Tampilkan postingan dengan label Imam Mazhab. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Imam Mazhab. Tampilkan semua postingan

Sabtu, 15 Desember 2018

‘Allaamah Hilli dan Sulthaan Muhammad Khudaabandeh



Seri menjawab Fitnahan Ilham Kadir
by Sinar Agama (Notes) on Monday, March 18, 2013 at 10:43 pm


Ilham Kadir: Sayang ya tak dimuat, kalau dimuat kan pasti saya tanggapi lagi, padahal saya ingin sekali menulis cerita di bawah ini: Mohammad Reza Pahlavi, Shah Iran yang lahir di Tehran, Iran, 26 Oktober 1919 – meninggal di Kairo, Mesir, 27 Juli 1980 pada umur 60 tahun adalah kaisar Iran dari 16 September 1941 hingga Revolusi Iran pada 11 Februari 1979. Beliau pernah berhasrat untuk mendamaikan Syiah dan Sunni, maka diundanglah para ulama kedua aliran yang tidak akan pernah akur itu. Sampai waktu dimulainya acara pertemuan, ulama Syiah sudah para datang, namun sayang dari pihak Sunni belum ada yang terlihat kecuali satu orang tua bungkuk menjepit sandal jepit diketiaknya. Ulama-ulama Syiah bertanya kepada ulama Sunni itu. Apa yang kamu jepit di ketiakmu? “Sandal” jawabnya. “Kenapa Kamu bawa-bawa sandal jepit kesini?” tanya ulama Syiah kembali. “Karena saya mendengar di zaman Rasulullah ada orang Syiah pernah mencuri sandal!”, jawab ulama Sunni itu. Mendengar pernyataan itu, para ulama syiah serentak menjawab, “Mana ada Syiah di zaman Rasulullah?”, ulama Sunni yang bijak itu berkata,”Cukuplah, selesai sudah pertemuan ini. Darimana kalian mengambil agama kalian?” 

Ismail Amin: Akhi ust. Ilham, antum peneliti ilmiah, dari mana sumbernya cerita antum di atas? Kita sudah terlalu banyak dicekoki berita-berita tanpa sumber, dan itu tanpa beban disebar sedemikian mudahnya apalagi jika itu berkaitan dengan Iran dan syiah. Syah Reza baru puluhan tahun lewatnya, belum ratusan tahun. 

Dimasanya sudah ada koran, tv dan media-media lainnya sehingga apapun kegiatan penting yang dia lakukan bisa dengan detail diketahui. Kapan pertemuan itu terjadi? Di mana? Siapa orang tua bungkuk yang mewakili sunni itu? Dan siapa juga nama ulama-ulama yang mewakili syiah? Di media mana berita tentang pertemuan itu dimuat dan seterusnya... Jangan berdalih dengan menggunakan ‘katanya’, sebagaimana kebanyakan ikhwan yang sering menyebar fitnah negatif tentang Iran, tapi tidak mampu membuktikan... Silahkan, ada baiknya kita diskusinya di sini saja, jika antum berkenan dan punya waktu.. 

Ilham Kadir: Saya pernah baca di salah satu majalah berbahasa Arab, saya sedang berusaha carikan nama majalahnya, karena barang itu ada di Sinjai, rumah salah seorang ustadz... saya sudah pesan 2 minggu yang lalu tapi belum ada kabar... insya Allah apa yang saya sampaikan itu bisa saya pertanggungjawabkan. 

Sinar Agama: Salam dan terimakasih tag-annya. Saya sebenarnya, karena banyak pertanyaan di dinding dan inbox yang sampai puluhan pertanyaan tiap hari, tidak ingin ikut campur urusan diskusi antara akhi Ismail dengan akhinaa Ilham ini. Akan tetapi karena cerita karangan dari Ilham sepintas dipercaya oleh akhi Ismail, maka saya perlu membantu keduanya mendapatkan cerita yang sebenarnya. Saya katakan sepintas karena saya memang tidak membaca semua diskusinya. 

Bantuanku untuk mereka adalah

1- Cerita yang ditulis oleh Ilham itu jelas merupakan dikarang Ilham sendiri dan kalaulah ia menukil, maka menukil dari pengarang cerita yang jelas-jelas tanpa bukti. 

