Tampilkan postingan dengan label Uang Mut'ah. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Uang Mut'ah. Tampilkan semua postingan

Jumat, 20 Desember 2019

Makna Uang Mut’ah di Sunni ?!


Seri tanya jawab Zainab Naynawaa dengan Sinar Agama November 2, 2013 at 4:14 pm


Zainab Naynawaa mengirim ke Sinar Agama: 17 April 2013

Dalam ajaran Sunni katanya Mut’ah haram tapi bila ada perceraian ada yang menuntut uang Mut’ah. Apaan tuh uang Mut’ah? Afwan Ustadz ini pertanyaan dari Sri Fathimah mohon dibantu.

HenDy Laisa, Indah Kurniawati, Eko Budi Prabowo dan 5 lainnya menyukai ini.


Neo Quisling: Nyimak.

Piliang Dtk Panjang: Seharusnya di tanyakan ke Ustadz-Ustadz Sunni yang alergi Syi’ah, apa tanggapan mereka. Tapi saya juga ingin tahu tanggapan Ustadz Sinar Agama. Sama-sama nyimak aja. Salam untuk semua.

Eko Budi Prabowo: Setahuku uang mut’ah tidak ada kaitan sama nikah mut’ah, yaitu uang pemberian kepada bekas istri. Cuma namanya sama.

Sinar Agama: Salam dan terimakasih pertanyaannya: Kata-kata mut’ah itu banyak sekali dipakai di fikih. Terutama haji dan perkawinan serta perceraian. Kata mut’ah yang ditanyakan itu, adalah suatu kata yang dipakai di perceraian.

Dalam bab pernikahan, di Sunni terutama, maskawin itu bukan syarat syahnya nikah. Hingga kalau kebetulan tidak menyebut mahar atau maskawin, maka kawinnya syah-syah saja tapi, jelas tetap harus memberikan maskawin kepada istrinya itu. Maskawin yang ditetapkan dalam nikah yang tidak menyebutkan maskawinnya ini, harus disesuaikan dengan keadaan istrinya dengan diukur dengan ukuran umum masyarakat. Misalnya apakah ia janda atau bukan, kaya atau bukan, darah biru atau bukan, dan seterusnya dimana secara umum, masing-masing klasifikasinya itu, memiliki harga maskawin yang umum diketahui masyarakat. Maskawin ini, dalam peristilahan fikih dikatakan dengan “Mahru al Mitsli” yang maksudnya “Maskawin dengan nilai umumnya“. Lalu apa hubungannya dengan Uang Mut’ah? Hubungannya adalah kalau istrinya yang dikawini tanpa menyebut maskawin itu, mau dicerai. Perceraiannya itu bisa terjadi di salah satu keadaan:

1- Terjadi setelah dijimak atau dikumpuli. Dalam hal ini, maka harus diberikan seluruh maskawin- nya yang berupa “Maskawin dengan nilai umumnya” itu.

2- Terjadi sebelum jimak atau dikumpuli. Dalam hal ini, maka apakah harus diberikan separuh dari maskawin dengan nilai umumnya itu sebagaimana kalau cerai dengan istri yang belum dikumpuli tapi dalam kawinnya disebutkan jumlah maskawinnya dimana harus memberi separuh maskawinnya? Ulama-ulama Sunni mengatakan bahwa tidak wajib diberi separuh dari nilai umumnya, tapi hanya wajib diberi hadiah saja yang sesuai. Nah, hadiah inilah yang disebut dengan “mut’ah atau “Uang Mut’ah”.




اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وآلِ مُحَمَّدٍ وعَجِّلْ فَرَجَهُمْ