Tampilkan postingan dengan label informasi fikih. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label informasi fikih. Tampilkan semua postingan

Sabtu, 07 Desember 2019

Membayar Hutang Pertanyaan-pertanyaan Fikih Yang Belum Terjawab


Seri status Sinar Agama October 25, 2013 at 3:13 pm


Sinar Agama: (10-4-2013) Bismillaah: Membayar Beberapa Hutang Pertanyaan Fikih Inbox dan Dinding:

Mukaddimah:

1- Berbagai pertanyaan di dinding dan inbox yang belum dijawab karena perlu konfirmasi dengan bagian fatwa kantor Rahbar hf hingga menimbulkan kelambatan, maka mohon dimaafkan dan dihalalkan.

2- Setelah konfirmasi telpon dilakukan, maka in'syaa Allah semua yang nunggak akan terjawab.

3- Sebagian jawaban, mungkin sudah dijawabkan, tapi kadang belum terlalu tegas. Karena itu, bagi yang sudah mendapatkan jawabannya pada sebagian jawaban itu, maka berikut ini adalah penegasannya.

4- Kalau ada tulisan atau pemahaman yang berbeda dengan yang ditulis ini sebelum-sebelumnya, maka ia dengan sendirinya teralat dengan yang berikut ini.

5- Terkadang jawaban berikut ini, merupakan rincian atau penambahan dari jawaban-jawaban yang sudah diberikan.

Soal Jawab Ringkas Via telepon ke Kantor Rahbar hf bagian fatwa:

1- Apa hukum kerja di perusahaan Amerika yang ada di Indonesia. --> Jawab: Tidak masalah kecuali kalau diketahui dengan meyakinkan bahwa perusahaan tersebut membantu Israel atau memerangi Islam.

2- Apa hukum memanfaatkan gadai seperti sawah oleh peminjam uangnya? --> Jawab: Kalau dalam meminjamkan uang itu disyaratkan bahwa ia bisa menggarap atau memanfaatkan gadaiannya itu, maka haram dan riba. Tapi kalau sesuka yang menitipkan gadaiannya itu, maka halal.

3- Orang mati tidak punya warisan sama sekali, apakah ahli warisnya wajib membayarkan hutangnya? --> Jawab: Tidak wajib walau boleh saja dan baik membayarnya.

4- Bisakah calon istri memberikan syarat ketika mau kawin kepada suaminya untuk tidak menikah lagi? --> Jawab: Kalau maksud syaratnya itu menghilangkan hak kawinnya, maka syarat tersebut batal dan tidak syah. Kalau maksudnya agar suaminya tidak menggunakan haknya tersebut,maka syaratnya syah dan benar. Dan kalau suaminya suatu saat melanggar, maka ia melakukan dosa, tapi pernikahan berikutnya itu tetap syah.

5- Orang Sunni masuk Syi’ah, lalu ia mengira maghrib dan buka seperti Sunni. Apakah wajib qadhaa’ (untuk shalat dan puasanya) dan kaffarah (untuk puasanya)? --> Jawab: Wajib qadhaa’ pada keduanya dan tidak wajib kaffarah pada puasanya.

6- Orang Sunni masuk Syi’ah, lalu ia sudah belajar kepada seniornya tentang waktu maghrib dan buka puasa. Tapi ternyata infonya salah, baik tentang waktunya itu atau tentang persyaratan penyampai yang harus adil, sementara waktu itu ia sama sekali belum tahu dan sudah mengira benar karena baru Syi’ah? --> Jawab: Hanya wajib qadhaa’ dan tidak wajib kaffarah.

7- Pekerjaan design atau pemahat, lalu ada pesanan dari gereja untuk membuat salib dan semacamnya, apa boleh dikerjakan? --> Jawab: Tidak boleh.

8- Pekerjaan design, lalu ada pesanan untuk membuat promosi barang-barang tertentu yang halal tapi dalam designnya itu ada gambar wanita tidak berjilbabnya, apa boleh dikerjakan?

--> Jawab: Kalau diketahui bahwa gambar tersebut hanya hal biasa dan bukan untuk membuat maksiat orang yang melihatnya dan/atau tidak membuat maksiat lain karenanya (seperti pandangan yang melezati dimana hal itu haram), maka tidak masalah.

Keterangan dari saya (Sinar Agama): Tapi yang dimaksud wanita sekalipun tidak berhijab ini, adalah yang masih tergolong berbaju normal, bukan yang melampaui itu, jadi masih terhitung sopan di mata budaya masyarakat atau yang seperti baju-baju yang dipakai setiap hari secara umum). Jadi, yang normal ini, kalau tidak membuat maksiat penglihatnya dan/ atau tidak memiliki tujuan membuat maksiat penglihatnya, maka tidak masalah. Tapi kalau sebaliknya, maka menjadi haram menerima garapan design tersebut dan uangnya juga haram.

9- Apakah kawin dengan wanita Sunni harus ijin wali? --> Jawab: Harus ijin wali.

10- Dikatakan di fikih bahwa istri- permanen yang tidak melayani suaminya (dalam sex) tidak wajib lagi nafaqah baginya. Sekarang kalau suami yang tidak memberikan nafaqah, apakah istrinya juga tidak wajib melayani sex suaminya? --> Jawab: Tetap wajib.

11- Ijazah palsu apa bisa digunakan untuk mencari pekerjaan? --> Jawab: Tidak boleh.

12- Kalau dulu dalam ujian kadang-kadang ngerepek(nyontek) lalu setelah lulus, apa boleh ijazahnya digunakan untuk mencari kerja? -->Jawab: Boleh saja, tapi harus taubat dari pekerjaan sebelumnya itu.

13- Taqiyyyah persatuan itu apa hanya tidak boleh bersedekap tapi boleh sujud di karpet? --> Jawab: Tidak boleh. Karena semua fikih Syi’ahnya harus dijaga selama masih memungkinkan (diterangkan oleh penjawab, misalnya berada di dalam masjid yang berkarpet dan tahu di luar masjid banyak batu atau apa saja yang boleh dibuat sujud, maka wajib keluar masjid dan mengambilnya). Keterangan saya (Sinar Agama): Saya sudah berulang kali menjelaskan hal ini, jadi jawaban ini hanya untuk teman-teman yang belum meyakini keterangan saya sebelumnya).

