yang luas sekali. 

Namun saya akan menjelaskan sedikit tentang qadha’ dan qadar yang telah dipaparkan oleh para ulama Ahlus Sunnah wal Jama’ah. 

Tentang pertanyaan anda yang pertama : Rasulullah shallallaahu ‘alaihi ya sallam bersabda, 

“Allah Subhanahu wa Ta’ala telah mencatat seluruh takdir makhluk lima puluh ribu tahun sebelum Allah Tabaroka wa Ta’ala menciptakan langit dan bumi.” 

(HR. Muslim, no. 2653, at-Tirmidzi, no. 2156, dan Ahmad, II/169) 

Kemudian di alam rahim (sebagaimana dalam hadits Arba’in), Allah ‘Azza wa Jalla pun memerintahkan malaikat untuk mencatat kembali empat kalimat : 

1. Rizki. 
2. Ajal. 
3. Amal. 
4. Sengsara atau bahagia. 

Adapun pertanyaan yang pertama menyangkut dengan pertanyaan yang kedua maka itu adalah ucapan sesat sekte Jabariyyah. 

Pernah ada seorang Shahabat bertanya kepada Nabi shallallaahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa sallam. Ia berkata, 

“Wahai Rasulullah, apakah kita beramal menurut apa yang alam datang atau menurut apa yang telah Allah tuliskan dalam (Lauhul Mahfuz)?” 

Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam menjawab, 

“Bahkan menurut apa yang telah Allah ‘Azza wa Jalla tetapkan.” Lalu ia berkata, 

“Lalu untuk apalagi kita beramal?” 

Maka beliau shallallaahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa sallam menjawab, 

“Beramallah kalian, karena semua telah dimudahkan menurut apa yang telah Allah Subhanahu wa Ta’ala ciptakan baginya.” 

(HR. Muslim, no. 2647 - 2649, dan Ahmad, IV/67) 

Dan sebagai referensi tambahan saya nasihatkan untuk mendengarkan kajian al-Ustadz Abu Fat- hi Yazid bin ‘Abdul Qadir Jawas hafizhahullaahu ta’ala tentang ini memahami qadha’ dan qadar, dari Shahabat yang mulia ‘Abdullah bin ‘Abbas radhiyallaahu ‘anhuma di sini : 

http://us.kajian.net/kajian-audio/Ceramah/Yazid%20Jawas/Wasiat%20Rosul%20Kpd%20Ibnu%20

Abbas

Insya Allahu Ta’ala sangat bermanfaat. 

Ceramah · Yazid Jawas · Wasiat Rosul Kpd Ibnu Abbas 

us.kajian.net 

pengajian, agama Islam, ceramah, ceramah agama, ceramah Islam, download ceramah, ceramah mp3, ceramah agama Islam, kajian Islam, download, gratis 

Sang Pencinta: Silahkan di Doktrin Al-Asysyari Penyebab Kemunduran Dunia Islam Oleh Ustad Sinar Agama = 

http://www.facebook.com/groups/210570692321068/doc/331111043600365/

Sufyan Hossein: Jazakumullah ya akhi atas komentarnya, namun yang masih mengganjal di pikiran saya selama ini adalah : misalkan si A tadi, Permisalannya : Allah Subhanahu wa ta’ala telah menggariskan takdirnya di lauhul mahfuz bahwa Si A nantinya akan melakukan keburukan sepanjang hidupnya.. Kemudian Si A dilahirkan di dunia dengan akal, di mana ia dibebaskan untuk memilih jalan kebaikan atau keburukan, kemudian di dunia telah ditunjukkan bukti nyata kebenaran Islam yang dibawa Rasulullah sallallahu alayhi wa sallam... Apakah Ketika si A menjalani hidupnya nanti dia PASTI akan melakukan keburukan-keburukan yang sebelumnya telah tertulis di lauhul mahfuz, sehingga apabila dibawakan bukti-bukti kebenaran Islam kepadanya, ia PASTI mengingkarinya sesuai yang telah Allah gariskan padanya di lahul mahfuz, ATAU dalam perjalanan hidupnya itu, Mungkinkah Allah akan memberikan hidayah kepada Si A tersebut, sehingga ia akhirnya bertaubat dan memeluk agama Islam, kemudian beramal salih sampai ajal menjemput, apakah dengan ini, takdirnya yang semula tertulis di lauhul mahfuz sebagai ahli neraka akan berubah menjadi ahli surga karena Petunjuk, Hidayah, sifat Rahman dan Rahim-Nya?.. 

Sang Pencinta: Sebenarnya kalau antum teliti dalam membacanya, “pasti” akan terjawab. Supaya lebih afdhal, kita tunggu saja penjelasan ustadz Sinar ya, afwan. 

Pentingnya Menuntut Ilmu Syar’i: @ Sufyan Hossein : Apabila Allah Subhanahu wa Ta›ala mengkehendaki kebaikan pada diri seseorang maka ia akan diberikan hidayah kepada-Nya. 

Di atas telah saya jelaskan bahwasanya kita diperintahkan untuk beramal karena segala sesuatu telah dimudahkan oleh-Nya untuk mendapatkan Surga, namun itu semua tergantung kepada pelakunya apakah ia menginginkan Surga atau tidak. 

Kitab Lauhul Mahfuz tidak akan berubah, karena itu telah Allah ‘Azza wa Jalla tetapkan lima puluh ribu tahun sebelum menciptakan langit dan bumi, hanya saja kita diperintahkan untuk berdo’a dan berusaha untuk mencari hidayah tersebut. 

Ada baiknya anda lihat di sini : 
http://salafiyunpad.wordpress.com/2010/10/05/memahami-takdir-sesuai-ahlus-sunnah/

Memahami Takdir Allah Menurut Perspektif Ahlus Sunnah wal Jama’ah [Plus Mp3 Ceramah] 

salafiyunpad.wordpress.com 

Oleh Ustadz Abdullah Taslim, M.A Iman kepada takdir dan ketentuan Allah Ta’ala b...Lihat Selengkapnya 

Sinar Agama: Salam dan terima kasih pertanyaannya, tapi nukilan Pencinta itu sudah cukup. Dan saya akan menjawab lanjutannya kalau ada, yaitu pertanyaan lanjutan setelah memahami nukilan Pencinta tersebut. 

Sinar Agama: @Pentingnya Menuntut Ilmu Syar’i : 

Selama antum tidak mengerti hakikat kitab-kitab itu, maka sudah pasti larinya dan masuknya tetap ke ketentuan nasib itu, karena itu lalu apa gunanya doa dan berusaha bahkan turunnya agama??????????????????!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!! Bukankah kalau di kitab itu (sesuai versi antum) sudah ditulis bahwa kita berusaha dan berdoa, lalu apa gunanya perintah agama untuk berusaha dan berdoa????????!!!!! Kan antum ini berarti sama dengan mengatakan, bahwa Tuhan sudah menentukan kita bahwa kita berusaha atau tidak, berdoa atau tidak, tapi Tuhan memerintahkan kita untuk berusaha dan berdoa. Lah ... ini kan main-main namanya mas. Kalau seperti ini, orang mana yang akan masuk Islam, terlebih Masehi dan Hindu, karena kedua agama ini justru yang memiliki keyakinan nasib ini dan, sudah tentu lebih lama dari Islam. 

Kitab lauhu al-mahfuuzh itu adalah kitab ilmu Allah yang memang tidak berubah selamanya. Jadi, Dia tahu kita ini berusaha atau tidak, usahanya profesional atau tidak, membuahkan hasil atau tidak, berdoa dengan doa yang mustajab atau tidak...... dan seterusnya. Dan semua itu, adalah ikhtiar kita dan sekitaran (sosial dan alam) kita. Bukan ketentuanNya. Karena itu, maka mati, rejeki dan pasangan, semuanya ditentukan oleh pilihan manusia itu sendiri. 

Ahsan antum baca dulu tulisan-tulisan kita tentang masalah yang sudah banyak di fb ini, lalu setelah itu, kalau sudah paham, baru menolaknya atau menerimanya. Karena tulisanku tentang hal ini, sudah banyak. 

Sinar Agama: Komentarku di atas terjadi beberapa kali perbaikan (salah tulis seperti sudah ditulis tidak atau penambahan) jadi tolong dibaca lagi, bagi yang membaca sejak awal penerbitannya. 

Pentingnya Menuntut Ilmu Syar’i: @Sinar Agama (Syi’ah): Mohon maaf saya tidak ingin berdebat dengan anda, saya bukan ahli kalam, bukan pula sekte Syi’ah. Hanya berusaha meluruskan pemahaman tentang qadha’ dan qadar menurut persepsi Ahlus Sunnah wal Jama’ah. 

Sufyan Hossein: Afwan, berarti Nasib/ Takdir manusia itu yang menentukan adalah ikhtiar manusia itu sendiri, sementara Tuhan tidak turut campur dalam ikhtiar kita tersebut. Dan Dia hanya mengijinkan ikhtiar kita, sukses atau tidak, berhasil atau tidak, begitu ya akhi? (mohon dikoreksi apabila ada kesalahan)... Jadi teringat Cerita nabi Yusuf as, ketika ia digoda oleh istri Al Aziz, ketika itu istri Al Aziz berkeinginan melakukan maksiat bersama Yusuf, dan Yusuf-pun berkeinginan melakukan hal itu terhadapnya. Jika bukan karena Allah yang menjaga Yusuf, maka Yusuf akan melakukan maksiat juga.. Kalau begini nasib Yusuf yang tidak jadi melakukan maksiat itu, karena Allah menyelamatkan Yusuf dari perbuatan maksiat, bukan karena kehendak Yusuf tapi karena kehendak dan ketentuan Allah terhadap Yusuf... Mohon pencerahan. 

Sang Pencinta: @Sofyan, mungkin saya bisa bantu menukilkan dari catatan ustadz Sinar ya mas. 

(d-1-3). Hakikat Lauhu al-Mahfuuzh 

Dalam tulisan-tulisan saya tentang Filsafat, Irfan dan Wahdatu al-Wujud, telah sering menerangkan tentang hakikat Lauhu al-Mahfuzh ini secara filsafat dan irfan. Artinya tekanan bahasannya adalah pada dimensi wujudnya. Akan tetapi di sini, saya akan menerangkan kitab Lauhu al-Mahfuzh ini yang berfokus pada fungsinya, bukan pada esensi, substansi dan keberadaannya. Sekalipun, sudah tentu, akan memiliki sentuhan pula terhadapnya. 

