https://m.facebook.com/notes/abil-ghifari/iman-mutlak-dan-iman-relatif-2-serikomentar/74 8839735199436/?refid=21
Sinar Agama: Salam untuk semua:
Ya Allah...hanya Engkau yang tahu, bahwa aku tidak suka bertikai. Bahwa aku sering bingung harus berbuat dan menulis apa. Engkau melihat air mataku bercucuran karena rasa takut.
Ya Allah... hanya Engkau yang tahu keadaanku. Yang bingung harus menanggapi atau tidak sebuah fenomena, atau bingung harus menanggapi seperti apa menanggapinya. Hanya Engkau yang tahu, betapa aku tidak bergegas dalam melakukan sesuatu.
Ya Allah...hanya Engkau yang tahu kebingunganku dalam memilih sebuah pilihan, apakah harga diri seseorang dan sebuah kelompok, atau agama dan ajaranMu.
Ya Allah...hanya Engkau yang tahu bahwa aku memutuskan menulisnya di media karena bukunya sudah terbuka sendiri dan sangat berbahaya bagi Syi’ah yang relatif muda di tanah air tercintaku. Begitu pula bahkan bagi saudara-saudara Sunniku.
Ya Allah....hanya Engkau yang tahu dikala aku tidak enak tidur, makan dan bernafas, dikala aku dalam kebingungan yang nyata dalam mengambil sikap di antara saudara-saudariku di fb ini atau di alam nyata.
Ya Allah...sudah kuputuskan untuk membukanya semampu Engkau berikan ijin padaKu secara takwiniah dan syar’iyyah yang kupahami secara relatif.
Ya Allah...telah kujaminkan segala yang kupunya demi agamaMu. Aku yang dulu lahir dengan telanjang, kini aku siap untuk menjadi sedia kala, hanya demiagamaMu dan ajaran Nabi saww serta Ahlulbait as. Itupun secara relatif pahamanku mengenalMu, agamaMu dan jalanMu.
Ya Allah...kumohon padaMu, sudilah melindungi semua ikhwan dan akhwatku, dan segenap teman dan kolega, dari mudharat-mudharat yang dinyanyikan hawa nafsu dan dibuat-buat sendiri, dan agar pilihanku ini, memang sesuai dengan ridhaMu, bukan karena hawa nafsu hinaku, amin. Wassalam.
Sinar Agama: Saya terlalu keheranan melihat teman-teman menyarankan untuk datang pada penulis. Aneh banget, wallaahi. Ngeritiki buku yang tersebar kok ke penulis. Saya tidak mengingkari bahwa mengkritik itu juga bisa ke penulis langsung. Akan tetapi, seperti yang sudah saya katakan berulang-ulang, TIDAK HARUS.
Dan akhlak Islam dan Ahlulbait as itu, tidak mengharuskan hal itu. Karena mengeritik buku, atau tulisan, bisa dengan tulisan. Emangnya antum-antum kalau mau mengkriti bukan lain madzhab mendatangi orangnya, atau kalau pengarangnya sudah mati, lalu tidak mengkritiknya juga.
Kok ajib, kalau penulisnya selain Syi’ah, diobok-obok, tapi kalau Syi’ah, disuruh ke penulisnya. Wallahi aturan mana itu, fatwa siapa itu atau anjuran akhlak di kitab mana dan oleh para arif yang mana?
Sinar Agama: Akhlak dalam tulis menulis itu adalah berdalil, memahami tulisan orang dengan sebaik-baiknya dan menulis dengan bahasa yang ilmiahdan tidak kasar yang diluar batas keumuman penulisan. Itulah mengapa sebelum kita mengatakan akhlak itu, ini dan itu, tidak akhlak itu, ini dan itu, mesti mengerti Islam dulu dengan maksimal kemampuan yang ada di pendidikan yang ada yang dibuka untuk semua. Kalau kita malas mempelajari Islam dengan sungguh-sungguh dan istiqamah, maka tolong jangan buru-buru memberikan cara kerja akhlak. Karena bisa jadi akhlak yang diinginkan, justru tidak diinginkan oleh akhlak Islam itu sendiri.
Sinar Agama: Ra’syi banget, antum sesama fb ini, emangnya mendatangi dulu orang yang mau dikomentari sebelum menulisnya di kolom-kolom yang tersedia ini? Wallaahi ra’syih. Bayangin, kalau datang dulu, sebelum kemudian menulis di kolom, betapa akan kacaunya dunia ini.
