Senin, 28 Oktober 2019

Iman Mutlak dan Iman Relatif (2)

11. Iman Mutlak dan Iman Relatif (2)

https://m.facebook.com/notes/abil-ghifari/iman-mutlak-dan-iman-relatif-2-serikomentar/74 8839735199436/?refid=21

Sinar Agama: Salam untuk semua:

Ya Allah...hanya Engkau yang tahu, bahwa aku tidak suka bertikai. Bahwa aku sering bingung harus berbuat dan menulis apa. Engkau melihat air mataku bercucuran karena rasa takut.

Ya Allah... hanya Engkau yang tahu keadaanku. Yang bingung harus menanggapi atau tidak sebuah fenomena, atau bingung harus menanggapi seperti apa menanggapinya. Hanya Engkau yang tahu, betapa aku tidak bergegas dalam melakukan sesuatu.

Ya Allah...hanya Engkau yang tahu kebingunganku dalam memilih sebuah pilihan, apakah harga diri seseorang dan sebuah kelompok, atau agama dan ajaranMu.

Ya Allah...hanya Engkau yang tahu bahwa aku memutuskan menulisnya di media karena bukunya sudah terbuka sendiri dan sangat berbahaya bagi Syi’ah yang relatif muda di tanah air tercintaku. Begitu pula bahkan bagi saudara-saudara Sunniku.

Ya Allah....hanya Engkau yang tahu dikala aku tidak enak tidur, makan dan bernafas, dikala aku dalam kebingungan yang nyata dalam mengambil sikap di antara saudara-saudariku di fb ini atau di alam nyata.

Ya Allah...sudah kuputuskan untuk membukanya semampu Engkau berikan ijin padaKu secara takwiniah dan syar’iyyah yang kupahami secara relatif.

Ya Allah...telah kujaminkan segala yang kupunya demi agamaMu. Aku yang dulu lahir dengan telanjang, kini aku siap untuk menjadi sedia kala, hanya demiagamaMu dan ajaran Nabi saww serta Ahlulbait as. Itupun secara relatif pahamanku mengenalMu, agamaMu dan jalanMu.

Ya Allah...kumohon padaMu, sudilah melindungi semua ikhwan dan akhwatku, dan segenap teman dan kolega, dari mudharat-mudharat yang dinyanyikan hawa nafsu dan dibuat-buat sendiri, dan agar pilihanku ini, memang sesuai dengan ridhaMu, bukan karena hawa nafsu hinaku, amin. Wassalam.

Sinar Agama: Saya terlalu keheranan melihat teman-teman menyarankan untuk datang pada penulis. Aneh banget, wallaahi. Ngeritiki buku yang tersebar kok ke penulis. Saya tidak mengingkari bahwa mengkritik itu juga bisa ke penulis langsung. Akan tetapi, seperti yang sudah saya katakan berulang-ulang, TIDAK HARUS.

Dan akhlak Islam dan Ahlulbait as itu, tidak mengharuskan hal itu. Karena mengeritik buku, atau tulisan, bisa dengan tulisan. Emangnya antum-antum kalau mau mengkriti bukan lain madzhab mendatangi orangnya, atau kalau pengarangnya sudah mati, lalu tidak mengkritiknya juga.

Kok ajib, kalau penulisnya selain Syi’ah, diobok-obok, tapi kalau Syi’ah, disuruh ke penulisnya. Wallahi aturan mana itu, fatwa siapa itu atau anjuran akhlak di kitab mana dan oleh para arif yang mana?

Sinar Agama: Akhlak dalam tulis menulis itu adalah berdalil, memahami tulisan orang dengan sebaik-baiknya dan menulis dengan bahasa yang ilmiahdan tidak kasar yang diluar batas keumuman penulisan. Itulah mengapa sebelum kita mengatakan akhlak itu, ini dan itu, tidak akhlak itu, ini dan itu, mesti mengerti Islam dulu dengan maksimal kemampuan yang ada di pendidikan yang ada yang dibuka untuk semua. Kalau kita malas mempelajari Islam dengan sungguh-sungguh dan istiqamah, maka tolong jangan buru-buru memberikan cara kerja akhlak. Karena bisa jadi akhlak yang diinginkan, justru tidak diinginkan oleh akhlak Islam itu sendiri.

Sinar Agama: Ra’syi banget, antum sesama fb ini, emangnya mendatangi dulu orang yang mau dikomentari sebelum menulisnya di kolom-kolom yang tersedia ini? Wallaahi ra’syih. Bayangin, kalau datang dulu, sebelum kemudian menulis di kolom, betapa akan kacaunya dunia ini.

Satu lagi, apakah antum yang mendukung kitab itu, sudah mendatangi penulisnya untuk klarifikasi maksudnya hingga antum setujui dan antum bela di fb ini? Kalau antum belum datang ke penulis, lah...kok kami yang disuruh datang ke penulis dan kalau kami tidak datang lalu disemprot dengan tidak akhlaki lah, tidak jentel lah, membuat kekacauan dan perpecahan lah...dan seterusnya. Wallaahi ra’syih.

Jadi, kewajiban dan keakhlakan serta ketidakmembuatan perpecahan, untuk mendatangi penulis itu, kalau hanya mau mengkritiknya di media sosial, bukan menyetujui dan membelanya di media sosial yang sama???!!!!

Abdul Malik: Sinar Agama kenapa nggak pake nama asli? Ini fb kayak pasar goib. Anak SD pun bisa dianggap ustadz....

Abdul Malik: Tapi perlu diucapkan terimakasih kepada Sinar Agama berkat antum memberikan statmen kontroversi yang membuat buku SMS makin laris. Makin dipersoalkan makin laris.

Sinar Agama: Abdul, nah...kan kamu pasti jauh di atas SD toh, silahkan buat hal yang sama kan kalau profesional, benar, ilmiah dan ikhlash kan akan dapat pahala banyak tuh. Nah, silahkan kamu buat yang sama dengan yang kita buat. Sebab semakin banyak teman-teman mengabdi, apalagi kan cukup dengan ilmu SD, maka saya dan teman-teman seperti saya lainnya, akan jauh tambah ringan. Semoga antum bisa melakukannya dan baik dan diterima Allah, amin.

Sinar Agama: Teman-teman, silahkan antum berpendapat dalam teori dakwah atau komunikasi atau diskusi di medsos atau di mana saja, akan tetapikami, hanya takluk pada fatwa marja atau setidaknya, argumentasi yang gamblang secara akal, Qur an dan hadits. Tapi intinya, kami hanya mengikuti fatwa marja’ terhadap boleh dan tidaknya menulis atau berkata-kata dalam kertas atau medsos. Jadi, jangan sembarang memberi teori, karena hal itu, kelak akan ditanyakan Tuhan tentang dalil-dalinya satu persatu di akhirat. Afwan saya istirahat dulu, wassalam.

Nur Imam Nur: larangan berhujjah karena kalian bukan imam Makshumin https://m.facebook. com/story.php?story_fbid=405773939581178&id=100004457255254&refid=17&_ft_& tn =%2As

https://m.facebook.com/story.php...

Sinar Agama: @Nur ..nur, kok nggak pandai-pandai kamu ini dari dulu.

• Hujjah itu banyak derajatnya, yang dunia tidak mungkin sepi dari padanya adalah yang makshum. Nah imam-imam Ahlulbait as itu adalah hujjah yangmakshum.

• Hadits pertama mengatakan bahwa tidak taat atau beribadah kepada Allah kecuali melalui Makshum. Maksudnya, bahwa siapapun orang yang mau mengamalkan syariat, maka harus sesuai dengan ajaran Allah. Nah sesuai atau tidaknya itu, harus dengan merujuk ke Makshum. JADI JANGAN BERDALIL DENGAN DIRI SENDIRI, SEPERTI PARA MUJTAHID YANG TIDAK MERUJUK KE IMAM MAKSHUM, TAPI MERUJUKLAH DALAM BERDALIL KEPADA MAKSHUM. Itu maksudnya Nur.

• Begitu juga dengan maksud hadits ke dua.

• Hadits ke tiga seperti yang sudah disinggung di atas. Bahwa dunia ini tidak akan sepi dari Makshum. Sebab kalau tidak ada Makshum, maka jalan lurus itu tidak ada. Karena jalan lurus adalah jalan Islam yang lengkap dan tidak ada salahnya sedikitpun (wa laa al-dhaalliin). Dan kalau tidak jalan lurus, terus buat apa Tuhan mewajibkan kita shalat yang ada kewajiban di dalamnya untuk membaca surat fatihah yang ada permintaan tentang jalan lurus itu?

Karena itu, maka maksud hadits itu, adalah mengajak bicara orang yang tidak mengerti seperti kamu yang salalu minta jalan lurus tapi mengingkariMakshum setelah Nabi saww. Bukan kami yang berdalil dengan ajaran Makshum.

Sinar Agama: Kok bisa kamu tidak paham. Dengan sedikit saja merenungi hadits itu, maka jelas bahwa maksud dari pada kehujjahan mereka para Makshum itu, adalah untuk dijadikan hujjah. Lah, kalau mereka hujjah Allah, lalu tidak dijadikan hujjah oleh umat, lah terus buat apa mereka dijadikan hujjah Allah? Persis seperti Qur an yang juga hujjah Tuhan. Nah, kalau Qur an yang merupakan hujjah Tuhan itu tidak dijadikan hujjah oleh kita, lah terus buat apa diturunkan untuk kita mas.....?

Lagi pula, kalau kamu mau beriman dengan pengertian kamu itu, maka kamu tidak berhujjah, karena kamu bukan Makshum.

Ali Alk: Kenapa buku akidah Syi’ah seri tauhid tidak di kritik apa buku itu sudah mewakili akidah Syi’ah om abu amar

Sinar Agama: Ali, kenapa antum tidak membacanya dan mengkritikinya dimana saja dan di media mana saja. Wong buku itu sudah ada di masyarakat kok. Nanti, biar penulisnya yang memberikan tanggapan. Apalagi di hal. 36 buku itu, penulis sudah mengatakan bahwa ia akan menerima kritikan berdalil,karena ia tidak ngeri pada ilmu. Di halaaman tersebut dan sehalaman sebelumnya, jelas sekali penulis mengatakan bahwa buku itu ditulis SEMAMPU PENULIS, artinya ia yang bertanggung jawab dan dia juga tidak mengatasnamakan siapa-siapa bahkan justru mengatakan bisa banyak kekurangan danmengajak pembaca untuk bersama-sama mencari kebenaran dan saling mengisi. Btw. Nah, kalau menurut saya sudah ok. Kalau menurut antum tidak ok, maka silahkan antum yang mengkritiknya. Ra’syih.

Kalau antum masih mau berteman, jangan menghubungkan atau memberi aku nama lain selain Sinar Agama. Sekali lagi antum lakukan dan aku mengetahuinya setelah ini, maka ana aka delete pertemanan kita. afwan.

Ali Alk: Kok SA hawas.

Siti Rabia Aidia: Kata Hendy Laisa buku itu belum beredar tapi sudah dibocorkan.

Meyo Yogurt: Bagian pengantarnya aja. Di muat di status atau notes di facebook, tapi diberi tulisan “Mohon jangan disebarkan.” tapi isi pengantarnya sudah dibahas orang orang.

Sinar Agama: Siti, buku itu, dinukil oleh penulisnya sendiri di fb sebelum buku itu terbit, dan kita sudah ribut waktu itu. Tapi buku itu jalan terus dan sampailah seperti sekarang ini. Kita ini tidak memaksa siapapun. Tapi terlalu merasa dirugikan karena mengatasnamakan Syi’ah. Yang ke dua, banyak sekali penyimpangannya. Rujuklah pada diskusi yang sudah dimulai sejak bagian babnya diterbitkan (bukan dibocorkan) di fb yaitu tentang imamah dan khilafah, lalu setelah itu, rujuk tanggapan kami pada masalah Mutlak dan Relatif, lalu pada komentar tentang marja’ yang dinyatakan tidak wajib ditaati, lalu komentar kami tentang penolakan sms terhadap kesistem-Islaman negara Iran. Kalau semua itu sudah dirujuknya, maka antum akan mengerti jalan cerita kehebohan ini. Semoga saja selalu dalam lindunganNya, amin.

Siti Rabia Aidia: Ameen, kenapa tidak dibuat forum diskusi dengan penulis, jadi semua bisa jelas antara anda yang mengkritik buku itu, dan tanggapan dari penulis buku itu, maka ada terasa indah di dalam diskusinya..salam.

