Tampilkan postingan dengan label Kamus Halal Haram Makanan. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Kamus Halal Haram Makanan. Tampilkan semua postingan

Jumat, 11 September 2020

Hukum Berkunjung Dan Makan Bersama Non Muslim


Oleh Ustadz Sinar Agama http://www.facebook.com/groups/210570692321068/doc/272658282778975/ Oleh Anggelia Sulqani Zahra pada 8 November 2011 pukul 16:38


Erna Maruf: Salam. Ustadz, kalau dalam masalah keuangan negara yang telah tercampur antara halal dan haram maka di dalam islam kita tidak wajib menelitinya. Pertanyaan lain, kalau ada undangan makan dari teman yang muslim apakah kita tidak perlu cari tahu apakah dia membeli daging dari toko halal? Karena cukup banyak WNI di sini yang biasa beli daging di swalayan umum selama bukan daging babi. Lalu bagaimana pula bila kita bertamu ke rumah orang danish non muslim. Apakah gelas dan piringnya harus kita cuci sendiri sebelum digunakan?

Terimakasih.

Minggu, 22 Desember 2019

Minum Al-Kohol Karena Terpaksa dan Makan Binatang


Seri tanya jawab Hikmah Munirah dengan Sinar Agama November 2, 2013 at 4:30 pm


Hikmah Munirah mengirim ke Sinar Agama: 19-4-2013, Salam Ustadz. Suatu hukum itu universal atau kondisional? Karena ada kasus seperti ini :

1. Ada penumpang pada sebuah kapal yang berlayar mengarungi samudera atlantik yang terkenal sangat dingin itu, karena ketakutan kapalnya mulai tenggelam, dia minum alkohol sebanyak- banyaknya, tujuannya agar ketika dia mati nanti dia dalam keadaan tidak sadar (meskipun dia bisa berenang tapi dia tidak sanggup menahan dinginnya air samudera atlantik itu sedangkan sekoci terbatas di utamakan penumpang wanita dan anak-anak) ternyata minuman alkohol itu yang menyelamatkan hidupnya karena alkohol yang mengalir ke tubuhnya telah menaikkan suhu tubuhnya, berbeda dengan teman-temannya yang mati dalam kedinginan karena tidak mengkonsumsi alkohol.

2. Hadits Imam Ali as. “bahwa kita tidak boleh menjadikan perut sebagai kuburan binatang”, bagaimana dengan penduduk eskimo yang setiap hari harus makan daging karena mereka tinggal di daerah dingin alias dekat kutub?


Sekian dan terimakasih sebelumnya. Wassalam.

Sulis Kendal, Chipoet Asli, dan Muhammad Faisal menyukai ini.


Sang Pencinta: Salam, ikut bantu Bu, setiap sesuatu dalam fikih ada hukumnya, tidak satu hal yang luput yang mana fikih akan menjelaskannya. Adalagi hukum tsanawi atau ke dua di samping hukum tsanawi di atas yaitu yang masalah darurat itu. Yaitu berbenturannya dengan hukum lain yang tidak dapat dihapus dengan hukum pertama itu. Tapi bisa saja hukum lain itu, tetap harus diabaikan manakala tidak bisa menghambat hukum pertama itu karena besar dan pentingnya. Seperti haramnya daging babi yang tidak bisa dihapus hanya dengan hukum menghormati orang lain. Atau seperti fikih Syi’ah yang tidak bisa dihapus hanya karena untuk menghormati orang Sunni. Beda kalau Sunni-nya ini jahat hingga bisa membunuh, memukul, memperkosa dan mengambil harta kehidupannya.