Satu lagi, apakah antum yang mendukung kitab itu, sudah mendatangi penulisnya untuk klarifikasi maksudnya hingga antum setujui dan antum bela di fb ini? Kalau antum belum datang ke penulis, lah...kok kami yang disuruh datang ke penulis dan kalau kami tidak datang lalu disemprot dengan tidak akhlaki lah, tidak jentel lah, membuat kekacauan dan perpecahan lah...dan seterusnya. Wallaahi ra’syih.
Jadi, kewajiban dan keakhlakan serta ketidakmembuatan perpecahan, untuk mendatangi penulis itu, kalau hanya mau mengkritiknya di media sosial, bukan menyetujui dan membelanya di media sosial yang sama???!!!!
Abdul Malik: Sinar Agama kenapa nggak pake nama asli? Ini fb kayak pasar goib. Anak SD pun bisa dianggap ustadz....
Abdul Malik: Tapi perlu diucapkan terimakasih kepada Sinar Agama berkat antum memberikan statmen kontroversi yang membuat buku SMS makin laris. Makin dipersoalkan makin laris.
Sinar Agama: Abdul, nah...kan kamu pasti jauh di atas SD toh, silahkan buat hal yang sama kan kalau profesional, benar, ilmiah dan ikhlash kan akan dapat pahala banyak tuh. Nah, silahkan kamu buat yang sama dengan yang kita buat. Sebab semakin banyak teman-teman mengabdi, apalagi kan cukup dengan ilmu SD, maka saya dan teman-teman seperti saya lainnya, akan jauh tambah ringan. Semoga antum bisa melakukannya dan baik dan diterima Allah, amin.
Sinar Agama: Teman-teman, silahkan antum berpendapat dalam teori dakwah atau komunikasi atau diskusi di medsos atau di mana saja, akan tetapikami, hanya takluk pada fatwa marja atau setidaknya, argumentasi yang gamblang secara akal, Qur an dan hadits. Tapi intinya, kami hanya mengikuti fatwa marja’ terhadap boleh dan tidaknya menulis atau berkata-kata dalam kertas atau medsos. Jadi, jangan sembarang memberi teori, karena hal itu, kelak akan ditanyakan Tuhan tentang dalil-dalinya satu persatu di akhirat. Afwan saya istirahat dulu, wassalam.
Nur Imam Nur: larangan berhujjah karena kalian bukan imam Makshumin https://m.facebook. com/story.php?story_fbid=405773939581178&id=100004457255254&refid=17&_ft_& tn =%2As
https://m.facebook.com/story.php...
Sinar Agama: @Nur ..nur, kok nggak pandai-pandai kamu ini dari dulu.
• Hujjah itu banyak derajatnya, yang dunia tidak mungkin sepi dari padanya adalah yang makshum. Nah imam-imam Ahlulbait as itu adalah hujjah yangmakshum.
• Hadits pertama mengatakan bahwa tidak taat atau beribadah kepada Allah kecuali melalui Makshum. Maksudnya, bahwa siapapun orang yang mau mengamalkan syariat, maka harus sesuai dengan ajaran Allah. Nah sesuai atau tidaknya itu, harus dengan merujuk ke Makshum. JADI JANGAN BERDALIL DENGAN DIRI SENDIRI, SEPERTI PARA MUJTAHID YANG TIDAK MERUJUK KE IMAM MAKSHUM, TAPI MERUJUKLAH DALAM BERDALIL KEPADA MAKSHUM. Itu maksudnya Nur.
• Begitu juga dengan maksud hadits ke dua.
• Hadits ke tiga seperti yang sudah disinggung di atas. Bahwa dunia ini tidak akan sepi dari Makshum. Sebab kalau tidak ada Makshum, maka jalan lurus itu tidak ada. Karena jalan lurus adalah jalan Islam yang lengkap dan tidak ada salahnya sedikitpun (wa laa al-dhaalliin). Dan kalau tidak jalan lurus, terus buat apa Tuhan mewajibkan kita shalat yang ada kewajiban di dalamnya untuk membaca surat fatihah yang ada permintaan tentang jalan lurus itu?
Karena itu, maka maksud hadits itu, adalah mengajak bicara orang yang tidak mengerti seperti kamu yang salalu minta jalan lurus tapi mengingkariMakshum setelah Nabi saww. Bukan kami yang berdalil dengan ajaran Makshum.