Siti Rabia Aidia: Kemugkinan si penulis seorang ijtihadi, jadi menurutnya tidak wajib bertaqlid, kepada marja, bukankah tulisan tergantung karakter akal dan pendidikannya ustadz..?

Sinar Agama: Siti, tidak ada yang lebih jelas dari pada tulisan di medsos, karena terbuka untuk semua dan tertulis hingga memberikan kesempatan pada masing-masing untuk tidak tergesa-gesa dan merujuk kitab. Kalau tulisannya sudah jelas, maka buat apa ada konfirmasi?

Meyo Yogurt: Ya tinggal dihubungi aja tim penyusunnya untuk mengadakan bedah buku. Kalau perlu yayasan-yayasan Syi’ah Indonesia membuat suratpermintaan kajian buku ke ABI. Yang jelas kalau ABI sudah menerbitkan buku tersebut berarti saya yakin mereka sudah siap mempertanggung jawabkan isinya kepada Allah swt.

Sinar Agama: Siti, ijtihadi itu harus mujtahid. Nah, ketika ia sampai pada ijtihad, maka ia taqlid sebelum dan bebas taqlid setelahnya. Artinya, orang yang masuk dalam kesepakan tentang mujtahid ini, maka adalah pendukung taqlid. Kamu karena tidak tahu Syi’ah, maka tidak tahu hal ini. Lawan ijtihad ituadalah akhbari, bukan anti taqlid. Kalau akhbari memang tidak mewajibkan taqlid, kerena itu tidak ada mujtahid dan ijtihad.

Siti Rabia Aidia:Tapi tidak disangkal bahwa sistem kemarjaan masih jadi perdebatan di kaum intelektual Iran juga, satu contoh: apakah Ali Shariatisosiologi dan Husain an nasr seorang budayawan iya bermarja...? Tapi iya semua mendukung ayatullah khomenei.

Deddy Prihambudi: Tuan Sinar Agama, ini semua sebenarnya hanya masalah, bahwa betapa kita di sini, hatta yang Syi’i sekalipun, masih belum akrab dengan kajian kajian Hukum islam, dan semua cabang pengetahuannya. Tidak semua kaum Imamiyah di sini memahami benar apa itu AKHBARI, apa pula itu USHULI. Masih terlalu “awam” kita. Cobalah kita terbitkan buku bermutu tentang hal hal ini. Demikian. Salam hormat.

Sinar Agama: Siti, belajar dulu ushuluddin Syi’ah dan tentang marja’iyyah, lalu saya akan mengomentarimu. Yang tidak taqlid itu amalnya batal, baik ibadah atau politik. Dan orang yang mengaku Syi’ah sama dengan yang mengaku Islam, mau apa saja silahkan dan tanggung jawab sendiri-sendiri.

Siti Rabia Aidia: Lho kok saya disuruh belajar lagi tentang ushuludin, bukan berarti saya tidak bermarja, kalau gitu anda terlalu emosi dalam memandang sebuah tulisan, yang berbeda dengan pendapat anda..anda harus juga mengerti bahwa setiap tulisan membawa karakter sosiologis setempat, bukan berarti saya setuju dengan buku itu, apalagi saya memvonis bahwa buku itu harus haram dan ditinggalkan oleh Syi’ah..berarti buku itu harus dibawa kepada fatwa Rahbar, atau marja lainnya agar di nilai, haram atau tidak buku itu.. agar anda tidak dilecehkan kecuali anda seorang mujtahid.

Siti Rabia Aidia: Saya kasih pertanyaan mohon dijawab, apakah anda seorang mujtahid, sehingga anda bisa berijtihad mengenai buku itu, haram dan tidaknya...?

Siti Rabia Aidia:Ustad@ maaf bukan saya memerintahkan anda, bukannya manusia yang bijak itu adalah manusia yang tidak gampang memvonis sesuatu, “kenapa anda tidak bicara secara analisa saya buku ini kurang baik untuk di baca” bukan anda berfatwa haram tentang buku itu, bukannya fatwa haram hanya bisa di lakukan oleh marja.. anda terlalu ceroboh..????

Satria Pmlg: Mengkritik atau mmbedah buku tidak harus ketemu penulisnya,,,,kalau ada fb yang murah dan gampang,,ngapain pakai jalan yang mahal,,,contoh,,,kita orang Indonesia mengkritik bukunya ilmuan Jepang,,, apa iya harus ke Jepang? Waduh repot kalau gitu,,,, berapa waktu bearpa energi berapa ongkos yang harus dikluarkan,,,?, kita juga kan pekerja ada, kesibukkan,,@@jare gusdur alamarhum gitu aja kok repot,,@@,,lewat fb lebih mudah murah dan gamblang,,,malah lebih cerdas,,,,jadi banyak diikuti ikhwan-ikhwan yang awam juga sperti saya,,,syukron aziz kami ucpkan kepada ustadz SA,,,,kami dukung terus usahnya ,,,,,

Siti Rabia Aidia: Satria@ lihat tulisan saya, saya tidak melarang mengkritik, tapi saya pertanyakan vonis ustadz SA tentang buku itu, bahwa buku itu sesat dan haram..itu saja.

Siti Rabia Aidia: Sebagai Syi’ah yang meyakini ushul, maka setiap vonis haram dan halal harus melalui mujtahid yang di rujuk.. kecuali iya seorang ijtihadi itu sendiri.

Satria Pmlg: Mbak Siti komen saya juga bukan buat dirimu,,,buat semua yang sok repot dan ngrepotin,,,,,tolong jangan salah pasang,,,perasaan,,,jarewong tegal @@@,,kalem tolih,@@@hehehe,,, jangan sewot saudariku,,,tenang,,,,

Siti Rabia Aidia: Saya tidak tersinggung, tenang saja.

Satria Pmlg: Yo wis pangampurane sing katah ,,mba,,mugo-mugo kito sedoyo diparingi ilmu kang manfaat,,,,,,,,amiinn ya robbal alamiin,,,,ojo ribed-ribed,,,slow woles

https://www.facebook.com/notes/hendy-laisa/analisis-kritis-atas-buku-syiah-menurut-syiah-halaman- 16-17-iman-mutlak-iman-rel/814552518586197


Bersambung ... 
=================

Isyariatkannya Perdamaian Tidak Memerlukan Dalil ?

10. Isyariatkannya Perdamaian Tidak Memerlukan Dalil ?

https://www.facebook.com/notes/sang-pencinta/disyariatkannya-perdamaian-tidak- memerlukan-dalil-/790003091049599


Zaranggi Kafir: Sinar Agama,

(sementara hampir semua Ulama fiqh juga mengatakan bahwa “disyariatkannya perdamaian tidak memerlukan DALIL sebab hal itu adalah URGENSIAGAMA , URGENSI AGAMA adalah DALIL itu sendiri dan SEJAK KAPAN KEBAIKAN serta KEMASLAHATAN memerlukan Dalil Khusus?”

DAMAI ITU INDAH, DAMAILAH DENGAN SAUDARAMU SE WILAAYAH SEBELUM BERTERIAK UKHUWAH & TOLERANSI UMMAT BERAGAMA)

Salam ustadz ane yang ajib hehehe, ane mau nanye nih pernyataan yang ane kurung, bisa dijelasin ke ane maksudnye apa? Hehehe afwan ganggu stad. Colek Sang Pencinta lagi deh untuk tukilannye yang di status sebelomnye hehehe.

Abdurrahman Shahab: Damai dan ukhuwah itu seolah hanya kebajikan dalam ucapan dan nasehat serta KEWAJIBAN UTAMA DALAM AGAMA tapi sayang nilai itu jauh/tidak pernah berwujud inplementasi dalam kehidupan beragama dan bermasyarakat sehari-hari. Hal itu hanya bisa kita lihat dalam kisah- kisah kehidupan para Makshumin, yang mendahulukan ukhuwah demi kepentingan agama/umat yang lebih besar jauh diatas kewajiban-kewajiban pribadi dan politik lainnya.

Sinar Agama: Salam dan terimakasih pertanyaannya: Ane tidak tahu maksudnye, tergantung pada yang bicara. he he....

Kalau boleh saya menerangkan:

1- Damai sesama itu jelas fitrah dan badihi. Karena itu, tidak perlu dalil. Mungkin sama dengan shalat.

2- Akan tetapi bentuk damainya begaimana? Maka sama dengan bentuk dan cara shalatnya.

YAKNI PERLU KEPADA ULAMA MUJTAHID.

3- Damainya saja mudah, akan tetapi dengan siapa, bagaimana caranya dan apa yang harus dilakukan....dan seterusnya...maka jelas perlu kepada mujtahjid dan marja’.

4- Contoh yang sangat gamblang di hari-hari belakangan ini. Kita membahas buku sms. Lah, sebagian berkata bahwa mengkritikinya dapat memecah persatuan. Ada yang berkata mengkritiknya di medsos dapat memecah persatuan.

Padahal semua itu tidak ada hubungannya. Jadi, persatuannya mudah dimengerti. Akan tetapi detail- detailnya, hanya mujtahid dan marja’ yang tahu dan berwenang menentukannya.

Sinar Agama: Kalau orang yang mengira bahwa persatuan itu adalah seindah khayalan para pengkhayal-pengkhayal itu, maka mereka tidak akan pernah menerima imam Ja’far as yang tidak mengijinkan Abu Hanifah untuk menjadi muridnya. Dan ketika memaksapun, ditegur keras dalam kelas karena telah melakukan perbuatan syaithan, yaitu mengqiyas.

Lah, kalau persatuan itu seperti yang dikhayalkan para pengkhayal itu, maka sungguh mereka tidak akan pernah beriman kepada Ahlulbait as yang Makshum sekalipun itu.

Sinar Agama: Karena mereka mengira bahwa damai itu dalam segala bentuknya. Mereka lupa perintah Makshumin as untuk mengatakan yang benar, sekalipun ia pahit.

Berkata benar sekalipun pahit, bukan berarti memutus persaudaraan dan membuat permusuhan. Hanya pengkhayal yang mengira dan melakukan hal seperti itu.

Zaranggi Kafir: Ane colek lagi nih Sang Pencinta hehehehe, minta tukilan yang antum janji ke ane nih.

Sang Pencinta: Kalau soalan yang ini, ane rasa belum ade.

Zaranggi Kafir: Hehehe belom ada yee, ok lah kalo gitu.


Bersambung, ....
====================

Jumat, 25 Oktober 2019

Tentang Olok Mengolok di Media Sosial

9. Tentang Olok Mengolok di Media Sosial

https://www.facebook.com/notes/sang-pencinta/tentang-olok-mengolok-di-media- sosial/790003391049569


Sang Pencinta: Salam, titipan lagi ustadz.

Saat ini via fb ini pengaku dirinya Syi’ah banyak sekali tanpa bisa dibendung, tapi disayangkan Syi’ah yang ada kok jadi begini ya ? Saling bales status dengan cara mereka saling menjatuhkan. Kalau adu argumen sudah biasa, tapi ini malahan saling memperolok olok dan sebagainya. Ana pribadi sedih dan malu dengan keadaan ini, susah juga jadi Syi’ah militan idealis padahal keinginan hanya 1 menjadi Syi’ah Ali as yang sesuai dengan aturanNya. Dengan kesedihan dan rasa malu ana minta ustadz mmberikan petunjuk, apakah pengikut Syi’ah Ali as yang saling mmperolok orang-orang yang mengeritik sesuatu yang dianggap salah fatal? Atau pengikut Syi’ah Ali as yang mmbenarkan ketidakbaikan dalam menajalankan aturan Tuhan dianggap bener? Atau pengikut Syi’ah yang hanya berpangku tangan diam membisu hanya memantau keadaan tanpa berbuat apa-apa? Mohon ustadz Sinar Agama memberikan petunjuk. Afwan.

Zainab Naynawaa: Afwan nyimak.

Agus Susmoro: .

Meyo Yogurt: Salam ijin nyimak sekaligus beropini. Menurut saya dalam bidang-bidang yang amat mengandalkan rasionalitas, seperti dalam dunia ilmu pengetahuan dan juga agama khususnya madzhab Syi’ah yang rasional , sangat wajar terjadi perdebatan sengit hingga saling menjatuhkan. Seperti perdebatan antara sir huxley vs pendeta wiburforce yang menyebabkan seorang wanita pingsan, boltzman dan para fisikawan di jamannya yang menyebabkan dia bunuh diri dan lain-lain. Karena itu tidak usah terlalu dipermasalahkan dan biarlah masing-masing mendapat manfaat dari hal tersebut. Sambil menunggu jawaban ustadz.