Kalau kita mau memperhatikan bunyi ayatnya dan menjauhkan diri dari kecenderungan hati yang telah didikte oleh budaya pemahaman Islam selama ini, dan benar-benar hanya memperhatikan bunyi ayatnya, maka saya merasa bahwa sungguh-sungguh tidak akan terlalu sulit untuk menyen- tuh makna ayat yang menerangkan tentang kitab Lauhu al-Mahfuzh ini. Terlebih lagi setelah kita tahu dan yakin secara akal-gamblang bahwa penentuan nasib manusia itu adalah suatu yang sangat tidak bisa diterima akal sehat manapun. Perhatikan bunyi ayat berikut ini: 

وَعِنْدَهُ مَفَاتِحُ الْغَيْبِ لَ يَعْلَمُهَا إِلَّ هُوَ وَيَعْلَمُ مَا فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ وَمَا تَسْقُطُ مِنْ وَرَقَةٍ إِلَّ يَعْلَمُهَا وَلَ حَبَّةٍ فِي ظُلُمَاتِ الَْرْضِ وَلَ رَطْبٍ وَلَ يَابِسٍ إِلَّ فِي كِتَابٍ مُبِينٍ

“Dan Dia memiliki kunci-kunci keghaiban, tidak ada yang mengetahuinya kecuali Dia, dan Dia tahu yang di daratan dan lautan, dan tidaklah jatuh satu daunpun dari pohonnya kecuali Dia mengetahuinya, dan tidaklah jatuh pula satu bijipun di kegelapan bumi dan tidaklah sesuatu yang basah dan kering, kecuali sudah ada di Kitab Yang Nyata (Lauhu al-Mahfuzh)” (QS: 6: 59). 

وَمَا تَكُونُ فِي شَأْنٍ وَمَا تَتْلُو مِنْهُ مِنْ قرُْآنٍ وَلَ تَعْمَلُونَ مِنْ عَمَلٍ إِلَّ كُنَّا عَلَيْكُمْ شُهُودًا إِذْ تُفِيضُونَ فِيهِ وَمَا يَعْزُبُ عَنْ رَبِّكَ مِنْ مِثْقَالِ ذَرَّةٍ فِي الَْرْضِ وَلَ فِي السَّمَاءِ وَلَ أَصْغَرَ مِنْ ذَلِكَ وَلَ أَكْبَرَ إِلَّ فِي كِتَابٍ مُبِينٍ

“Kamu tidak berada dalam suatu keadaan dan tidak membaca suatu ayat dari al-Qur'an dan kamu tidak mengerjakan suatu pekerjaan, melainkan Kami menjadi saksi atasmu di waktu kamu melakukannya. Tidak luput dari pengetahuan Tuhanmu biarpun sebesar zarrah (atom) di bumi ataupun di langit. Tidak ada yang lebih kecil dan tidak (pula) yang lebih besar dari itu, melainkan (semua tercatat) dalam Kitab Yang Nyata (Lauhu al-Mahfuzh)” (QS: 10: 61) 

وَإِنَّ رَبَّكَ لَيَعْلَمُ مَا تُكِنُّ صُدُورُهُمْ وَمَا يعُْلِنُونَ (47) وَمَا مِنْ غَائِبَةٍ فِي السَّمَاءِ وَالَْرْضِ إِلَّ فِي كِتَابٍ مُبِينٍ(57

“Dan sesungguhnya Tuhanmu benar-benar mengetahui apa yang disembunyikan hati mereka dan apa yang mereka nyatakan (74) Tiada sesuatupun yang ghaib di langit dan di bumi, melainkan (terdapat) dalam kitab yang nyata (Lauhu al-Mahfuzh)” (QS: 27: 74, 75) 

لَ يَعْزُبُ عَنْهُ مِثْقَالُ ذَرَّةٍ فِي السَّمَاوَاتِ وَلَ†فِي الَْرْضِ وَلَ أَصْغَرُ مِنْ ذَلِكَ وَلَ أَكْبَرُ إِلَّ فِي كِتَابٍ مُبِينٍ

“....Tidak ada yang tersembunyi daripadaNya seberat zarrahpun yang ada di langit dan yang ada di bumi dan tidak ada (pula) yang lebih kecil dari itu dan yang lebih besar, melainkan tersebut dalam Kitab yang nyata (Lauhu al-Mahfuzh)” (QS: 34: 3) 

Dalam ayat-ayat di atas, terasa sekali bahwa yang ingin disampaikan Tuhan itu adalah masalah ke- Maha PengetahuanNya yang mengetahui yang terang dan yang ghaib atau tersembunyi, bukan tentang penentuan nasib manusia. Dari seluruh ayat-ayat di atas itu, sebelum Allah membicarakan tentang keberadaan dan keadaan semua hal di Lauhu al-Mahfuzh, selalu mengatakan bahwa Dia mengetahui semua keberadaan dan keadaannya, baik dari keberadaan dan keadaan manusia atau selainnya. Selengkapnya di 

http://www.facebook.com/home.php?sk=group_210570692321068&view=doc&id=210812512296886

Sang Pencinta: (4-1-d). Hakikat Ikhtiar Manusia 

Perlu saya tegaskan di sini bahwa tidak ada yang lepas dari Kuasa dan KontrolNya. Akan tetapi arti dari tidak lepas di sini memiliki makna lain dari pemaknaan yang datang dari Determinisme yang mengatakan bahwa nasib manusia sudah ditentukan Tuhan. Tidak demikian. Karena Kuasa dan Kontrol di sini maknanya adalah pengontrolan sebab atas akibat-akibatnya. Yakni bahwa akibatnya tidak akan pernah bisa melepaskan diri dari sebabnya. 

Artinya, Kuasa dan Kontrol Tuhan terhadap semua perbuatan manusia itu sama dengan Kuasa dan KontrolNya terhadap makhluk-makhluk yang lain. Dengan kata yang lebih jelas, bahwa perbuatan manusia itu tergolong makhlukNya juga. Dan karena perbuatan manusia adalah akibat dan makhlukNya juga berarti perbuatan manusia juga merupakan perbuatanNya. 

Akan tetapi karena Allah telah memberikan akal dan Ikhtiar (hak memilih) pada manusia, maka yang akan bertanggung jawab terhadap perbuatannya adalah dirinya sendiri, bukan Tuhan. 

Inilah arti dari keaktifan Tuhan setiap saat atau harinya (QS: 55:29: “Setiap hari Dia Aktif”). Dengan demikian kita tidak keluar dari Tauhid-Penciptaan, tapi tidak juga masuk ke dalam perangkap “Iman kepada takdir baik dan buruk dari Allah”, atau ke dalam perangkap “Freewill”nya Mu’tazilah. Karena dalam keyakinan Mu’tazilah yang sampai kepada kita adalah bahwa Tuhan hanya mencipta manusia dan memberinya akal, potensi, ikhtiar dan agama untuk memberikan peluang memilih apa yang akan dikerjakannya, sementara Dia hanya menunggu di akhirat untuk meminta tanggung jawab dari masing-masing manusia, tanpa ada hubungannya dengan masing-masing perbuatan manusia saat ini. Artinya Dia tidak ikut aktif dalam aktifitas kehidupan manusia. 

Tapi dalam pandangan Syi’ah, Tuhan masih tetap ikut aktif, karena Dia adalah sebab-akhir, atau sebabnya para sebab. Inilah yang dikenal dengan “Tengah di antara dua hal”, yakni tengah antara freewillnya Mu’tazilah dan Jabriyahnya/determinisnya Asy’ariyah yang umum diikuti Ahlussunnah di Indonesia. 

Dengan demikian perbuatan manusia juga merupakan makhlukNya. Hal itu karena manusia merupakan akibat/makhluk-Nya, sedang perbuatan manusia adalah akibat manusia. Dan karena akibatnya akibat, juga akibat bagi sebabnya, maka perbuatan manusia juga merupakan akibat atau makhluk bagiNya. Tapi karena manusia telah diberiNya pilihan, maka yang akan bertanggung jawab terhadap perbuatan manusia itu adalah manusia sendiri sebagai sebab-langsung atau sebab-dekat bagi akibat yang dibicarakan di sini, yaitu perbuatan manusia, bukan Tuhan yang merupakan sebab-jauh bagi perbuatan manusia itu. 

Karena Dia hanya mewujudkan semua hal yang bisa menjadi sebab bagi perbuatan manusia tersebut, sampai ke akibat paling akhir sebelum perbuatan manusia itu muncul, yaitu ikhtiar manusia itu sendiri. Dan karena sebab akhir bagi perbuatan manusia itu adalah ikhtiar manusia, maka manusialah yang harus mempertanggungjawabkan perbuatannya sendiri. 

Dengan kata lain, Allah telah memberikan kemampuan dan ijin takwiniah (pewujudan) pada manusia untuk mewujudkan apa-apa yang telah dipilihnya dalam bentuk perbuatannya itu. Akan tetapi karena akibat itu tidak mungkin berpisah dan mandiri sedikitpun dari sebabnya, maka sudah pasti perbuatan manusia, juga merupakan makhlukNya. Tapi karena tahapan terakhir sebelum tercipta perbuatan manusia, memiliki sebab yang namanya ikhtiar manusia, maka sudah pasti manusialah yang harus bertanggung jawab, bukan Tuhan. 

Inilah takdir dalam Islam yang diwariskan melalui Ahlulbait as. Yakni Allah menakdirkan bahwa perbuatan manusia sesuai dengan pilihannya sendiri dan akan dimintai tanggung jawab karena- nya, bukan takdir terhadap nasibnya, dari sukses-tidaknya, baik-tidaknya, iman-tidaknya, takwa- tidaknya, kaya-miskinnya, alim-bodohnya, syahid-tidaknya, sehat-sakitnya, jodoh-tidaknya, celaka tidaknya, panjang-pendek umurnya .... dan seterusnya. 

Sang Pencinta: Takdir yang sebenarnya dalam Islam dikenal dengan “Tengah di antara dua hal”, yakni tengah antara freewillnya Mu’tazilah dan Jabriyahnya Asy’ariyah 

Sang Pencinta: ‎@Pentingnya: antum kalau misalnya memiliki argumentasi yang kuat lagi logis dan gamblang dalam kebenaran, kenapa khawatir untuk diskusi/ debat dengan ustadz Sinar? Afwan. 