Sinar Agama: Kok bisa kamu tidak paham. Dengan sedikit saja merenungi hadits itu, maka jelas bahwa maksud dari pada kehujjahan mereka para Makshum itu, adalah untuk dijadikan hujjah. Lah, kalau mereka hujjah Allah, lalu tidak dijadikan hujjah oleh umat, lah terus buat apa mereka dijadikan hujjah Allah? Persis seperti Qur an yang juga hujjah Tuhan. Nah, kalau Qur an yang merupakan hujjah Tuhan itu tidak dijadikan hujjah oleh kita, lah terus buat apa diturunkan untuk kita mas.....?
Lagi pula, kalau kamu mau beriman dengan pengertian kamu itu, maka kamu tidak berhujjah, karena kamu bukan Makshum.
Ali Alk: Kenapa buku akidah Syi’ah seri tauhid tidak di kritik apa buku itu sudah mewakili akidah Syi’ah om abu amar
Sinar Agama: Ali, kenapa antum tidak membacanya dan mengkritikinya dimana saja dan di media mana saja. Wong buku itu sudah ada di masyarakat kok. Nanti, biar penulisnya yang memberikan tanggapan. Apalagi di hal. 36 buku itu, penulis sudah mengatakan bahwa ia akan menerima kritikan berdalil,karena ia tidak ngeri pada ilmu. Di halaaman tersebut dan sehalaman sebelumnya, jelas sekali penulis mengatakan bahwa buku itu ditulis SEMAMPU PENULIS, artinya ia yang bertanggung jawab dan dia juga tidak mengatasnamakan siapa-siapa bahkan justru mengatakan bisa banyak kekurangan danmengajak pembaca untuk bersama-sama mencari kebenaran dan saling mengisi. Btw. Nah, kalau menurut saya sudah ok. Kalau menurut antum tidak ok, maka silahkan antum yang mengkritiknya. Ra’syih.
Kalau antum masih mau berteman, jangan menghubungkan atau memberi aku nama lain selain Sinar Agama. Sekali lagi antum lakukan dan aku mengetahuinya setelah ini, maka ana aka delete pertemanan kita. afwan.
Ali Alk: Kok SA hawas.
Siti Rabia Aidia: Kata Hendy Laisa buku itu belum beredar tapi sudah dibocorkan.
Meyo Yogurt: Bagian pengantarnya aja. Di muat di status atau notes di facebook, tapi diberi tulisan “Mohon jangan disebarkan.” tapi isi pengantarnya sudah dibahas orang orang.
Sinar Agama: Siti, buku itu, dinukil oleh penulisnya sendiri di fb sebelum buku itu terbit, dan kita sudah ribut waktu itu. Tapi buku itu jalan terus dan sampailah seperti sekarang ini. Kita ini tidak memaksa siapapun. Tapi terlalu merasa dirugikan karena mengatasnamakan Syi’ah. Yang ke dua, banyak sekali penyimpangannya. Rujuklah pada diskusi yang sudah dimulai sejak bagian babnya diterbitkan (bukan dibocorkan) di fb yaitu tentang imamah dan khilafah, lalu setelah itu, rujuk tanggapan kami pada masalah Mutlak dan Relatif, lalu pada komentar tentang marja’ yang dinyatakan tidak wajib ditaati, lalu komentar kami tentang penolakan sms terhadap kesistem-Islaman negara Iran. Kalau semua itu sudah dirujuknya, maka antum akan mengerti jalan cerita kehebohan ini. Semoga saja selalu dalam lindunganNya, amin.
Siti Rabia Aidia: Ameen, kenapa tidak dibuat forum diskusi dengan penulis, jadi semua bisa jelas antara anda yang mengkritik buku itu, dan tanggapan dari penulis buku itu, maka ada terasa indah di dalam diskusinya..salam.
Siti Rabia Aidia: Kemugkinan si penulis seorang ijtihadi, jadi menurutnya tidak wajib bertaqlid, kepada marja, bukankah tulisan tergantung karakter akal dan pendidikannya ustadz..?
Sinar Agama: Siti, tidak ada yang lebih jelas dari pada tulisan di medsos, karena terbuka untuk semua dan tertulis hingga memberikan kesempatan pada masing-masing untuk tidak tergesa-gesa dan merujuk kitab. Kalau tulisannya sudah jelas, maka buat apa ada konfirmasi?