Salah satu hukum yang banyak bertabrakan dalam kehidupan, adalah hukum makruh dan sunnah. Misalnya, diberi makanan makruh oleh mukmin yang disunnahkan untuk menghormatinya. Atau kadang sunnah lawan sunnah yang lebih besar. Seperti puasa sunnah yang dapat dikalahkan dengan sunnah menghormati orang lain hingga karena itu, kalau kita puasa sunnah lalu diajak makan teman muslim, maka lebih besar pahalanya kalau kita berhenti puasa sunnahnya dan makan bersamanya, sebagai rahmat dari Allah.

Nah, salah satu hukum yang bisa dikatakan bertabrakan ini dimana harus dilihat mana yang paling pentingnya, adalah pakaian hitam. Misalnya, di kala pakaian hitam ini, dapat menjaga jelalatannya mata lelaki, maka bagi wanita, akan lebih baik kalau memakai baju hitam. Begitu pula kalau memakai pakaian hitam bisa menjadi syi’ar kesedihan atas kemazhluman pada Aulia dan Makshumin atau muslim yang tertindas, maka ia bisa menutupi kemakruhannya itu dan menjadikan yang afdhal memakainya.

Jangan katakan bahwa hal ini menentang Nabi saww atau para Imam as itu sendiri. Karena Syi’ah, tidak seperti wahabi yang sama sekali tidak memahami ayat dan riwayat dimana bahkan mewajibkan semua orang untuk berijtihad sekalipun tidak mengerti bahasa Arab sekalipun dan mengharamkan taqlid, tentu saja selain taqlid pada Ibnu Taimiyyah dan Muhammad bin Abdul Wahhab.

Kembali ke masalah hukum tsanawi. Dalam hukum tsanawi ini, perlu diketahui bukan karangan ulama. Tapi ia memang hukum Allah, Qur'an, haditsdan para Makshum itu sendiri. Karena itulah, di Syi’ah, sebagaimana juga di Sunni (pengikut dan penaklid 4 madzhab, dan jelas bukan wahabi ygngaku-ngaku Sunni), seseorang untuk menjadi mujtahid yang bisa memahami ayat dan riwayat, diharuskan dulu mempelajari berbagai ilmu seperti ushul fiqih tersebut.

Kenapa begitu? Karena banyak sekali ayat dan riwayat yang tidak akan dipahami kecuali dengan meneliti dan membandingkan satu sama lainnya.

Intinya, hukum tsanawi ini diajarkan Islam itu sendiri seperti kebolehan makan babi ketika tidak ada makanan, menyentuh bukan muhrim ketikamenolongnya seperti dokter atau dari tenggelam di sungai, dan seterusnya.

Karena itu, maka baju hitam itu, akan menjadi dianjurkan kalau nilai syi’ar atau kebaikannya itu jauh melebihi kemakruhan yang biasanya hanya bersifat pribadi itu.

http://www.facebook.com/notes/sang-pencinta/ttg-kemakruhan-memakai-baju-hitam-dan-hukum-tsanawi-dalam-fikih/497063433676901

Hikmah Munirah: Maaf, mohon memperhatikan poin-poin pertanyaan saya, jazakumullah atas jawabannya yang normatif dan universal, tapi maaf saya belum menemukan kejelasan dan ketegasan jawaban untuk poin-poin tersebut.

Sang Pencinta: Tukilan di atas adalah untuk menjawab poin 1, di mana si peminum alkohol dalam kondisi terpaksa untuk meminumnya. Saya rasa tukilan tersebut dapat menjelaskan soalan pertama.


Sinar Agama: Salam dan terimakasih pertanyaannya:

1- Yang dinukilkan Pencinta itu, tidak tepat untuk menjawab pertanyaan pertama. Karena peminum tersebut, tidak meminum alkohol tersebut untuk menyelamatkan diri, tapi justru ingin membuat dirinya mabok dan tidak sadar hingga kalau mati tidak terasa dingin dan deritanya. Hal seperti ini, jelas haram. Kalau ternyata selamat karena panas badannya dan menjadi hidup, tetap saja meminum alkoholnya itu tetap haram. Karena setiap sesuatu tergantung kepada niatnya.