14- Wakaf yang bersyarat yang tidak dilakukan syarat-syaratnya, apakah boleh ditarik lagi? --> Jawab: Boleh kalau melanggar syarat-syarat yang diberikan. Keterangan dari pertanyaannya: Baik syarat penggunaannya seperti masjid lalu dibuat sekolah, atau syarat waktu yang diberikan.

15- Wakaf dari kafir, apakah bisa ditarik? --> Jawab: Tidak bisa.

16- Mencuci pakaian najis dengan mesin cuci otomatis rumah tangga, apakah bisa bersih? --> Jawab: Tidak bisa bersih kecuali yakin benar bahwa semuanya sesuai syariat. Selama yang kami tahu, tidak ada yang bisa membuat suci dengan berbagai alasan kecuali buatan pabrik mesin cucinya putra dari ayatullah Mazhaahiri hf (merk Ishnova) yang mendesign mesin cuci itu dengan mengucurkan terus air dari atas yang dapat membilas baju dan pintu kacanya (mesin yang bukaannya dari depan) dengan hanya menekan tombol cucian Islam. Keterangan saya: Contoh-contoh ini dan jenis jawaban-jawaban ini atau yang di atas atau yang akan datang ini, semuanya, memakai dialog yang tidak umum. Hal itu karena kami berteman dengan mereka hingga apa-apa yang tidak manjadi bagian inti fikihnyapun dibincangkan sebagai tambahan dan pengalaman. Dan saya menukilkan sebagiannya demi untuk memperjelas maksudnya.

17- Apa boleh kerja di pabrik yang membuat idep mata yang bisa untuk kesehatan dan hiasan wanita? --> Jawab: Boleh.

18- Apakah orang pikun wajib shalat? --> Jawab: Kalau masih belum hilang akal, maka wajib shalat.

19- Apakah boleh memakai benang operasi yang dibuat dari babi? --> Jawab: Boleh saja kalau dokternya yang menggunakannya dan tidak ada pilihan. Tapi benang itu dihukumi najis dan selama masih di badannya mesti hati-hati supaya tidak pindah ke tempat lain dan wudhu/mandi wajibnya, dengan jabirah/ perban (ditutupi sesuatu seperti plastik guna tidak memindahkan najis). Tapi nanti kalau sudah menyatu dengan badan, maka sudah menjadi bersih/suci.

20- Apa boleh kerja merias, baik pengantin atau salon kecantikan di negara muslim yang umumnya tidak berjilbab? --> Jawab: Boleh selama kita tidak tahu dengan yakin bahwa tujuannya untuk membuat maksiat para penglihatnya. Yakni tidak yakin untuk menarik perhatian lawan jenis yang bukan muhrimnya.

Wassalam.

Siti Ruqoyah, Anwar Latammu, Erfa Zahra dan 64 lainnya menyukai ini.


Alia Yaman: Syukran Ustadz... Poin 7 dan 8 sangat berhubungan dengan saya.

Hari Dermanto: Wow, ustadz bagaimana dengan tehel atau alas semen apakah bisa sujud diatasnya ?

Fahmi Husein: Untuk yang nomor 16 mengenai mesin cuci, bukankah mesin-mesin cuci yang sederhana (bukan automatic) dapat digunakan dengan menghidupkan air terus (mengalir) yang sekaligus men-suci-kan pakaian yang terkena najis?!

Fahmi Husein: Untuk nomor 13, kalau di Madinah atau tempat-tempat yang anti syiah gimana ustadz? Alfaqir pernah “disidang” pas umroh di Madinah, sholat di atas batu di raudhah. Langsung mutawwik menggiring alfaqir ditahan dibawa ke kantor atas dan melarang untuk melakukan lagi, akhirnya ana ganti ma tasbih.

Intinya, demi keselamatan keke? Sukron ustadz.

MukElho Jauh: · Friends with Ramlee Nooh and 161 others

اللَُّهَّم َص ِّل َعلَى ُم َحَّمٍد وآِل ُم َحَّمٍد وَع ِّج ْل فـََرَجُهْم

Farid Ayah Efran: Pak ustadz, pertanyaan saya soal mayat tak dikenal yang dipakai untuk praktek kedokteran (kadaver) bagaimana? Terima kasih.

Dadan Gochir: Salam ustadz, apakah uang yang dipergunakan untuk resepsi pernikahan terkena khumus? .....Yang kedua apakah uang yang dipakai untuk menebus istri dari kerjaan yang Ikatan dinas apakah terkena khumus, karena ini jadi kendala ketika posisi tempat saya bekerja jauh dari istri, dan agar bisa hidup bersama...terimakasih.

Agus Supriyanto · 61 mutual friends: Kalau sujud di lantai keramik boleh pak?

Uswatun Azzahra · Friends with Ramlee Nooh and 33 others: Allahumma shali ala muhammad wa Aali muhammad wa ajjil faraja Aali muhammad ,

Vito Balataw: Salam, afwan ustadz ijin tanya tentang mesin cucinya putra dari ayatullah Mazhaahiri hf (merk Ishnova), harganya berapaan ya..? Kira-kira ada alamat websitenya ga tentang produk tersebut? Syukron.

Sinar Agama: Salam dan terima kasih atas semua jempol dan komentar-komentarnya.

Sinar Agama: Hari: Kalau semen tidak masalah asal tidak diwarna seperti tegel itu. Tegel yang luarnya tidak dibuat dari marmer dan yang biasanya dilapisi cat/cet, maka tidak boleh dibuat sujud.

Sinar Agama: Fahmi:

1- Memang bisa mencuci najis dengan mesin cuci yang antum maksudkan itu sebagaimana sudah sering dijelaskan dengan cara yang sudah dijelaskan.