Meyo Yogurt: Ya tinggal dihubungi aja tim penyusunnya untuk mengadakan bedah buku. Kalau perlu yayasan-yayasan Syi’ah Indonesia membuat suratpermintaan kajian buku ke ABI. Yang jelas kalau ABI sudah menerbitkan buku tersebut berarti saya yakin mereka sudah siap mempertanggung jawabkan isinya kepada Allah swt.
Sinar Agama: Siti, ijtihadi itu harus mujtahid. Nah, ketika ia sampai pada ijtihad, maka ia taqlid sebelum dan bebas taqlid setelahnya. Artinya, orang yang masuk dalam kesepakan tentang mujtahid ini, maka adalah pendukung taqlid. Kamu karena tidak tahu Syi’ah, maka tidak tahu hal ini. Lawan ijtihad ituadalah akhbari, bukan anti taqlid. Kalau akhbari memang tidak mewajibkan taqlid, kerena itu tidak ada mujtahid dan ijtihad.
Siti Rabia Aidia:Tapi tidak disangkal bahwa sistem kemarjaan masih jadi perdebatan di kaum intelektual Iran juga, satu contoh: apakah Ali Shariatisosiologi dan Husain an nasr seorang budayawan iya bermarja...? Tapi iya semua mendukung ayatullah khomenei.
Deddy Prihambudi: Tuan Sinar Agama, ini semua sebenarnya hanya masalah, bahwa betapa kita di sini, hatta yang Syi’i sekalipun, masih belum akrab dengan kajian kajian Hukum islam, dan semua cabang pengetahuannya. Tidak semua kaum Imamiyah di sini memahami benar apa itu AKHBARI, apa pula itu USHULI. Masih terlalu “awam” kita. Cobalah kita terbitkan buku bermutu tentang hal hal ini. Demikian. Salam hormat.
Sinar Agama: Siti, belajar dulu ushuluddin Syi’ah dan tentang marja’iyyah, lalu saya akan mengomentarimu. Yang tidak taqlid itu amalnya batal, baik ibadah atau politik. Dan orang yang mengaku Syi’ah sama dengan yang mengaku Islam, mau apa saja silahkan dan tanggung jawab sendiri-sendiri.
Siti Rabia Aidia: Lho kok saya disuruh belajar lagi tentang ushuludin, bukan berarti saya tidak bermarja, kalau gitu anda terlalu emosi dalam memandang sebuah tulisan, yang berbeda dengan pendapat anda..anda harus juga mengerti bahwa setiap tulisan membawa karakter sosiologis setempat, bukan berarti saya setuju dengan buku itu, apalagi saya memvonis bahwa buku itu harus haram dan ditinggalkan oleh Syi’ah..berarti buku itu harus dibawa kepada fatwa Rahbar, atau marja lainnya agar di nilai, haram atau tidak buku itu.. agar anda tidak dilecehkan kecuali anda seorang mujtahid.
Siti Rabia Aidia: Saya kasih pertanyaan mohon dijawab, apakah anda seorang mujtahid, sehingga anda bisa berijtihad mengenai buku itu, haram dan tidaknya...?
Siti Rabia Aidia:Ustad@ maaf bukan saya memerintahkan anda, bukannya manusia yang bijak itu adalah manusia yang tidak gampang memvonis sesuatu, “kenapa anda tidak bicara secara analisa saya buku ini kurang baik untuk di baca” bukan anda berfatwa haram tentang buku itu, bukannya fatwa haram hanya bisa di lakukan oleh marja.. anda terlalu ceroboh..????
Satria Pmlg: Mengkritik atau mmbedah buku tidak harus ketemu penulisnya,,,,kalau ada fb yang murah dan gampang,,ngapain pakai jalan yang mahal,,,contoh,,,kita orang Indonesia mengkritik bukunya ilmuan Jepang,,, apa iya harus ke Jepang? Waduh repot kalau gitu,,,, berapa waktu bearpa energi berapa ongkos yang harus dikluarkan,,,?, kita juga kan pekerja ada, kesibukkan,,@@jare gusdur alamarhum gitu aja kok repot,,@@,,lewat fb lebih mudah murah dan gamblang,,,malah lebih cerdas,,,,jadi banyak diikuti ikhwan-ikhwan yang awam juga sperti saya,,,syukron aziz kami ucpkan kepada ustadz SA,,,,kami dukung terus usahnya ,,,,,
Siti Rabia Aidia: Satria@ lihat tulisan saya, saya tidak melarang mengkritik, tapi saya pertanyakan vonis ustadz SA tentang buku itu, bahwa buku itu sesat dan haram..itu saja.