Sufyan Hossein: Syukran atas pencerahannya ya akhi, meski agak rumit, tapi insha Allah sedikit banyak akan paham... Afwan, tentang kaitan nabi Yusuf tadi, berarti takdir nabi Yusuf yang akhirnya terhindar dari kemaksiatan dengan istri Al Aziz, adalah karena ikhtiar nabi Yusuf sendiri, lalu ikhtiar Yusuf itu diijinkan Allah, sehingga dia terhindar dari kemaksiatan? 

Lalu bagaimana pandangan syiah tentang ayat “Allah memberi petunjuk kepada siapa yang Dia kehendaki dan Dia Menyesatkan siapa saja yang Dia kehendaki?” 

Sang Pencinta: Sofyan, berhubung saya kurang tahu persis bagaimana sejarah Nabi Yusuf kita tunggu penjelasan ustadz Sinar lebih lanjut. Tentang pertanyaan antum ayat “Allah memberi petunjuk kepada siapa yang Dia kehendaki dan Dia Menyesatkan siapa saja yang Dia kehendaki?”, ustadz pernah menjelaskan, silahkan di 

http://www.facebook.com/notes/sinar-agama/allah-menghidayahi-dan-menyesatkan-diskusi- kecil-quthril-ilim-dg-sinar-agama/414977001846187

Allah Menghidayahi dan Menyesatkan???!!, diskusi kecil Quthril ‘ilim dengan Sinar Agama 


Bismillaah: Allah Menghidayahi dan Menyesatkan???!! Quthril ‘ilim: AYAT WASPADA... B... 

Oleh: Sinar Agama 

Rizaly Dahlan: Takdir itu ada dua: muallaq dan mubram, takdir itu sudah ditentukan secara garis besarnya dan dapat berubah tergantung usaha dan doa, juga sedekah. 

Sinar Agama: Rizali: Antum mau lari kemana, tetap saja takdir ini tidak ada. Karena kalau ada orang yang mau tetap melakukan yang mu’allah terus siapa yang bertanggung jawab??? 

Misalnya ada orang ditakdirkan mua’aalq bahwa ia akan berzina oleh Tuhan, artinya dia bisa merubahnya kalau dia mau dalam arti berusaha dan berdoa. Tapi dia tidak mau, lalu siapa yang bertanggung jawab pada zinanya? 

Kalau dia nanti ditanya malaikat: “Mengapa kamu berzina?” 

Dia akan menjawab: 

“Karena sudah ditentukan Tuhan” 

Kalau ketentuannya mubram/pasti, malaikat akan berkata: 

“Ok, kalau begitu kamu ke surga, karena kamu hanya melakukan ketentuanNya” 

Sampai di sini, hasil tanya jawab itu, sudah bertentangan dengan Islam, karena penzina adalah dosa dan akan disiksa. 

Tapi kalau ketentuannya itu tidak mubram/pasti, alias bisa dirubah dengan usaha dan doa, maka malaikat akan bertanya: 

“Kan ketentuannya tidak mubram dan kamu bisa berusaha dan berdoa untuk tidak zina kan???” Dia akan menjawab: 

“Yah .. malaikat, ana lebih senang melakukan yang telah ditentukanNya. Kalau Tuhan marah padaku karena aku melakukan ketentuanNya ini, maka mengapa Ia tidak marah pada DiriNya yang menentukanku seperti itu? Lagi pula, kalau aku tidak ditentukan berusaha dan berdoa olehNya, maka bagaimana aku bisa berusaha dan berdoa??” 

Malaikat akan menjawab: 

“Bener juga kamu, ok, silahkan masuk surga.” 

Dari hasil ilustrasi yang sangat mungkin dan merupakan konsekuensi dari keyakinan pada ketentuan takdir baik-buruk dari Tuhan yang diartikan ketentuan nasib seperti di Masehi dan Budha ini, hasilnya akan menggambarkan masuknya semua pendosa ke surga dan, hal ini jelas bertentangan dengan ajaran agama Islam. Karena itu, keyakinan ini di mana dipasang hanya oleh satu orang yang bernama Asy’ari ini, yang diikuti mayoritas muslimin sampai ke wahabinya ini, harus dipikirkan lagi dan sudah semestinya ia untuk dipertimbangkan kembali sebagai kepercayaan, 

Kemudian, perkataan bahwa kita ini sudah ditentukan secara garis besarnya saja, sangat berten- tangan dengan dalil-dalil yang menjadi acuan dari pemasangan keimanan pada takdir baik-buruk dari Tuhan ini di mana salah satu dalil ayatnya adalah tentang kitab lauhu al-mahfuuzh yang jangankan detail-detail perbuatan manusia, daun kering yang jatuh juga sudah ditentukan olehNya. 

Asal masalah

Saya sudah sering menjelaskan bahwa lahiriah-lahiriah Naql yang seperti menjurus ke ketentuan nasib ini, sebenarnya dipaksakan oleh orang seperti Asy’ari dan sebangsanya. Hal itu disebabkan ketika pahamannya terhadap Naql tersebut (Qur'an-Hadits) ini salah. Dan kesalahan ini, memang sudah dihembuskan sejak-sejak awal, seperti oleh Umar ketika ia lari dari perang Uhud ketika ditanya wanita-wanita Madinah mengapa ia lari meninggalkan Nabi saww di medan tempur sendirian, iapun berkata “Karena takdir Allah”. 

Begitu pula penghembusan-penghembusan ini diterus-teruskan oleh bani Umayyah yang membuat kerajaan dalam Islam dan membuat berbagai peperangan dan pembunuhan demi kekuasaan di mana cucunda Nabi saww seperti Imam Hasan as diracunnya, Imam Husain as dibantainya hingga kepalanya yang sudah dipisahkan dari badannya itu dijadikan mainan bahkan di pesta kemenangannya Yazid bin Mu’awiyyah, Imam Ali bin Husain bin Ali bin Abi Thaalib as juga dibunuhnya ......... dan seterusnya. Penghembusan ini, tidak lain hanya untuk mengokohkan kerajaannya. Karena itu mereka mengatakan bahwa kekuasaan yang ada di tangan mereka itu adalah takdir mereka dari Allah, dan derita muslimin yang diderita karena mereka itu, juga merupakan takdir kaum muslimin itu sendiri dari Allah. Artinya, tidak ada satu orangpun yang berhak protes dan apalagi revolusi terhadap kekuasaan mereka dengan alasan apapun, karena semuanya itu sudah sesuai dengan yang ditakdirkan Tuhan. 

Kunci Pemecahan: 

Saya juga sering mengatakan bahwa kunci masalahnya untuk memecahkan masalah ini, adalah dengan melihat: 

1. Tidak ada di Qur'an yang mengajarkan seperti itu. Justru Tuhan mengatakan bahwa satu atom saja perbuatan baik dan buruk itu, akan dihisab. Di sini, Tuhan tidak mengatakan “Siapa yang dibuat Tuhan berbuat satu atom kebaikan/keburukan, maka ia akan melihatnya -dimintai tanggung jawab”, akan tetapi Tuhan mengatakan (secara maksud): “Siapa yang berbuat satu atom kebaikan dan keburukan, maka ia akan melihatnya -dimintai tanggung jawab”. 

Jadi, ayat ini dengan tegas menolkan kepercayaan kepada ketentuan nasib manusia itu. Dan, kepercayaan ini, tidak bisa dipoles dengan berusaha dan doa, karena keduanya memerlukan kepada takdir juga. Belum lagi takdir tentang diterima atau tidaknya doa tersebut, dan takdir sukses tidak-nya usaha tersebut. 

2. Kalau kita perhatikan tentang ayat yang menerangkan tentang kitab lauhu al-mahfuuzh, maka kita tahu bahwa ia adalah kitab ilmu, bukan kitab ketentuan. Allah dalam QS: 6: 59, berfirman 

وَعِنْدَهُ مَفَاتِحُ الْغَيْبِ لَ يَعْلَمُهَا إِلَّ هُوَ وَيَعْلَمُ مَا فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ وَمَا تَسْقُطُ مِنْ وَرَقَةٍ إِلَّ يَعْلَمُهَا وَلَ حَبَّةٍ فِي ظُلُمَاتِ الَْرْضِ وَلَ رَطْبٍ وَلَ يَابِسٍ إِلَّ فِي كِتَابٍ مُبِينٍ

“Dan Ia -Tuhan- memiliki kunci-kunci keghaiban yang tidak diketahuinya kecuali DiriNya sendiri. Dan Ia tahu apa-apa yang ada di daratan dan lautan dan tidak jatuh dari sebuah daun kecuali Ia mengetahuinya, dan tidak satu bijipun di malamnya bumi dan tidak yang basah dan tidak yang kering, kecuali ada di dalam kitab yang jelas/agung (lauhu al-mahfuuzh).” 

Nah, kalau kita tidak teliti karena sudah diwarisi keharusan beriman pada takdir Tuhan itu, maka potongan ayat terakhir di atas itu “....kecuali ada di kitab yang jelas/ agung”, akan dimaknai dengan: 

“.....KECUALI SUDAH DITULIS DI KITAB YANG AGUNG” , atau: 

“.......KECUALI SUDAH DITENTUKAN/DITAKDIRKAN DI KITAB YANG AGUNG.” 

Padahal, kalau kita mengosongkan diri dulu dari segala pahaman-pahaman yang diwariskan turun temurun itu, maka kita akan jelas melihat permasalahan di ayat tersebut dan akan dengan mudah bahwa yang dimaksudkan dengan Kitab yang Jelas atau Agung itu, adalah kunci-kunci keghaiban atau yang mengetahui apa saja yang sudah terjadi, sedang terjadi dan akan terjadi. JADI, KITAB YANG JELAS/ AGUNG ITU, ADALAH KITAB YANG MENGETAHUI SEMUA KEJADIAN TERMASUK PILIHAN-PILIHAN DAN IKHTIAR-IKHTIAR MANUSIA SAMPAI KEPADA USAHA DAN DOANYA ...DAN SETERUSNYA SAMPAI KEPADA MASUK SURGA DAN NERAKANYA. 