Putra Rafidah: Salam.

Ahmad Yunus Prasetyo: Salam ijin nyimak.

Akuy Junior: Hese jeung anu baroga kepentingan mah,,, jadi lain ilmu nu di polemikeun teh tapi pengikut, saha nu loba pengikut na eta nu paling bener di banding jeung nu sakola taunan di qom....

Zainab Naynawaa: Sumuhun kitu Akuy@

Razai Razak: Salam.

Yudhas Kopula: Salam.

Dhan Pakaya: Salam...

Fizzie Al Hurr: Salam.

Sasando Zet A: Afwan brow...Persepsi itu terbentuk dari ilmu-ilmu yang masuk ke dalam pemikiran seseorang. Ilmu-ilmu itu akan membentuk warnakarakter tiap orang.. nah karena lahir, tumbuh, besar, berkembang, bergaul, didikan dan sebagainya, yang beda-beda,, maka pasti karakter yang terbentuk juga beda... Karena beda maka persepsi tiap orang tentang masalah yang sama sekalipun pasti ada bedanya.. Beda dikit-dikit sampai pada beda banyak bahkan bertolak belakang...Yah,,kalau sanggup hadapi, biarkan saja berjalan seperti itu. Kalau terasa ribet ya tinggalkan... Tapi kalau mau belajar dikit- dikitsabar,, ya senyum-senyum saja ngadapi nya.. ,hmmmm Itulah dinamika.... Pertanggungjawabannya sendiri-sendiri nanti... Asal niat dan cara kita sudah benarsebatas yang kita mampu.. Maka Bismillaah... Jalan, aja brow.. Saling doakan biar tambah kuat jalani hidup ini.... Hmmmmm.

Fitri Ar: Ikut nyimak.

Yuyun Karawang: Salam. Mau ikut juga.

Nur Fajarial: Salam semuanya, ijin menyimak...

Nazriel Adam Ygselalucyangkkakninna: Bagian tersulit bukanlah menjdikan orang itu Syi’ah tapi paling sulit mensyi’ah kan orang Syi’ah.

Irawati Vera: Salam.

Bobsha Ikhsan: Yang paling sulit men-Syi’ahkan diri sendiri.

Sinar Agama: Salam dan terimakasih pertanyaannya:

1- Pengaku Syi’ah di media umum ini, tidak mesti orang Syi’ah, bisa saja wahabi yang berkedok Syi’ah. Saya sempat mengunjungi satu orang diantaranya yang bisa dikatagorikan pencela imam Makshum as secara lahiriahnya.

2- Jangankan di medsos, di lapangan juga demikian.

3- Di medsos ini, ada yang pakai nama samaran seperti saya dan ada yang memakai nama betulan. Akan tetapi, yang betulan itu, juga belum tentu nama dia yang di KTP.

4- Apapun itu, menjadi Syi’ah, bukan ditentukan pengakuan dan nama KTP atau tidaknya, melainkan dari kebenaran ilmu dan perbuatannya.

5- Siapa yang benar dan taqwa, maka dialah yang Syi’ah. Dan yang selainnya, yakni yang salah dan tidak taqwa, kalaulah tidak mau dikatakanMuhibbiin seperti yang disabdakan Nabi saww seperti yang sudah saya nukil haditsnya beberapa hari yang lalu, dan tetap mau dikatakan Syi’ah, maka bukan Syi’ah yang hakiki. Karena itulah, sering saya katakan mari kita sama- sama berusaha untuk mencapai Syi’ah yang hakiki ini. Karena kita tidak punya dalil apapun terhadap kehakikian kesyi’ahan kita ini. Semua hanya dakwaan diri kita saja. Di hadapan Allah, Nabi saww dan imam-imam Makshum as, belum tentu diakui sebagai Syi’ah. Semoga saya dan antum semua, bisa menjadi Syi’ah yang hakiki ini.

6- Olok mengolok, tidak boleh. Dan kalau boleh tetap harus ada batasnya supaya sekalipun mungkin tidak dianjurkan, tidak masuk ke dalam yang diharamkan.

Mengolok itu, tidak dilarang agama asal tepat dan karena Allah. Karena olok itu, kadang merupakan cambuk bagi yang diolok. Tapi tetap harus memiliki batasan yang ketat.

Misalnya, orang yang layak diolok adalah kalau dia tidak mau mengajukan argumentasi dan hanya main tolak atau dukung saja dalammembantah orang lain. Kalau diperingati satu dua kali tidak mau, maka ia layak diolok. Akan tetapi, olokannya juga tidak boleh terlalu besar dan tidak boleh keluar dari bahasan. Misalnya, kalau kamu diskusinya seperti itu, maka itu namana mau benar sendiri. Atau lebih kerasnya, maka diskusi dengan kamu ini, seperti berdiskusi dengan anak-anak. Dan semacamnya.

Saya selama ini, berusaha untuk tidak mengolok kecuali sangat halus atau lumayan nampak terasa, tapi bagi yang keterlaluan. Saya masih ingat orangnya, seperti yang bernama Nur, sering saya hozak atau sedikit gojlok dia, seperti “nggak pintar-pintar”. Atau ada Hasan yang orang Pamekasan Madura itu. Tapi, sepertinya, saya masih menjaga untuk tidak menaikkannnya.

7- Menjadi Syi’ah, tidak cukup dengan keinginan terucap dan tertulis. Mana ada mau jadi Syi’ah tapi tidak mau teliti dalam ilmu. Mana ada mau jadi Syi’ah, tapi tidak taqwa dan berlidah kasar.

Jadi, kalau ada orang mengaku bahwa dia adalah Syi’ah atau ingin menjadi Syi’ah, maka pengakuannya itu, mesti diamalkan dalam setiap kehidupannya.

Satu lagi, mana ada mau menjadi Syi’ah, tapi sok tahu. Melarang ini dan itu, menyuruh ini dan itu, sementara dia bukan marja’. Belajar agama saja kagak/nggak.

Mana ada orang mau jadi Syi’ah, sementara ia memasukkan selera suka tidak sukanya pada agama dan umat Islam, hingga berkata inimaslahat dan itu tidak maslahat. Yakni yang sesuai dengan dirinya adalah maslahat, tapi kalau tidak sesuai, maka tidak maslahat.

Mana ada orang mau jadi Syi’ah dan mengatasnamakan Syi’ah, akan tetapi menampik taqlid pada marja’, baik keseluruhan atau dimensi politisnya.

Mana ada orang mau jadi Syi’ah, tapi group-groupan dalam melihat masalah keilmuan hingga membenarkan kalau satu group dan menyalahkan kalau tidak satu group.

Kita semua bisa salah dan itu wajar. Karena itu, kita mesti mengamalkan perintah imam Ali as yang bersabda (nukilan makna):

“Belalah saudaramu itu, baik dia dalam keadaan benar atau salah. Kalau benar, maka dukunglah dan kalau salah, maka nasihatilah!”

Lah, mana ada mau jadi Syi’ah, kalau hanya mau dan mitan didukung? Mana ada ....mana ada.....dan mana ada .................dan seterusnya.

8- Kalau ingin menjadi Syi’ah, harus ikut marja’ dalam segala hal. Yang menjadi penyakit kita, adalah mengira bahwa ikut marja’ itu hanya dalam bab shalat, puasa dan semacacmnya. Padahal, marja’ sudah merinci, bagaimana KEWAJIBAN DAN LARANGAN, dalam berdakwah, Apa itu sesat, apa itu lurus. Bagaiman cara menanggapi masalah pribadi, dan bagaimana yang sosial.

Contoh kecil seperti SMS ini. Kan lucu kalau ada yang mengatakan harus diskusi di forum tertutup dan tidak boleh di medsos. Lah, wong bukunya sudah di sosial kok. Lagi pula, klarifikasi itu, kan kalau tidak jelas dan belum ada bukti. Lah, wong sudah ditulis kok masih mau klarifikasi lagi? Pembaca tidak wajib klarifikasi walau pahamannya tidak mesti benar.

Coba perhatikan ilustrasi berikut ini, tanpa memaksudkan penulis SMS: 

Penulis:

“Saya sudah menulis buku dan sudah saya sebarkan di masyarakat, baik dengan dijual atau hadiah.”

Pembaca:

“Apakah Anda menulis buku itu, untuk dipajang atau dibaca dan dipahami?”

Penulis:

“Jelas untuk dibaca dan dipahami.”

Pembaca:

“Apakah Anda menulis buku itu dengan bahasa yang bagus hingga jelas bagi pembaca?”

Penulis:

“Benar, sudah tentu dengan bahasa yang jelas. Mana ada menulis buku dengan bahasa yang tidak jelas.”

Pembaca:

“Kalau begitu, maka siapapun akan paham secara umumnya dan tidak perlu klarifikasi lagi tentunya?”

Penulis:

“Sudah tentu. Mana ada penulisan buku masih diklarifikasi lagi. Karena sudah ditulis dengan jelas, sudah diedit sebelum terbit dan bahkan sudah disebarkan kepada beberapa koliga untuk melihatnya.”

Catatan Ilustrasi terdahulu: Dari islustrasi ini, jelas bahwa memahami buku itu, sesuai dengan pembaca dan sudah tidak logis mengadakan klarifikasi. Yang ada adalah memahami dengan benar atau salah. Itu saja. Karena itu, kalau mendiskusikan suatu buku, maka boleh-boleh saja danadu argumentasi sesuai dengan bahasa dan bahasan yang dimuat di buku tersebut.

Lanjutan Ilustrasi: Pembaca:

“Apakah Anda memaksudkan tanpa perlu klarifikasi itu, hanya pada pendukung saja, atau yang tidak mendukung isi tulisan Anda?”

Penulis:

“Sudah tentu, bagi keduanya. Mana ada keberpihakan hingga memestikan klafirikasi pada yang berbeda pendapat? Kalau tidak mau dikritik di media atau dimana saja, maka tidak selayaknya saya menulis suatu buku.”

Pembaca:

“Apakah buku yang sudah menyebar di sosial itu, harus dibahas secara tertutup supaya kalau ada kesalahan, Anda tidak menjadi tercemar?”

Penulis:

“Kalau saya tidak mau tercemar, maka mengapa saya menuliskannya. Kan tidak logis kalau seseorang menulis yang membuat dirinya tercemar, akan tetapi tidak mau tercemar. Tentu saja harus dengan pembuktian, bukan dengan dakwaan saja.”

Pembaca:

“Apakah kalau mengkritiki buku Anda, lalu Anda memaknai orang itu benci pada Anda. Atau kalau tulisan Anda dikatakan sudah mendekati kekufuran, apakah Anda memaknai bahwa Anda yang dikafirkan?”

Penulis:

“Tentang niat seseorang, itu rahasia masing-masing. Akan tetapi, membahas karya saya, apa hubungannya dengan suka bencinya kepada saya? Kalau tulisan saya memuat kekufuran atau setidaknya dianggap oleh orang sebagai suatu kekurufan atau mendekatinya, maka sudah tentu hal itu berkenaan dengan tulisan saya saja. Apa hubungannya dengan saya, wong kafir dan iman itu ada di dada. Karena semua orangtahu bahwa iman dan kafir itu ada di dada, maka apapun bahasa tentang ke duanya di sebuah buku atau medsos, otomatis terbatasi dengansebuah tulisan saja. Emangnya kalau seorang itu bertauhid, lalu ucapannya dan tulisannya, sudah pasti sesuai dengan tauhid? Betapa banyaknya orang bertauhid tapi syirik, seperti melakukan dosa, mengumpat, makan korupsi, zina, tidak shalat...dan seterusnya. Bukankah pada hakikatnya yang bermaksiat itu syirik dan menyukutukan Tuhan dalam perintahNya walaupun yang bermaksiat itu mentauhidkannya dalam Dzat dan Sifat- sifatNya?

Pembaca: “Syukran, semoga Anda selalu dalam hidayah, rahmat dan ridhaNya, amin.”

Catatan Ilustrasi: Karena saya sudah berkali-kali menerangkan hakikat ilustrasi di atas itu, akan tetapi tetap saja tidak mau dimengerti, maka saya tulis dalam bentuk di atas itu. Barangkali lebih mudah dimengerti bagi teman-teman yang agak sulit menerima perbedaan, agak sulit meredam perasaan, agak sulit meredam cela, agak sulit memahami bahwa urusan ilmu itu tidak ada hubungannya dengan orang dan apalagi perpecahan umat....dan seterusnya. Wassalam.