2- Kalau seperti yang antum katakan itu, maka jelas hal itu sudah masuk dalam takiah keamanan yang jelas dibolehkan tanpa memperhatikan tempat sujud, tapi tetap harus sedekap dan tidak baca amin karena hal ini tidak dilarang di Saudi.

Sinar Agama: Farid: Apakah dulu belum dijawab? Saya melihat lagi catatan saya sepertinya sudah ditanyakan, tapi saya sendiri kurang bisa memahami dengan pasti tulisan saya sendiri karena nulis cepat dan sudah lama. Karenanya maafkan saya dan in'syaa Allah akan segera ditanyakan. Tolong kalau kalau lebih dari seminggu setelah hari ini, maka tolong ditagih. Afwan banget dan tolong dihalalin.

Sinar Agama: Dadan:

1- Kalau uang itu diambil dari tabungan yang sudah melewati tahun khumusnya, maka dikhumusi. Kecuali kalau kawinnya dekat sekali dimana kalau dikhumusi tidak jadi kawin, maka dengan ijin wakil khumus yang punya wewenang pengijinan ini, dapat dibayar di lain waktu.

2- Uang tebusan itu juga seperti jawaban no. 1. Jadi, kalau uang itu belum melewati tahun khumusnya, maka tidak ada khumus karena termasuk keperluan hidup yang wajar dan tidak berlebihan. Begitu pula no. 1 di atas. Semoga bisa selalu bersama dalam keharmonisan, tanpa saling ego, penuh berkah dan kesyukuran, begitu pula dengan teman-teman lainnya, amin.

Sinar Agama: Agus: Keramik jelas tidak boleh karena bagian luarnya adalah cat. Tapi kalau sujud pada bagian tanahnya yang natural yang hanya keras terbakar di pabrik keramiknya, maka tidak masalah. Itu kalau keramiknya dari tanah.

Sinar Agama: Vito dan yang lain-lain: Afwan banget bukan Isnowa, ana salah tulis. Yang benar Snowa. Ana akan usahakan terbitkan contoh-contoh mesinnya. Ini alamatnya.

http://www.snowa.ir/fa/ماشنی-لباسشویی/اتوماتیک/سری-اسالمی-islamic.html?start=3

Dan ini tipe dari merk Snowa yang Islami dimana yang lainnya tidak Islami dan seperti yang ada di dunia internasional:

SWD-FRD1461 / SWD-FRD1461i
SWD-FR1061 / SWD-FR1061i / SWD-FR1261 / SWD-FR1261i
(ISLAMIC)سری اسالمی -لوازم خانگی اسنوا

www.snowa.ir

لوازم خانگی اسنوا -اسنوا بزرگترين توليدکننده لوازم خانگی در ايران، توليدکننده يخچال، فريزر، اجاق گاز،
صوتی و تصويری، ماشين لباسشويی

Sang Pencinta: Sinar Agama, seingat saya jawaban untuk mas Farid Ayah tentang mayat untuk kedokteran belum dijawab ustadz, tempo hari ustadz memang mengatakan akan bertanya ke kantor Rahbar hf.

Sattya Rizky Ramadhan: Salam..mas SP,.tentang mayat untuk kedokteran sudah diberikan jawabannya oleh ustadz Sinar,. Sudah lama sekali..jawabannya seperti status di atas sekalian menjawab pertanyaan” lain..

Sang Pencinta: Sattya, oh iya sudah ternyata.

Sang Pencinta: Farid Ayah Efran & ustadz Sinar Agama : 16- Menggunakan jenazah orang mati untuk ilmu kedokteran seperti membedahnya = Bolehkalau si mayat bukan muslim dan memang harus dengan membedahnya. Dan kalau muslim juga boleh kalau memang harus ditempuh dengan membedahnya dan tidak ada mayat kafir sebagai gantinya walau dengan membelinya. Tetapi kalau ada mayat kafir yang bisa terjangkau, walau harus membelinya, maka tidak boleh menggunakan mayat muslim.

http://www.facebook.com/groups/210570692321068/doc/404610959583706/

Riani Azri: Salam ustadz untuk no. 16. kan lebih baik disucikan dulu kain yang kena najis baru masuk mesin cuci, bisakan ustadz. Ustadz ada pertanyaan saya di status Sang Pencinta tgl 30/03/13 belum terjawab tentang menggunakan asesoris jilbab bertuliskan Allah & Muhammad dan ring tone/nada panggil HP lantunan surat Alquran boleh dibawa ke toilet ? Pesan didinding komen saya tanggal 5/04 belum jawab ya ustadz. Terima kasih.

Sinar Agama: Sattya dan Pencinta: syukurlah kalau sudah didapatkan jawabannya. Tolong dikirimkan ke penanyanya, yaitu mas Farid Ayah Erfan. Semalam, kubolak-balik lagi coretan di notesku tentang jawaban itu dan dengan kaca pembesar yang tidak umum, he he...akhirnya kebaca dan dipahami maksudnya. Baru mau ditulis, ternyata antum sudah menukilkannya di sini dan benar seperti yang dinukil antum ini. Ahsantum dan terimakasih, semoga diterimaNya. amin.

Zainab Naynawaa: Ijin copi paste.

Sinar Agama: Zainab: Semua tulisanku di facebook ini adalah gratis mau digunakan dalam bentuk apa saja asal untuk kebaikan, tidak diedit, tidak dirubah namanya dan tidak dibisniskan.

Siti Ruqoyah: كثیــــــر شكــــــرا ustadz buat poin 20. Semoga ustadz., sehat selalu آِمّْنی... آِمّْنی... ِمَّْنی َعلَ ْل بَّ َر َي

Zainab Naynawaa: Ustadz SA@ sudah pastilah bermanfaat untuk kebaikan dan sangat dijamin tidak akan terjadi pertukaran uang, syukron..

Wassalam. 2 Shares

21 people like this.


