Tampilkan postingan dengan label Takliifii & Wadh"ii. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Takliifii & Wadh"ii. Tampilkan semua postingan

Selasa, 09 Oktober 2018

Perkawinan Dini (Antara Modernism dan Ortodokism)



Seri tanya jawab: Wirat Djoko Asmoro dan Sinar Agama
by Sinar Agama (Notes) on Thursday, June 30, 2011 at 11:55 pm



Wirat Djoko Asmoro: Assalamualaikum ustadz, afwan saya mau tanya, bagaimana menurut ust tentang sesuatu yang halal tapi kurang baik bagi satu fihak ato beberapa fihak, contoh penikahan dini, pernikahan yang hanya didasari nafsu ato materi belaka.. makasih. 


Sinar Agama: salam dan terimakasih pertanyaannya: 

(1). Kalau dilihat hukumnya tetap halal. Karena kawin itu bukan seperti ibadah. Hukum Islam atau syariat itu ada dua macam: Takliifii (yang menghukumi perkerjaan manusia secara langsung seperti haram, mubah, sunnah, makruh dan wajib) dan Wadh’ii (yang hukum awalnya bukan hukum yang lima itu tapi dalam bentuk lain seperti syah, tidak syah, syarat, perkawinan ...dan seterusnya). 

(2). Biasanya hukum wadh’i ini memiliki syarat-syarat tersendiri dan, biasanya tidak ada syarat ikhlash dan semacamnya. Misalnya antum melakukan mu’malah atau jual beli. Maka syahnya jual beli (salah satu hukum wadh’ii) ini tidak perlu kepada ikhlash. Jadi, kalau antum membeli baju karena selera antum, bukan karena Allah, jual belinya tetap syah. Begitu pula juga tentang kawin. Antum kawin karena harta dan semacamnya juga tidak membatalkan hukum kawinnya. Antum mungkin menyoroti karena harta, tapi antum lengah menyoroti karena kecantikan dan ketampanan yang umum dilakukan kita atau bahkan antum sendiri. Nah, kalau kalau kawin karena harta tidak syah, maka kawin karena kecantikan atau karena kesukaan atau lebih parah lagi karena kecintaan pada calonnya, lebih tidak syah lagi. 

(3). Kawin dini, adalah istilah modern yang dibawa oleh jaman modern. Perlu antum ketahui, perkawinan dini hampir mirip dengan istilah teroris bagi pejuang kemerdekaan Indonesia atau negara-negara lainnya dikala menghadapi penjajah. Tentu untuk menetralisir istilah yang lebih kejam itu, yaitu penjajah yang mereka lakukan. Seperti sekarang wahabi yang masih menjajah Madinah dan Makkah, atau israel yang menjajah Palestina. 

(4). Kawin dini, adalah istilah yang memiliki konotasi mengolok, mengejek dan merendahkan. Padahal ia adalah ajaran Islam yang digalakkan. Karena itulah maka dalam hadits dikatakan, setiap sesuatu semestinya dikerjakan dengan perlahan kecuali 3 perkara, membayar hutang, mengawinkan putri yang sudah baligh dan memnguburkan orang yang telah meninggal. 

(5). Memang, yang saya katakan di atas itu, adalah dasar ajaran Islamnya. Tapi ajaran dan hukum ini, tidak baku dalam artian tetap dianjurkan seperti itu walaupun ada hal lain manabraknya (ta’aarudh). Karena itulah saya sering mengatakan bahwa yang tahu Islam itu hanyalah ulama. Karena mereka benar mengkaji dalam bentuk sistematis dan bertahap dan bukan karena keperluan. Mungkin teman-teman juga belajar Islam, tapi dikala ada yang ditanya. Karena itu kalau tidak sedang menghadapi masalah, maka ia sibuk dengan hal lainnya. Belajar Islam seperti ini, tidak mungkin membuatnya seorang spesialis agama. 

Nah, kembali kepada masalah kita, kawin yang digalakkan di awal kedewasaan bagi wanita itu, dalam istilah modern diolok sebagai kawin dini. Dan bukan karena itu saja, tapi mereka bahkan memerangi hukum Islam yang satu ini dengan memakai istilah “Membela hak-hak anak”. Mereka ini tidak sadar bahwa mereka sedang berperang dengan hukum Tuhan dan Tuhan itu sendiri. 

(6). Perkawinan dini itu jelas merupakan ajaran Islam dan mendasar. Akan tetapi, ia bisa ada tarik ulurnya, tergantung kepada ikhtiar manusia itu sendiri yang, biasanya tercuat dalam bentuk budaya budaya yang baru. Misalnya, di jaman dulu, dimana kehidupan masih sederhana, untuk menuju jenjang perkawinan tidak diperlukan banyak ilmu, karena yang akan dihadapinya memang tidak rumit. Tapi sesuai dengan perkembangan manusia, seperti sekarang ini, maka kehidupan menjadi lebih komplek dan tidak mudah dihadapi. Sehingga karena hal itulah maka bekal perkawinan mesti ditambahkan. Misalnya pendidikan anak. Karena itulah maka dianggap baik, kalau kawinnya anak tersebut setelah membekali diri dengan berbagai wacana. Karena itulah maka perkawinan dini tidak banyak disukai lagi. 