Tambahan: Seingatku, saya sudah pernah mengatakan wejangan guru arifku dan para ulama yang lain, yang menyuruh taqwa dan berdoasupaya kalau imam Mahdi as keluar, bisa dapat mengenali beliau as dan membantu beliau as.

Sungguh, saya tercengang ketika mendengar itu. Karena bagi saya, sekitar 30 th lalu itu, bahwa kalau kita sudah beriman pada imam 12 dan imam Mahdi as, maka akan mudah mengenal beliau as.

Tapi kata guru, nanti akan timbul fitnah yang bisa menyulitkan pilihan sikap.

Ingat dengan semua itu, lalu melihat yang kita hadapi sekarang, seperti dalam masalah buku SMS ini, sudah jelas mengatakan bahwa taqlid marja’ itu tidap wajib, dan menaati wali faqih dalam politik itu juga demikian, apalagi imamah yang sudah dihabisi tidak tersisa sama sekali itu,olok-olok pada ulama sepanjang sejarahnya....dan seterusnya..., masih juga ada dualisme pandangan tentang isinya, dan banyak-isme dalam bersikap pada buku tersebut.

Wallaahi, apa yang dikatakan guruku itu, tampak banget dalam peristiwa kita sekarang ini. Yang kita kira mudah, tidak mudah. Yang kita kira jelas, super rumit.

Apapun itu, saya hanya bisa mengajurkan ketelitian dan taqwa. Itu saja.

Zainab Naynawaa: Subhanaallah,,,

Sinar Agama: TAMBAHAN SANGAT PENTING TENTANG OLOK MENGOLOK:

Karena takut salah dan salah dipahami, maka perlu penambahan berikut ini, yaitu:

Secara global, olok mengolok itu, dalam fatwa-fatwa ulama, termasuk dosa besar. Dan diolok orang, tidak bisa dijadikan penghalal olokan balasannya. Ini yang umum difatwakan ulama. Yakni dosa besar.

Dan taubatnya, di samping harus berhenti dan menyesali, juga harus meminta keridhaan yang dicela.

Ilustrasi: Saya ingat sebuah hadits yang kurang lebihnya mengatakan bahwa menyakiti hati seorang mukmin, dosanya lebih besar dari menghancurkan ka’bah.

Jadi, maksud saya boleh mengolok di sebelum tulisan ini, yakni di jawaban sebelumnya, adalah semacam olokan yang mendidik dan tidak menjatuhkan harga diri seseorang dan tidak menyakiti hatinya tanpa hak.

Mandala Langit: Salam Ya Sang Pencinta dan Sinar Agama

Sinar Agama: Mandala, alaikum salam.

Bima Wisambudi: Semoga kami bisa mengambil pelajaran dari ini semua, dari ulasan ustadz, dari responsifnya pihak lain, dan dari kerenggangan yang ada. Salam ustadz.

Sang Pencinta: Mandala, salam.

Sridi Yanti: Siip...ustadz SA.

Juliant Very: Menurut saya petuah-petuah ustadz SA ibarat obat pencahar yang sangat mudah diterima & berguna sepanjang seseorang itu jujur & ikhlas hanya untuk mencari kebenaran dengan memaksimalkan potensi akal, tapi bagi orang yang keberagamaannya itu modus,, ada kepentingan/ pamrih duniawi yaa bisa dipastikan masuk angin & kejet-kejet badannya.

Daris Asgar: Allohuma Sholli ‘Alaa Muhammad Wa Aali Muhammad Wa ‘Ajjil Farojahum.



Bersambung, .....
=====================

Kriteria Buku Sesat Dalam Fatwa

8. Kriteria Buku Sesat Dalam Fatwa

https: // www.facebook.com/ notes/ sa ng-pencinta/ kr oter ia -buku-sesa t- dalamfatwa/788824317834143

Bismillaah

Sang Pencinta: Salam, apakah boleh membeli buku-buku bathil seperti ayat-ayat syaithan Salman Rusdi sementara kita yakin tidak terpengaruh olehnya, hanya sekedar ingin tahu kandungannya. Terimakasih ustadz Sinar Agama.

Sinar Agama: Salam dan terimakasih pertanyaannya: Sudah sering disampaikan bahwa membaca buku menyesatkan itu adalah haram, kecuali kalauyakin tidak akan terpengaruh dan tahu kesalahannya serta tahu jawabannya.

Sinar Agama: Denny, sama saja haram, kecuali kalau tahu kesalahannya dan tahu menjawabnya hingga tidak terpengaruh.

Sang Pencinta: Maksud saya mengeluarkan uang untuk membeli buku itu, nah gmn? Anggaplah kita tidak terpengaruh dan hanya ingin membaca isinya.

Deddy Prihambudi: Bagaimana dengan sekian judul novel yang dikarang Salman Rushdie, adakah haram membelinya juga? Novel novel itu ada di pasar buku kita.

Sinar Agama: Pencinta, sama saja hukumnya.

Sinar Agama: Deddy, sama saja, kalau isinya menyesatkan, maka haram.

Aziz Laparuki: Bagaimana dengan buku-buku fiksi????

Sinar Agama: Aziz, intinya di menyesatkannya. Kalau tidak, maka tidak masalah. Misalnya komik kungfu dan semacamnya kecuali kalau berefek pada kesesatan ajaran pada pembacanya sekalipun bagi yang lain tidak berpengaruh.

Asiyah Tunggadewi: Ustadz, bagaimana hukumnya mengarang cerita fiksi? Baik fiksi sejarah atau fiksi fantasi?

Joko Manurung: Indikator kesesatan sebuah buku apa ustadz?

Bintang Kejora: Mudah sekali menyesatkan sebuah buku tanpa ada penjelasan indikator...

Ali Zayn Al-Abidin: Dalam “man la yahdhuruhul faqih” ada perkataan dari syekh as-shoduq tentang aqidah wajib percaya nabi pernah ketiduran ga sholat subuh..Sesat gak itu? Haram gak?

Sinar Agama: Asiyah, tidak masalah kalau dikatakan fiksi atau memang sudah diketahui dengan gamblang kalau fiksi, akan tetapi yang tidak mengandungi kesesatan.

Sinar Agama: Joko, indikatornya adalah mengajarkan atau mengajak atau merangsang kepada yang salah, baik secara akidah atau fikih. Mudah saja.

Ali, haram mempercayainya bagi yang sudah tahu kesalahannya, akan tetapi perawian hadits harus dilakukan dan penafsirannya tergantung pada yang memahaminya dari setiap ulama yang ingin menjelaskannya.


Bersambung, ....
========================

Penjelasan Kata ‘Sesat dan Menyesatkan’

7. Penjelasan Kata ‘Sesat dan Menyesatkan’

https://www.facebook.com/notes/sang- pencinta/penjelasan- kata- sesat- dan- menyesatkan/790002737716301

Sang Pencinta: Salam, sebagian orang tampaknya masih alergi dengan kata ‘sesat dan menyesatkan’. Apakah yang dimaksud ‘sesat dan menyesatkan’dalam fatwa dan dalam hal apa saja ini bisa diterapkan? Mohon tukilkan fatwanya. Terimakasih ustadz Sinar Agama

Meyo Yogurt: Al Qur’an sendiri bisa dianggap buku menyesatkan kalau pembacanya hanya baca al fatihah tanpa ayat ayat lainnnya, disangkanya meminta tolong pada makhluk itu tidak boleh.

Rohman Suparman: Ya Robb...andai sayap-sayap mahabbah ini tak mampu lagi mengepak menjangkau mihrobMu...mestikah aku takut terjatuh padahal ruang dan waktu sesungguhnya milikMu...

Ali Zayn Al-Abidin: Jika buku SMS boleh dikata sesat menyesatkan, bolehkah buku milik Syaikh As- Shoduq dikata lebih bahaya, sesat dan menyesatkan??

Sinar Agama: Salam dan terimakasih pertanyaannya:

Sesat adalah menyimpang dari agama. Kata ini, jelas boleh dan harus dikatakan manakala obyeknya sudah tepat. Karena tidak mengatakannya, merupakan kekaburan. Akan tetapi, tidak boleh adanya pemaksaan.

Penyimpangan dari agama ini bermacam bentuknya. Misalnya kalau yang benar adalah Syi’ah, maka Sunni, bagi orang Syi’ah adalah menyesatkan. Begitu pula sebaliknya. Akan tetapi, bagi pemeluk masing-masingnya, tidak bisa dikatakan menyesatkan.

Artinya, orang Syi’ah yang bersunni adalah sesat, tapi Sunni yang bersunni, tidaklah sesat. Karena sesat, adalah penyimpangan yang bernuansa sengaja.

Kalau saya keras pada SMS, karena ia telah menggunakan nama Syi’ah. Nah, Syi’ah yang seperti itu, jelas sesat dan menyesatkan.

Sesat ini, bisa sengaja dan bisa saja tidak. Dan yang dikatakan sesat, hampir selalu yang disengaja.

Kalaulah pada yang tidak disengaja juga dikatakan sesat, maka maksudnya adalah dilihat dari sisi ketidakbenarannya atau dari sisi penyimpangannya, bukan dari sisi diampuni atau tidaknya. Karena itu, jangankan muslim yang beda madzhab dengan Syi’ah, orang kafirpun, dalam keyakinan Syi’ah (sebagaimana diajarkan dalam Qur an, tafsir Syi’ah, hadits Syi’ah dan kitab-kitab Syi’ah, bukan pengakuan dari kocekku) bisa masuk surga kalau belumdidatangi Islam yang benar, belum memahmi dengan benar. Jadi, yang dipastikan masuk neraka itu, adalah sesat yang disengaja. Artinya, sudah tahu kebenaran dan tahu kesalahan, akan tetapi masih mengikuti yang salah.

Dalam surat al-Faatihah saja kita disuruh berlindung dari dhaal, yakni sesat atau menyimpang. Tidak tanggung-tanggung, melainkan dari segala dhaal. Itulah mengapa memakai jamak dan dibubuhi alif laam lagi, yakni al-dhaalliin.

Kita tidak bisa mengatakan buku Sunni menyesatkan. Tapi kalau yang tidak sama dengan Syi’ah dipakai oleh orang Syi’ah, maka ia bisa dikatakan telah sesat.

Ali Zayn Al-Abidin: Seperti syaikh as-shoduq, syaikh al-mufid, syaikh al-kulayni dan banyak ulama- ulama Syi’ah terdahulu yang aqidahnya juga masih belum benar dalam pandangan Syi’ah sekarang juga sesat menyesatkan??

Anwar Mashadi: Tampaknya cukup jelas [mudah dimengerti], tetapi sulit dipraktikkan [kebenarannya]. Jadi teringat penjelasan seorang ulama [penulis Tafsir Tasnim] di youtube, tentang ‘kebebasan’/’’kemerdekaan’ dan ‘keadilan’, katanya, kedua maknanya begitu jelas tetapi realitasnya sangat tersembunyi..

Sinar Agama: Anwar, ketika orang sudah membawa yang diprediksikannya dari awal dalam pemahaman salahnya itu tidak dikontrol dan dikonfirmasi lagi, dan merasa yakin kebenaran adalah yang ia pahami tersebut, maka semua penjelasan segamblang apapun, tetap mumet tidak dipahami.

Kata ayatullah Jawadi Omuli hf, kalau manusia memang tidak mau mendengarkan (apapun alasannya, sa), maka sekalipun malaikat Jibril as yang datang,tetap tidak akan didengarkannya.

Itulah mengapa yang diperangi pertama kali oleh imam Mahdi as, adalah muslimin yang menentang beliau as. Karena penghalang terwujudnya persatuan hingga menang ke atas kafirin. Lagi pula, ketika mereka menolak, berarti sudah mematri diri dengan pahamannya sendiri, sementara para ulama, imam Makshum as, Nabi saww dan Tuhan sendiri, sudah sangat gamblang menjelaskannya.

Kalau orang sudah mematri diri dengan pahamannya, maka biar dijejeli argumentasi yang lebih jelas dari matahari di siang bolong, tetap tidak bisa melihatnya.

Itulah mengapa dari awal maunya mendebat, bukan bertanya. Hal itu, karena sudah diyakini benar dari awal. Padahal dari mana dapat ilmu, sungguh dia sendiri yang tahu. Mending kalau dapat dari Makshum as yang barangkali pemahamannya dia yang keliru. Lah, ini sudah dapat ilmu dari orang yang tidak Makshum, tidak alim lagi.