Andri Kusmayadi: Afwan, ustadz, untuk yang nomor-nomor lain ana sudah paham, tapi untuk yang nomor 2 ana belum paham, bisa tolong dijelaskan lagi? Syukron.

Yustinus Eko Sukmono: Salam, Ustadz. Semoga Antum selalu dalam keterjagaan. Sebelumnya saya mohon dimaafkan, jika comment di bawah ini tidak sesuai dengan topik di atas.

Tiga hari yang lalu saya dimintai tolong oleh salah satu ikhwan, untuk menanyakan ke Antum via Facebook ini.

Bagaimanakah fiqihnya memperlakukan ari-ari/plasenta menurut ajaran Ahlul Bayt? Saat ini kehamilan pertama bagi istrinya dan sudah 7 bulan usia kandungannya. Buku-buku AB terbitan Indonesia yang berkaitan tentang hal tersebut dicarinya, namun belum ketemu atau memang belum ada terbitannya, entahlah.

Pengetahuan kami tentang seluk-beluk ari-ari, selama ini mungkin sebatas mengikuti ajaran tradisi, tanpa berani menanyakan fiqih apalagi filosofinya. Tradisi yang kami maksud, seperti; Meletakkan ari-ari di kendi, Memberi asam, garam, dan lain-lain, Meneranginya dengan lentera/ semprong/lampu dan menguburkan di samping rumah, bahkan sebagian ari-ari/mungkin pusarnya ada yang dikeringkan tanpa dikuburkan dengan alasan kelak untuk obat jika si bayi sakit dengan cara ditempelkan di pusar si bayi.

Kami yang amat bodoh ini, sangatlah berharap atas penerangan hal-hal tersebut di atas berdasarkan dalil-dalil gamblang. Semoga Antum diberi segala kemudahan kebaikan, kefasihan ilmu, kelapangan amal, panjang umur dan semoga tercatat sebagai bagian mukadimah hadirnya Imam Mahdi as.

Sang Pencinta: Yustinus, salam ikut bantu http://www.facebook.com/.../penguburan.../496740547042523Penguburan Plasenta

April 11, 2013 at 1:55 pm Bismillaah

Sang Pencinta:

Salam, apakah secara hukum plasenta ibu yang melahirkan harus dikuburkan oleh ayahnya? Trims ustadz. — with Sinar Agama.

Sinar Agama: Salam dan terima kasih pertanyaannya: Tidak wajib dan bisa saja dibuang ke tempat sampah. Tapi kalau takut mencemari lingkungan, maka boleh dipendam, tapi tidak dengan niat macam-macam.

By the way kalo ingin fatwa Rahbar, bisa langsung kirim pertanyaan ke leader.ir. situs resmi Rahbar hf.

Sinar Agama: Yustinus: Sudah ada di nukilan Pencinta. By the way, tidak ada aturan khusus untuk ari-ari. Bisa dipendam dan bisa juga dibuang. Kalau dipendampun, hanya karena takut merusak lingkungan (bau dan virusnya), bukan dengan niat yang macam-macam/ aneh-aneh.

Sinar Agama: Pencinta, terima kasih bantuannya dan semoga diterimaNya, amin. Ana tulis lagi, karena hanya beberapa baris. By the way.

Andri Kusmayadi: Ustadz, afwan antum belum jawab pertanyaan ana...

Mata Jiwa: Pak ustadz Sinar Agama Ada yang terlewat pertanyaan Riani Azri: kalau najis di baju dibersihkan dulu sampai hilang najisnya, baru dimasukkan ke mesin cuci yang umum ada di Indonesia ( tanpa air yang mengucur ) hukumnya bagaimana ?

Sang Pencinta: Mata, kalo sudah disucikan dengan benar, ndak masalah masuk ke mesin cuci itu.

Mata Jiwa: Ok thanx mas akhi bro...:-)

Yustinus Eko Sukmono: Ustadz SA dan SP: Nggak nyangka, menghukuminya simple aja, ya. Terimakasih atas jawabannya.

Sinar Agama: Mata, benar kata Pencinta, kalau pensucian najisnya di luar mesin cucinya itu sudah benar, maka tinggal dicuci pakai mesin cuci atau tangan sudah benar.

Mata Jiwa: Baik pak ustadz...


November 1 at 2:35pm · Like



اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وآلِ مُحَمَّدٍ وعَجِّلْ فَرَجَهُمْ

Minggu, 10 November 2019

Cara Menyikapi Perbedaan Informasi Fikih


by Sinar Agama (Notes) on Monday, May 20, 2013 at 3:25am
seri tanya jawab Andri Kusmayadi dengan Sinar Agama

Andri Kusmayadi mengirim ke Sinar Agama: (12-3-2013) Salam. Ustadz, ada beberapa pertanyaan baru lagi nih...

Afwan ya jangan bosen-bosen dengan pertanyaan ana....:)

1.  Dalam sebuah buku ana baca bahwa imam itu akan selalu ada dalam setiap zaman, dan selalu yang jadi imam adalah keturunan Nabi Ibrahim as. Nah, pertanyaannya siapakah imam-imam tersebut apakah sama dengan nabi-nabi keturunan nabi Ibrahim atau tidak? Kemudian, sebelum zaman Nabi Ibrahim berarti tidak ada imam?

2.  Antum berpendapat ketika ada menjawab pertanyaan salah satu teman, bahwa kemungkinan Hugo Chavez masuk neraka, tapi ana pernah juga dapat penjelasan dari antum kalau orang Kristen juga mendapat syafaat, nah apa mungkin juga Hugo itu dapat syafaat?

3.  Ustadz, kita kan dalam melaksanakan fatwa marja itu salah satunya merujuk langsung kepada buku fatwa marja tersebut. Nah, terkadang kita tidak bisa memahaminya secara langsung, jadi kita bertanya pada ustadz. Tapi, terkadang kita sudah benar-benar jelas dan paham dengan yang dimaksud dalam buku fatwa itu. Nah, tapi ternyata ada perbedaan dengan pendapat Ustadz, baik itu ustadz lain atau antum sendiri. Bagaimana kita harus bersikap ketika menghadapi kasus seperti itu? Apakah kita harus mengikuti pendapat ustadz itu atau pendapat kita sendiri terhadap pemahaman di buku fatwa itu? Terimakasih. Wassalam.

