Jumat, 25 Oktober 2019

Hukum Memperingatkan Penerbit untuk Mencabut Buku Juga Berlaku di Medsos?

4. Hukum Memperingatkan Penerbit untuk Mencabut Buku Juga Berlaku di Medsos?

https://www.facebook.com/notes/sang-pencinta/hukum-memperingatkan-penerbit-untuk- mencabut-buku-juga-berlaku-di-medsos/790004241049484


Sang Pencinta: Salam, titipan ikhwan ustadz. Titip pertanyaan untuk ustadz Sinar Agama. Saya setuju dengan kritik buku atau bedah buku itu bisa di mana saja termasuk di media sosial. Satu pertanyaan saya apakah etika/hukum memperingatkan penerbit untuk mencabut buku juga berlaku dimana saja termasuk di medsos? Dengan penekanan untuk membuka satu-satu kesalahan yang ada di buku sampai buku itu dicabut di pasaran. Karena belum tentu kritik atau peringatan pencabutan buku sampai pada yang bersangkutan. Terimakasih.

Abu Thurab: Memangnya kritik itu tidak punya potensi untuk mendapat kritik pula, lantas dengan alasan bahwa ada yang telah mengkritik sebuah karyadimanapun wadah atau tempat mengkritiknya, maka karya seseorang itu harus ditarik dari pasaran, tidak bisa tidak begithu ?? Maksa banget yang nitippertanyaan.

Edisi “semenjak kapan tabayun itu di haramkan?”

Sinar Agama: Salam dan terimakasih pertanyaannya:

1- Saya sudah menjelaskan bahwa untuk setiap langkah manusia di muka bumi ini, ada peraturan hukum fikihnya. Karena itulah, usahakan untuktidak banyak melarang dan menyuruh, kalau tidak tahu fatwanya. Bertanya, memang merupakan hal yang paling wajib, manakala tidak tahu hukum fikihnya. Tapi betul-betul bertanya, bukan bertanya yang bermaksud melarang atau menyuruh.

2- Sasaran nahi mungkar itu tergantung dosa dan kesalahan yang dilakukan oleh pelakunya, seperti:

a- Kesalahan Pribadi: Kesalahan pribadi seperti zina, ghibah, onani, ...dan seterusnya, bisa dinahi mungkari secara pribadi pula. Akan tetapikalau tidak bisa atau dari awal merasa tidak mampu, maka bisa meminta tolong kepada yang diyakini mampu dan bisa.

b- Kesalahan Sosial:

b-1- Sosial selain agama, maka bisa berbagai cara, baik dari cara yang paling ringan seperti menasihatinya secara pribadi, atau sampai pada tingkat mendemonya di jalan- jalan sebagai protes.

b-2- Sosial Agama. Dalam hal ini, dilihat bentuk kesalahannya. Kalau tulisan, maka mesti dihadapi dengan tulisan. Kalau suara seperti suara pidato dan rekaman dan semacamnya, maka bisa dinahi mungkari dengan media medsos apa saja.

Catatan: Harus dibedakan antara orang berzina dengan menghalalkan zina. Cara nahi mungkarnya jauh berbeda. Kalau penzina, maka dengan menasihati orangnya. Akan tetapi menghalalkan zina, jelas harus dilawan dengan apa saja yang bisa dijadikan tandingan supaya umat mengetahui kesalahan hukumnya tersebut. Buku SMS ini termasuk dari jenis ini. Yakni mengingkari hukumnya, bukan perbuatannya. Sebab jelas-jelas mengingkari kemestian maqam imamah dalam kepengurusan dunia (horizontal), kewajiban pengamalan fatwa marja’ dan semacamnya.

3- Dari kemarin-kemarin saya menyayangkan teman-teman yang kurang akrab dengan tulisanku. Sebab dalam catatan-catatanku, sudah pernah atau sering dijelaskan tentang syarat-syarat amr makruf dan nahi mungkar itu. Nah, teman-teman yang biasa tidak taqlid, akan sangat mudah memberikan teori ini dan itu, melarang ini dan itu, maslahat ini dan itu. Tapi teman-teman yang sudah biasa dengan fatwa dan taqlid, maka sudah tahu bahwa ucapannya itu, akan terhitung keterlaluan dalam agama (tajarri) dan berdosa serta akan mendapat adzab kelak di akhirat.