Siti Rabia Aidia: Sebagai Syi’ah yang meyakini ushul, maka setiap vonis haram dan halal harus melalui mujtahid yang di rujuk.. kecuali iya seorang ijtihadi itu sendiri.
Satria Pmlg: Mbak Siti komen saya juga bukan buat dirimu,,,buat semua yang sok repot dan ngrepotin,,,,,tolong jangan salah pasang,,,perasaan,,,jarewong tegal @@@,,kalem tolih,@@@hehehe,,, jangan sewot saudariku,,,tenang,,,,
Siti Rabia Aidia: Saya tidak tersinggung, tenang saja.
Satria Pmlg: Yo wis pangampurane sing katah ,,mba,,mugo-mugo kito sedoyo diparingi ilmu kang manfaat,,,,,,,,amiinn ya robbal alamiin,,,,ojo ribed-ribed,,,slow woles
https://www.facebook.com/notes/hendy-laisa/analisis-kritis-atas-buku-syiah-menurut-syiah-halaman- 16-17-iman-mutlak-iman-rel/814552518586197
Bersambung ...
=================
Sinar Agama: @Nur ..nur, kok nggak pandai-pandai kamu ini dari dulu.
• Hujjah itu banyak derajatnya, yang dunia tidak mungkin sepi dari padanya adalah yang makshum. Nah imam-imam Ahlulbait as itu adalah hujjah yangmakshum.
• Hadits pertama mengatakan bahwa tidak taat atau beribadah kepada Allah kecuali melalui Makshum. Maksudnya, bahwa siapapun orang yang mau mengamalkan syariat, maka harus sesuai dengan ajaran Allah. Nah sesuai atau tidaknya itu, harus dengan merujuk ke Makshum. JADI JANGAN BERDALIL DENGAN DIRI SENDIRI, SEPERTI PARA MUJTAHID YANG TIDAK MERUJUK KE IMAM MAKSHUM, TAPI MERUJUKLAH DALAM BERDALIL KEPADA MAKSHUM. Itu maksudnya Nur.
• Begitu juga dengan maksud hadits ke dua.
• Hadits ke tiga seperti yang sudah disinggung di atas. Bahwa dunia ini tidak akan sepi dari Makshum. Sebab kalau tidak ada Makshum, maka jalan lurus itu tidak ada. Karena jalan lurus adalah jalan Islam yang lengkap dan tidak ada salahnya sedikitpun (wa laa al-dhaalliin). Dan kalau tidak jalan lurus, terus buat apa Tuhan mewajibkan kita shalat yang ada kewajiban di dalamnya untuk membaca surat fatihah yang ada permintaan tentang jalan lurus itu?
Karena itu, maka maksud hadits itu, adalah mengajak bicara orang yang tidak mengerti seperti kamu yang salalu minta jalan lurus tapi mengingkariMakshum setelah Nabi saww. Bukan kami yang berdalil dengan ajaran Makshum.
Sinar Agama: Kok bisa kamu tidak paham. Dengan sedikit saja merenungi hadits itu, maka jelas bahwa maksud dari pada kehujjahan mereka para Makshum itu, adalah untuk dijadikan hujjah. Lah, kalau mereka hujjah Allah, lalu tidak dijadikan hujjah oleh umat, lah terus buat apa mereka dijadikan hujjah Allah? Persis seperti Qur an yang juga hujjah Tuhan. Nah, kalau Qur an yang merupakan hujjah Tuhan itu tidak dijadikan hujjah oleh kita, lah terus buat apa diturunkan untuk kita mas.....?
Lagi pula, kalau kamu mau beriman dengan pengertian kamu itu, maka kamu tidak berhujjah, karena kamu bukan Makshum.