Tapi kalau dengan ilmu pengetahuan yang sudah diketahuinya, bahwa kalau meminum alkohol tersebut, bisa menghangatkan badannya dan bisa menyelamatkan diri karena bisa berenang atau terlepas dari sebab kematian yang akan dihadapinya, maka kaidah terpaksa, bisa dipakai dan, sudah tentu nukilan Pencinta akan menjadi benar.


2- Yang dimaksudkan hadits nukilan antum itu adalah maksimalnya makruh. Itupun kalau haditsnya sudah benar dan shahih sebagaimana yang diteliti oleh marja’ yang kita taqlidi. Karena itu, kita tidak bisa merujuk hadits tersebut. Anggap makruh, itupun kalau tidak ada hukum tsanawi/ke-dua yang mengharuskannya seperti orang Eskimo itu. Di kala sudah darurat, jangankan makruh, haram juga bisa terangkat dengan sendiri. Tentu saja, dengan pengaturan yang sudah ada di fikih.

Sang Pencinta: Ustadz Sinar Agama: iya, komen saya yang pertama tidak tepat, saya membaca soalan yang tertulis, tapi memaknainya berbeda, entah mengapa. Afwan kurang fokus.

Mata Jiwa: Oh, jadi untuk kondisi-kondisi darurat pun niat harus diluruskan ya? Insyaa Allah sekarang saya tambah mengerti mengapa kita tidak boleh berhenti belajar. Semoga pak Ustadz panjang umur dan sehat serta terus dalam kesabaran membimbing kami.

Mata Jiwa: Sang Pencinta : doa yang sama juga untuk mas akhi bro. Selalu siap sedia membantu.

Sinar Agama: Mata: Kita semua memang tidak bisa berhenti untuk terus belajar walaupun sudah mujtahid sekalipun. Karena itulah Nabi saww bersabda:

“Menuntut ilmu itu, dari timangan ibu sampai ke liang lahad.”

Sinar Agama: Pencinta: Hal itu memang biasa. Yang sudah dibimbing guru juga bisa salah memahami. Di depan para Nabi as dan para Imam as jugabisa salah memahami. Karena itu, kita harus selalu saling mengingati.

Wassalam.



اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وآلِ مُحَمَّدٍ وعَجِّلْ فَرَجَهُمْ

Minggu, 05 Agustus 2018

Kamus Halal-haramnya Makanan





Seri tanya-jawab Al Laona – Sinar Agama
by Sinar Agama (Notes) on Friday, May 27, 2011 at 6:09 am


Al Louna: Salam ustadz, jenis makanan apa saja yang engga bisa dikonsumsi dalam syiah?.. Terimakasih. 


Sinar Agama: Salam dan terimakasih pertanyaannya:
1. Makanan yang halal dan haram itu banyak sekali. Saya akan berusaha menyebutkan sebagiannya saja, yaitu yang umum kita hadapi. 

2. Yang halal dari tumbuhan.

Adalah semua tumbuhan yang tidak membahayakan diri secara serius (misalnya kalau dimakan dalam waktu beberapa saat atau waktu dipastikan bisa sakit serius atau mati) dan tidak memabokkan seperti ganja, heroin dan semacamnya. 