(7). Terlepas dari benar tidaknya teori modern ini, yakni apakah ia bersifat hakiki atau menakut- nakuti saja, kalau pernyataannya itu tidak dalam rangka memerangi hukum dasar islam tadi, maka jelas tidak menjadi masalah. Tapi kalau dalam bentuk rongrongan kepada hukum dasar tersebut, apalagi mengoloknya dan anti pati terhadapnya, maka ia jelas perang dengan Islam dan pemiliknya. 

(8). Tapi kalau sekedar dijadikan sebagai salah satu pilihan, maka ia jelas tidak memiliki masalah. Karena kawin itu adalah sunnah. Dan jangankan melambatkan sunnah, tidak melakukan sunnah saja tidak masalah. Kalau Nabi saww mengatakan bahwa yang meninggalkan sun- nahku bukanlah dari golonganku, maksudnya mau menekankan bahwa hukum kawin itu sunnah yang ditekankan, bukan berarti wajib dan yang tidak kawin nanti diusir dari barisan beliau saww. 

(9). Namun demikian, karena kita tahu bahwa Islam itu agama akhir jaman, dan telah pula memberikan tekanan-tekanan untuk mempercepat kawin ini, maka sangat mungkin bahwa prediksi-prediksinya meliputi segala jaman dimana termasuk yang modern ini. Karena itu, kalau hal ini benar, maka barakah dari mempercepat perkawinan itu akan menjadi semakin hilang dan, sebagai gantinya bencana sosial seperti kemaksiatan pergaulan.

(10). Bayangin saja, dimana ada suatu tempat sekarang ini yang memandang jelek pacaran itu? Pacaran, pegangan dan ciuman di luar nikah, hampir tidak ada yang menjelekkannya dan, mungkin mayoritas melakukannya. Yang jelek, itupun tidak semua, hanyalah kalau sampai kumpul (bersetubuh). Dan lebih parah cinta menyinta itu sudah dimulai sejak sekolah dasar (SD). Tidak heran kalau ada berita seperti ini: 

“Jakarta – KabarNet: Perang melawan kemaksiatan di negeri ini tampaknya masih belum akan usai. Betapa tidak, hasil survei yang yang diselenggarakan oleh Komisi Nasional Perlindungan Anak (KOMNAS-PA) baru-baru ini mengungkapkan bahwa sebanyak 62,7 persen siswi SMP sudah pernah melakukan hubukan seks pra-nikah, alias tidak perawan. Sementara 21,2 persen dari para siswi SMP tersebut mengaku pernah melakukan aborsi ilegal. Dari survei yang diselenggarakan KOMNAS-PA tersebut terungkap bahwa tren perilaku seks bebas pada remaja Indonesia tersebar secara merata di seluruh kota dan desa, dan terjadi pada berbagai golongan status ekonomi dan sosial, baik kaya maupun miskin.” 

Antum tahu, pacarannya saja sudah dosa dan sangat jelek, tapi menganggap pekerjaan itu biasa. Sementara yang menganggapnya adalah budaya kaum muslimin, kejelekan dan dosanya, sangat jauh di atas dosanya itu sendiri. Inilah salah satu dari yang sering saya katakan sebagai penyakit kronis atau AID yang tidak bisa disembuhkan dimana kalau Tuhan tidak mengharamkan putus asa, maka kita sudah tidak akan lagi mengurusi umat seperti ini. 

Terus terang, saya seperti mau muntah melihat wanita aktifis Islam yang senyam senyum tak berharga atau habis memberikan materinya dibonceng teman lekaki yang konon aktifis juga. Ini Islam apa? 

Nah, semua itu akibat dari apa? Akibat dari hanyutnya mereka ke kehidupan yang dikatakan modern dan maju ini dimana sebenarnya kemajuannya hanya terjadi pada ilmunya semen- tara peradabannya terperosok dalam budaya syaithan (barat) hingga mereka bukan saja jauh dari Islam, tapi tidak sering menjadi penentang Islam yang atas nama Islam. 

(11). Karena itulah, maka kita boleh memilih ilmu dulu sebelum kawin, kalau tidak membuat kita jatuh ke dalam jahannam sosial. Jadi, kalau mau belajar dulu sampai jadi Doktor, silahkan saja, tapi harus menjaga pergaulannya sesuai dengan Islam dasar, bukan hukum pergaulan Islam modern yang penuh dengan jebakan dan kepalsuan ini.