Akan tetapi saya juga tahu siapalah saya ini hingga terlalu GR mengharapkan semua teman-teman fb membaca tulisanku. Karena itulah, maka saya sering tidak menghentikan pengulangan. Dulu sebelum Tuhan memberikan Sang Pencinta dan teman-teman lainnya, maka betapa sulitnya aku mengulang jawaban yang sudah pernah diberikan. Hal itu, karena mencari juga memerlukan waktu dan, apalagi menulisnya kembali. Syukur padaMu ya Rob yang sering memanjakanku dengan persaudaraan-persaudaraan yang memiliki kecekatan, kesabaran, ketaqwaan dan kikhlashan. Terimalah kami semua, baik yang menjawab, yang membantu dan yang bertanya, sebagai ibadah kepadaMu, amin.

4- Untuk mengulang fatwa amar makruf dan nahi mungkar, maka saya nukilkan sebagai berikut:

و هى أمور : االول أن يعرف االمر أو الناهى أن ما تركه المكلف أو ارتكبه معروف أو منكر ، فال يجب
على الجاهل بالمعروف و المنكر، و العلم شرط الوجوب كاالستطاعة فى الحج.
الشرط الثانى : أن يجوز و يحتمل تأثير االمر أو النهى، فلو علم أو اطمأن بعدمه فال يجب.
الشرط الثالث : أن يكون العاصى مصرا على االستمرار فلو علم منه الترك سقط الوجوب.
الشرط الرابع : أن ال يكون فى إنكاره مفسدة.

Inti dari 4 syarat di atas adalah:

a- Yang mau melakukan amr makruf dan nahi mungkar, tahu permasalahannya, baik dari sisi hukumnya atau obyeknya.

b- Dimungkinkan akan berefek atau menerima. Kalau yakin tidak akan terima, maka sudah tidak wajib.

c- Diketahui bahwa pelakunya akan terus melakukan dosanya itu. Tapi kalau sudah diyakini berhenti, maka sudah tidak wajib.

d- Tidak menimbulkan mudharat bagi dirinya, keluarganya atau muslimim, seperti dipukuli, dibunuh dan semacamnya.
...................dan seterusnya dari perincian-perincian syarat-syarat amar makruf dan nahi mungkar tersebut.

Akan tetapi manakala sudah masuk dalam bab bid’ah, yakni mengatakan agama apa-apa yang bukan agama dan mengingkari keagamaansesuatu yang merupakan bagian dari agama, seperti imamah yang semestinya vertikal dan horisontal yang dikatakannya hanya vertikal, atau taqlid yang wajib dikatakannya tidak wajib, atau wali faqih mutlak yang merupakan bagian agama dikatakannya sebagai bukan kewajiban seperti yang terlihat di buku SMS, maka akan masuk bagian fatwa berikut ini:

مسألة 7 : لو وقعت بدعة فى االسالم و كان سكوت علماء الدين و رؤساء المذهب أعلى اهلل كلمتهم موجبا لهتك االسالم و ضعف عقائدالمسلمين يجب عليهم االنكار بأية وسيلة ممكنة سواء كان االنكار مؤثرا فى قلع الفساد أم ال، وكذا لو كان سكوتهم عن إنكار المنكرات موجبا لذلك، و ال يالحظ الضرر و الحرج بل تالحظ االهمية.مسألة 8 : لو كان فى سكوت علماء الدين و رؤساء المذهب أعلى اهلل كلمتهم خوف أن يصيرالمنكر معروفا أو المعروف منكرا يجب عليهم إظهار علمهم، و ال يجوز السكوت و لو علموا عدم تأثير إنكارهم فى ترك الفاعل، و ال يالحظالضرر و الحرج مع كون الحكم مما يهتم به
الشارع االقدس جدا.