3. Sedang yang halal dan haram dari benatang yang melata sbb: 

  • a. Dari Binatang jinak/ternak: 
    • a1. Yang halal seperti: kambing, sapi, lembu, onta ..dan seterusnya. 
    • a2. Yang makruh seperti: keledai, bagal (binatang yang terlahir dari pejantan kuda dan betina keledai), kuda ...dan seterusnya. 
    • a3. Sedang yang haram seperti: babi, anjing, kucing, ...dan seterusnya. 
  • b. Dari Binatang liar: 
    • b1. Yang halal seperti: kijang, kambing hutan, keledai hutan, ..dan seterusnya.
    • b2. Dan yang haram seperti: srigala, singa, ular, landak, tikus, biawak, gajah, beruang, dan semua binatang buas yang memiliki cakar walau kebuasannya tidak terlalu kuat seperti rubah dan musang.Diharamkan pula memakan kelinci dan marmut/terwelu. Begitu pula diharamkan memakan semua jenis serangga kecuali belalang. 
4. Dan jenis burung yang halal dan haram, adalah sbb: 
  • a. Yang halal dan haramnya sudah dijelaskan namanya, sebagai berikut: 
    • a1. Yang halal, seperti: Ayam, itik, burung onta, merpati, puter, burung kenari, burung gereja. 
    • a2. Yang makruh seperti: seriti dan burung Hudhud. 
    • a3. Yang haram seperti: burung gagak, kalelawar, merak, setiap burung yang memiliki cakar. 
  • b. Yang halal dan haramnya tidak disebut dengan nama, tapi dengan sifat, seperti berikut: 
    • b1. Yang halal: 
      • (b-1-1). Yang kepakan sayapnya di udara lebih banyak dari diamnya. 
      • (b-1-2). Memiliki tiga sifat berikut ini: tembolok (kantong tempat makanan di leher), ampela dan jalu.
    • b2. Yang diharamkan: 
      • (b-2-1). Yang diamnya di udara lebih banyak dari kepakannya. 
      • (b-2-2). Yang tidak memiliki tiga sifat berikut ini: tembolok, ampela dan jalu. 
Catatan

(catatan-1). Untuk jenis burung yang tidak disebutkan namanya sebagai binatang halal atau haram, maka kalau memiliki satu di antara sifat-sifat halalnya saja sudah cukup sebagai hukum kehalalannya, misalnya memiliki kepakan lebih banyak di udara, atau cukup dengan hanya memiliki tembolok saja.

(catatan-2). Telur jenis burung dan binatang air, hukumnya mengikuti induknya. Kalau induknya halal, maka telurnya juga halal, dan begitu pula sebaliknya. 


5. Binatang laut/air: 
  • 5-1. Semua binatang air adalah haram kecuali dari jenis ikan dan bersisik dan mati di atas air serta matinya tidak dalam keadaan liar (baca: ada pemiliknya). 
  • 5-2. Udang termasuk jenis ikan bersisik dalam peristilahan fikih. 
Catatan: binatang air yang halal, mk(maka) baik kecil atau besarnya tetap halal. Dan sisik itu tidak perlu banyak, yang penting ada walau satu dua. 

6. Yang haram dari binatang yang halal: 

Ada beberapa hal dari binatang yang halal, diharamkan untuk dimakan: 
  1. Darahnya
  2. Kotorannya (besar-kecilnya)
  3. Kantong kandungannya
  4. Kelenjarnya
  5. Kemaluan pejantannya
  6. Telur/biji kemaluannya
  7. Kemaluan betinanya
  8. Kelenjar otaknya
  9. Sumsum tulang belakangnya
  10. Uratnya yang kenyal dan membujur di kedua daging ulurnya (daging yang berada di kanan- kiri tulang punggung)
  11. Empedunya
  12. Limpanya
  13. Kandung kemihnya
  14. Hitam matanya 
Catatan: hukum di atas ini tidak berlaku untuk binatang air, kecuali kalau menjijikkan seperti kotoran ikan. 

7. Haram-haram yang lain: 

Minuman dan makanan yang bisa menghilangkan kesadaran (memabokkan); benda-benda najis atau yang terkena najis kalau belum disucikan; apapun yang memiliki mudharat yang mesti dihindari (serius, seperti kalau dimakan/diminum dalam beberapa waktu dipastikan sakit serius atau mati); tanah (kecuali Karbala dan itupun sedikit). 