(12). Iran yang sekarang ini, bisa dijadikan contoh yang terbaik sejak adanya manusia di muka bumi ini. Pendidikannya tinggi, tapi dibarengi dengan hukum negara yang Islami non ortodoki. Dia Islam yang memiliki hukum-hukum dasar, tapi di waktu yang sama, tidak mengandungi ortodokis kriminalis seperti wahabi, yang main bakar, rusak bangunan, dan gorok leher. Dia senyum dan memberi hadiah kepada anak yang kawin dini, tapi dalam waktu yang sama melindungi yang mau melanjutkan pendidikannya ke jenjang yang sangat tinggi. Dia tidak hanya pandai berkata haram dan halal, tapi juga mempersiapkan sosial yang sehat. Sekolah, sejak SD sudah tidak campur. Baru di masa kuliah bisa campur. Sementara dari SD sampai SMA sudah diberikan bekal Islam yang argumentatif non ortodokis anarkis. Di samping diberikan pendidikan Islam argumentatif, ia juga dilindungi dari polusi-polusi yang mungkin ada. Karena itu, kalau ada lelaki duduk di dekat sekolah wanita, langsung akan disuruh pergi sama polisi. 

Saking sehatnya sosial Iran, maka di negara yang menghalalkan mut’ah itu, dan banyak janda syahid itu, saungguh dan sungguh, bisa dikatakan mustahil mendapatkan mut’ah. Kecuali yang memang dari sononya sudah kurang sehat (seperti aliran anti Islam, atau yang abangan). Dan mereka dalam tidak melakukan mut’ah itu, bukan karena tidak memiliki nafsu atau karena anti mut’ah, tidak demikian. Akan tetapi karena mereka memiliki harga diri dan kesucian diri yang sudah dibekali Islam sejak dari kecil dan di sekolah-sekolah itu. Yakni harga diri dan malunya, benar-benar bisa menepis semua nafsunya dari dalam dan mendasar. Yakni tidak pakai polisi atau ancaman orang tua. 

Memang Iran bukan surga akhirat, tapi ia surga dunia ini. Artinya ia adalah sosial terbagus yang tidak bisa dicarikan tandingannya, walau ada orang yang tidak Islaminya atau abangannya. Karena mereka itu sangat sedikt hingga mereka termasuk pinggiran budaya asli dan budaya dasarnya. 

Bayangin saja, di negara yang sudah mengharuskan hijab bagi perempuan kalau di luar rumah, dan hukum ini adalah salah satu hukum dasar Islam yang telah diperjuangkan dengan ratusan ribu syahid dan negaranya setelah itu direferendumkan dengan capaian suara 98 persen (untuk negara Islam), ketika mereka melihat di pasar-pasar wanita-wanita bukan muslim, atau anti negara islam atau abangan (yang semuanya mereka itu sangat sedikit), yang tidak benarnya hijabnya sudah mencapai tidak bisa ditolerir lagi, maka yang turun ke jalanan untuk patroli adalah polisi Islam yang bercadar. Tapi jangan salah sangka. Mereka tidak langsung main tangkap dan sergap. Melainkan menasihati mereka dengan penuh santun dan sepenuh hati. Sampai-sampai orang-orang yang dinasihati di pasar dan di depan umum itupun, ketika ditanya wartawan TV, mereka menjawab: “Sangat terharu karena dinasihati dengan lembut dan bijaksana”. Ingat, yang dinasihati itu bukan tidak pakai kerudung, tapi karena rambutnya masih banyak yang terlihat dimana sudah tidak bisa ditolerir lagi. 

Inilah Islam yang sebagian rakyatnya memilih kawin dini, dan sebagian lagi tidak, akan tetapi dilindungi dengan sosial yang sehat. 


Dan ajibnya, kalau sudah masuk bangku kuliah, mereka benar-benar dirangsang untuk kawin. Sebelum kawin saja sudah berbagai tunjangan keuangan mereka dapat (seperti begitu lahir mendapat 10 juta, tiap tahun dapat 1 juta, tiap bulan dapat 400 ribu untuk belanja di rumahnya, sekitar 200 ribu bantuan kuliah, asuransi kesehatan ...dll) dan menjelang kawin, yakni dimasa kuliah yang dianjurkan kawin, dibantu dengan berbagai kemudahan. Seperti tunjangan kawin (misalnya 20 juta untuk sewa rumah), biaya pesta kawin (yang biasanya masal di kampus dan tiap tahun ribuan pasang), hadiah kulkas, tv dan semacamnya. 

Nah, semua itu adalah perlindungan nyata bagi menjaga anak-anak bangsa supaya tidak bejat dan jadi syaithan perusak di muka bumi ini yang sering mengatasnamakan Islam. 

Wassalam.




اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وآلِ مُحَمَّدٍ وعَجِّلْ فَرَجَهُمْ