- 5-1. Semua binatang air adalah haram kecuali dari jenis ikan dan bersisik dan mati di atas air serta matinya tidak dalam keadaan liar (baca: ada pemiliknya).
- 5-2. Udang termasuk jenis ikan bersisik dalam peristilahan fikih.
Catatan: binatang air yang halal, mk(maka) baik kecil atau besarnya tetap halal. Dan sisik itu tidak perlu banyak, yang penting ada walau satu dua.
6. Yang haram dari binatang yang halal:
Ada beberapa hal dari binatang yang halal, diharamkan untuk dimakan:
- Darahnya
- Kotorannya (besar-kecilnya)
- Kantong kandungannya
- Kelenjarnya
- Kemaluan pejantannya
- Telur/biji kemaluannya
- Kemaluan betinanya
- Kelenjar otaknya
- Sumsum tulang belakangnya
- Uratnya yang kenyal dan membujur di kedua daging ulurnya (daging yang berada di kanan- kiri tulang punggung)
- Empedunya
- Limpanya
- Kandung kemihnya
- Hitam matanya
Catatan: hukum di atas ini tidak berlaku untuk binatang air, kecuali kalau menjijikkan seperti kotoran ikan.
7. Haram-haram yang lain:
Minuman dan makanan yang bisa menghilangkan kesadaran (memabokkan); benda-benda najis atau yang terkena najis kalau belum disucikan; apapun yang memiliki mudharat yang mesti dihindari (serius, seperti kalau dimakan/diminum dalam beberapa waktu dipastikan sakit serius atau mati); tanah (kecuali Karbala dan itupun sedikit).
Masih ada hal-hal halal dan haram lainnya yang tidak disebut di sini karena mungkin tidak terlalu kita hadapi setiap hari atau karena sudah sangat jelas hukumnya, seperti makan/minum dari hasil riba, korupsi, curian, tipuan, bisnis haram, menjual barang haram, jualan yang tidak jujur ...dan seterusnya.
Wassalam.
Haidar Dzulfiqar, Bande Husein Kalisatti and 52 others like this.
Kebenaran Yang Hilang: Ahsantum. Jazakumullah khairal jaza’.
Sinar Agama: Salam terimakasih untuk semua jempol dan komentarnya.
Sinar Agama: Hilang: sama-sama.
Hisam Sulaiman: Syukron pencerahannya.
Cut Yuli: Ustad, kalau teripang/timun laut apakah halal dengan tujuan untuk obat, tolong dijawab ya karena saya mengkomsumsinya selama ini. Salam.
Yustanur: Saya juga mau nanya ustad...kalau kotoran kerbau/jawi/kambing/ayam kita jual atau kita beli bagai mana pula hukumnya ustad..? Terimakasih.
D-Gooh Teguh: 1>Sarang burung walet...?
Sinar Agama: Hisam, bah bah ... tumben komentar, terimakasih ...afwan.
Sinar Agama: Cut, Karena teripang itu bukan dari jenis ikan (dan bersisik), maka ia adalah haram. Sedang untuk pengobatan, memang kalau sakitnya sangat bahaya dan tidak ada obat lain yang terjangkau, bisa saja dihalalkan. Tapi saya sendiri pernah menanyakan masalah yang serupa ke kantor Rahba hf, sepertinya tetap diharamkan. Jadi, jalan keluarnya, kalau sakitnya memang serius dan tidak ada obat lain yang terjangkau serta khasiat dari teripang itu memang terbukti mujarab, maka walaupun yang saya pahami halal (dlm kondisi ini), tapi lebih hati-hatinya sambil beristighfar kapadaNya. Syukur kalau segera bisa menjangkau obat lain yang halal.
Sinar Agama: Yustanur: Kotoran binatang yang halal dagingnya adalah tidak najis. Akan tetapi haram dimakan. Dan menjual barang yang haram dimakan, apakah karena kotoran atau karena najis, mk kalau bukan untuk dimakan (dikonsumsi), maka hukumnya boleh/halal, baik menjualnya atau membelinya.
Sinar Agama: Teguh, sarang burung walet, mengikuti waletnya. Karena sarangnya dibuat dari ludahnya dan, kebetulan tidak menjijikkan secara umum. Jadi, yang saya pahami dari fikih, adalah makruh.