Masih ada hal-hal halal dan haram lainnya yang tidak disebut di sini karena mungkin tidak terlalu kita hadapi setiap hari atau karena sudah sangat jelas hukumnya, seperti makan/minum dari hasil riba, korupsi, curian, tipuan, bisnis haram, menjual barang haram, jualan yang tidak jujur ...dan seterusnya. 

Wassalam. 

Haidar Dzulfiqar, Bande Husein Kalisatti and 52 others like this. 

Kebenaran Yang Hilang: Ahsantum. Jazakumullah khairal jaza’. 

Sinar Agama: Salam terimakasih untuk semua jempol dan komentarnya. 

Sinar Agama: Hilang: sama-sama. 

Hisam Sulaiman: Syukron pencerahannya. 

Cut Yuli: Ustad, kalau teripang/timun laut apakah halal dengan tujuan untuk obat, tolong dijawab ya karena saya mengkomsumsinya selama ini. Salam. 

Yustanur: Saya juga mau nanya ustad...kalau kotoran kerbau/jawi/kambing/ayam kita jual atau kita beli bagai mana pula hukumnya ustad..? Terimakasih. 

D-Gooh Teguh: 1>Sarang burung walet...? 

Sinar Agama: Hisam, bah bah ... tumben komentar, terimakasih ...afwan. 

Sinar Agama: Cut, Karena teripang itu bukan dari jenis ikan (dan bersisik), maka ia adalah haram. Sedang untuk pengobatan, memang kalau sakitnya sangat bahaya dan tidak ada obat lain yang terjangkau, bisa saja dihalalkan. Tapi saya sendiri pernah menanyakan masalah yang serupa ke kantor Rahba hf, sepertinya tetap diharamkan. Jadi, jalan keluarnya, kalau sakitnya memang serius dan tidak ada obat lain yang terjangkau serta khasiat dari teripang itu memang terbukti mujarab, maka walaupun yang saya pahami halal (dlm kondisi ini), tapi lebih hati-hatinya sambil beristighfar kapadaNya. Syukur kalau segera bisa menjangkau obat lain yang halal. 

Sinar Agama: Yustanur: Kotoran binatang yang halal dagingnya adalah tidak najis. Akan tetapi haram dimakan. Dan menjual barang yang haram dimakan, apakah karena kotoran atau karena najis, mk kalau bukan untuk dimakan (dikonsumsi), maka hukumnya boleh/halal, baik menjualnya atau membelinya. 

Sinar Agama: Teguh, sarang burung walet, mengikuti waletnya. Karena sarangnya dibuat dari ludahnya dan, kebetulan tidak menjijikkan secara umum. Jadi, yang saya pahami dari fikih, adalah makruh. 

Cut Yuli: Syukron atas infonya yang sangat jelas Ustad. 

Sinar Agama: Cut, ok, sama-sama. 

Yus Ta Nur: Terimakasih penjelasannya ustad. 

Anandito Birowo: Ustad, saya baca di buku Fikih Musafir kalo udang halal, tapi lobster termasuk jenis yg haram dimakan. Benar demikian atau mengikut fatwa marja? Kalau burung hantu? Cecak? Landak? 

Yus Ta Nur: Maaf ustad mohon pendalaman tentang hukum jual beli barang yang haram dimakan (konsumsi) seperti, babi, kotoran ternak. 

Mujahid As-Sakran: Afwan ustad, mohon penjelasan masalah halal haramnya kopi luwak. 

Sinar Agama: Jiran, Lobster itu termasuk jenis udang dan halal, yang saya tahu ini adalah fatwa imam Khumaini ra dan Rahbar hf. Konon ana dengar Ayatulloh Khu’i mengharamkan, ana mendengar dari orang yang menaklidinya. Tapi belum sempat lihat fatwanya langsung. Burung hantu, cicak dan landak itu, juga haram. Sepertinya untuk landak ini sudah kutulis di atas. 