Saya tidak mau mengatakan bahwa yang alim pasti benar dan yang awam pasti salah. Akan tetapi, kalau belajar itu tidak memberikan pengaruh pada manusia, lah...terus buat apa belajar tak iya? Jadi, kalau tidak tahu bertanya, maka ia akan lebih melicinkan penerimaan pada yang jelas.



Bersambung ... 
=================

Penjelasan Tentang Perkataan Rahbar

6. Penjelasan Tentang Perkataan Rahbar

https://www.facebook.com/notes/sang-pencinta/penjelasan-tentang-perkataan- rahbar/790004511049457






Adlh Murid: Pertanyaannya: Sinar Agama ini kata rahbar...mohon kritiknya, afwan.

Sinar Agama: SALAM DAN TERIMAKASIH TAG-ANNYA: KALAU BENAR SAJA TIDAK BOLEH BERSIKUKUH DEMI MENJAGA PERSATUAN, LAH GHIMANA YANG BATILNYA?????!!!!!!!!!

Sinar Agama: APALAGI YANG DIMAKSUDKAN KEBENARAN YANG DIKORBANKAN DEMI PERSATUAN ITU BUKAN HAL YANG PRINSIP, SEPERTI MEMBANGUN TATA LETAK KOTA, ATAU METODOLOGI TATA NEGARA YANG MANA KEBENARANNYA BERSIFAT TIDAK MEMBUAT PELANGGARNYAKELUAR DARI HUKUM FIKIH DAN AKIDAH ISLAM DAN SYI'AH.

TAPI KALAU PRINSIP COBA, BIAR PERANG SENJATA SEPERTI PARA PENDEMO DI TEHRAN ITU, MAKA YANG HAQ DAN BENAR, SEPERTI WILAYATULFAQIH DAN APALAGI IMAMAH, MAKA WAJIB TETEP DIPERJUANGKAN.

PARA PENDEMO DI BULAN MUHARRAM YANG MENARI-NARI SAMBIL MEMBAKARI MOBIL SAJA DITANGKAPI DAN DIADILI. KALAU DEMI PERSATUAN,BIARKAN MEREKA MENARI DI BULAN MUHARRAM. ITU BARU MENARI-NARI DI HARI ‘ASYURA. LAH KEKE (GIMANA) KALAU IMAMAH IMAM HUSAIN as YANG DIHABISI DAN IMAM HUSAINNYA as DIKATAKAN GONTOK-GONTOKAN KARENA MEMAKSAKAN KEHORISONTALAN IMAMAHNYA.?????????????????!!!!!!

Sinar Agama: DALAM MENGHADAPI PARA PENARI DI BULAN MUHARRAM ITU SAJA, DIBAHAS DAN BAHKAN DIPERINGATI SEBAGAI HARI SEPERTI MUQAWAMAH DAN PERJUANGAN SAMPAI SEKARANG. SUDAH LIMA TAHUN INI IRAN DEMO DEMI MEMPROTES PENARI-NARI ITU DAN DIPERINGATI TIAP TAHUN DENGAN DEMO DAN MEMPERBAHARUI BAIAT PADA RAHBAR hf.

SYI’AH TETAP DIAJARKAN DI TV SECARA TERANG-TERANGAN WALAU PULUHAN JUTA SUNNI ADA DI IRAN. TENTU DENGAN SANTUNG DAN ARGUMENTATIF DAN TIDAK MENCELA GOLONGAN LAINNYA.

MENGAJARKAN HAK ITU BUKAN MEMPERPECAH UMAT. YANG MEMPERPECAH UMAT ITU ADALAH YANG MEMBUAT KEBATILAN DAN TIDAK MAU DINASIHATI DAN BEGITU PULA PARA PENDUKUNG KEBATILAN ITU YANG BISANYA HANYA MAIN CELA TANPA BISA MEMBUKTIKAN KEBENARANNYA SEDIKITPUN. INI BARU PEMECAH UMAT, BUKAN YANG BERKATA HAK.

Sinar Agama: ANEH, PEMBELA KEBATILAN DIKATAKAN MENGAJAK KEPADA PERSATUAN. KAN ANEH BANGET DUNIA INI. DAN PERSATUAN MAKSUDNYA ADALAH DIAM MELIHAT KEBATILANNYA ATAU BAHKAN KATAKAN HAK PADA KEBATILANNYA. INI ANEH BANGET. DUNIA SUDAH JUNGKIR BALIK. YANG BATIL MENGAJAK PERSATUAN KEPADA YANG HAK DENGAN MEMINTA PENGORBANAN YANG HAK. INI AJARAN DARI MANA?

Rudi Suriyanto: Mantabs ustadz.

Sinar Agama: YANG TERLALU MENGHERANKAN ITU ADALAH ADANYA DAKWA ATAS NAMA SYI’AH, DAN SALAH TOTAL, TAPI TIDAK MAU DIPERINGATI DAN MALAH PARA PENDUKUNGNYA NGOTOT MEMAKSAKAN KEHENDAKNYA YANG BATIL ITU DAN MEMFITNAH PERPECAHAN BELAH PADA YANG BERKATA HAK. WALLAAHI HANYA ALLAH TEMPAT BERLINDUNG YANG SESUNGGUHNYA.

Rudi Suriyanto: Semoga ustadz selalu dalam sabar dan berlapang dada serta berhati dingin dalam menghadapi kesimpang siuran ini.

Sinar Agama: JADI, KATA-KATA RAHBAR hf ITU JELAS BENAR (KALAU SUDAH BERSANAD BENAR). YANG TIDAK BENAR ITU ADALAH PEMAHAMANMU YANG KEBALIK-BALIK ITU.

KATA ORANG ARAB:

“MENGGUNAKAN KATA-KATA YANG BENAR, DI TEMPAT YANG SALAH.”

Sinar Agama: LAGI PULA, KALAU KAMU PENDUKUNG BUKU SMS YANG ANTI TAQLID DAN WALI FAQIH MUTLAK, MAKA KAMU HARUS ANTI TAQLID APALAGI WALI FAQIH MUTLAK. KARENA ITU, DI SAMPING TIDAK LAYAK MENYANDARKAN DIRI KE FATWA RAHBAR hf JUGA AKAN TERHITUNG MELECEHKAN BELIAU hf. KARENA TELAH MENGGUNAKAN KATA-KATA BELIAU hf UNTUK MENHENTIKAN PENCINTA BELIAU as DALAM MEMBELA BELIAU as, DEMI MENGUNTUNGKAN ORANG SEMACAM KAMU YANG ANTI BELIAU as.

Idea Abdul Majid: Kebenaran itu berukuran, kalau kalian mampu necb membaca data intelejen niscaya kalian tahu perkembangan terburuk dari upayakalian. Saat ini Indonesia sudah lebih terancam dari pada Iran yang sudah sekian kali di lindungkn Indonesia. Lah kalian cuman sebarkan propaganda memerangin Indonesia, sudah numpang enggak tahu terima kasih.

Idea Abdul Majid: Bahas yang berkaitan dengan Jihad Membela Negara geh, ketimbang kakean polah. Toch Jasa Syi›ah di Indonesia Enggak Ada Selama Revolusi I Indonesia, Buat Jasa di Revolusi II Indonesia. Baru kakean polah.

Idea Abdul Majid: Walau sebenarnya menurutku lucu sekali kalian, dakwah kalian dalam data Intelejen telah menimbulkan kerusuhan secara struktural di bawah. Padahal Bangsa Indonesia hendak membangun kekuatan struktural bawah lebih gegap gempita yang mana tidak seperti Iran bergantung pada minyak bumi.

Adlh Murid: Salaam...afwan ustadz Sinar Agama...sebelumnya saya mau tanya apakah caplocknya terpencet tidak sengaja sehingga huruf yang ustadztulis besar semua? Semoga iya... karena penulisan huruf besar menunjukkan penekanan... dan kalau semua kapital berarti mungkin sedang dalam amarah...tapi ya sudah...semoga ustadz tidak sengaja...lagipula itu tidak terlalu penting... saya sangat berterima kasih ustadz mau menanggapi tag saya...maaf, saya tag ustadz karena saya mungkin sebagai orang sama sekali nggak penting ini prihatin dengan cara yang ustadz ambil...seandainya saja anda bukan seorang ustadz yang memiliki ilmu jauuuh di langit mungkin saya tidak akan tag ustadz...jujur dalam koridor pemikiran saya yang sempit ini saya memahami bahwa semakin banyak ilmu seseorang maka ia akan makin merunduk...namun sebaliknya yang saya lihat dari sikap ustadz menanggapi segala kasus yang mencuat justru ustadz makin menunjukkan taring dan cakar ustadz... saya sebagai orang yang sangat nggak penting ini hanya dengan secercah kasihnya kurang ajar coba ingatkan orang sekaliber ustadz... tapi apa yang bisa saya lakukan? Kasih ini dengan kurang ajar mencoba cara ini...maaf jika tidak berkenan...dari kasus lalu sampai kasus SMS hanya satu yang saya sayangkan...KENAPA HARUS di MEDIA SOSIAL macam fb ini utk membahas kasus internal... dan saya sudah pernah dijawab ustad saat kasus lalu... tapi tetap saya tidak paham mengapa ambil cara yang tidak gentle?Mengapa tidak coba selesaikan dengan cara lebih baik? Face to face atau bagaimana...

Adlh Murid: Dan jujur cara yang ustadz ambil menyebabkan perpecahan di kalangan AB...apakah itu memang yang ustadz inginkan? Mengambil cara yang mengakibatkan perpecahan padahal ada alternatif pilihan lain yang lebih arif dan bijak...?? Untuk sampaikan yang haq jika menggunakan cara yang salah maka pesan tersebut tidak akan sampai... bukankah begitu? Rudi Suriyanto, Idea Abdul Majid

Idea Abdul Majid: Benar secara teori pada perakteknya teori harus di sesuaikan keadaan. Sebab secara Teori itu sering menjadi retorika.

Idea Abdul Majid: Konsep Itu Masih Presepsi. Lagi Pula Iran Juga Provinsi ISLAM, Bukan Negara ISLAM.

Adlh Murid: Btw Idea Abdul Majid apakah kamu berwilatul faqih?

Idea Abdul Majid: Wilayatul Faqih itu ibaratnya Konstitusi Nasional Suatu Negara Yang Bergerak. Kalau Diam Sama Saja Dengan Pancasila.

Adlh Murid: So...menurutmu wilayatul faqih itu konstitusi negara Iran?

Idea Abdul Majid: Ea begitulah, menurut Teori Hukum Anglo Saxon..

Sinar Agama: @Adlh, sepertinya kamu baru bangun tidur, tidak membaca masalah yang selama ini didiskusikan, lalu menulis status. Karena itu, kalau kamu masih mau mengikuti masalah sms ini, silahkan baca diskusi sebelumnya. In syaa Allah, semua penasaranmu akan terjawab. Kalau sudah baca, tapiberstatus dan berkomentar seperti itu, maka berarti tidak paham yang dibaca. Kalau paham juga, maka berarti sengaja tidak memperhatikannya. Kalau sengaja tidak memperhatikannya, lalu mengapa masih mengikutinya???!!!!

Sinar Agama: Lagi pula, kamu sekarang sedang melanggar dirimu sendiri karena mengkritikiku di medsos. Kalau beralasan karena aku membahas di medsos, maka buku sms itu juga demikian.

Adlh Murid: Andaikan saja saya tau siapa ustadz...pasti saya langsung telepon ustadz... kalau ustadz memberi no telepon ustadz... seperti saya langsung telepon ustadz saya kalau ada masalah...

Adlh Murid: Sejujurnya saya tidak begitu suka masalah-masalah seperti SMS dan lain-lain dikritisi melalui medsos... karena jadi simpang siur informasinya... saya dengar akan ada buku dari sekian penjelasan ustadz di medsos... saya akan tunggu untuk mendalaminya.

Muhammad Safri Mustaqiem: Seribu kali.

Joko Manurung: Adlh, sepertinya kamu baru bangun tidur, tidak membaca masalah yang selama ini didiskusikan, lalu menulis status. Karena itu, kalau kamu masih mau mengikuti masalah sms ini, silahkan baca diskusi sebelumnya. In syaa Allah, semua penasaranmu akan terjawab. Kalau sudah baca, tapiberstatus dan berkomentar seperti itu, maka berarti tidak paham yang dibaca. Kalau paham juga, maka berarti sengaja tidak memperhatikannya. Kalau sengaja tidak memperhatikannya, lalu mengapa masih mengikutinya???!!!!