Sang Pencinta: Salam, jawab no 1: Makna Kalimat Imam ( ےاًامَ مِ إ ) dalam Ayat-Ayat Al-quran Oleh Ustad Sinar Agama = http://www. facebook.com/groups/210570692321068/doc/437410649637070/

510. Keharusan Pemimpin/Imam Setiap Zaman Oleh Ustadz Sinar Agama = http://www.facebook.com/groups/210570692321068/doc/331112203600249/

553. Para Imam Harus Dari Keturunan Rasul Oleh Ustad Sinar Agama = http://www.facebook.com/groups/210570692321068/doc/331127286932074/

71. Penjelasan Para Imam Dari Keturunan Imam Husein Oleh Ustad Sinar Agama = http://www.facebook.com/groups/210570692321068/doc/252590638119073/

Beberapa link sedikit melebar dari soalan antum, tapi in'syaa Allah esensi link-nya bisa menjawabnya.

Sang Pencinta: Untuk no 3, ijin komen, justru saya melihat dan membandingkan fatwa marja dan
penjelasan ustadz Sinar sejalan dan konsisten.

Beberapa minggu lalu saya mencoba mengkhatamkan tanya jawab Rahbar dengan mukalidnya yang diposting di leader.ir, sejauh ini yang saya amati dan pelajari tidak ada kontradiksi esensi.

Ada fatwa yang pengamalan dan penafsirannya dikembalikan kepada mukalaf, misal masalah waktu buka puasa, yakni hilangnya mega merah, di mana dalam fatwa tidak ditentukan secara pasti berapa menitnya, yang menurut ustadz adalah 45 menit berdasarkan pengamatan di berbagai titik di Indonesia selama bertahun-tahun. Dan bukan barang baru hal ini menjadi polemik (seharusnya tidak perlu dan memang tidak perlu menjadi polemik) di kalangan asatidz kita.

Jika melihat ada dua kontradiksi seperti ini (dalam hal penafsiran fatwa), yang kita lihat argumentasi yang dibawanya, mana yang tepat sesuai dengan apa yang dimaui fatwa tersebut. Tentang hal ini ustadz sudah pernah menyampaikan, kalau ketemu linknya akan saya bawakan. In'syaa Allah

Sinar Agama: Salam dan terimakasih pertanyaannya: Sekedar menambah sedikit dari nukilan Pencinta:

1-  Untuk no. 1 ini, karena panjang, maka silahkan rujuk ke nukilan di atas.

2-  Ana sudah menjawab teman kita tentang Chaves itu dengan alasannya, silahkan merujuk lagi dengan seksama.

3-  Untuk fikih itu harus diadu argumennya untuk memicu pada pemahaman yang benar. Tapi kalau bedanya antara yang spesialis dengan yang tidak, maka kalau tidak mampu memilih yang paling berat, maka bisa mengambil dari yang spesialis itu asal dia adil atau setidaknya jujur secara aklamasi alias bagi semua orang (belum ada yang membuktikan kebohongannya).

Tapi kalau perbedaan itu antara para ahli/spesialis agama itu, maka kalau tidak bisa melakukan yang lebih berat, harus ikut kepada yang paling alim dan paling senior dalam ilmu (bukan dalam umur) yang keseniorannya itu terbukti di pendidikan agamanya. Kalau sama-sama senior, maka pilih yang lebih taqwa. Kalau juga sama dari sisi semuanya itu, maka kewajibannya adalah ikut yang paling berat. Ini juga perintah fikih itu sendiri.

Sang Pencinta: 1020. Syarat Penafsir Hukum Fiqih dari Marja oleh Ustad Sinar Agama = http:// www.facebook.com/groups/210570692321068/doc/464413876936747/

Sang Pencinta: Kupilih Baju Kecaman dan Kebencian Siapapun (kalau itu harus), Ketimbang aku dilaknatiNya Oleh Ustad Sinar Agama = http://www.facebook.com/groups/210570692321068/doc/524482297596571/

Andri Kusmayadi: Terimakasih banyak buat Ustadz Sinar Agama dan Sang Pencinta atas link, penjelasan, dan jawabannya. Mungkin saya perlu memberikan contoh mengenai perbedaan ini.

Di dalam salah satu jawaban, ust. Sinar Agama pernah menjawab bahwa mencuci najis dengan mesin cuci, belum bisa memutuskan boleh tidaknya, tapi di fatwa Rahbar jilid pertama versi terjemahannya, soal no 283 disebutkan bahwa ”Setelah benda najis (’ain an-najasah) lenyap, bila air yang bersambung dengan keran sampai ke pakaian dan semua bagian dalam mesin kemudian terpisah darinya dan keluar, maka ia dihukumi sebagai suci.”

Andri Kusmayadi: Contoh yang lainnya. Ustadz pernah menjawab pertanyaan kepada saya, bahwa sisa obat-obatan yang masih ada dalam akhir tahun khumus, harus dibayarkan khumusnya. Tapi, berdasarkan fatwa Rahbar di buku Daras Fikih versi terjemahan, disebutkan sebagai berikut. ”Obat-obatan yang dibeli dengan uang penghasilan pada pertengahan tahun-khumus dan hingga awal tahun-khumus masih tersisa tanpa mengalami kerusakan, bila pembeliannya adalah untuk dipergunakan pada saat-saat dibutuhkan dan memang dibutuhkan, maka tidak dikenai wajib khumus. (Awjibah al-Istiftaat, no. 908). Afwan....

Andri Kusmayadi: kemudian satu lagi untuk Sang Pencinta link-link yang antum berikan itu hanya memberikan jawaban para imam setelah zaman rasul, yaitu 12 imam...padahal yang ana tanyakan itu para imam sebelum Rasul, bahkan sebelum Nabi Ibrahim as. Syukron...