3. Dengan penjelasan-penjelasan di atas itu, maka kalaulah ada naql yang menyebutkan takdir mubram dan tidak ini, dapat dipahami dengan tanpa harus menentang ayat-ayat dan riwayat- riwayat serta akal yang gamblang. Yaitu dengan mengatakan bahwa yang dimaksudkan adalah ilmu. Yakni ilmu pasti dan tidak pasti. Artinya, di tingkatan ilmu yang berada di tingkatan qadha dan qadr, yaitu yang diemban oleh para malaikat yang berada di tingkatan ini, ilmu mereka tentang pilihan dan hasil-hasil konsekuensinya, sudah diketahui oleh malaikat. Misalnya sebagiannya sudah diketahui bahwa si fulan yang memilih zina dengan ikhtiarnya itu, maka mustahil bertaubat karena ini dan itu, tapi si fulan yang lain itu yang juga memilih zina dengan ikhtiarnya sendiri itu, ia akan taubat karena ini dan itu. Itulah mengapa Tuhan di ayat yang lain mengatakan bahwa: 

“Ia -Tuhan- menghapus yang dikehendaki dan menetapkan” (QS: 13: 39). 

Artinya, yang tadinya diketahui zina dengan ikhtiarnya sendiri dan tidak akan bertaubat dengan ikhtiarnya sendiri juga, maka dosa dan ketentuan masuk nerakanya akan ditulis untuknya dan apa-apa yang ditulis untuknya ini, akan ditetapkan selamanya (mubram/pasti). Sedang yang akan bertaubat dengan ikhtiarnya sendiri, maka dosanya dan ketentuan masuk nerakanya, akan digantungkan dulu (mu’allaq) dan kalau nanti sudah taubat, dosa dan ketentuan masuk nerakanya itu, akan dihapus dengan perintah dan ijinNya (menghapus yang dikehendaki). 

Pemahaman seperti ini, dapat diambil dari berbagai keterangan Qur'an, hadits-hadits dan akal gamblang dan, sudah tentu pemahaman seperti ini, tidak bertentangan dengan ajaran agama itu sendiri. Karena sekali lagi, kalau semuanya sudah ditentukan, maka buat apa diturunkan agama dan kewajiban menaatinya? 

Penutup: 

Rinciannya, coba tinjau sekali lagi apa-apa yang sudah kami tulis di catatan yang ada di fb ini. 

Wassalam. 

Khommar Rudin: Allahumma shalli alaa Muhamamd wa aali Muhamamad. 

Sufyan Hossein: Jazakumullah khairan katsiran wa jazakumullah ahsanal jaza yaa ustadz.. Tambah lagi ilmunya ^_^ . Allahumma shalli ala Muhammad wa aali Muhammad. 

Gie Basyir: Saya juga masih bingung tentang qadha dan qadar ..... 
Sampai saat ini... 
Tapi saya meyakininya, karena itulah yang diperintahkan dalam agama Islam ini. 

Rizaly Dahlan: Sinar AGAMA : anda mengatakan takdir itu tidak ada, kalau begitu anda tidak mempercayai rukun iman yang ke 6, apakah begitu? (lihat antum mau lari kemana tetap saja TAKDIR itu tidak ada), QADAR itu artinya sesuatu yang sudah diukur/ ditentukan kadarnya oleh ALLAH SWT atas setiap anak manusia. 

Sebelum diciptakan langit dan bumi ALLAH SWT sudah membuat rencana, terhadap segala makhluk termasuk MANUSIA : misalnya ALAH SWT menciptakan si A bahwa dia terlahir mus- lim, kebetulan bapak ibunya muslim, namun Allah mengujinya dua jalan yang dapat tetap muslim atau pada akhirnya menjadi kafir. Lalu ALLAH SWT juga menciptakan B si kafir : dan ia juga diberi dua jalan apakah ia ingin tetap kafir atau akhir hayatnya menjadi muslim. Untuk kepentingan pengujian ini diperlukanlah Malaikat (energi positif) dan Setan(energi negatif). ALLAH SWT berfirman : WALLLAHU HULAQAKUM waa ta. malun artinya : bermula AKU jadikan KAMU (manusia), lalu kujadikan perbuatan kamu, >>> bahwa kita/ Manusia ini ibarat TINTA dan PENA. dapatkah pulpen bergerak sendiri mengeluarkan tintanya, tidak akan bisa. Jadi harus ada yang menggerakan dengan demikian NYATALAH bahwa PULPEN itu bersifat , “ LA HAWLA WALA 

QUUATA ILLA BILLAHI ALIYYIL ADHIM. 

Bermain Logika : misalnya kata “INSHA ALLAH” / “JIKA ALLAH MENGHENDAKI” -> definisi yang selama ini diyakini mayoritas ummat : Sesuatu itu akan terjadi jika Allah menghendaki dan sesuatu itu tidak akan terjadi jika Allah tidak menghendaki... Lalu bagaimana definisi “Insha Allah” yang sebenarnya itu ustadz?? Mohon pencerahan 

Zanu Fahrul: Nuwun sewu..numpang lewat..sebenarnya lebih baik menghindarkan debat meski- pun argumen kita itu benar........ sebenarnya takdir itu ada yang bisa dirubah dan ada yang tidak. empat ketetapan atau perjanjian yang telah ditetapkan saat berada di rahim itu tidak bisa dirubah dan sudah ditentukan oleh Allah, selain itu insyaa Allah bisa, dan takdir yang bisa dirubah itu kecuali 4 ketetapan tadi, asalkan mereka mau berusaha maka pasti akan bisa....”contoh : tentang kisah Ibnu Hajar, dia belajar agama/ mondok bertahun-tahun, tapi dia masih belum pintar juga, akhirnya ia memutuskan untuk pulang atau keluar pondok, sampai perjalanan dia mendapati hujan yang lebat dan akhirnya dia berteduh di sebuah gua, dan ketika berteduh itu dia melihat batu yang berlubang karena terkena tetesan air hujan terus menerus, kemudian dia berfikir “jika batu sekeras itu aja bisa berlubang terkena tetesan air terus menerus, maka otak saya juga akan menjadi tajam jika aku belajar tekun”, akhirnya dia kembali ke pondok...dan dia menuai keberhasilan karena ketekunannya itu dan menjadi seorang alim ulama’ pada zamannya”. Dari kisah itu diketahui bahwa tidak ada manusia yang bodoh selama dia berakal sehat. Kalau dia mau berusaha dan belajar tekun pasti bisa..... 

Sinar Agama: Sofyan: Kalau antum teliti membaca tulisan-tulisanku di atas itu dan di tempat- tempat lain, maka jelas akan dapat dengan mudah menjawab kebingungan antum itu. Ijin Tuhan itu ada dua, syar’ii dan takwini/pewujudan. Kalau halal, maka akan mendapat ijin tasyri’i/agama dan kalau haram sebaliknya. 

Kalau sesuatu itu terjadi, maka sudah mendapat ijin pewujudanNya dan kalau tidak terjadi, maka sebaliknya. Karena semua yang terjadi itu, sudah pasti makhluk Allah walau perbuatan manusia itu sendiri. Akan tetapi, kalau stasiun terakhir atau sebab perantara terakhir sebelum munculnya makhluk tersebut adalah akal/pengertian dan ikhtiar manusia, maka manusialah yang harus bertanggung jawab. Jadi, ibarat arus listrik yang selalu mengalirkan arus listrik sebagai rahmat yang kalau digunakan kepada yang salah adalah tanggung jawab si pengguna itu sendiri. 

Kalau teman-teman yang lain yang masih ingin merangkuli kepercayaan kepada takdir-takdirnya, maka silahkan saja walau, jelas hal itu bertentangan dengan agama Islam itu sendiri, karena agama turun untuk ditaati. Sementara kalau sudah ditentukan, maka bagaimana bisa ditaati atau tidak ditaati dan, bagaimana bisa disurgai atau dinerakai. Apakah layak robot masuk neraka atau surga, atau programernya? 

Wassalam


اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وآلِ مُحَمَّدٍ وعَجِّلْ فَرَجَهُمْ

Selasa, 09 Oktober 2018

Tanya Jawab Atas Catatan Maqam Kenabian dan Imamah

Tanya Jawab Atas Catatan Maqam kenabian dan imamah dengan Ikhtiar/ usaha (mengenal waktu manusia dan matahari)



Seri: Tanya-jawab Rico dengan Ustad Sinar Agama
Oleh Anggelia Sulqani Zahra pada 6 Juli 2011 pukul 14:14


Angga de Lova

1. Apakah benar tidak akan ada lagi yang maksum setelah 12 imam tersebut? 

2. Apakah sebelum imam makshum yang 12 ada jabatan/pangkat imam juga? Karena setahu saya yang namanya ummat pasti ada imam-nya. 

3. Apakah keluarga Kanjeng Nabi saww. mengikuti ajaran nabi Ibrahim as? Kenapa tidak mengikuti ajaran nabi Isa as? 

4. Apakah kenabian berakhir karena agama Islam paling sempurna? Kalau demikian kenapa agama sebelumnya tidak/kurang sempurna? 

5. Jikalau proses penentuan/pengangkatan nabi didasarkan pada manusia yang telah mencapai maqam insan kamil dan Allah memilih diantara mereka (para insan kamil) yang notabene pencapaian insan kamilnya adalah secara ikhtiari/proses, kenapa Nabi Isa ra diangkat menjadi nabi karena terpaksa melindungi Ibunya yang tertuduh padahal beliau (nabi Isa ra) belum berproses menjadi insan kamil secara de facto bahkan beliau belum mengerti sebagaimana manusia lain? Ataukah memang proses menjadi Insan Kamil tersebut tidak perlu secara de facto, tetapi cukup secara/menurut Ilmu Tuhan saja, jikalau demikian apakah itu (proses/ ikhtiar yang belum de facto) bisa disebut dengan istilah proses/ikhtiar? 

Sinar Agama: Salam dan terimakasih atas semua jempol dan komennya. 

@Angga de Lova’ di Arab ada fiqih yang mengatur tidak boleh bersetubuh dengan hewan, yang bagi masayaarakat Indonesia perbuatan itu sangat sangat aneh dan tidak mungkin terpikirkan oleh manusia normal. 

(1). Mengingat Tuhan hanya mengabarkan kepada kita melalui NabiNya bahwa imam itu hanya 12 orang, maka bisa dipastikan bahwa maksum di umat Nabi saww hanya 12 orang. Karena itulah maka umur imam ke 12 dipanjangkan secara terpaksa. Karena kalau masih ada yang lain, maka tidak perlu adanya perpanjangan umur itu. 