---> salam ustadz, maaf sebelumnya. Jika yang digunakan kaidah yang demikian. Apakah berarti, pendapat dan pandangan antum, adalah sang parameter kebenarannya? Bagaimana jika yang paham, tapi tak berpendapat sama dengan ustad?

Artinya, pilihan diamnya seseorang belum tentu menyetujui pendapat kita, tapi demi lega nya antum misalnya. Bagaimana itu?

Terimakasih sebelumnya Ustadz Sinar Agama.



Bersambung ... 
=================

Mengklarifikasi dan Menyelesaikan Polemik Akhir-Akhir Ini

5. Mengklarifikasi dan Menyelesaikan Polemik Akhir-Akhir Ini

https://www.facebook.com/notes/sang-pencinta/mengklarifikasi-dan-menyelesaikan- polemik-akhir-akhir-ini/790002531049655

Reza Fauzan Al Hamid:

Sinar Agama

10 Januari pukul 11:35 · Salaam wr wb ya Ustadz...

Dengan tidak meninggalkan rasa hormat ana pada antum, ana sangat berharap antum sekiranya mau mengklarifikasi dan menyelesaikan polemik akhir-akhir ini. Semoga kita semua diridhoi oleh Allah SWT.

Afwan... 5X.

Sinar Agama: Salam dan terimakasih harapannya. Kalau yang antum maksudkan adalah perihal buku sms, maka sepertinya antum kurang menyimak sejak oktober lalu. Kami sudah menyatakan, bahwa penyelesaiannya adalah dengan penarikan buku. Karena banyak kebohongan, fitnah terhadap Syi’ah dan Makshumin as dan ejekan kepada para SEMUA ULAMA DAN IMAM MAKSHUM as dalam sepanjang sejarahnya. Mengajarkan banyak penyimpangan yang gamblang dan mengatasnamakan Syi’ah.

Karena itu jalannya adalah penarikan buku, atau kami sedikit-sedikit manakala ada kesempatan, terus akan memberikan penerangan kepada umat tentang kesalahan buku tersebut. Karena ini adalah tanggung jawab ilmiah dan fatwa marja’ yang tidak bisa ditinggalkan.

Bagi kami, ini bukan urusan organisasi atau kelompok. Karena kami tidak pernah membenci kelompok manapun. Urusan ini sudah jauh melebihi tingginya langit dan dalamnya lautan, yakni sudah menyangkut agama yang tidak ada basa basi di dalamnya dalam artinya pengetahuan dan keilmuannya.

Kalaulah buku diganti namapun, maka tetap hatus mencabut ejekan-ejekan pada para ulama Syi’ah, marja’ Syi’ah dan para imam Makshum as. Afwan sayyid.

Sinar Agama: Tentu kami tidak merelai segala macam kata kasar dan membalas ejekan buku itu terhadap para ulama dan imam Makshum as sekalipun hati ini mendidih. Akan tetapi, kami tetap akan memakai cara ilmiah dan melarang teman-teman untuk melakukan hal yang sama seperti yang dilakukan buku sms itu. In syaa Allah.

Reza Fauzan Al Hamid: Apakah ada cara lain yang lebih afdhol untuk diupayakan (dialog) ketimbang dibahas di sosial media/FB, Ustadz?

Ana hanya khawatir hal ini akan membias dan terus menjadi polemik bagai lingkaran syaithan yang akhirnya justru sangat tidak menguntungkan kita sebagau Pecinta Ahlul Bait as di Indonesia...

Ana mohon sekiranya Ustadz mau bijak dalam menyikapi hal ini.

Sinar Agama: Sayyid, cara yang lebih afdhal itu sudah dilakukan, tapi saya sengaja tidak membongkarnya supaya tidak tambah parah.

Buku itu wajib dipolemikkan secara akal dan syariat, selama belum ditarik. Jangan takut polimik, takutlah pada Tuhan. Tentu sebagai manusia beradab dan ingin menjadi pengikut Ahlulbait as, kita hanya mengambil jalan yang paling hati-hatinya, yaitu dengan membahas ilmiahnya dan konsekuensi hukumnya. Itu saja.

Reza Fauzan Al Hamid: Ya khair Ustadz...

Semoga Allah SWT membimbing kita pada jalan keluar yang baik dan kita semua kembali pada ukhuwuah.

Ana mohon maaf bila ada perkataan yang salah, afwan Ustadz. Bi Haqqi Muhammad wa Aali Muhammad.

Penjelajah: Sinar Agama, jika anda tidak mau ketemu, maka seperti Syekh Yasir Habib. Yasir H ini ini mendapat maqom dari pendengarnya, saya kira anda juga ingin maqom, ini saya yakini dan banyak perilaku anda yang sudah saya dengar, karena itu saya berkesimpulan jika anda takut untuk bertemu. Demi Alllah, saya yakin para Aimmah as tidak meridhoi langkah-langkah yang anda lakukan sekarang ini. Jangan anda sebut-sebut nama aimmah as dan marji’ di sini.

Reza Fauzan Al Hamid: Penjelajah @. Ana berharap kita semua masih mau menggunakan kata-kata yang lebih lembut dan santun...

Sungguh ana sudah lelah dengan segala pertikaian di media sosial selama ini. Afwan... 14X.

Penjelajah: Afwan 12X, Habibii. Antum percuma bicara dengan Abu Ammar, Hasan Tono, semua anak Ghom tahu dia, karakternya, karena ana sudah tanya lebih 20 anak, jawabannya sama. Lihat aja di sini, apakah dia kumpul dengan Ghom yang lain ?

Reza Fauzan Al Hamid: Allahummah shalli ‘ala Muhammad wa Aali Muhammad wa ‘ajil farajahum... 14.

Sinar Agama: Reza, ahlan wa sahlan, tidak ada permusuhan. Yang kita bahas hanya dan hanya isi kitab yang telalu menyesatkan itu. Kita sudah bawakan dalilnya dengan segamblang-gamblangnya.

Sinar Agama: Penjelajah, s’lamat jalan, semoga berhasil menjelajahi alam ini demi mendapatkan Tuhan dan kebenaran, amin. Saya harus putuskan pertemanan antum karena antum tidak mendengarkan peringatan saya untuk tidak menghubungkan saya dengan siapapun.

Deddy Prihambudi: Saya tetap mendukung akal sehat. Sinar Agama tetaplah menulis. ABI tetaplah menulis. Jika ada polemik, selesaikan dengan cara cara dewasa, sesuai dengan ‘adat ketimuran’. jangan libatkan para pecinta AB yang masih ‘mentah’ dalam hal ushuluddin dan ushul fiqh dalam ‘polemik’ kalian.

Sinar Agama: Deddy, terimakasih sarannya. Sudah berkali-kali saya katakan bahwa kita ikut fatwa. Karena itu, saran yang tidak sesuai fatwa, terpaksakami hindari. Bukan tidak menyukainya, akan tetapi karena akhirat kita lebih berat dari semuanya. Allah kita adalah Tuhan kita yang lebih patut diikuti. Tentu melalui Nabi saww, imam Makshum as dan marja’.

Yang ke dua, seperti yang sudah dikatakan bahwa cara-cara yang antum pikirkan itu sudah dilakukan semuanya, tapi belum menunjukkan hasil.

Ke tiga, buku itu dipasarkan di umat, karena itu, umat harus tahu apa yang sebenarnya. Kalau masalah pribadi, tidak layak mengikutkan umat. Tapi masalahumat, maka sudah pasti bukan hanya layak, akan tetapi malah wajib sesuai dengan akal dan arahan fatwa. Yang tidak boleh bukan membicarakan isinya, akan tetapi memakai kata-kata ejekan yang keluar dari keilmiahan.

Ricky Zen Pulungan: Ustadz Sinar Agama, Kami disini (Medan) sepakat untuk tidak ikut meramaikan polemik ini dan kami juga sepakat dengan Antum serta tidak ada kaitan dengan person atau organisasi.

Sinar Agama: Ki Poerwoditirto, karena mungkin antum pertama kali melakukan penisbahan ana pada orang lain, maka saya tidak akan membolokir antum. Tapi kalau mengulangi lagi, maka saya akan memblokir antum, afwan.

Hesthi Raharja: Semoga semuanya tetap jernih dalam memahami, mengomentari dan menjaga Kasih sayang dalam silaturahmi.

Hukum Memperingatkan Penerbit untuk Mencabut Buku Juga Berlaku di Medsos?

4. Hukum Memperingatkan Penerbit untuk Mencabut Buku Juga Berlaku di Medsos?

https://www.facebook.com/notes/sang-pencinta/hukum-memperingatkan-penerbit-untuk- mencabut-buku-juga-berlaku-di-medsos/790004241049484


Sang Pencinta: Salam, titipan ikhwan ustadz. Titip pertanyaan untuk ustadz Sinar Agama. Saya setuju dengan kritik buku atau bedah buku itu bisa di mana saja termasuk di media sosial. Satu pertanyaan saya apakah etika/hukum memperingatkan penerbit untuk mencabut buku juga berlaku dimana saja termasuk di medsos? Dengan penekanan untuk membuka satu-satu kesalahan yang ada di buku sampai buku itu dicabut di pasaran. Karena belum tentu kritik atau peringatan pencabutan buku sampai pada yang bersangkutan. Terimakasih.

Abu Thurab: Memangnya kritik itu tidak punya potensi untuk mendapat kritik pula, lantas dengan alasan bahwa ada yang telah mengkritik sebuah karyadimanapun wadah atau tempat mengkritiknya, maka karya seseorang itu harus ditarik dari pasaran, tidak bisa tidak begithu ?? Maksa banget yang nitippertanyaan.

Edisi “semenjak kapan tabayun itu di haramkan?”

Sinar Agama: Salam dan terimakasih pertanyaannya:

1- Saya sudah menjelaskan bahwa untuk setiap langkah manusia di muka bumi ini, ada peraturan hukum fikihnya. Karena itulah, usahakan untuktidak banyak melarang dan menyuruh, kalau tidak tahu fatwanya. Bertanya, memang merupakan hal yang paling wajib, manakala tidak tahu hukum fikihnya. Tapi betul-betul bertanya, bukan bertanya yang bermaksud melarang atau menyuruh.

2- Sasaran nahi mungkar itu tergantung dosa dan kesalahan yang dilakukan oleh pelakunya, seperti:

a- Kesalahan Pribadi: Kesalahan pribadi seperti zina, ghibah, onani, ...dan seterusnya, bisa dinahi mungkari secara pribadi pula. Akan tetapikalau tidak bisa atau dari awal merasa tidak mampu, maka bisa meminta tolong kepada yang diyakini mampu dan bisa.

b- Kesalahan Sosial:

b-1- Sosial selain agama, maka bisa berbagai cara, baik dari cara yang paling ringan seperti menasihatinya secara pribadi, atau sampai pada tingkat mendemonya di jalan- jalan sebagai protes.

b-2- Sosial Agama. Dalam hal ini, dilihat bentuk kesalahannya. Kalau tulisan, maka mesti dihadapi dengan tulisan. Kalau suara seperti suara pidato dan rekaman dan semacamnya, maka bisa dinahi mungkari dengan media medsos apa saja.

Catatan: Harus dibedakan antara orang berzina dengan menghalalkan zina. Cara nahi mungkarnya jauh berbeda. Kalau penzina, maka dengan menasihati orangnya. Akan tetapi menghalalkan zina, jelas harus dilawan dengan apa saja yang bisa dijadikan tandingan supaya umat mengetahui kesalahan hukumnya tersebut. Buku SMS ini termasuk dari jenis ini. Yakni mengingkari hukumnya, bukan perbuatannya. Sebab jelas-jelas mengingkari kemestian maqam imamah dalam kepengurusan dunia (horizontal), kewajiban pengamalan fatwa marja’ dan semacamnya.

3- Dari kemarin-kemarin saya menyayangkan teman-teman yang kurang akrab dengan tulisanku. Sebab dalam catatan-catatanku, sudah pernah atau sering dijelaskan tentang syarat-syarat amr makruf dan nahi mungkar itu. Nah, teman-teman yang biasa tidak taqlid, akan sangat mudah memberikan teori ini dan itu, melarang ini dan itu, maslahat ini dan itu. Tapi teman-teman yang sudah biasa dengan fatwa dan taqlid, maka sudah tahu bahwa ucapannya itu, akan terhitung keterlaluan dalam agama (tajarri) dan berdosa serta akan mendapat adzab kelak di akhirat.