Sang Pencinta: Untuk komen antum yang pertama, tidak ada kontradiksi sama sekali dengan pernyataan ustadz yang antum nukil. Menurut antum terkesan kontradiksi karena antum mengambil/memaknai kalimat ustadz sepotong saja. Silahkan di sini, http://www.facebook.com/ groups/210570692321068/doc/464408436937291/.

Sang Pencinta: Untuk komen ketiga, coba saya cari dulu di arsip, kalau gak salah mas Orlando Banderas pernah menanyakannya.

Sinar Agama: Andri,

1-  Untuk komentar pertama antum itu tidak ada kontradiksinya sama sekali. Karena syarat kesucian itu seperti yang  sudah diterangkan di fatwa Rahbar hf itu. Tapi kalau mesin cucinya, dengan alat pemasok air yang otomatis itu dimana baru separuh saja sudah mati secara otomatis, lalu setelah itu mesinnya berputar, maka bukan hanya bersih, tapi justru memindahkan najisnya ke seluruh mesin cuci bagian dalamnya. Apalagi disertai dengan masuknya sabun cuci secara otomatis dimana airnya akan menjadi mudhaf.

2-  Untuk hal yang ke dua itu, antum tidak pernah adu argument dengan saya. Kan kalau argumentasinya diadukan, maka bisa dipadukan atau yang satu diluruskan. Itulah mengapa saya dari awal mengatakan bahwa harus diadu argumentasikan. Tapi antum adu argumentasi dengan saya dan hanya bertanya lalu pusing sendiri. Padahal, kalau antum ajukan, dan pas kebetulan saya salah dalam menukil fatwa atau menukil fatwa imam Khumaini ra yang kebetulan tidak sama dengan fatwa Rahbar hf, maka sangat-sangat bisa diluruskan. Artinya, saya akan segera meluruskannya kalau ternyata antum yang benar. Dan hal ini, sangat-sangat wajar dalam bahasan agama.

Untuk masalah yang antum tulis itu, maka asal fatwanya seperti ini:

س908:داروهايىكهازدرآمدوسطسالخريدهشدهوپولآنتوسطسازمانتأميناجتماعىپرداخت

مىشود، اگر بدون فاسد شدن تا سر سال خمسى باقى بماند، خمس به آن تعلّق مىگيرد يا خير؟

ج:اگرخريدداروهاجهتاستفادهازآندرمواقعنيازباشدودرمعرضاحتياجهمباشد،خمسندارد.


Soal: Obat-obatan yang dibeli di pertengahan tahun dan uangnya dari Badan Bantuan Kesejahteraan Masyarakat Negara, kalau ternyata belum rusak sampai akhir tahun khumus, apakah harus dikhumusi?  

Jawab: Kalau pembelian obat-obatan itu dibeli untuk digunakan kala diperlukan dan memang memerlukannya, maka tidak perlu membayar khumus.  

Keterangan: Sangat mungkin ketidakwajiban khumusnya itu dilihat dari dua sisi:  

a-  Karena uangnya dari Badan Kesejahteraan Negara. Jadi, bukan penghasilan keseharian.  

b-  Karena hal itu darurat. Karena obat itu diperlukan dan dalam pemakaian dimana kalau tidak mencukupi bisa tambah sakit atau mati.  Jadi, kalau dibeli dari hasil kerja dan, apalagi sudah tidak diperlukan lagi, yakni tidak dalam pemakaian kontinyu sampai tahun khumus itu, maka kalaulah ragu terhadap kewajiban khumusnya, maka sangat masuk akal dan dianjurkan agama, kalau kita berhati-hati supaya tidak masuk ke dalam haram dan dengan itu, maka mengeluarkan khumusnya. 

3-  Yang poin tiga itu juga sudah ana tulis sebelumnya. Ana tadinya mengira bahwa Pencinta sudah menukilkan hal itu. Afwan.  

Tambahan: 
Lain kali, kalau secara lahiriah terlihat jawaban saya tidak sesuai dengan fatwa Rahbar hf, maka langsung ditanyakan ke saya, supaya saya kalau keliru segera meralatnya dan kalau ada hal yang perlu dijelaskan, maka saya bisa membantu menjelaskannya. Jangan mikir selain kebenaran. Jadi, tidak usah ragu mengatakan saya salah, karena hal itu, kalau benar, merupakan kenikmatan buat alfakir hingga terlepas dari adzab Tuhan akibat keteledoran. Afwan dan terimakasih. 

Andri Kusmayadi: oh jadi jelas sekarang, afwan Ustadz. Sinar Agama jadi maksud ana gitu, kalau secara lahir ana memaknainya sudah jelas, nah kalau menurut antum jadi berbeda, oh kalau gitu nanti harus ana adu lagi ya ustad dengan argumen lagi..iya baik ustadz...tapi, seandainya sudah dijelaskan seperti ini, tapi ana misalnya lebih bisa menerima pemahaman yang dari yang lain gapapa ustad? 

Jadi, misalnya mesin cuci yang ana pakai itu kan ga otomatis, jadi airnya bisa penuh, luber gitu ustad. Kalau seperti itu gapapa? Jadi, ana masih tetap ngambil pendapat bahwa kalau benda najisnya sudah ana bersihkan, ana boleh tetap mencuci dengan mesin cuci ana itu? Atau contoh lain, dalam masalah maghrib, ana tetap tidak mengambil pendapat antum yang harus 45 menit, tapi yang 15 menit saja, itu gapapa kang Ustad?  

Sang Pencinta: AK: sebenarnya, kalau lebih teliti, jawabannya sudah ada di atas mas. afwan. 

Sinar Agama: Andri, 

1-  Antum bebas mengambil pendapat siapapun bagi ana. Tapi bagi agama, sudah dijelaskan di atas itu, yakni di jawaban awal. Karena itu perhatikan, karena agama sudah memberikan jalan keluarnya, bukan antum atau saya. Seperti diambil yang paling pandai, yang paling taqwa dan yang paling berat.  