Masalah ke 7:

Kalau terjadi bid’ah dalam Islam (penambahan atau pengurangan agama) dan diamnya ulama (yang tahu) dan tokoh agama/madzhab semoga Tuhan meninggikan derajat mereka, bisa membuat agama menjadi terhina dan atau melemahkan akidah kaum muslimin, MAKA WAJIB BAGI MEREKA UNTUK MENGINGKARINYA DENGAN CARA APAPUN YANG MEMUNGKINKAN BAIK PENGINGKARANNYA ITU BEREFEK POSITIP DALAM MENARIK KEMUNGKARAN ITU(BID’AH ITU) ATAU TIDAK. Begitu pula kalau diamnya mereka bisa menyebakan hal tersebut (terhinanya agama dan lemahnya akidah muslimin). DAN TIDAK PERLU LAGI MEMPERHATIKAN MUDHARATNYA DAN KESULITANNYA. KARENA YANG HARUS DIPERHATIKAN ADALAH KELEBIHPENTINGANNYA.

5- Itulah mengapa setiap teman yang bersaran tentang ini dan itu, saya tidak pernah menanggapinya. Hal itu karena di samping bertentangan dengan fatwa marja’, juga ingin memberitahu mereka bahwa dalam agama dan Syi’ah, semuanya sudah ada fikihnya, baik dakwa atau metodologi dan caranya.

Kasarnya, saya ingin mengatakan bahwa jangan asal berfatwa kalau bukan mujtahid karena hal itu dosa. Itulah mengapa saya selalu menyindir mereka dengan berkata:

“Kalau antum marja’ saya, maka saya akan ikuti. Akan tetapi, antum bukan marja’ saya.”

Jadi, bagi yang biasa berteori dalam urusan dakwah, baik menyarankan datang ke penerbit, jangan di medsos, jangan memaksa, ...danseterusnya, maka tolong jauhi dosa seperti itu. Hal itu, karena antum seperti memberi saran, wudhu’ begini dan begitu, shalat begini dan begitu, akan tetapi antum bukan mujtahid dan, apalagi marja’.

6- Penutup: Dalam fatwa-fatwa amar makruf itu, dijelaskan bahwa kalau mengulang-ulangnya dapat menghentikan kemungkaran, maka wajib diulang-ulang sampai kemungkaran itu berhenti. Jadi, jangan katakan kami memaksa, karena kami hanya menjalankan perintah fatwa. Kami akan terus mengulang sampai buku itu ditarik dari peredaran. Kalau tidak, kita tidak bisa memaksa dan, karena itu, hanya bisa mengulang sesuai kewajiban. Perhatikan fatwa berikut ini:

مسألة 5 : لو علم أو احتمل أن أمره أو نهيه مع التكرار يؤثر وجب التكرار.

Masalah 5:

Kalau diketahui atau diperkirakan bahwa kalau larangannya (dari kemungkaran) atau anjurannya (pada kebiakan) itu akan memberikan efek positip kalau diulang, MAKA WAJIB MENGULANG-ULANGNYA.

7- Pelengkap:Kalau menggabungkan wajibnya mengulang dan wajibnya menyampaikan manakala terjadi bid’ah, MAKA NAHI MUNGKARTERHADAP BUKU SMS INI WAJIB DILAKUKAN DI MEDSOS DAN APA SAJA YANG MEMUNGKINKAN DAN WAJIB DIULANG-ULANG.

Wassalam.

Abu Thurab: “Semenjak kapan tabayun itu di haramkan ? “

Sinar Agama: Abu, “Sejak kapan tabayun tentang karya tulis, diwajibkan?”

Abu Thurab: Saya nggak bilang tabayun haram atau Wajib ustadz .. toh saya tanya semenjak kapan tabayun itu di haramkan? Kepada si penitip pertanyaan .

Mengapa?, seakan persoalan kita sama kita atau permasalahan intern kita budaya tabayun merendahkan harga diri kiranya ....