Akan tetapi saya juga tahu siapalah saya ini hingga terlalu GR mengharapkan semua teman-teman fb membaca tulisanku. Karena itulah, maka saya sering tidak menghentikan pengulangan. Dulu sebelum Tuhan memberikan Sang Pencinta dan teman-teman lainnya, maka betapa sulitnya aku mengulang jawaban yang sudah pernah diberikan. Hal itu, karena mencari juga memerlukan waktu dan, apalagi menulisnya kembali. Syukur padaMu ya Rob yang sering memanjakanku dengan persaudaraan-persaudaraan yang memiliki kecekatan, kesabaran, ketaqwaan dan kikhlashan. Terimalah kami semua, baik yang menjawab, yang membantu dan yang bertanya, sebagai ibadah kepadaMu, amin.

4- Untuk mengulang fatwa amar makruf dan nahi mungkar, maka saya nukilkan sebagai berikut:

و هى أمور : االول أن يعرف االمر أو الناهى أن ما تركه المكلف أو ارتكبه معروف أو منكر ، فال يجب
على الجاهل بالمعروف و المنكر، و العلم شرط الوجوب كاالستطاعة فى الحج.
الشرط الثانى : أن يجوز و يحتمل تأثير االمر أو النهى، فلو علم أو اطمأن بعدمه فال يجب.
الشرط الثالث : أن يكون العاصى مصرا على االستمرار فلو علم منه الترك سقط الوجوب.
الشرط الرابع : أن ال يكون فى إنكاره مفسدة.

Inti dari 4 syarat di atas adalah:

a- Yang mau melakukan amr makruf dan nahi mungkar, tahu permasalahannya, baik dari sisi hukumnya atau obyeknya.

b- Dimungkinkan akan berefek atau menerima. Kalau yakin tidak akan terima, maka sudah tidak wajib.

c- Diketahui bahwa pelakunya akan terus melakukan dosanya itu. Tapi kalau sudah diyakini berhenti, maka sudah tidak wajib.

d- Tidak menimbulkan mudharat bagi dirinya, keluarganya atau muslimim, seperti dipukuli, dibunuh dan semacamnya.
...................dan seterusnya dari perincian-perincian syarat-syarat amar makruf dan nahi mungkar tersebut.

Akan tetapi manakala sudah masuk dalam bab bid’ah, yakni mengatakan agama apa-apa yang bukan agama dan mengingkari keagamaansesuatu yang merupakan bagian dari agama, seperti imamah yang semestinya vertikal dan horisontal yang dikatakannya hanya vertikal, atau taqlid yang wajib dikatakannya tidak wajib, atau wali faqih mutlak yang merupakan bagian agama dikatakannya sebagai bukan kewajiban seperti yang terlihat di buku SMS, maka akan masuk bagian fatwa berikut ini:

مسألة 7 : لو وقعت بدعة فى االسالم و كان سكوت علماء الدين و رؤساء المذهب أعلى اهلل كلمتهم موجبا لهتك االسالم و ضعف عقائدالمسلمين يجب عليهم االنكار بأية وسيلة ممكنة سواء كان االنكار مؤثرا فى قلع الفساد أم ال، وكذا لو كان سكوتهم عن إنكار المنكرات موجبا لذلك، و ال يالحظ الضرر و الحرج بل تالحظ االهمية.مسألة 8 : لو كان فى سكوت علماء الدين و رؤساء المذهب أعلى اهلل كلمتهم خوف أن يصيرالمنكر معروفا أو المعروف منكرا يجب عليهم إظهار علمهم، و ال يجوز السكوت و لو علموا عدم تأثير إنكارهم فى ترك الفاعل، و ال يالحظالضرر و الحرج مع كون الحكم مما يهتم به
الشارع االقدس جدا.

Masalah ke 7:

Kalau terjadi bid’ah dalam Islam (penambahan atau pengurangan agama) dan diamnya ulama (yang tahu) dan tokoh agama/madzhab semoga Tuhan meninggikan derajat mereka, bisa membuat agama menjadi terhina dan atau melemahkan akidah kaum muslimin, MAKA WAJIB BAGI MEREKA UNTUK MENGINGKARINYA DENGAN CARA APAPUN YANG MEMUNGKINKAN BAIK PENGINGKARANNYA ITU BEREFEK POSITIP DALAM MENARIK KEMUNGKARAN ITU(BID’AH ITU) ATAU TIDAK. Begitu pula kalau diamnya mereka bisa menyebakan hal tersebut (terhinanya agama dan lemahnya akidah muslimin). DAN TIDAK PERLU LAGI MEMPERHATIKAN MUDHARATNYA DAN KESULITANNYA. KARENA YANG HARUS DIPERHATIKAN ADALAH KELEBIHPENTINGANNYA.

5- Itulah mengapa setiap teman yang bersaran tentang ini dan itu, saya tidak pernah menanggapinya. Hal itu karena di samping bertentangan dengan fatwa marja’, juga ingin memberitahu mereka bahwa dalam agama dan Syi’ah, semuanya sudah ada fikihnya, baik dakwa atau metodologi dan caranya.

Kasarnya, saya ingin mengatakan bahwa jangan asal berfatwa kalau bukan mujtahid karena hal itu dosa. Itulah mengapa saya selalu menyindir mereka dengan berkata:

“Kalau antum marja’ saya, maka saya akan ikuti. Akan tetapi, antum bukan marja’ saya.”

Jadi, bagi yang biasa berteori dalam urusan dakwah, baik menyarankan datang ke penerbit, jangan di medsos, jangan memaksa, ...danseterusnya, maka tolong jauhi dosa seperti itu. Hal itu, karena antum seperti memberi saran, wudhu’ begini dan begitu, shalat begini dan begitu, akan tetapi antum bukan mujtahid dan, apalagi marja’.

6- Penutup: Dalam fatwa-fatwa amar makruf itu, dijelaskan bahwa kalau mengulang-ulangnya dapat menghentikan kemungkaran, maka wajib diulang-ulang sampai kemungkaran itu berhenti. Jadi, jangan katakan kami memaksa, karena kami hanya menjalankan perintah fatwa. Kami akan terus mengulang sampai buku itu ditarik dari peredaran. Kalau tidak, kita tidak bisa memaksa dan, karena itu, hanya bisa mengulang sesuai kewajiban. Perhatikan fatwa berikut ini:

مسألة 5 : لو علم أو احتمل أن أمره أو نهيه مع التكرار يؤثر وجب التكرار.

Masalah 5:

Kalau diketahui atau diperkirakan bahwa kalau larangannya (dari kemungkaran) atau anjurannya (pada kebiakan) itu akan memberikan efek positip kalau diulang, MAKA WAJIB MENGULANG-ULANGNYA.

7- Pelengkap:Kalau menggabungkan wajibnya mengulang dan wajibnya menyampaikan manakala terjadi bid’ah, MAKA NAHI MUNGKARTERHADAP BUKU SMS INI WAJIB DILAKUKAN DI MEDSOS DAN APA SAJA YANG MEMUNGKINKAN DAN WAJIB DIULANG-ULANG.

Wassalam.

Abu Thurab: “Semenjak kapan tabayun itu di haramkan ? “

Sinar Agama: Abu, “Sejak kapan tabayun tentang karya tulis, diwajibkan?”

Abu Thurab: Saya nggak bilang tabayun haram atau Wajib ustadz .. toh saya tanya semenjak kapan tabayun itu di haramkan? Kepada si penitip pertanyaan .

Mengapa?, seakan persoalan kita sama kita atau permasalahan intern kita budaya tabayun merendahkan harga diri kiranya ....

Padahal ketika ada seorang wahabi mengatakan ini dan itu tentang Syi’ah, kita kita selalu katakan kepada mereka, jika ingin tau tentang Syi’ah, tanyalah kepada Syi’ah, tabayun itu hanya anjuran jika ada kekisruhan antara kita dengan non kita agaknya, tapi tak bisa diberlakukan antara kita dengan/ sama kita, begithu rupanya ya ustad, ?...

Sinar Agama: Abu, tabayun itu tidak perlu kalau dalam sebuah buku. Kalau wahabi itu bukan tabayun mas, sebab mereka memang sengaja memplintir.Perkataan tabayun yang dari teman-teman Syi’ah itu seringnya karena dia sendiri tidak bisa menjawab pelintiran dan penipuan nukilan wahabi itu.

Lucu amat kalau isi buku suruh tabayun lagi. Lah, buat apa nulis buku mas? Kalau untuk dipahami, maka berarti sudah bisa dipahami dan tidak perlu tabayun. Kalau tidak bisa dipahami kecuali dengan tabayun, maka buat apa menulis buku? he he..

Sinar Agama: Mungkin nanti suatu saat kita akan kuberitahukan kepada teman-teman bahwa sudah ada atau mungkin banyak yang telah mengingatkan tim buku sms itu tentang bukunya, tapi mereka jalan terus. Kita saja sudah membahas sebagian isi buku tersebut bebeparapa waktu lalu sebelum buku itu jadi ramai betul. Btw.

Mohmmed Fajar: Kalau saya marja’nya, mau panjangnya satu juta halaman tapi ada disisipi untuk mengakui kekhalifahan auumy TETAP BUKU SESAT, walaupun boleh dibaca, kwkwkwkwkwkwkw begitu mbak Siti Rabia Aidia

Abu Thurab: Mungkin Tabayun itu adalah tempat dan suasananya kongko kongko tanpa kritik, mungkin ustad ya ? Jadi jika ada tabayun, maka mengkritik dengan ala tabayun adalah kelakuan orang bodoh ya ustadz?.

Sang Pencinta: Bisa jadi diadukan ke wali faqih, kalau tidak ditarik oleh penerbit. Kita tunggu saja kabar dari asatidz hf.

Abu Thurab: Setuju juga .....jelas juntrungnya .....

Sang Pencinta: Ke wali faqih bukan untuk menentukan halal haram (karena jelas haram dan tidak boleh membacanya kalau akan terpengaruh), tapiuntuk menegaskan ke penerbit untuk menarik dari peredaran.

Sinar Agama: Kita tunggu sama-sama. Yang dapat saya curi dengar, bahwa ada persatuan pelajar agama (hauzah) yang ada di dunia ini (saya tidak mau menyebutkan persatuan santri mana), telah melayangkan surat ke penerbit untuk menarik buku itu. Kalau tidak ini dan tidak itu yang bisa diperhatikan, maka mungkin kita akan tingkatkan ke langkah-langkah selanjutnya.

Sinar Agama: Abu, yah....konsekuensi pemahamannya, dipahami sendiri saja. Wong masalahnya sangat jelask kok.

Abu Thurab: Di fahami bagaimana Ustadz ... ??

Setau saya, Tabayun itu adalah usaha kritik dengan lebih terhormat (maaf, saya tidak mengatakan/ menilai kritik dalam bentuk selain tabayun itu ‘’tercela’’ ustad), karena lebih elegan dan bersifat tetutup/ terbatas , hal ini bisa mengurangi tingkat kekisruhan seperti yang terjadi pada saat kritik disampaikan melalu medsos berupa pertanyaan-pertanyaan dari beberapa kalangan yang mesti ustad jawab yang bersifat terbuka ini dan memungkinkan akan terjadinya komentar-komentar yang bersifat “perpecahan”.

Tapi ok lah, tentu saya sebagai awam, tentu harus tau diri juga ustad ... hal ini saya sampaikan hanya karena tak ingin masalah ini membuat kisruh lebih lanjut, bahkan dimanfaatkan oleh para fihak untuk memuaskan nafsunya.

Terima kasih ustad, salam.

Ahirah Aisyah: Sebaiknya buat buku tandingan saja.


Bersambung, ....
========================

Penjelasan Sasaran Amar Makruf Nahi Mungkar

3. Penjelasan Sasaran Amar Makruf Nahi Mungkar

https://www.facebook.com/notes/sang-pencinta/penjelasan-sasaran-amar-makruf-nahi- mungkar/790001914383050

Rudi Suriyanto: Demi ukhuwah, jangan pernah gadaikan aqidah,,bongkar terus,,!! Hadapi mereka tanpa taqiah. Rafidah mendukung perjuanganmu ustadz like emoticon like emoticon like emoticon dokumentasi : http://u.to/ZPcKCg — bersama Ahirah Aisyah, Syarif Ali Haidar, Said Hasnizar, Anggelia Sulqani Zahra, Sinar Agama, Firdaus Said, Hendy Laisa, Budi Karbalaa, Salman Al Farisi, Mohmmed Fajar dan Ahrash Darien.