Cut Yuli: Syukron atas infonya yang sangat jelas Ustad.
Sinar Agama: Cut, ok, sama-sama.
Yus Ta Nur: Terimakasih penjelasannya ustad.
Anandito Birowo: Ustad, saya baca di buku Fikih Musafir kalo udang halal, tapi lobster termasuk jenis yg haram dimakan. Benar demikian atau mengikut fatwa marja? Kalau burung hantu? Cecak? Landak?
Yus Ta Nur: Maaf ustad mohon pendalaman tentang hukum jual beli barang yang haram dimakan (konsumsi) seperti, babi, kotoran ternak.
Mujahid As-Sakran: Afwan ustad, mohon penjelasan masalah halal haramnya kopi luwak.
Sinar Agama: Jiran, Lobster itu termasuk jenis udang dan halal, yang saya tahu ini adalah fatwa imam Khumaini ra dan Rahbar hf. Konon ana dengar Ayatulloh Khu’i mengharamkan, ana mendengar dari orang yang menaklidinya. Tapi belum sempat lihat fatwanya langsung. Burung hantu, cicak dan landak itu, juga haram. Sepertinya untuk landak ini sudah kutulis di atas.
Sinar Agama: Poeput: Tidak ada yang najis dari binatang yang diharamkan itu kecuali anjing darat dan babi darat. Yang lainnya tidak ada yang najis. Tapi kalau ada di tubuh atau baju kita, misalnya bulunya, maka sebelum shalat harus dibuang. Karena badan dan baju kita di samping harus bersih dari najis, keduanya harus bersih pula dari yang diharamkan.
Sinar Agama: Untuk mencuci najis anjing dan babi, pada selain bejana, maka tinggal cuci saja seperti mencuci kencing. Tolong lihat fikihnya, karena keadaan pencucian najis ini tergantung pada airnya. Kalau airnya dibawah sekitar 384 liter, maka setelah mencuci benda najisnya, harus disiram lagi satu kali, kalau selain kencing dan dua kali kalau kencing. Jadi semua pencucian kencing 3 kali dimana sekali untuk membersihkan benda kencingnya dimana hal ini bisa berulang- ulang sampai bendanya hilang.
Dan cucian ke dua dan ke tiga itu untuk membersihkan hukum najisnya. Dan air yang sedikit ini, bisa karena memang sedikit, atau diambil dari air banyak tapi dalam tempat yang kecil. Artinya tidak nyambung dengan yang banyak itu. Nah, air sedikit ini, hukumnya, kalau terkena najis, maka ia menjadi najis dan bisa memindahkan najis tsb kemana-mana. Jadi, kalau mencuci najis dengan air sedikit (dibawah 384 liter), maka hati-hati supaya tidak mercik ke mana-mana dan ke kita dimana akan membuat daerah yang diperciki itu menjadi najis..
Tapi kalau mencuci dengan air banyak (384 liter ke atas) yang dalam keadaan nyambung, atau dengan air sumber yang dalam keadaan menyambung (tidak diambil dengan gayung misalnya) atau dengan air pamp, atau air sungai, atau hujan ...asal dalam keadaan nyambung dan tidak dipisah dengan tempat atau apa saja hingga menjadi kurang dari 384 liter, maka setelah mencuci benda najisnya itu, cukup disiram atau dicelupkan sekali lagi saja. Dan bahkan banyak yang melakukannya dengan sekali cucian untuk semuanya, dengan alasan bahwa pada ujung penyelupan atau penyiram yang nyambung itu benda najisnya sudah pergi dan lanjutan celupannya atau siramannya yang menyambung itu, adalah membersihkan hukum najisnya.
Untuk bejana yang kena jilatan anjing maka sebelum dicuci dua kali dengan air apapun, ia harus disapu dengan debu kering dan hati-hatinya disapu lagi dengan debu lembap. Tapi kalau dijilat babi, maka setelah dengan debu itu dicuci sebanyak 7 kali. Masih banyak rincian terhadap hal ini dimana tolong merujuk ke buku-buku fikih, dan atau perlu dibuatkan catatan khusus.