Padahal ketika ada seorang wahabi mengatakan ini dan itu tentang Syi’ah, kita kita selalu katakan kepada mereka, jika ingin tau tentang Syi’ah, tanyalah kepada Syi’ah, tabayun itu hanya anjuran jika ada kekisruhan antara kita dengan non kita agaknya, tapi tak bisa diberlakukan antara kita dengan/ sama kita, begithu rupanya ya ustad, ?...

Sinar Agama: Abu, tabayun itu tidak perlu kalau dalam sebuah buku. Kalau wahabi itu bukan tabayun mas, sebab mereka memang sengaja memplintir.Perkataan tabayun yang dari teman-teman Syi’ah itu seringnya karena dia sendiri tidak bisa menjawab pelintiran dan penipuan nukilan wahabi itu.

Lucu amat kalau isi buku suruh tabayun lagi. Lah, buat apa nulis buku mas? Kalau untuk dipahami, maka berarti sudah bisa dipahami dan tidak perlu tabayun. Kalau tidak bisa dipahami kecuali dengan tabayun, maka buat apa menulis buku? he he..

Sinar Agama: Mungkin nanti suatu saat kita akan kuberitahukan kepada teman-teman bahwa sudah ada atau mungkin banyak yang telah mengingatkan tim buku sms itu tentang bukunya, tapi mereka jalan terus. Kita saja sudah membahas sebagian isi buku tersebut bebeparapa waktu lalu sebelum buku itu jadi ramai betul. Btw.

Mohmmed Fajar: Kalau saya marja’nya, mau panjangnya satu juta halaman tapi ada disisipi untuk mengakui kekhalifahan auumy TETAP BUKU SESAT, walaupun boleh dibaca, kwkwkwkwkwkwkw begitu mbak Siti Rabia Aidia

Abu Thurab: Mungkin Tabayun itu adalah tempat dan suasananya kongko kongko tanpa kritik, mungkin ustad ya ? Jadi jika ada tabayun, maka mengkritik dengan ala tabayun adalah kelakuan orang bodoh ya ustadz?.

Sang Pencinta: Bisa jadi diadukan ke wali faqih, kalau tidak ditarik oleh penerbit. Kita tunggu saja kabar dari asatidz hf.

Abu Thurab: Setuju juga .....jelas juntrungnya .....

Sang Pencinta: Ke wali faqih bukan untuk menentukan halal haram (karena jelas haram dan tidak boleh membacanya kalau akan terpengaruh), tapiuntuk menegaskan ke penerbit untuk menarik dari peredaran.

Sinar Agama: Kita tunggu sama-sama. Yang dapat saya curi dengar, bahwa ada persatuan pelajar agama (hauzah) yang ada di dunia ini (saya tidak mau menyebutkan persatuan santri mana), telah melayangkan surat ke penerbit untuk menarik buku itu. Kalau tidak ini dan tidak itu yang bisa diperhatikan, maka mungkin kita akan tingkatkan ke langkah-langkah selanjutnya.

Sinar Agama: Abu, yah....konsekuensi pemahamannya, dipahami sendiri saja. Wong masalahnya sangat jelask kok.

Abu Thurab: Di fahami bagaimana Ustadz ... ??

Setau saya, Tabayun itu adalah usaha kritik dengan lebih terhormat (maaf, saya tidak mengatakan/ menilai kritik dalam bentuk selain tabayun itu ‘’tercela’’ ustad), karena lebih elegan dan bersifat tetutup/ terbatas , hal ini bisa mengurangi tingkat kekisruhan seperti yang terjadi pada saat kritik disampaikan melalu medsos berupa pertanyaan-pertanyaan dari beberapa kalangan yang mesti ustad jawab yang bersifat terbuka ini dan memungkinkan akan terjadinya komentar-komentar yang bersifat “perpecahan”.

Tapi ok lah, tentu saya sebagai awam, tentu harus tau diri juga ustad ... hal ini saya sampaikan hanya karena tak ingin masalah ini membuat kisruh lebih lanjut, bahkan dimanfaatkan oleh para fihak untuk memuaskan nafsunya.

Terima kasih ustad, salam.

Ahirah Aisyah: Sebaiknya buat buku tandingan saja.


Bersambung, ....
========================

Tidak ada komentar:

Posting Komentar