(3). Di jaman sebelum Islam, biasanya selalu ada imam, walau derajatnya tidak seperti imam dalam Islam. Yakni adanya wali-wali Tuhan yang mencapai insan Kamil. Karena tanpa khalifatullah di muka bumi, maka alam ini bisa berantakan. 

(3). Keluarga kanjeng Nabi saww mengikuti ajaran nabi Ibrahim as karena ajaran itu yang ada di jazirah Arab yang, kemungkinan sampai saat itu belum terselewengkan. Ka’bah dan zamzam merupakan peninggalan nabi Ibrahim. Tentu saja penyelewengan itu ada, tapi dalam perakteknya yang muncul akibat adanya promosi perdagangan yang demi menyenangkan kabilah-kabilah yang berdagang dengan orang-orang Arab, maka patung-patung suku-suku yang ada itu diijinkan untuk meletakkan tuhan-tuhan/patung-patung mereka di Ka’bah. Tapi ajaran nabi Ibrahim as, tidak tercemari sama sekali, tidak seperti ajaran nabi Isa as. 

Apapun kemungkinan-kemungkinan yang ada, yang terpenting adalah bahwa ajaran tauhid nabi Ibrahim sebegitu menggetar alam ini, maka beliau as dijuluki bapak tauhid. Karena itu layak untuk menjadi ikutan dan panutan. Walaupun, sekali lagi, agamanya itulah yg ada di Jazirah Arab kala itu, atau setidaknya agama asli di sana. 

(4). Agama berakhir dengan Islam karena agamanya sudah sempurna. Dan agama-agama sebelumnya belum sempurna, karena umatnya, walau dalam potensi, belum bisa diajak ke maqam yang paling tinggi dalam kehidupan dunia dan akhirat. Artinya, peradaban mereka belum memiliki potensi untuk menapaki kesempurnaan tertinggi. Apakah bisa hijab itu wajib di jaman nabi Adam as? 

(5). Ilmu Tuhan tentang manusia ini sudah ada sejak sebelum ada sejak/waktu. Dan ilmuNya yang mendahului kita tidak berbeda dengan IlmuNya setelah kita. Jadi, orang yang akan berikhtiar nanti itu, sama dengan keberikhtiarannya. Artinya sudah pasti akan demikian, karena IlmuNya tidak mungkin salah. Nah, ketika IlmuNya demikian, lalu ada hal-hal sebelum kenabian seseorang yang membuat harus diambilnya jalan keluar yang tidak bisa tidak, harus menyangkut dengan pangkat kenabiannya, maka tidaklah bertentangan dengan akal gamblang dan hikmahNya, kalau Tuhan mendahulukan ganjaran, pahala dan pengumuman pangkat kenabiannya yang akan dicapainya nanti, sebagaimana yang telah terjadi pada nabi Isa as. 

Antum merasa aneh orang bersetubuh dengan manusia di Indonesia? Saya justru merasa aneh dengan keanehan antum ini. Sekitar th 1991-2 saja pernah dimasukkan ke TV di Indonesia, akan adanya sapi yang berwajah manusia yang ia dalam keadaan menangis. Bagi yang memelihara kambing atau sapi, hal seperti itu, sangat bisa saja terjadi. Bahkan menurut cerita pelaut di Indonesia, ikan pari juga tidak luput dari kumpul kebonya orang Indonesia itu (eh kumpul ikan ya... maksudnya). 

Tentu saja saya tidak bisa memastikan kejadian-kejadian itu, yakni akan adanya kumpul kebo, kumpul kambing atau kumpul ikan pari, tetapi setidaknya cerita itu ada. Nah, karena itulah saya heran dengan herannya antum. Jadi, tidak heran kalau dalam fikih Islam ada rincian hukum terhadap peristiwa di atas itu, misalnya binatangnya jadi haram (sudah tentu kalau ikan pari memang haram dari awal karena tidak bersisik). Kotorannya menjadi najis ... dan sebagainya. 

Kalau boleh gurau, mestinya antum takut sedikit, jangan-jangan dalam Islam ada hukum yang mengatur orang yang merasa aneh dengan keanehan hukum Islam? he he he ....gurau... sudah tentu semua orang boleh merasa aneh terhadap apapun sekalipun hukum Islam. Akan tetapi ditanyakan kepada yang tahu untuk mencari kebenaran dan filsafatnya atau hikmahnya. Dan antum sudah melakukan hal yang baik itu, yakni ibadah yang sangat menyangkut pribadi antum sendiri yang, mungkin juga menyangkut orang lain. Yang jelas, antum telah melakukan sesuai dengan yang diperintah Tuhan. Hal itu karena kalau tidak ditanyakan, akan membuat keraguan dan membuat hati kita diombang-ambing syethan hingga lambat laun kepercayaan kita kepada Islam menjadi hilang. Wassalam. 

Angga de Lova: Wa’alaikum salam ya ustadz.. terimakasih atas pencerahannya. Mengenai yang terakhir, itu hanyalah sebagian dari sikap nasionalis yang tergetar ketika uztadz mengatakan di Indonesia mungkin lebih jahiliyah daripada di Arab pada waktu itu.. ya mungkin salah juga tetapi harap maklum.. hehehe. Syukron. 

Sinar Agama: Ternyata Indonesia masih lebih jahiliyyah kan, karena ada ikan parinya he he... jangan sebut onta ya... karena Indonesia masih lebih karena meliputi binatang darat dan laut .... he he ... 

Anarko Individualis: Afwan ustadz, bukankah NABI Muhammad SAWW adalah yang kedua setelah ALLAH, kemudian dia adalah yang terpilih, gimana maksudnya ustad........?? 

Sinar Agama: Ke duanya Rasulullah saww itu karena usaha beliau mencapai derajat tinggi itu. Dan justru karena usaha beliau itulah maka beliau layak disanjung, dicintai dipilih menjadi seorang rasul. Kalau semua diberiNya, maka apa kelebihan beliau dan keutamaanNya? 

Muhammad Shullahuddin: Yah manusia ada kalanya menghayalkan sesuatu untuk bisa menjadi nyata, ingat sebelum ada pesawat orang menghayal tuk bisa terbang di kemudian hari khayalan tersebut jadi nyata. Orang berkhayal ingin terbang ke bulan khayalan itupun menjadi nyata adanya. Agama islampun dan Nabi Muhammad sekalipun seorang penghayal besar dengan khayalannya tersebut akan menjadi nyata di kemudian hari, ustadz Sinar Agama juga berkhayal tentang insan kamil, surga, neraka, imam 12 bahkan akan ada khayalan lagi mungkin akan datangnya imam Mahdi yang ditunggu tunggu kaum syiah dan setelah lebih dari 14 abad keberadaanya belum terbukti masih dengan kahyalan mereka yang entah sampai kapan berhasil menjadi nyata. Manusia dibekali oleh Allah berupa akal fikiran dari mereka berfikir inilah timbul berbagai angan angan khayalan dan jangan mengatakan khayalan ini suatu yang negatif ndak (kecuali angan-angan kosong alias ngelamun yang tidak didasari ilmu) khayalan merupakan dasar dari ilmu pengetahuan adanya segala sesuatu alat teknologi. 

Tanpa mengurangi yang sinar sampaikan ada betulnya juga, Nabi ikhtiar dan berusaha menjadi Nabi sejak masa kanak-kanak tentu memiliki cita-cita dan tujuan menjadi Nabi dan rosul maka Nabi berusaha keras untuk mencapainya dengan berbagai ikhtiar dan usaha diantaranya pergi beruzlah di dalam gua hira sampai datangnya malaikat jibril dan Allahpun mengabulkan segala ikhtiar dan cita-cita Nabi untuk menjadi Nabi dan rosul. Sebab Nabi berdoa dan memohon untuk dijadikanya Nabi dan rosul begitu mungkin yang bisa saya tambahkan. 

Kayak anak-anak jaman sekarang bila ditanya apa cita-citanya menjadi dokter, nah mungkin Nabipun waktu kecil tidak dibedah namun ditanya malaikat apa cita cita mu nak menjadi Nabi dan rosul pak malaikat. Nah dengan ikhtiarnya sendiri akhirnya Nabi mencapai apa yang dicita- citakan. Kemudian waktu perang Badar Nabi juga ikhtiar sendiri untuk kemenangan kaum muslim dan Allahpun mengabulkan doanya, kemudian Nabi memiliki cita-cita lagi untuk bisa isroo mi‘roj bertemu Allah maka keinginan inippun dikabulkan oleh Allah karena ikhtiar dan usaha Nabi sendiri. Tanpa campur tangan Allah semua cita-cita Nabi dikabulkan Allah karena ikhtiar dan usahanya sendiri. Allahpun hanya tinggal acc its oke aja semua. Dan karena ikhtiarnya Nabi sampai sampai Allah sendiri mebacakan sholawat untuk beliau. Sungguh fantastis usaha dan ikhtiar Nabi tanpa diistimewakan Allah menjadi istimewa sendiri. Tanpa campur tangan Allah Nabi menjadi rosul sendiri, tanpa campur tangan Allah Nabi bisa isroo mi‘roj, sungguh hebat Nabi kita semua hanya ikhtiarnya. 

Yustanur Jambak: Terimaksih atas penjelasan ustad yang panjang lebar ini semoga di rhidoi Allah swt, namun untuk lebih memudahkan pemahaman saya tentang uraian ustad di atas saya mohon dijelaskan bagai mana menurut pandangan Shiah tentang Takdir, wassalam... 

Sinar Agama: @Yustanur, takdir yang bermakan nasib manusia itu tidak ada dalam Islam, yang ada hanya di agama Hindu. Kalau Yustanur ingin tahu, maka sudah kutulis di catatanku yang berjudul “Pokok-Pokok dan Ringkasan Ajaran Syi’ah” bagian ke 2, kalau yang bagian 1 adalah tentang ke-Tuhanan. 

@Muhammad’, Kamu kurang jeli membaca tulisan, mungkin karena dari awal kamu sudah merasa benar sendiri. Itu adalah hak antum, tetapi tolong baca tulisan orang dengan memaksudkan maksud penulisnya.
 
(1). Tidak ada orang bercita-cita jadi nabi dan rasul atau imam. Yang ada adalah orang ingin menjadi insan Kamil, alias budak Tuhan secara hakiki, dengan melakukan taat dan menjauhi keburukan maksiat serta rasa kepemilikan kebaikannya (karena budak, tidak memiliki apa- apa). 