Ali Alk: Kenapa buku akidah Syi’ah seri tauhid tidak di kritik apa buku itu sudah mewakili akidah Syi’ah om abu amar
Sinar Agama: Ali, kenapa antum tidak membacanya dan mengkritikinya dimana saja dan di media mana saja. Wong buku itu sudah ada di masyarakat kok. Nanti, biar penulisnya yang memberikan tanggapan. Apalagi di hal. 36 buku itu, penulis sudah mengatakan bahwa ia akan menerima kritikan berdalil,karena ia tidak ngeri pada ilmu. Di halaaman tersebut dan sehalaman sebelumnya, jelas sekali penulis mengatakan bahwa buku itu ditulis SEMAMPU PENULIS, artinya ia yang bertanggung jawab dan dia juga tidak mengatasnamakan siapa-siapa bahkan justru mengatakan bisa banyak kekurangan danmengajak pembaca untuk bersama-sama mencari kebenaran dan saling mengisi. Btw. Nah, kalau menurut saya sudah ok. Kalau menurut antum tidak ok, maka silahkan antum yang mengkritiknya. Ra’syih.
Kalau antum masih mau berteman, jangan menghubungkan atau memberi aku nama lain selain Sinar Agama. Sekali lagi antum lakukan dan aku mengetahuinya setelah ini, maka ana aka delete pertemanan kita. afwan.
Ali Alk: Kok SA hawas.
Siti Rabia Aidia: Kata Hendy Laisa buku itu belum beredar tapi sudah dibocorkan.
Meyo Yogurt: Bagian pengantarnya aja. Di muat di status atau notes di facebook, tapi diberi tulisan “Mohon jangan disebarkan.” tapi isi pengantarnya sudah dibahas orang orang.
Sinar Agama: Siti, buku itu, dinukil oleh penulisnya sendiri di fb sebelum buku itu terbit, dan kita sudah ribut waktu itu. Tapi buku itu jalan terus dan sampailah seperti sekarang ini. Kita ini tidak memaksa siapapun. Tapi terlalu merasa dirugikan karena mengatasnamakan Syi’ah. Yang ke dua, banyak sekali penyimpangannya. Rujuklah pada diskusi yang sudah dimulai sejak bagian babnya diterbitkan (bukan dibocorkan) di fb yaitu tentang imamah dan khilafah, lalu setelah itu, rujuk tanggapan kami pada masalah Mutlak dan Relatif, lalu pada komentar tentang marja’ yang dinyatakan tidak wajib ditaati, lalu komentar kami tentang penolakan sms terhadap kesistem-Islaman negara Iran. Kalau semua itu sudah dirujuknya, maka antum akan mengerti jalan cerita kehebohan ini. Semoga saja selalu dalam lindunganNya, amin.
Siti Rabia Aidia: Ameen, kenapa tidak dibuat forum diskusi dengan penulis, jadi semua bisa jelas antara anda yang mengkritik buku itu, dan tanggapan dari penulis buku itu, maka ada terasa indah di dalam diskusinya..salam.
Siti Rabia Aidia: Kemugkinan si penulis seorang ijtihadi, jadi menurutnya tidak wajib bertaqlid, kepada marja, bukankah tulisan tergantung karakter akal dan pendidikannya ustadz..?
Sinar Agama: Siti, tidak ada yang lebih jelas dari pada tulisan di medsos, karena terbuka untuk semua dan tertulis hingga memberikan kesempatan pada masing-masing untuk tidak tergesa-gesa dan merujuk kitab. Kalau tulisannya sudah jelas, maka buat apa ada konfirmasi?
Meyo Yogurt: Ya tinggal dihubungi aja tim penyusunnya untuk mengadakan bedah buku. Kalau perlu yayasan-yayasan Syi’ah Indonesia membuat suratpermintaan kajian buku ke ABI. Yang jelas kalau ABI sudah menerbitkan buku tersebut berarti saya yakin mereka sudah siap mempertanggung jawabkan isinya kepada Allah swt.
Sinar Agama: Siti, ijtihadi itu harus mujtahid. Nah, ketika ia sampai pada ijtihad, maka ia taqlid sebelum dan bebas taqlid setelahnya. Artinya, orang yang masuk dalam kesepakan tentang mujtahid ini, maka adalah pendukung taqlid. Kamu karena tidak tahu Syi’ah, maka tidak tahu hal ini. Lawan ijtihad ituadalah akhbari, bukan anti taqlid. Kalau akhbari memang tidak mewajibkan taqlid, kerena itu tidak ada mujtahid dan ijtihad.
Siti Rabia Aidia:Tapi tidak disangkal bahwa sistem kemarjaan masih jadi perdebatan di kaum intelektual Iran juga, satu contoh: apakah Ali Shariatisosiologi dan Husain an nasr seorang budayawan iya bermarja...? Tapi iya semua mendukung ayatullah khomenei.