2-  Kalau mesin cuci yang tidak otomatis itu justru yang bagus. Karena bisa sambil menghidupkan mesinnya, airnya dari pam atau sanyo yang hidupnya itu, bisa tidak dimatikan walaupun kecil sehingga kalau sudah yakin dengan sekian putaran mesin cuci itu benda najisnya sudah hilang, maka sudah menjadi bersih selama tiga sifat airnya itu tidak berubah. Karena berputar-putarnya baju itu sudah sama dengan diperas (ini di fikih juga diterangkan). Jadi, tidak perlu meluber dan kalau meluber antum bisa kena setrom listrik mesin cuci itu dan sangat bahaya. 

Jadi, ketika baju itu sudah diisi air dan bisa diputar maka hidupkan mesinnya dan kecilkan airnya yang dimasukkan supaya tidak cepat penuh. Begitu yakin benda najisnya sudah lepas dari baju dan sudah menyatu dengan airnya, maka semuanya sudah bersih dan kalau mau lebih hati-hati lagi, maka kosongkan mesin cucinya sambil air pipanya yang kecil tadi itu tetap hidup dan tetap diarahkan ke dalam mesin cucinya itu sampai air di dalamnya sudah menjadi sat/habis. 

Ingat, kita bukan Sunni hingga tidak ada urusan luber dalam pencucian. Kalau Sunni memang kalau luber dihitung mengalir. Padahal kalau di Syi’ah tidak seperti itu dan yang pentingnya adalah tetap menyambungnya air di dalam bak atau mesin cuci itu dengan air yang banyak seperti pam, sanyo yang hidup mesinnya, atau menyambung dengan air kur yaitu kurang lebih 378 liter. 

3-  Dalam masalah maghrib, kalau 15 menit itu antum ambil dari orang yang masih melakukan dosa, dan kalau salah, maka antum dosa dan shalatnya diqadhaa’ dan puasanya, selain qadhaa’ wajib membayar kaffarah juga. Tapi kalau benar, maka oke-oke saja. 

Tapi kalau antum mengambil informasi 15 menit itu dari orang adil (yang tidak melakukan dosa), maka kalau ternyata salah, maka antum tdk dosa, tapi shalat dan puasanya wajib diqadhaa’ tapi tidak perlu kaffarah.  

Tapi kalau 15 menit itu dari diri antum sendiri, maka kalau antum sudah mengeceknya dengan ru’yat yang benar yang disesuaikan dengan arahan fikih, maka kalau benar sudah oke. Tapi kalau salah, maka selain qadhaa’, maka dilihat apa sebab kesalahannya. 

Kalau salahnya karena mendung, yakni antum sudah tahu dengan benar bahwa maghrib itu sekian menit setelah adzan Sunni dengan profesional dan benar menurut agama dan Tuhan, lalu karena mendung, antum mengira seperti kemarin-kemarin itu, yakni sudah merasa sudah gelap (mega merah sebelah timur sudah hilang), maka tidak wajib qadhaa’. Tapi ingat, hal itu didahului dengan pengetahuan tentang  gelap yang benar sebelumnya. Bukan dari awal tidak tahu masalah ru’yat lalu hanya melihat langit yang gelap terus berbuka. 

Tapi kalau kesalahannya itu bukan mendung, tapi gelapnya langit, maka hanya wajib qadhaa’.  Kalau ada waktu, coba baca lagi catatan-catatan yang sudah pernah ditulis tentang hal ini, insya Allah akan dapat dipaham hingga tidak perlu bertanya ke saya apakah boleh beda dengan saya atau tidak. Karena saya ini siapa? Kalau saya bisa selamatkan diri sendiri saja, sudah sangat bagus. Jadi, beda saya tidak ada masalah. Tapi beda dengan marja’-nya jelas haram dan membatalkan ibadah.  Jadi, kalau antum beda dengan saya dan merasa lebih benar dalam memahami fatwa marja’ antum, dan ada dalil untuk pemahaman antum itu, maka hal itu sudah bisa dilakukan dan tidak dosa. Tapi kalau salah, ya...berbagai hukum. 

Kalau masalah najis, maka harus mencuci semua baju dan alat-alat dapur dan rumah (semua yang kena tularan najis itu) selain mengqadhaa’ shalatnya. Kalau wudhu dan mandi yang salah, wajib mengqadhaa’ shalatnya. 

Kalau masalah puasa yang salah, maka seperti yang sudah dijelaskan di atas itu yang mana sekurang-kurangnya wajib qadhaa’ selain satu masalah yang sudah dijelaskan itu. Dan hati-hatilah pada yang keharusan kaffarah itu.  Wassalam.  

Khommar Rudin:  اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وآلِ مُحَمَّدٍ وعَجِّلْ فَرَجَهُمْ


Andri Kusmayadi: iya ustadz Sinar Agama sekarang tambah paham....afwan, boleh ga ana simpulkan seperti ini...dan ini ana pikir penting, karena akan menjadi dasar ana untuk mengamalkan suatu fatwa...mohon luruskan kalau salah... 

Jadi, pertama kita beramal sesuai dengan fatwa marja dengan mengacu kepada buku fatwanya... jika tidak ada keraguan di dalam memahami makna lahir dari fatwa tersebut, ana sudah benar melaksanakan fatwa tersebut. Jadi, ana tidak ada kewajiban untuk meminta kejelasan dari setiap fatwa yang sudah ana anggap jelas pemahamannya. 

Kedua, jika ada keraguan tentang fatwa tersebut, ana harus mempertanyakan ke orang yang lebih tepat (dalam hal ini ustad)...dan jika ana masih ragu, ana berhak untuk menanyakan ke ustad yang lainnya lagi,...dan setelah itu kalau ana masih belum yakin, ana bisa konfrontasi dengan ustad tersebut berdasarkan argumen yang mungkin bertentangan. Nah, setelah dikonfrontasikan pemahaman ana dengan ustad itu, dan ana mendapat penjelasan baru, baru ana yakin, dan bisa mengamalkan keyakinan itu. Ana pikir kalau seperti itu gimana ustad? 