(2). Nah, dari dari yang taat itu, kalau Tuhan berkehendak maka dipilh menjadi utusanNya, dan kalau tidak maka sebaliknya. 

(3), Jadi suatu yang sangat ngawur ketika orang mengatakan bahwa seseorang berkhayal dan menginginkan menjadi nabi, imam. Justru inilah yang bisa dikatakan hakikat ngelantur dan mengkhayal itu.
 
(4). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa potensi menjadi nabi itu, yakni budak Tuhan secara hakiki itu, adalah ikhtiari manusia, tapi pemilihannya untuk menjadi rasul dan nabi atau imam tergantung kepada Tuhan. 

(5). Sedang imam 12 tidak beda dengan kerasulan, yakni ia dipilih Tuhan dari orang yang telah berikhtiar menjadi budak hakikiNya. Dan sudah sering dijelaskan bahwa 12 orang ini adalah diketahui Tuhan sebelum penciptaan sekalipun. Karena itu diumumkan bahkan kepada nabi Adam as. Apalagi kepada nabi Muhammad saww. 

(6). Karena itu 12 imam itu bukan khayalan, tapi berita Tuhan melalui Nabi saww yang diriwayatkan oleh shahih Bukhari hadit ke: 7222 dan 7223; shahih Muslim hadits ke: 3393 dan 3394 dan 3398; dan kitab-kitab shahih lainnya. 

(7). Kalau antum ya...Muhammad mengatakan bahwa 12 imam itu adalah khayalan, berarti antum telah memfitnah Nabi saww berkhayal dan bukan sedang memberitakan ilmu Tuhan.
 
(8). Dalam hadits yang lain, seperti di Yanaabii’u al-Mawaddah (kitab Sunni), dikatakan bahwa imam ke 12 itu akan dighaibkan (ditidakkenalkan) oleh Tuhan sebegitu lamanya sampai- sampai orang-orang merasa berat mengimani keberadaan dan kelahirannya, lalu dikeluarkan (diperkenankan untuk mengenalkan diri) dengan ijianNya untuk meratakan keadilan di muka bumi ini.
 
(9). Di Bukhari juga dikatakan bahwa nabi Isa akan turun membatu imam 12 itu, begitu pula dikatakan di Bukhari bahwa keduanya itu akan memerangi Dajjal. Apakah semua ini khayalan? 

(10). Ketahuilah ya... Muhammad, kalau imam makshum itu tidak ada, maka jalan lurus itu juga tidak akan ada. Bagaimana mungkin jalan lurus yang dikatakan dalam Fatihah sebagai jalan yang tidak dhaaliin sedikitpun yakni tidak salah sedikitpun, tapi di lain pihak orang yang makshum ilmu dan amalnya tidak ada? Apakah bisa jalan yang tidak salah sedikitpun itu ada, tanpa adanya orang yang memiliki ilmu Islam yang lengkap dan semua benar? Kami yang berkhayal atau kamu yang berkhayal beragama Islam hakiki? 

(11). Pelengkap, nabi Nuh as saja, hanya dalam berdakwahnya saja, memakan waktu 950 tahun yang, berarti umurnya sendiri tentu melebhi 1000 tahun. Nabi Yunus as saja ketika dimakan ikan, Allah berfirman dalam QS: 37: 143-144: “Kalau ia bukan termasuk orang-orang yang ahli bertasbih, maka Kuletakkan di perut ikan itu sampai hari kiamat” 

(12). Apakah nabi Nuh as yang umur lebih dari 1000 tahun, atau nabi Yunus as yang kalau Tuhan berkehendak akan diletakkan di dalam perut ikan dari jamannya itu sampai hari kiamat tiba, merupakan khayalan? 

Coba muslimin tidak memburu imam Mahdi as untuk dibunuh sebagaimana 11 imam sebelumnya yang dibunuhi oleh khalifah-khalifah Bani Umayyah dan Bani Abbas dan didukung oleh muslimin yang mengingkari imam makshum, maka sudah pasti imam Mahdi as tidak perlu dipanjangkan umurnya dan dighaibkan. 

Tapi karena yang terjadi sebaliknya, maka terjadilah apa yang terjadi. Dan semua ikhtiar manusia ini, sudah diketahuiNya sejak sebelum alam ini dicipta. Jadi, berita-berita tentang imam 12, panjangnya umur imam ke 12, dsb, adalah berita-berita ghaib dari IlmuNya yang diberikan kepada NabiNya saww. Jadi, bukan ketentuanNya, tapi beritaNya. 

Wassalam. 

Yustanur Jambak: Terimakasih ustad anda telah menjawab pertanyaan saya, dan saya telah membaca tulisan yang anda anjurkan, namun sepertinya apa yang anda sampaikan baru sebatas kemampuan akal anda semata, sepertinya seakan-akan anda lebih mampu menjawab permasalah ini dari pada Rasulullah dan al Qur'an ,kenapa saya katakan demikian anda amat sedikit sekali merujuk pada Hadist dan al Qur'an ataupun pendapat ulama-ulama terdahulu ....mohon maaf yang sebesar-besarnya, wassalam. 

Sinar Agama: Yustanur’ yang kujelaskan itu adalah dari Qur'an dan Hadits. Tentu saja Qur'an dan hadits yang dipahami dengan akal yang argumentatif. Ghini aja, mana menurutmu yang bertantangan dengan keduanya? Apakah kamu sudah tahu semua Qur'an dan hadits, hingga mengatakan keduanya tidak menjelaskan dan aku yang menjelaskan dan anda mengatakan aku lebih tahu dari keduanya? 

Yustanur Jambak: Baiklah ustadz jawaban anda yang terakhir ini mengisyaratkan bahwa anda telah mengkaji semua kandungan al Qur'an dan Hadist sehingganya Akal argumentatif anda telah sampai pada sebuah keyakinan yang kuat pada diri anda, sehingganya dengan mudah sekali anda mengatakan Takdir itu tidak ada di dalam Islam yang ada hanya di agama hindu, namun walaupun demikian halnya perihal tentang anda saya tetap merujuk pada diri Rasullullah dalam mencapai kesempurnaan dan kerasulannya baru setelah mencapai usia 40 tahun adanya, artinya baginda melalui proses yang sangat panjang hampir-hampir sepenuh hidupnya.. namun Beliau tetap tawadu‘, wassalam. 

Sinar Agama: Yustanur’ Anda mau belajar ke siapa itu terserah Anda, karena itu hak adalah hak Anda hidup. Anda mau belajar ke Rasulullah saww yang ala Anda, atau ala saya, itu ma....terserah saja. Yang saya ingin tekankan, jangan sesekali mengatakan bahwa Tuhan dan Rasul serta Qur'an dan Hadits yang Anda kenal itu, sudah pasti Tuhan, Nabi saww. Qur'an dan hadits. 

Nah, kita-kita ini, tidak ada yang mau ikut jin atau kitab-kitab komik, semua mau mengikuti Tuhan, Nabi saww., Qur'an dan hadits. Akan tetapi yang mana? Yang kita persepsikan? Karena itulah diskusi itu gunanya mencari Tuhan, Nabi saww., Qur'an dan Hadits yang lebih akurat. Setidaknya sudah usaha. 

Tetapi kalau masing-masing kita sudah merasa bahwa Tuhan yang ia kenal, Nabi saww. yang ia kenal, Qur'an dan hadits yang ia kenal, sudah pasti benar, maka sebaiknya ngaku nabi saja. Kan tidak begitu kan? 

Saya sendiri bisa dikatakan belajar di pesantren sudah puluhan tahun dan tidak pernah kerja kecuali belajar, bukan main-main kan? Akan tetapi saya tetap tidak memperdulikan siapapun, termasuk diri saya sendiri, kecuali argumen yang jelas. Artinya, apapun yang saya tahu, belum tentu benar. Dan kebenaran yang dipegang adalah kebenaran yang dirasa dan diyakini sudah sesuai dengan argumen akal, Qur'an dan hadits. Tetapi bisa saja salah. Nah, kalau sudah terbukti salah, mengapa saya harus saya sayangi dan menolak yang benar itu? 

Karena itu, anjuranku padamu, cari terus dan renungi dengan adil, serta berdoa padaNya, untuk mendapatkan dan memilih yang benarnya. 

Kalau suatu saat, antum merasa ingin curhat dan berdebat denganku, maka pintuku tetap terbuka dan aku tidak akan pernah jadi nabimu, yakni yang memaksakan pandangannya padamu. Tidak akan. Anggaplah aku saudaramu yang bisa diajak ngobrol, bertengkar dan semacamnya, asal masih dalam koridor bertengkar dengan kakak atau adik, bukan musuh. Bertengkarlah denganku kalau perlu, tetapi doakan aku dalam sela-sela munajatmu seperti aku mendapat kebenaranNya. 

Tentu saja, kalau semua diskusi dilakukan dengan lebih santun, tentu lebih bagus, dan aku juga senang. Tetapi bagaimanapun, harus tetap kritis. 

Atau begini saja, pandangan mana dari pandanganku yang kamu inginkan ayatnya, maka in syaa Allah akan kutunjukkan ayatnya. Semoga aku mampu. 

Misalnya tentang takdir terhadap nasib manusia, ayat itu, dicari sampai ke kulit Qur'an-nyapun tidak ada. 

Orang banyak menggunakan ayat telah keliru. Misalnya apapun yang terjadi itu sudah ditulis di Lauhu al-Mahfuzh, termasuk daun yang jatuh. 

Nah, ayat ini, kalau diartikan bahwa ditulis itu adalah ketentuannya dan meliputi nasib manusia, baik jodoh, rejeki, umur, iman, kafir, baik, buruk, surga dan nerakanya, maka akan bertentangan dengan banyak sekali ayat-ayatNya yang menyuruh kita mencari pasangan yang baik, menyuruh kita berusaha, menyuruh kita takwa, menyuruh kita jangan maksiat, menyuruh kita taat, tidak kucipta jin dan manusia kecuali taat, .... dan seterusnya. 

Dengan demikian, maka maksud ditulis itu adalah ditulis sesuai dengan IlmuNya yang mendahului penciptaan alam semesta ini. Yakni diketauiNya, bukan ditentukanNya. Jadi, apapun pilihan dan ikhtiar manusia, sudah diketahui Tuhan sebelum penciptaan dan pengetahuanNya itulah yang ditulis di kitab Lauhu al-Mahfuzh. 