2- Kepalsuan cerita itu tampak dari isi ceritanya yang tampak dari jawaban ulama syi’ah terhadap dalil si bungkuk yang mengatakan bahwa ia membawa sandalnya karena di jaman Nabi saww ada orang syi’ah mencuri sandal. Lalu ulama syi’ah mengatakan bahwa di jaman Nabi saww tidak ada syi’ah. Ini jelas jawaban syi’ah ala khayalan si Ilham. Karena jangankan di hadits- hadits syi’ah, di hadits-hadits sunnipun dinyatakan bahwa kata-kata syi’ah itu, pertama kali dikatakan oleh Nabi saww Saya sering kali menukil hadits-hadits sunni ini, misalnya: 
  • 2-a- Rasul saww bersabda +/-: (a): “ Engkau (Ali) dan syi’ahmu (pengikutmu) mendatangiku di telaga (di akhirat)”, dan yang semacamnya (al-Majma’ dari Thabari: 9:131; Kunuzu al- Haqoiq 188; al-Isti’ab2:457; Mustadrak 3:136; Tarikh Baghdad 12:289; al-Shawaiqu al- Muhriqoh 66;). 
  • 2-b- Rasul saww bersabda: “ Engkau (Ali) dan syi’ahmu di surga.”, dan semacamnya (Hilyatu al-Auliya’ 4:329; e): Tarikh Baghdad, 12:289, 358; Majma’ 9:173 dari Abu Hurairah; al- Shawaiqu al-Muhriqoh 96; al-Ryadhu al-Nadhrah karya Thabari 2:209; Kanzu al-‘Ummal, 2:218; al-Muntukakhob min Shehhatu al-Sittah 257;). 
  • 2-c- Rasul saww bersabda: “Mereka adalah kamu -Ali- dan syi’ahmu.” ketika menjelaskan khairu al-bariyyah (paling bagusnya manusia QS: 98:7). (Lihat di: Syawahidu al-Tanzil 2:356-366 hadits ke: 1125 – 1149; al-Shawaiqu al-Muhriqoh 96; Tafsir al-Durru al-Mantsur 6:379; Tafsir Thabari, 30:146; dan lain-lain). 
Dan banyak lagi kata-kata syi’ah (pengikut) dimana sekitar 200 kata-kata “Syi’ah Ali as” (Pengikut Ali as) yang keluar dari lisan suci Rasul saww dan yang ada di riwayat-riwayat sunni yang mana Nabi saww mengabarkan tentang barbagai hal, seperti Paling afdhalnya manusia, masuk surga, diridhai, yang ...dan seterusnya. Yaitu di kitab-kitab sunni di bagian yang menerangkan sekitar tentang ayat atau kata yang berbunyi “Khairu al-Bariyyah”, “al- Faaizuun”, “Radhiallah ‘Anhum”, yakni dari yang terjangkau saya. Dan diantaranya seperti kitab-kitab: Tafsir al-Durru al-Mantsur; Tafsir al-Muharriru al-Wajiz; Tafsir al-Alusiy; Tafsir Thabari; Tafsir Haqqu; Tafsir Ruhu al-Ma’ani; Tafsir Fathhu al-Qodir; Bashairu al-Tamyiz; al-Shawaiqu al-Muhriqoh; al-Muntukaqa; Nazhmu Durari … dan seterusnya. 

3- Dengan semua penjelasan itu, maka jelas bahwa Pengasas dan pendiri syi’ah Ahlulbait yang makshum, adalah Allah melalui kenjeng Nabi saww. Karena itulah, maka keterlaluan sekali khayalan si Ilham yang mengatakan bahwa di jaman Nabi saww tidak ada syi’ah, sementara Nabi saww sendiri mengatakan bahwa syi’ah Ali as (Ahlubait as) adalah yang akan selamat dan akan mendatangi beliau di telaga yang berada di surga, atau syi’ah itu paling afdhalnya manusia, atau yang akan selamat ...dan seterusnya. seperti yang hadits-haditsnya sudah dinukilkan di atas. 

4- CERITA YANG SEBENARNYA

Sebenarnya, siapapun pengarang cerita di atas itu, mau meniru kejadian sejarah masuknya raja Iran yang masuk syi’ah yang tadinya sunni. Si pengarang itu sakit hati, hingga mengarang apa yang dinukilkan si Ilham itu. 

Suatu jaman Iran dipimpin oleh raja sunni yang bernama Sulthaan Muhammad Khudaabandeh. Ia merupakan raja ke 11 dari silsilah Ilkhaaniyaan yang masuk syi’ah di tangan ‘Allaamah al- Hilliy di tahun 709 H. 

Sejarah ini ada di setiap kitab sejarah dan kitab ulama yang menerangkan tentang Iran dan kerajaan-kerajaan Islam yang ada di sana. Suatu hari sang raja, karena emosi, mencerai istrinya tiga kali sekaligus. Setelah, marahnya hilang, ia sedih. Karena ia tidak bisa kembali lagi ke istrinya tanpa dikawinkan dulu dengan orang lain dan orang lain itu mencerainya atau mati. Sebagaimana maklum ketika istri dicerai tiga kali, maka suaminya tidak boleh kembali lagi kecuali kalau istrinya itu kawin dengan orang lain dan menjadi janda setelah itu (baik dicerai atau ditinggal mati suami barunya itu). 