Sinar Agama: Poeput: Tidak ada yang najis dari binatang yang diharamkan itu kecuali anjing darat dan babi darat. Yang lainnya tidak ada yang najis. Tapi kalau ada di tubuh atau baju kita, misalnya bulunya, maka sebelum shalat harus dibuang. Karena badan dan baju kita di samping harus bersih dari najis, keduanya harus bersih pula dari yang diharamkan. 

Sinar Agama: Untuk mencuci najis anjing dan babi, pada selain bejana, maka tinggal cuci saja seperti mencuci kencing. Tolong lihat fikihnya, karena keadaan pencucian najis ini tergantung pada airnya. Kalau airnya dibawah sekitar 384 liter, maka setelah mencuci benda najisnya, harus disiram lagi satu kali, kalau selain kencing dan dua kali kalau kencing. Jadi semua pencucian kencing 3 kali dimana sekali untuk membersihkan benda kencingnya dimana hal ini bisa berulang- ulang sampai bendanya hilang. 

Dan cucian ke dua dan ke tiga itu untuk membersihkan hukum najisnya. Dan air yang sedikit ini, bisa karena memang sedikit, atau diambil dari air banyak tapi dalam tempat yang kecil. Artinya tidak nyambung dengan yang banyak itu. Nah, air sedikit ini, hukumnya, kalau terkena najis, maka ia menjadi najis dan bisa memindahkan najis tsb kemana-mana. Jadi, kalau mencuci najis dengan air sedikit (dibawah 384 liter), maka hati-hati supaya tidak mercik ke mana-mana dan ke kita dimana akan membuat daerah yang diperciki itu menjadi najis.. 

Tapi kalau mencuci dengan air banyak (384 liter ke atas) yang dalam keadaan nyambung, atau dengan air sumber yang dalam keadaan menyambung (tidak diambil dengan gayung misalnya) atau dengan air pamp, atau air sungai, atau hujan ...asal dalam keadaan nyambung dan tidak dipisah dengan tempat atau apa saja hingga menjadi kurang dari 384 liter, maka setelah mencuci benda najisnya itu, cukup disiram atau dicelupkan sekali lagi saja. Dan bahkan banyak yang melakukannya dengan sekali cucian untuk semuanya, dengan alasan bahwa pada ujung penyelupan atau penyiram yang nyambung itu benda najisnya sudah pergi dan lanjutan celupannya atau siramannya yang menyambung itu, adalah membersihkan hukum najisnya. 

Untuk bejana yang kena jilatan anjing maka sebelum dicuci dua kali dengan air apapun, ia harus disapu dengan debu kering dan hati-hatinya disapu lagi dengan debu lembap. Tapi kalau dijilat babi, maka setelah dengan debu itu dicuci sebanyak 7 kali. Masih banyak rincian terhadap hal ini dimana tolong merujuk ke buku-buku fikih, dan atau perlu dibuatkan catatan khusus. 

Tentu saja, walaupun anjing darat dan babi darat itu najis, kalau menyentuhnya dalam keadaan kering, baik anjingnya dan kitanya, maka najisnya tidak pindah ke kita atau ke apa saja yang disentuhnya. Jadi, hukum pencucian badan tadi hanya kalau dua-duanya atau salah satunya yang saling bersentuhan itu dalam keadaan basah. 

Sinar Agama: Yustanur: Kan sudah di atas itu. Yakni apapun yang najis dan haram dimakan, kalau dalam menjual dan membelinya itu bukan untuk dimakan, misalnya untuk pupuk, maka tidak haram. Atau tidak untuk digunakan kepada yang haram-haram, baik konsumsi atau haram lainnya. Anda menjual pisaupun, yang jelas halal, akan tetapi kalau suatu saat anda tahu bahwa yang membelinya itu untuk membunuh orang, maka haram menjual ke orang tsb. 