Tentu saja, walaupun anjing darat dan babi darat itu najis, kalau menyentuhnya dalam keadaan kering, baik anjingnya dan kitanya, maka najisnya tidak pindah ke kita atau ke apa saja yang disentuhnya. Jadi, hukum pencucian badan tadi hanya kalau dua-duanya atau salah satunya yang saling bersentuhan itu dalam keadaan basah.
Sinar Agama: Yustanur: Kan sudah di atas itu. Yakni apapun yang najis dan haram dimakan, kalau dalam menjual dan membelinya itu bukan untuk dimakan, misalnya untuk pupuk, maka tidak haram. Atau tidak untuk digunakan kepada yang haram-haram, baik konsumsi atau haram lainnya. Anda menjual pisaupun, yang jelas halal, akan tetapi kalau suatu saat anda tahu bahwa yang membelinya itu untuk membunuh orang, maka haram menjual ke orang tsb.
Sinar Agama: Sakran: Kopi luwak itu jelas haram karena dua alasan:
(1). Terkena najis. Karena kotoran dan kencing luwak itu najis. Karena ia termasuk binatang haram dan kalau disembelih darahnya muncrat atau dengan tekanan (nafasu al-saailah). Karena itu kotorannya najis. Akan tetapi kopinya, karena ia tidak tergeling, bisa saja disucikan. Artinya setelah disucikan dengan cara di atas itu, misalnya dihilangkan dulu benda najisnya (kotorannya) lalu setelah itu diibilas sekali lagi atau dimasukkan ke air banyak itu sekali saja, sudah menjadi suci. Tapi kesuciannya ini tidak menyebabkan halalnya. Karena sebab-sebab haram itu banyak, seperti menjijikkan secara umum.
(2). Menjijikkan. Kita tidak boleh melihatnya setelah disangrai dan dihaluskan. Karena waktu sudah tidak lagi menjijikkan. Kita dalam menerapkan hukum, harus melihat asalnya, yaitu tai atau kotoran luwak. Kalau kita berikan kotoran itu pada pencandu kopi luwak sekalipun, maka ia pasti akan merasa jijik. Nah, karena itu, walaupun kopi luwak itu bisa disucikan dari najis, akan tetapi ia tetap haram karena menjijikkan secara ’urf atau umum. Wassalam.
Yus Ta Nur: Terimakasih ustad...artinya kalau uang hasil jual beli tsb kita belanjakan lagi untuk konsumsi juga halal ustad..? Maaf udah tua nich lelet hehehe
Sinar Agama: Yustanur, benar begitu, yakni ketika menjual atau membelinya sudah halal, maka uang tersebut bisa untuk apa saja yang halal. Seperti makan-minum, naik haji, beli baju untuk shalat ...dst.
Sinar Agama: Poeput, ok, sama-sama.
Anandito Birowo: Afwan kemarin saya kirim istifta rahbar tentang kopi luwak, hukumnya halal. Coba saya cari di email saya jawaban rahbar tentang kopi luwak, nanti saya copy paste di sini.
Fadly Ilyas Dg Liwang: Wah rame nih komentarnya... jadi ingat waktu di jogja karena pada doyan makan lele...
Anandito Birowo: Jawaban rahbar tentang kopi luwak (sent by email tgl 26 feb 2011, no perta- nyaan 97635): Jika biji kopi tersebut tidak dianggap sebagai kotoran yang menjijikkan secara ‘urfi, maka dibolehkan mengkonsumsinya.
Besse Tanra Wajo: Salam ustad. Gimana hukumnya cacing dan kutu rambut serta urine dikon- sumsi sebagai pengobatan? Syukron.
Aziz Enrekang: Kayaknya ini masalah tafsir menafsirkan atau tingkatan memahami fatwa rahbar? Sama sama berpegang pada fatwa rahbar, hehehehe
Sinar Agama: Jiran, antum coba baca dengan cermat, jawaban Rahbar hf di atas yang antum nukil itu. Perhatikan kata kalaunya. Dan saya sudah menjelaskan bahwa ia adalah tahi yang menjijikkan secara umum.
Sinar Agama: Basse, cacing, kutu rambut dan urine jelas haram. Dan saya pernah tanya ke kantor Rahbar hf hukum menjadikan barang haram sebagai obat. Jawabannya, tetap haram. Karena itu, saya sudah menjelaskan di atas, bahwa kalau terpaksa berobat dengan yang haram karena sudah tidak terjangkau yang halal, maka beristighfar dan kalau najis, maka tangan dan mulut serta perkakas yang dipakai dicuci dengan syar’ii.