Nah, pemahaman seperti itu tentang Lauhu al-Mahfuzh, tidak bertentangan dengan diturunkannya agama itu sendiri. Kan aneh, kalau semua sudah ditentukan lalu Tuhan masih juga menurunkan agamaNya yang, melarang ini dan itu, menyuruh ini dan itu. 

Bayangin saja: Rasulullah saww. naik mimbar dan bersabda: “Carilah istri yang cantik, kaya dan takwa. Dan yang paling baik adalah yang takwa.” Terus besoknya Rasul saww ditanya: “Ya Rasulullah, kalau jodoh itu sudah ditentukan, maka buat apa dicari lagi?” Lalu apa kira-kira jawab beliau? Apakah bisa beliau jawab: “Pokoknya cari sekalipun jodoh kalian sudah ditentukan!” ???!!!!! 

Shahabat akan berkata lagi: “Ya RAsulullah, kalau orangnya sudah ditentukan sebagai jodoh kita, dan waktunya juga sudah diterntukan untuk kita, terus buat apa dicarinya??!!! Apakah Rasulullah saww. akan menjawab: “Pokoknya semua sudah ditentukan, aku menyuruh ini juga ditentukan, kalian bertanya juga ditentukan, kalian mau cari atau tidak sudah ditentukan, ketemu atau tidak sudah ditentukan, siapa jodohnya dan kapan kawinnya juga sudah ditentukan ...dan seterusnya “ ???!!!! Nah, kalau sudah begitu terus buat apa agama diturunkan atau buat apa ditakdirkan dalam turunnya dimana ia melarang ini dan itu, dan mewajibkan ini dan itu???!!!! 

Kan berarti sama dengan agama yang mengatakan: “ Wahai manusia, jangan dekati zina, tetapi sudah Kami tentukan siapa-siapa yang berzina dan yang tidak.” ???!!! Begitu-kah???!!! 

Alfakir ini sudah merasa bangga, Anda sudi membaca tulisanku, semoga tidak menjadikannya pelacakan terakhir, dan maafkan kalau ada (kata-kataku yang kurang berkenan, sungguh hati ini tidak menyimpan apapun kecuali kecintaan sesama muslim. Wassalam. 

Muhammad Shullahuddin: Pak sinar manusia dibekali oleh Allah berupa akal fikiran, sebelum sesuatu terjadi manusia melihat sesuatu tentu kita berfikir berkhayal akan sesuatu itu. Nabi juga melakukan proses seperti itu, pak sinar juga, sayapun juga, kita semua juga, sebab tadi pak sinar mengatakan segala ketentuan ada di tangan Allah. Nah karena kita tidak tahu akan ketentuan Allah manusia berkhayal tentang adanya surga neraka kiamat dan lain-lain karena kita belum tahu seperti apa itu surga neraka dan kiamat, semua itu masih gambaran semu, sebab kenyataan surga dan neraka sendiri belum terbukti nyata. Nah dari hasil olah fikir dan khayalan manusia tersebut akan terbentuk surga dan neraka menurut apa yang dirasakan manusianya secara individu. Gambaran kita tentang surga di dunia akan menjadi nyata KELAK DIKEMUDIAN HARI. 

Lanek imam 12 yang 11 dibunuh tinggal 1 ini disembunyikan akan lahir kelak di kemudian hari dan sekarang sudah 14 abad juga belum lahir dia dan nanti akan lahir, ini bertetangan dengan kodariat mahluk dan sunnatullah, nabi Muhammad saja manusia terpilih umurnya cuma 63 th. Lanek imam Mahdi hidup sampai sekarang apa itu tinemu akal coba pak sinar fikir, afala taqilun, afala tatafakkarun? 

Takdir dan usaha manusia itu berjalan bersama, manusia hidup untuk memenuhi takdirnya masing-masing bersama dengan ketentuan Allah, daun jatuh itu takdir, juga kejadian yang sudah diketahui Allah karena Allah maha tahu akan apa yang terjadi pada mahluk. 

Sinar Agama: @Muhammad, : 

(1). Kalau baca tulisan orang itu mesti teliti. Semua orang pasti punya khayalan dalam arti bayangan, akan tetapi Nabi saww mengkhayalkan ingin jadi nabi itu adalah khayalanmu semata. Para nabi dan wali, hanya mengangankan menjadi budak yang baik, setelah itu terserah padaNya. 

(2). Kamu mau khayal atau tidak, itu urusanmu, tapi mengukur para nabi dengan dirimu, itu sesuatu yang aneh amat. Sekarang aku mau tanya apakah kamu mengkhayal jadi nabi, rasul, pencuri (maaf), menjadi presiden Mesir, ... dst dan lalu mengejar khayalanmu itu? (3). 

(3). Tidak ada ketentuan dalam nasib manusia, mau kutulis berapa kali? 

(4). Imam ke 14 itu sudah lahir. Bagaimana mungkin imam makshum ilmu Islamnya dan amalannya juga begitu, tapi belum lahir? Lah .. kalau belum lahir terus mau belajar kepada siapa nanti kalau sudah lahir? Bisakah yang makshum belajar ke orang yang tidak makshum? Atau bisakah belajar ke orang yang tidak makshum ilmu dan amal Islamnya, kemudian muridnya ini menjadi makshum ilmu dan amal???!!! 

(5), Perkataan takdir dan usaha berjalan seirama itu adalah kata-kata yang puitis dan tidak argumentatif. Lah ... wong sudah ditentukan kok berusaha? Usahanya untuk apa? 

Sinar Agama: Yustanur. Bahagia bisa membaca komen antum lagi. 

(1). Ketahuilah bahwa takdir itu bukan konsep Nabi saww. atau Tuhan, ia adalah konsepnya Abu al-Hasan al-Asy’ari, yakni katakanlah seorang ulama. Karena itu hanya dia yang punya pandangan seperti itu dan diikuti oleh orang-orang Syafi’ii di Indonesia yang, walaupun sudah masuknya wahhabi (bc: Muhammadiah) keyakinan itu tetap terpelihara. Sementara seperti Sunni yang Mu’tazilah dan apalagi Syi’ah yang wajib mengimani ke-Adilan Tuhan, maka takdir dalam arti nasib manusia itu tidak ada. 

(2). Disamping tidak ada dalilnya, keyakinan itu bertentangan dengan ribuan ayat Qur'an yang jelas dan mudah atau Muhkamaat, begitu pula dengan ribuan hadits Nabi saww yang mutawatir atau di atas mutawatir. 

(3). Salah satu dalil akuratnya, adalah diturunkannya agama itu sendiri. Nah, kalau semua sudah ditentukan maka buat apa agama diturunkan yang menyuruh ini dan itu? 

(4). Kalau di Syi’ah, selain dalil di atas, juga betentangan dengan ke-AdilanNya. Karena kalau Tuhan yang menentukan seseorang itu bejat dan masuk neraka maka Tuhan aniaya pada hambaNya, karena kebejatannya itu dariNya, tetapi yang masuk neraka adalah manusia yang Ia tentukan itu. Begitu pula kalau seseorang di dunia ini gagal bisnis. Karena Ia menyuruh manusia untuk berusaha, dan si manusianya sudah berusaha, tetapi karena takdirNya maka ia bangkrut dari usahanya. Ini namanya aniaya, padahal usaha sudah profesional dan harus berhasil, tetapi karena ditabrak takdir, maka ia gagal dan hidupnya jadi menderita. Jadi Tuhan aniaya pada hambanya itu. Apalagi kalau si manusia itu ditakdirkan lagi olehNya untuk putus asa dan bunuh diri, maka bisnisnya sudah bangkrut karenaNya, dan sekarang ia harus mati bunuh diri karenaNya juga yang, akan menyebabkan dirinya masuk neraka selamanya juga karenaNya. 

Nah, logika yang sangat mudah pada beberapa dalil di atas itu tidak bisa dipahami oleh orang yang namanya Asy’ari yang antum ikuti itu. Dia meteteng/ngotot bahwa semua itu sudah ditentukan Tuhan. Ada syari’at kek atau tidak kek, ada usaha kek atau tidak kek,...dan seterusnya, pokoknya sudah ditentukan. Semua ulama sunni Mu’tazilah dan Ahlulbait Nabi saww tidak didengarkannya. Dan kalau ditanya bagaimana logikanya? Bagaimana supaya tidak bertentangan dengan akal dan ribuan ayat itu? Dia dan para pengikutnya menjawab: “Wah .... takdir ini adalah alam yang sangat gelap yang tidak sembarang orang bisa memahaminya”. Nah, yang jadi agak lucunya itu, kok bisanya kata-kata dia dipercaya dan ribuan ayat itu dibuang tiada berarti? Kok bisanya kata yang benar-benar penipuan ilmu itu dengan berkata alam gelap lah, ilmu yang rumit lah ... dan seterusnya, kok bisa dipercaya orang-orang selama berabad-abad tahun lamanya, tanpa perduli pada ribuan hadits dan ayat-ayat??? Kok bisa orang ikut Asy’ari tanpa ikut Tuhan dan Rasul saww? 

Saya mau tanya dan tak perlu dijawab disini tetapi cukup di hati antum saja. Kalau antum ditakdirkan olehNya sebagai orang kaya, keluarga sakinah, taat dan masuk surga, apakah antum nanti bangga di surga? Atau , na’uzdu billah, kalau antum ditentukan bangkrut, keluarga berantakan, dan mabok-mabokan, kemudian merampok dan mati dikeroyok orang sekampung lalu di akhirat masuk neraka, apakah antum rela punya Tuhan seperti itu dan akan tetap mengatakan Ia itu Adil, Maha Kasih, Maha Penyayang, Maha Mulia .... dan seterusnya????!!! 

Aku sama sekali tidak tersinggung dengan komen antum, dan sebaliknya, senang bisa diskusi. Teruskan saja seandainya antum masih punya dalil. Ketahuliah, karena di Indonesia meyakini konsep Asy’ari itu, maka penjelasan tentang Mu’tazillah dan apalagi Syi’ah, selama berabad-adab tahun ini tidak dapat tempat di Indonesia. Karena itu ketidak masuk akalan dan ketidak masuk ayatan dan haditsannya, ditutupi dengan kata-kata seperti rukun iman ke enam dimana yang tidak percaya bisa kafir dan ditambah lagi dengan “Takdir=Alam atau daerah gelap yang tidak bisa ditembus” ... dan seterusnya. Sekian dulu dan wassalam. 