Akhirnya ia memanggil semua ulama 4 madzhab sunni yang merupakan mayoritas madzhab yang dianut di Iran kala itu. Semua ulama madzhab sunni, karna ikut Umar dalam tiga kali cerai dalam satu majils ini, maka mereka semua mengatakan bahwa memanglah harus dikawinkan dulu dengan orang lain dan baru setelah cerai maka bisa kembali lagi, karena cerainya itu sudah dikatakan cerai Baain sebagaimana ditentukan di fikih. 

Sebagaimana dimaklumi dalam sejarah cerai tiga kali sekaligus ini, adalah ciptaan Umar bin Khathab ketika jadi khalifah. Dengan tujuan supaya para suami tidak gampang-gampang mengucapkan cerai ketika marah. Padahal, di Qur'an, diwajibkan adanya 2 orang saksi adil kalau mau cerai (QS: 65: 2). Begitu pula, cerai tiga kali ini dimana suami tidak bisa lagi rujuk kecuali kalau istrinya sudah kawin lagi dengan orang lain dan menjadi janda setelah itu, dan dimana diistilahkan sebagai “Cerai Baain”, harus diselangi dengan rujuk sang suami yang menceraikannya dalam setiap kali cerai. Artinya, cerai pertama harus ada rujuk dulu dari suaminya sebelum iddahnya habis. SEtelah rujuk, kalau cerai lagi, maka bisa lagi rujuk sebelum iddahnya habis. Tapi cerai ke tiga, maka tidak boleh lagi rujuk dan harus menunggu istrinya kawin dengan orang lain dan menjadi janda, baru setelah itu ia bisa kawin lagi dengannya (bukan rujuk yang tidak pakai aqad nikah). 

Karena si Sulthaan ini pusing, maka tanya-tanya lagi ke penasehatnya apakah masih ada lagi golongan lain dari Islam yang bisa ditanyai pendapatnya. Akhirnya dipresentasikannyalah sang ‘Allaamah al-Hilliy ra yang merupakan orang alim syi’ah kala itu. 

Ketika beliau ra diundang untuk dipertemukan dengan para ulama sunni itu, maka terjadilah peristiwa membawa sandalnya di jepitan ketiaknya itu. 

Ketika ditanya mengapa beliau ra membawa sandal, ia berkata takut dicuri sunni, karena dulu sandal Nabi saww dicuri Abu Hanifah (imam madzhab sunni Hanafiah). Sang ulama Hanafiah yang sudah datang duluan itu marah-marah dengan mengatakan “Tidak mungkin Abu Hanifah mencuri sandal Nabi saww karena ia belum lahir kala itu.” ‘Allaamah Hilli ra mengatakan: “Oh saya salah, yang benar dicuri Ahmad Bin Hanbal (imam madzhab sunni Hanbaliah).” Karuan saja ulama yang dari madzhab sunni Hanbali marah-marah dan berucap seperti yang dikatakan ulama sunni Hanafiah itu. Begitu seterusnya ‘Alaamah Hilli menyebutkan satu persatu dua imam lainnya dari imam madzhab sunni, yakni imam Maalik dan Syaafi’ii yang sudah tentu diiringi dengan kemarahan mereka dan pengulangan dalil ulama pertama yang mewakili Hanafiah itu. 

Akhirnya ‘Allaamah Hilli mengatakan kepada Raja

“Nah, itulah raja, mereka telah mengatakannya sendiri bahwa mereka telah mengikuti imam yang tidak pernah melihat Nabi saww. Bid’ah apa ini hingga mereka mengatakan bahwa 4 orang imam itu yang harus diikuti hingga kalau ada orang lain yang lebih alimpun kalau berfatwa beda dengan mereka maka tidak diikutinya? Sementara kami orang-orang syi’ah, berimam kepada imam Ali as yang merupakan jiwa Nabi saww sendiri dan saudaranya serta washinya.” 

Setelah itu sang Sulthaan bertanya: “....apakah talaq tiga dalam satu majlis itu telah jatuh talaq tiga? 

‘Allaamah Hilli bertanya: “Apakah ada saksinya waktu itu? ” Sulthaan menajawab: “Tidak.” 

‘Allamah berkata: “Kalau begitu talaq Anda batal karena tidak memenuhi syarat.” dan seterusnya. 

Akhirnya Sulthaan menyuruh ‘Allamah Hili ra untuk berdiskusi dengan mereka berempat. 

Akhir sejarah, sang Sulthaan masuk syi’ah dan sejak saat itulah maka syi’ah di Iran menjadi tumbuh kembali dan akhirnya menjadi mayoritas di Iran. 

Saya mungkin tidak akan masuk lagi dalam diskusi ini, ‘Allaahu A’lam. Semoga saja catatan kecil ini bermamfaat bagi semuanya. 

Wassalam.



اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وآلِ مُحَمَّدٍ وعَجِّلْ فَرَجَهُمْ