Sinar Agama: Sakran: Kopi luwak itu jelas haram karena dua alasan: 

(1). Terkena najis. Karena kotoran dan kencing luwak itu najis. Karena ia termasuk binatang haram dan kalau disembelih darahnya muncrat atau dengan tekanan (nafasu al-saailah). Karena itu kotorannya najis. Akan tetapi kopinya, karena ia tidak tergeling, bisa saja disucikan. Artinya setelah disucikan dengan cara di atas itu, misalnya dihilangkan dulu benda najisnya (kotorannya) lalu setelah itu diibilas sekali lagi atau dimasukkan ke air banyak itu sekali saja, sudah menjadi suci. Tapi kesuciannya ini tidak menyebabkan halalnya. Karena sebab-sebab haram itu banyak, seperti menjijikkan secara umum. 

(2). Menjijikkan. Kita tidak boleh melihatnya setelah disangrai dan dihaluskan. Karena waktu sudah tidak lagi menjijikkan. Kita dalam menerapkan hukum, harus melihat asalnya, yaitu tai atau kotoran luwak. Kalau kita berikan kotoran itu pada pencandu kopi luwak sekalipun, maka ia pasti akan merasa jijik. Nah, karena itu, walaupun kopi luwak itu bisa disucikan dari najis, akan tetapi ia tetap haram karena menjijikkan secara ’urf atau umum. Wassalam. 

Yus Ta Nur: Terimakasih ustad...artinya kalau uang hasil jual beli tsb kita belanjakan lagi untuk konsumsi juga halal ustad..? Maaf udah tua nich lelet hehehe 

Sinar Agama: Yustanur, benar begitu, yakni ketika menjual atau membelinya sudah halal, maka uang tersebut bisa untuk apa saja yang halal. Seperti makan-minum, naik haji, beli baju untuk shalat ...dst. 

Sinar Agama: Poeput, ok, sama-sama. 

Anandito Birowo: Afwan kemarin saya kirim istifta rahbar tentang kopi luwak, hukumnya halal. Coba saya cari di email saya jawaban rahbar tentang kopi luwak, nanti saya copy paste di sini. 

Fadly Ilyas Dg Liwang: Wah rame nih komentarnya... jadi ingat waktu di jogja karena pada doyan makan lele... 

Anandito Birowo: Jawaban rahbar tentang kopi luwak (sent by email tgl 26 feb 2011, no perta- nyaan 97635): Jika biji kopi tersebut tidak dianggap sebagai kotoran yang menjijikkan secara ‘urfi, maka dibolehkan mengkonsumsinya. 

Besse Tanra Wajo: Salam ustad. Gimana hukumnya cacing dan kutu rambut serta urine dikon- sumsi sebagai pengobatan? Syukron. 

Aziz Enrekang: Kayaknya ini masalah tafsir menafsirkan atau tingkatan memahami fatwa rahbar? Sama sama berpegang pada fatwa rahbar, hehehehe 

Sinar Agama: Jiran, antum coba baca dengan cermat, jawaban Rahbar hf di atas yang antum nukil itu. Perhatikan kata kalaunya. Dan saya sudah menjelaskan bahwa ia adalah tahi yang menjijikkan secara umum. 

Sinar Agama: Basse, cacing, kutu rambut dan urine jelas haram. Dan saya pernah tanya ke kantor Rahbar hf hukum menjadikan barang haram sebagai obat. Jawabannya, tetap haram. Karena itu, saya sudah menjelaskan di atas, bahwa kalau terpaksa berobat dengan yang haram karena sudah tidak terjangkau yang halal, maka beristighfar dan kalau najis, maka tangan dan mulut serta perkakas yang dipakai dicuci dengan syar’ii. 

Sinar Agama: Tolong kalau memahami fatwa itu harus lengkap kalimatnya. Kalau ada kalaunya, diperhatikan. Karena kalau itu adalah syarat hukumnya. Jadi, kalau kopi luwak itu tidak menjijikkan secara umum, maka ia adalah halal. Tapi ternyata kan menjijikkan. Karena itu ia adalah haram. Lihat lagi penjelasan di atas. 