Said Hasnizar: Buat Pelaknat Rahbar jangan ke gr an dulu ya, taqiyyahnya Ustadz SA pada komentarnya untuk buku SMS tak ada hubungannya dengan kebiasaan Pelaknat Rahbar yang meninggalkan taqiyyah.

Saya sangat suka komentar Ustadz SA tentang buku SMS yang satu ini:

Sinar Agama: Memuat atas nama Syi’ah itu, harus pakai ajaran Syi’ah. Lah ini Syi’ahnya yang dihajar kok. Seperti orang menulis hukum babi dari Qur an, lalu ia menulis bahwa babi di Qur an itu haram menurut mufassir, tapi menurut saya, halal. Lah, apa ini bisa dikatakan bisa diterima?

Bukhori Supriyadi Yadi: Kang rudi@ dari awal saya juga sudah meragukan karena saya cuma memperhatikan saja.

Rudi Suriyanto: Mungkin untuk meminimalisir debat kusir yang isinya olok-olokan belaka kang Bukhori Supriyadi Yadi

Azmy Alatas: Bukalah riwayat nubuat akhir zaman... jadi jangan kaget, kalau kelak ulama-ulamanya dulu yang dibersihkan... persis seperti ketika Imam Khomeini qs memulai revolusi...

>>>>>................

Sinar Agama: Salam dan terimakasih tag-annya. Saya tidak menyempatkan membaca komentar- komentar di atas karena semacam tidak cukup waktu. Saya juga tidak tahu maksud amtum dalam pengulangan pengiriman jawaban saya tersebut. Tapi hari ini, ada yang bertanya tentang hal serupa yang, barangkali menukilkannya di sini, baik pertanyaannya atau jawabankunya, baik untuk diketahui teman-teman:

========================Sang Pencinta 14 jam · Salam, titipan ikhwan ustadz, titip pertanyaan untuk ustadz Sinar Agama. Saya setuju dengan kritik buku atau bedah buku itu bisa di mana saja termasuk di media sosial. Satu pertanyaan saya apakah etika/hukum memperingatkan penerbit untuk mencabut buku juga berlaku dimana saja termasuk di medsos? Dengan penekanan untuk membuka satu-satu kesalahan yang ada di buku sampai buku itu dicabut di pasaran. Karena belum tentu kritik atau peringatan pencabutan buku sampai pada yang bersangkutan. Terimakasih.

========= Jawabanku ========

Salam dan terimakasih pertanyaannya:

1- Saya sudah menjelaskan bahwa untuk setiap langkah manusia di muka bumi ini, ada peraturan hukum fikihnya. Karena itulah, usahakan untuk tidakbanyak melarang dan menyuruh, kalau tidak tahu fatwanya. Bertanya, memang merupakan hal yang paling wajib, manakala tidak tahu hukum fikihnya. Tapi bentul-betul bertanya, bukan bertanya yang bermaksud melarang atau menyuruh.

2- Sasaran nahi mungkar itu tergantung dosa dan kesalahan yang dilakukan oleh pelakunya, seperti:

a- Kesalahan Pribadi: Kesalahan pribadi seperti zina, ghibah, onani, ...dan seterusnya, bisa dinahi mungkari secara pribadi pula. Akan tetapi kalau tidak bisa atau dari awal merasa tidak mampu, maka bisa meminta tolong kepada yang diyakini mampu dan bisa.

b- Kesalahan Sosial:

b-1- Sosial selain agama, maka bisa berbagai cara, baik dari cara yang paling ringan seperti menasihatinya secara pribadi, atau sampai padatingkat mendemonya di jalan-jalan sebagai protes.

b-2- Sosial Agama. Dalam hal ini, dilihat bentuk kesalahannya. Kalau tulisan, maka mesti dihadapi dengan tulisan. Kalau suara seperti suara pidato dan rekaman dan semacamnya, maka bisa dinahi mungkari dengan media medsos apa saja.

Catatan: Harus dibedakan antara orang berzina dengan menghalalkan zina. Cara nahi mungkarnya jauh berbeda. Kalau penzina, maka dengan menasihati orangnya. Akan tetapi menghalalkan zina, jelas harus dilawan dengan apa saja yang bisa dijadikan tandingan supaya umat mengetahui kesalahan hukumnya tersebut. Buku SMS ini termasuk dari jenis ini. Yakni mengingkari hukumnya, bukan perbuatannya. Sebab jelas-jelas mengingkari kemestian maqam imamah dalam kepengurusan dunia (horizontal), kewajiban pengamalan fatwa marja’ dan semacamnya.

3- Dari kemarin-kemarin saya menyayangkan teman-teman yang kurang akrab dengan tulisanku. Sebab dalam catatan-catatanku, sudah pernah atau sering dijelaskan tentang syarat-syarat amr makruf dan nahi mungkar itu. Nah, teman-teman yang biasa tidak taqlid, akan sangat mudah memberikan teori ini dan itu, melarang ini dan itu, maslahat ini dan itu. Tapi teman-teman yang sudah biasa dengan fatwa dan taqlid, maka sudah tahu bahwa ucapannya itu, akan terhitung keterlaluan dalam agama (tajarri) dan berdosa serta akan mendapat adzab kelak di akhirat.

Akan tetapi saya juga tahu siapalah saya ini hingga terlalu GR mengharapkan semua teman-teman fb membaca tulisanku. Karena itulah, maka saya sering tidak menghentikan pengulangan. Dulu sebelum Tuhan memberikan Sang Pencinta dan teman-teman lainnya, maka betapa sulitnya aku mengulang jawaban yang sudah pernah diberikan. Hal itu, karena mencari juga memerlukan waktu dan, apalagi menulisnya kembali. Syukur padaMu ya Rob yang sering memanjakanku dengan persaudaraan-persaudaraan yang memiliki kecekatan, kesabaran, ketaqwaan dan kikhlashan. Terimalah kami semua, baik yang menjawab, yang membantu dan yang bertanya, sebagai ibadah kepadaMu, amin.

4- Untuk mengulan fatwa amar makruf dan nahi mungkar, maka saya nukilkan sebagai berikut:

و هى أمور : االول أن يعرف االمر أو الناهى أن ما تركه المكلف أو ارتكبه معروف أو منكر ، فال يجب

على الجاهل بالمعروف و المنكر، و العلم شرط الوجوب كاالستطاعة فى الحج.

الشرط الثانى : أن يجوز و يحتمل تأثير االمر أو النهى، فلو علم أو اطمأن بعدمه فال يجب.

الشرط الثالث : أن يكون العاصى مصرا على االستمرار فلو علم منه الترك سقط الوجوب.

الشرط الرابع : أن ال يكون فى إنكاره مفسدة.


Inti dari 4 syarat di atas adalah:

a- Yang mau melakukan amr makruf dan nahi mungkar, tahu permasalahannya, baik dari sisi hukumnya atau obyeknya.

b- Dimungkinkan akan berefek atau menerima. Kalau yakin tidak akan terima, maka sudah tidak wajib.

c- Diketahui bahwa pelakunya akan terus melakukan dosanya itu. Tapi kalau sudah diyakini berhenti, maka sudah tidak wajib.

d- Tidak menimbulkan mudharat bagi dirinya, keluarganya atau muslimim, seperti dipukuli, dibunuh dan semacamnya.

....................dan seterusnya dari perincian-perincian syarat-syarat amar makruf dan nahi mungkar tersebut.

Akan tetapi manakala sudah masuk dalam bab bid’ah, yakni mengatakan agama apa-apa yang bukan agama dan mengingkari keagamaan sesuatuyang merupakan bagian dari agama, seperti imamah yang semestinya vertikal dan horisontal yang dikatakannya hanya vertikal, atau taqlid yang wajib dikatakannya tidak wajib, atau wali faqih mutlak yang merupakan bagian agama dikatakannya sebagai bukan kewajiban seperti yang terlihat di buku SMS, maka akan masuk bagian fatwa berikut ini:

مسألة 7 : لو وقعت بدعة فى االسالم و كان سكوت علماء الدين و رؤساء المذهب أعلى اهلل كلمتهم موجبا لهتك االسالم و ضعف عقائد المسلمينيجب عليهم االنكار بأية وسيلة ممكنة سواء كان االنكار مؤثرا فى قلع الفساد أم ال، وكذا لو كان سكوتهم عن إنكار المنكرات موجبا لذلك ، و ال يالحظالضرر و الحرج بل تالحظ االهمية.مسألة 8 : لو كان فى سكوت علماء الدين و رؤساء المذهب أعلى اهلل كلمتهم خوف أن يصير المنكر معروفا أوالمعروف منكرا يجب عليهم إظهار علمهم، و ال يجوز السكوت و لو علموا عدم تأثير إنكارهم فى ترك الفاعل، و ال يالحظ الضرر و الحرج معكون الحكم مما يهتم به
الشارع االقدس جدا.

Masalah ke 7:

Kalau terjadi bid’ah dalam Islam (penambahan atau pengurangan agama) dan diamnya ulama (yang tahu) dan tokoh agama/madzhab semoga Tuhan meninggikan derajat mereka, bisa membuat agama menjadi terhina dan atau melemahkan akidah kaum muslimin, MAKA WAJIB BAGI MEREKA UNTUK MENGINGKARINYA DENGAN CARA APAPUN YANG MEMUNGKINKAN BAIK PENGINGKARANNYA ITU BEREFEK POSITIP DALAM MENARIK KEMUNGKARAN ITU (BID’AH ITU) ATAU TIDAK. Begitu pula kalau diamnya mereka bisa menyebakan hal tersebut (terhinanya agama dan lemahnya akidah muslimin). DAN TIDAK PERLU LAGI MEMPERHATIKAN MUDHARATNYA DAN KESULITANNYA. KARENA YANG HARUS DIPERHATIKAN ADALAH KELEBIHPENTINGANNYA.

5- Itulah mengapa setiap teman yang bersaran tentang ini dan itu, saya tidak pernah menanggapinya. Hal itu karena di samping bertentangan dengan fatwa marja’, juga ingin memberitahu mereka bahwa dalam agama dan Syi’ah, semuanya sudah ada fikihnya, baik dakwa atau metodologi dan caranya.

Kasarnya, saya ingin mengatakan bahwa jangan asal berfatwa kalau bukan mujtahid karena hal itu dosa. Itulah mengapa saya selalu menyindir mereka dengan berkata:

“Kalau antum marja’ saya, maka saya akan ikuti. Akan tetapi, antum bukan marja’ saya.”

Jadi, bagi yang biasa berteori dalam urusan dakwah, baik menyarankan datang ke penerbit, jangan di medsos, jangan memaksa, ...dan seterusnya,maka tolong jauhi dosa seperti itu. Hal itu, karena antum seperti memberi saran, wudhu’ begini dan begitu, shalat begini dan begitu, akan tetapi antum bukan mujtahid dan, apalagi marja’.

6- Penutup: Dalam fatwa-fatwa amar makruf itu, dijelaskan bahwa kalau mengulang-ulangnya dapat menghentikan kemungkaran, maka wajib diulang-ulang sampai kemungkaran itu berhenti. Jadi, jangan katakan kami memaksa, karena kami hanya menjalankan perintah fatwa. Kami akan terus mengulang sampai buku itu ditarik dari peredaran. Kalau tidak, kita tidak bisa memaksa dan, karena itu, hanya bisa mengulang sesuai kewajiban. Perhatikan fatwa berikut ini:

مسألة 5 : لو علم أو احتمل أن أمره أو نهيه مع التكرار يؤثر وجب التكرار.

Masalah 5: Kalau diketahui atau diperkirakan bahwa kalau larangannya (dari kemungkaran) atau anjurannya (pada kebiakan) itu akan memberikan efek positip kalau diulang, MAKA WAJIB MENGULANG-ULANGNYA.

7- Pelengkap:Kalau menggabungkan wajibnya mengulang dan wajibnya menyampaikan manakala terjadi bid›ah, MAKA NAHI MUNGKARTERHADAP BUKU SMS INI WAJIB DILAKUKAN DI MEDSOS DAN APA SAJA YANG MEMUNGKINKAN DAN WAJIB DIULANG-ULANG.

Wassalam.


Bersambung, .....
=====================