Ingat: Saya tidak membantah tentang usaha itu, karena bisa saja dikatakan saya usaha karena saya tidak tahu takdir saya. Jadi, apapun kepercayaan kita, tetap harus usaha. Tetapi yang yang saya bahas itu, bahwa dalam keyakinan takdir ini, maka diyakini bahwa semua usaha dan hasilnya itu adalah takdir yang sering juga hal ini tidak disadari. Karena orang yang percaya takdir itu kan selalu mengatakan bahwa kita harus berusaha dan hasilnya Tuhan yang menentukannya. Lah... kalau kita percaya takdir, maka usaha tidak usahanya itu juga takdir. Kan lucu, dari satu sisi mengatakan sudah ditentukan, tetapi dari sisi yang lain menyuruh usaha. Padahal mau usaha kek mau tidak usaha kek, semua dan semua, tergantung takdir bukan? Jadi, buat apa orang yang percaya takdir itu mengajar dan menyuruh, toh yang disuruh berusaha itu, kalau tidak ditentukan berusaha, maka pasti tidak berusaha, begitu pula sebaliknya. 

Pintu ilmu Nabi saww., yakni imam Ali bin Abi Thaalib, shahabat paling pandai yang diakui kawan dan lawan, pernah duduk merindang di semua dinding. Setelah diperhatikan dinding itu mau roboh. Karena itu imam Ali as. menghindar dari tembok miring itu. Dalam pada itu, perbuatan itu diperhatikan oleh orang yang percaya takdir ini. Orang itu bertanya: 

“Ya Ali,mengapa kamu pindah duduknya?” Imam Ali as. menjawab: 

“Karena tembok ini bisa roboh”. Orang itu berkata: 

“Ya Ali, kalau Tuhan tidak menakdirkanmu mati ditimpa tembok ini, maka sekalipun kamu tidak pindahpun kamu tidak akan mati. Tetapi kalau kamu ditentukan mati ditimpa tembok ini, maka kamu akan mati sekalipun kamu lari darinya.” 

Lalu imam Ali as menjelaskan apa takdir itu (di selain nasib dan seterusnya). Setelah banyak menerangkan, imam Ali as bertanya padanya: 

“Kalau kamu memang percaya takdir, mestinya kamu tahu bahwa pindahku ini juga takdir, tetapi mengapa kamu menanyakannya dan menghubungkannya padaku?” 

Jadi yang kita bahas bukan usaha sebagai usaha yang bisa karena tidak tahu takdirnya. Tetapi meyakini bahwa usaha itu adalah takdir itu sendiri. Sebab daun jatuh itu sudah ditentukan, apalagi yang lebih besar seperti usaha tidaknya si fulan manusia itu, maka sudah pasti, konsekuensinya, diyakini sebagai takdirNya bukan? Nah, lucunya, banyak orang marah pada temannya, atau orang tua pada anaknya, dikala mereka melakukan pencurian, pemukulan, pembunuhan, pemerkosaan, korupsi, sogok menyogok ....dan seterusnya.. Lah kok bisa dimarahi wong semua itu Tuhan yang menentukan. 

Jangan katakan bahwa Anda marah juga karena takdir Tuhan, karena dialog ini akan menjadi semacam main kelereng/ gaplek. Sebab ketika Anda atau mereka yang marah itu, benar-benar marah dalam dirinya dan tidak menyandarkannya padaNya dan begitu pula protesnya itu benar- benar ditujukan pada yang dimarahi yang, kadang sambil memukulinya, tanpa merasa memarahi Tuhan yang telah menakdirkannya itu. Apakah kekotradiksian kenyataan ini masih belum jelas juga? Kontradiksi dengan keyakinannya sendiri, dengan ribuan ayat dan hadits, serta akal Anda dan siapapun yang mengimani takdir ini yang marah-marah tadi atau marah-marah sambil mukul-mukul itu. Wassalam. 

Yustanur Jambak: Alhamdulllah ternyata saya masih diberikan kesempatan, dan perlu juga saya sampaikan disini saya tidak dalam kapasitas berdebat, mungkin ustad maklum bisa dilihat di frofil saya, saya bukan siapa-siapa. Tanggapan ustad insyaa Allah sudah saya mengerti arahnya, namun kalau ustadz tidak bosan untuk melengkapi tanggapan sebelumnya saya mohon juga dijelaskan tentang perihal MIMPI, kalupun pun hal itu tidak menyimpang dari pembahasan kita... terlebih dahulu saya ucapkan terimakasih, wassalam... 

Dan itu yang pertama, dan kedua saya juga mohon penjelasan dari ustad tentang masalah musibah dan bencana, atau hal-hal yang menyangkut dengan topik kita, dengan harapan setelah mendengarkan penjelasan tersebut, saya dapat menarik benang lurus dari setiap permasalan di seluruh lini kehidupan ini yang tersimpul menuju penghambaan dan berawal dari pada kepatuhan dan ketaatan.. wassalam. 

Sinar Agama: Yustanur. Salam dan terimakasih atas balasannya, wah .... kayak surat menyurat aja nih ... he he .Yustanur, ana/aku tidak bosan dan juga tidak marah didebat, karena akidah memang tidak boleh taklid, beda dengan fikih yang harus dibidangi puluhan tahun untuk bisa mencapai mujtahid. 

Kalau tentang mimpi, aku sudah menjelaskannya -sebatas fb- di salah satu jawabanku terhadap pertanyaan teman-teman fb yang, sudah dijadikan Lenza oleh Anggelia. yaitu Lensa: 17. Ada juga di antara tag-tag yang ada di berandaku ini. Tolong cari dan baca, nanti kalau masih ada hal, maka bisa didiskusiian lagi. 

Kalau musibah, ana juga pernah menjelaskannya di ke-Adilan Tuhan di catatan Pokok-Pokok dan Ringkasan Ajaran Syi’ah dan/atau juga di tempat lain yang berserak, ringkasnya: 


Kalau musibah itu dari akibat buah tangan manusia, seperti tanah longsor akibat ditebangnya pohon-pohon, banjir yang karena sampah di sungai, wabah yang karena kotornya lingkungan, malaria yang karena tidak bersihnya kita, .... dan seterusnya, maka jelas hal itu tidak dari Tuhan. Ia dari manusia tetapi dalam sistem Tuhan. Jadi, sekalipun semuanya kembali kepadaNya, baik langsung atau kepada sistemNya, maka sekalipun bisa dikatakan makhlukNya, tetapi penanggung jawab dari semua musibah itu adalah manusia itu sendiri. 

Musibah model pertama ini, tergantung masing-masing orangnya. Bagi pelakunya, kalau dia sadar akibat dari perbuatannya itu, maka sangat mungkin akan mendapat dosa dan siksa di akhirat, terutama kalau sampai jatuh korban, seperti manusia lain yang kena longsorannya atau banjirnya hingga membuat hamba-hamba Tuhan menderita lantaran perbuatannya. Tetapi bagi yang bukan pelaku tetapi terkena, maka kalau dia telah melakukan nahi mungkar dan amar makruf terhadap masalah tersebut atau masalah sebabnya itu, seperti “ jangan buang sampah disini” dan semacamnya, maka ketika ia terkena musibah itu, maka kalau ia sabar akan sistem Tuhan ini, maka ia akan mendapat pahala dan berkurang dosa-dosanya dan kalau mati, in syaa Allah semacam syahid. Tetapi kalau tidak melakukan amar makruf dan nahi mungkar itu, maka sangat mungkin jugankan dapat pahala, tetapi bahkan mungkin bisa dapat dosa. 

Tetapi kalau musibahnya itu memang dari Tuhan, seperti gunung meletus yang untuk menyeim- bangkan bumi supaya tidak meledak, atau gempa bumi, maka bagi yang terkena juga bermacam- macam. Kalau dia pendosa yang tidak kaliber, maka hal itu adalah peringatan dariNya agar dia bertaubat. Dan kalau pendosa kaliber, maka itu merupakan hukuman sebelum datangnya hukuman neraka baginya. Tetapi kalau orangnya taat dan melakukan amar makruf dan nahi mungkar dalam segalam macam lapisan sosialnya, maka ia akan mendapat pahala dan kurang dosanya serta bencana itu akan menjadi ujian baginya untuk meninggikan derajatnya baik di dunia -seperti ilmu-ilmu tentang gempa bumi- atau di akhirat, yakni surga. 

Bencana itu secara umum, bisa karena hukuman, bisa karena seperti orang-orang tahu tentang keAgunganNya hingga bertaubat, supaya manusia ingat akhirat, supaya manusia tahu bahwa dirinya kecil, supaya manusia bisa lebih maju seperti teknologi gempa dan bangunan tahan gempa, supaya manusia tawadhu’ di hadapan alam semesta yang agung ini, supaya manusia mensayaukuri nikmatNya, seperti manusia takut siksaNya ..... dan seterusnya. Dan, yang paling penting, setiap manusia akan tersesuaikan dengan sisi filsafat bencana itu sesuai dengan keadaaan dirinya masing-masing. Seperti kalau pendosa yang keliber yang sebagai hukuman sesuai dengan penjelasan di atas itu. 

Wassalam. 

Hendy Laisa, Chi Sakuradandelion, Agoest Irawan dan 19 lainnya menyukai ini. 

Zainal Syam Arifin: The Choosen One ini sering muncul dalam versi film-film barat, tentu saja sudah diubah menjadi imajinasi orang barat untuk mengaburkan orang Islam yang menontonnya, dan untuk menggeser paradigma itu bahwa The Choosen One sebenarnya tidak ada, hanya ada.. 

Sinar Agama: Mas Zainal: Semoga antum dan keluarga selalu dalam kehangatanNya, karena hanya itu yang bernilai dan akan menyelimuti sampai ke liang lahat dan akhirat kelak. Jangan lupakan juga doanya. Begitu pula untuk semua teman face book. 

Khommar Rudin: Allah humma shalli alaa Muhammad wa aali Muhammad. 

Ahlun Rusdhy: Mantap. 

Arief Tisnamihardja: Semoga Ustadz selalu dalam Kucuran Hidayah dan Maghfirah NYA.. 

Lely Septiani: Saya belum baca tapi mantap ajalah. . .


اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وآلِ مُحَمَّدٍ وعَجِّلْ فَرَجَهُمْ