Deddy Prihambudi: Tuan Sinar Agama, ini semua sebenarnya hanya masalah, bahwa betapa kita di sini, hatta yang Syi’i sekalipun, masih belum akrab dengan kajian kajian Hukum islam, dan semua cabang pengetahuannya. Tidak semua kaum Imamiyah di sini memahami benar apa itu AKHBARI, apa pula itu USHULI. Masih terlalu “awam” kita. Cobalah kita terbitkan buku bermutu tentang hal hal ini. Demikian. Salam hormat.
Sinar Agama: Siti, belajar dulu ushuluddin Syi’ah dan tentang marja’iyyah, lalu saya akan mengomentarimu. Yang tidak taqlid itu amalnya batal, baik ibadah atau politik. Dan orang yang mengaku Syi’ah sama dengan yang mengaku Islam, mau apa saja silahkan dan tanggung jawab sendiri-sendiri.
Siti Rabia Aidia: Lho kok saya disuruh belajar lagi tentang ushuludin, bukan berarti saya tidak bermarja, kalau gitu anda terlalu emosi dalam memandang sebuah tulisan, yang berbeda dengan pendapat anda..anda harus juga mengerti bahwa setiap tulisan membawa karakter sosiologis setempat, bukan berarti saya setuju dengan buku itu, apalagi saya memvonis bahwa buku itu harus haram dan ditinggalkan oleh Syi’ah..berarti buku itu harus dibawa kepada fatwa Rahbar, atau marja lainnya agar di nilai, haram atau tidak buku itu.. agar anda tidak dilecehkan kecuali anda seorang mujtahid.
Siti Rabia Aidia: Saya kasih pertanyaan mohon dijawab, apakah anda seorang mujtahid, sehingga anda bisa berijtihad mengenai buku itu, haram dan tidaknya...?
Siti Rabia Aidia:Ustad@ maaf bukan saya memerintahkan anda, bukannya manusia yang bijak itu adalah manusia yang tidak gampang memvonis sesuatu, “kenapa anda tidak bicara secara analisa saya buku ini kurang baik untuk di baca” bukan anda berfatwa haram tentang buku itu, bukannya fatwa haram hanya bisa di lakukan oleh marja.. anda terlalu ceroboh..????
Satria Pmlg: Mengkritik atau mmbedah buku tidak harus ketemu penulisnya,,,,kalau ada fb yang murah dan gampang,,ngapain pakai jalan yang mahal,,,contoh,,,kita orang Indonesia mengkritik bukunya ilmuan Jepang,,, apa iya harus ke Jepang? Waduh repot kalau gitu,,,, berapa waktu bearpa energi berapa ongkos yang harus dikluarkan,,,?, kita juga kan pekerja ada, kesibukkan,,@@jare gusdur alamarhum gitu aja kok repot,,@@,,lewat fb lebih mudah murah dan gamblang,,,malah lebih cerdas,,,,jadi banyak diikuti ikhwan-ikhwan yang awam juga sperti saya,,,syukron aziz kami ucpkan kepada ustadz SA,,,,kami dukung terus usahnya ,,,,,
Siti Rabia Aidia: Satria@ lihat tulisan saya, saya tidak melarang mengkritik, tapi saya pertanyakan vonis ustadz SA tentang buku itu, bahwa buku itu sesat dan haram..itu saja.
Siti Rabia Aidia: Sebagai Syi’ah yang meyakini ushul, maka setiap vonis haram dan halal harus melalui mujtahid yang di rujuk.. kecuali iya seorang ijtihadi itu sendiri.
Satria Pmlg: Mbak Siti komen saya juga bukan buat dirimu,,,buat semua yang sok repot dan ngrepotin,,,,,tolong jangan salah pasang,,,perasaan,,,jarewong tegal @@@,,kalem tolih,@@@hehehe,,, jangan sewot saudariku,,,tenang,,,,
Siti Rabia Aidia: Saya tidak tersinggung, tenang saja.
Satria Pmlg: Yo wis pangampurane sing katah ,,mba,,mugo-mugo kito sedoyo diparingi ilmu kang manfaat,,,,,,,,amiinn ya robbal alamiin,,,,ojo ribed-ribed,,,slow woles
https://www.facebook.com/notes/hendy-laisa/analisis-kritis-atas-buku-syiah-menurut-syiah-halaman- 16-17-iman-mutlak-iman-rel/814552518586197
Bersambung ...
=================
Tidak ada komentar:
Posting Komentar