Sinar Agama: Tolong kalau memahami fatwa itu harus lengkap kalimatnya. Kalau ada kalaunya, diperhatikan. Karena kalau itu adalah syarat hukumnya. Jadi, kalau kopi luwak itu tidak menjijikkan secara umum, maka ia adalah halal. Tapi ternyata kan menjijikkan. Karena itu ia adalah haram. Lihat lagi penjelasan di atas.
Anandito Birowo: Afwan kalau saya memahami fatwa rahbar bahwa kopi luwak itu halal, Karena
1. Redaksi jawaban fatwa itu sendiri cenderung ke arah halal: ”Jika biji kopi tersebut tidak dianggap sebagai kotoran yang menjijikkan secara ’urfi, maka dibolehkan mengkonsumsinya.”
2. Biji kopi luwak jelas beda dengan kotoran luwak, tidak sama dengan kotoran luwak yang menjijikkan. Orang yang hobi minum kopi luwak jika disodori biji kopi luwak tidak akan menganggap itu sebagai kotoran yang menjijikkan. Tentu dalam keadaan tidak belepotan kotoran luwaknya, sama seperti orang yang membeli telur ayam /bebek pasti menghindari telur yang belepotan kotoran.
3. Tidak menutup kemungkinan, beberapa orang ada yang menganggap biji kopi luwak itu menjijikkan, nah mungkin bagi mereka yang menganggap biji kopi luwak itu sebagai kotoran luwak ya hukumnya haram. Demikian pemahaman saya terhadap fatwa rahbar tersebut.
Sinar Agama: Jiran,:
(1). Dalam kalimat itu sudah jelas dikatakan bahwa: “Jika biji kopi tersebut tidak dianggap sebagai kotoran yang menjijikkan secara ‘urfi, maka dibolehkan mengkonsumsinya.”
Nah, maksud dari fatwa ini adalah kalau biji-bijian yang keluar dari perut, tidak membawa tahinya, maka ia dihukumi suci. Dan hal ini dapat dipahami dengan fatwa-fatwa lainnya. Misalnya keluar biji jagung dari dubur kita, kalau dia tidak membawa kotoran yang najis, maka ia dihukumi bersih/suci.
Tapi untuk memakannya, dilihat dulu, apakah ia dihukumi tahi atau bukan. Kalau tidak dihukumi tahi, maka bisa dimakan.
Ini pemahaman pertama dari fatwa di atas.
(2). Setelah kita mengetahui fatwa tentang tidak najisnya benda yang keluar dari perut dengan tidak membawa kotoran, maka kita dapat memahami, bahwa kalaulah membawa kotoran, maka benda tersebut, bisa disucikan. Karena intinya, ketika ia tidak tergiling di dalam perut dan keluar sendirian (tanpa kotoran), maka secara zatnya, ia bukan kotoran, akan tetapi benda yang sekedar lewat dalam perut.
(3). Akan halnya kopi luwak, maka jelas dia terjebak dengan dua prinsip keharaman. Pertama, sebagai tahi. Karena keluarnya biji-biji kopi itu tidak sendirian seperti biji jagung yang saya contohkan di atas itu. Kopi luwak, benar-benar adalah tahi yang keluar dari perut luwak. Karena biji-bijinya itu bergerombol dan belepotan tahi-nya. Jadi, dia adalah tahi, bukan kopi yang keluar sendirian dan tidak membawa tahi.
(4). Ke dua, kopi luwak itu adalah jelas menjijikkan. Karena yang jadi ukuran, sudah saya katakan di atas, adalah ketika keluar dari perut luwaknya itu, bukan setelah diolah. Karena itu, sajikanlah kotoran luwak itu pada pecandunya sebelum dibersihkan. Maka sudah pasti dia akan kejijikan kecuali memang tidak normal.
(5). Tambahan: Kalau ukuran jijik yang mengharamkan ini diurai dan diolah dulu, maka tidak akan ada yang menjijikkan di dunia ini. Karena semua yang menjijikkan itu bisa diolah dan dibuat menarik.
Wassalam.