Anandito Birowo: Afwan kalau saya memahami fatwa rahbar bahwa kopi luwak itu halal, Karena 

1. Redaksi jawaban fatwa itu sendiri cenderung ke arah halal: ”Jika biji kopi tersebut tidak dianggap sebagai kotoran yang menjijikkan secara ’urfi, maka dibolehkan mengkonsumsinya.” 

2. Biji kopi luwak jelas beda dengan kotoran luwak, tidak sama dengan kotoran luwak yang menjijikkan. Orang yang hobi minum kopi luwak jika disodori biji kopi luwak tidak akan menganggap itu sebagai kotoran yang menjijikkan. Tentu dalam keadaan tidak belepotan kotoran luwaknya, sama seperti orang yang membeli telur ayam /bebek pasti menghindari telur yang belepotan kotoran. 

3. Tidak menutup kemungkinan, beberapa orang ada yang menganggap biji kopi luwak itu menjijikkan, nah mungkin bagi mereka yang menganggap biji kopi luwak itu sebagai kotoran luwak ya hukumnya haram. Demikian pemahaman saya terhadap fatwa rahbar tersebut. 

Sinar Agama: Jiran,: 

(1). Dalam kalimat itu sudah jelas dikatakan bahwa: “Jika biji kopi tersebut tidak dianggap sebagai kotoran yang menjijikkan secara ‘urfi, maka dibolehkan mengkonsumsinya.” 

Nah, maksud dari fatwa ini adalah kalau biji-bijian yang keluar dari perut, tidak membawa tahinya, maka ia dihukumi suci. Dan hal ini dapat dipahami dengan fatwa-fatwa lainnya. Misalnya keluar biji jagung dari dubur kita, kalau dia tidak membawa kotoran yang najis, maka ia dihukumi bersih/suci. 

Tapi untuk memakannya, dilihat dulu, apakah ia dihukumi tahi atau bukan. Kalau tidak dihukumi tahi, maka bisa dimakan. 

Ini pemahaman pertama dari fatwa di atas. 

(2). Setelah kita mengetahui fatwa tentang tidak najisnya benda yang keluar dari perut dengan tidak membawa kotoran, maka kita dapat memahami, bahwa kalaulah membawa kotoran, maka benda tersebut, bisa disucikan. Karena intinya, ketika ia tidak tergiling di dalam perut dan keluar sendirian (tanpa kotoran), maka secara zatnya, ia bukan kotoran, akan tetapi benda yang sekedar lewat dalam perut. 

(3). Akan halnya kopi luwak, maka jelas dia terjebak dengan dua prinsip keharaman. Pertama, sebagai tahi. Karena keluarnya biji-biji kopi itu tidak sendirian seperti biji jagung yang saya contohkan di atas itu. Kopi luwak, benar-benar adalah tahi yang keluar dari perut luwak. Karena biji-bijinya itu bergerombol dan belepotan tahi-nya. Jadi, dia adalah tahi, bukan kopi yang keluar sendirian dan tidak membawa tahi. 

(4). Ke dua, kopi luwak itu adalah jelas menjijikkan. Karena yang jadi ukuran, sudah saya katakan di atas, adalah ketika keluar dari perut luwaknya itu, bukan setelah diolah. Karena itu, sajikanlah kotoran luwak itu pada pecandunya sebelum dibersihkan. Maka sudah pasti dia akan kejijikan kecuali memang tidak normal. 

(5). Tambahan: Kalau ukuran jijik yang mengharamkan ini diurai dan diolah dulu, maka tidak akan ada yang menjijikkan di dunia ini. Karena semua yang menjijikkan itu bisa diolah dan dibuat menarik. 

Wassalam.



اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وآلِ مُحَمَّدٍ وعَجِّلْ فَرَجَهُمْ