Kalau harus membandingkan yang paling pintar, yang paling taqwa, itu gimana caranya, sedangkan ana pada umumnya tidak mengenal ustad-ustad itu dengan baik, kalau yang lebih berat, bisa jadi bisa dilakukan. Kalau dilihat otoritas lembaga bisa ga ustad? Maksudnya, kalau kita anggap ICC itu sebagai lembaga resmi perwakilan rahbar, bisa ga kita berpatokan karena itu? Mereka juga sudah mempunyai tim rukyat dalam menentukan waktu magrib atau ramadan dan sebagainya? Maaf nih jadi panjang lagi, karena terus terang, sekarang ana baru menyadari tentang pentingnya fikih. Terimakasih. 

Sang Pencinta: Ikut bantu lagi mas Andri, tentang argumentasi fatwa buka puasa/waktu Maghrib Syiah (Islam), Waktu Buka Puasa Oleh Ustadz Sinar Agama = http://www.facebook.com/groups/210570692321068/doc/?id=224696444241826 

Tanya Jawab Lanjutan Catatan Waktu Buka Puasa Oleh Ustad Sinar AGama = http://www.facebook.com/groups/210570692321068/doc/?id=225145680863569 

Dasar Dalam Menetapkan Waktu Berbuka Puasa Oleh Ustad Sinar Agama = http://www.facebook.com/groups/210570692321068/doc/440864955958306/ 

Syair “ Keluh Mega Merah “ Dan Waktu Buka Puasa Oleh Ustad Sinar Agama = http://www.facebook.com/groups/210570692321068/doc/445207495524052/

http://www. facebook.com/notes/sinar-agama/lagi2-diskusi-waktu-maghribberbuka-puasa-seri-tanya-jawabmuhammed-almuchdor-dg-/478208152189738?comment_id=6836146&ref=notif&notif_t=note_ reply  

Sang Pencinta: Pentingnya keadilan seseorang dalam penafsiran dan penerapan fatwa seperti dalam hal penentuan buka puasa, apakah bisa dilihat secara lahiriah atau pengakuan orang lain, Memahami Definisi Keadilan Dalam Fiqh Oleh Ustad Sinar Agama = http://www.facebook.com/groups/210570692321068/doc/243410945703709/ 

77. Beda adil dan makshum – seri tanya-jawab antara dadan Gochir dan Sinar Agama = http://www.facebook.com/home. php?sk=group_210570692321068&view=doc&id=211005742277563 

Okki Deh: Salam.... Ikut nimbrung... Kalau saya yang masih tinggal dengan orang tua dan menggunakan satu mesin cuci yang otomatis bagaimana nih..... Mau beli mesin cuci yang biasa gak ada dana nya.....  

Sang Pencinta: Okki: jalan yang paling aman adalah bersihkan semua pakaian yang bernajis di bawah air kurr/selang/sanyo, lalu setelah suci, baru masukkan ke mesin cuci. Saya punya kasus yang sama seperti antum dan akhirnya saya pilih untuk cuci tangan sendiri dengan alasan kepastian-suci dan cara kerja mesin cuci. 

Detailnya silahkan di sini http://www.facebook.com/groups/210570692321068/doc/464408436937291/  

Okki Deh: Sang Pencinta @ takut mereka tersinggung, karena cuci pakaiannya terpisah....  

Sang Pencinta: Okki Deh, Saya juga awalnya seperti itu, mencuci mengendap-ngendap, karena takut ortu tersinggung, tapi seiring berjalannya waktu saya sharing dengan mereka arti pentingnya dan pemahaman fikih, sekarang cucian saya ga mereka sentuh sama sekali. 

Okki Deh: Begitu ya. InsyaAllah kalau begitu. Mudah-mudahan mereka bisa mengerti. Terimakasih untuk bagi pengalamannya..... 

Sinar Agama: Andri: sepertinya apa yang ana tulis belum antum pahami dengan benar:  

1-  Kebolehan mengamalkan setiap pahaman seseorang itu, sudah pasti boleh kalau sudah disandarkan pada buku fatwa. Tapi kebolehan ini, tidak menjadikan amalnya itu benar. Jadi, pembolehan itu hanya mentidakdosakan dirinya kalau terjadi kesalahan. Karena sudah bersandar pada fatwa. Tapi kalau salah memahami, maka jelas tetap harus diqadhaa’ sekalipun tidak dosa.  

Karena itulah, maka bagi yang berakal sehat, ketika memiliki teman yang lebih menguasai fikih fatwa tersebut, sudah sangat masuk akal untuk bertanya. Karena akalnya mengatakan bahwa bisa saja pemahamannya salah dan melakukan qadhaa’.  

2-  Ketika terjadi multi tafsir pada penafsiran fatwa tersebut, maka dicari yang lebih pandai, kalau tidak ketemu atau sama-sama pandai/alim maka dipilih yang paling taqwa, tapi kalau tidak bisa dengan berbagai halnya, maka diambil yang paling berat. Ingat, apapun pembolehan mengambil yang paling alim itu atau yang paling taqwa itu, hanya melepaskan antum dari dosa kalau salah. Tapi tidak melepaskan antum dari qadhaa’.  

3-  Tim rukyat itu bukan satu-satunya pemecah masalah, tapi juga harus bersandar kepada fikih tentang rukyat itu, seperti harus tahu perukyatan, harus tidak melakukan dosa (adil), harus jelas orang-orangnya hingga diketahui tentang sifat-sifat dan syarat-syarat perukyatan itu, ..... dan seterusnya. 

Dan, itupun, yakni kalau sudah memenuhi semua syarat-syaratnya itu, bukan berarti puasa antum dan shalat antum sudah benar manakala ternyata salah. Karena itu, pembolehan mengikuti yang sudah memenuhi syarat itu, hanya mengeluarkan antum dari dosa dan kaffarah. Tapi tidak mengeluarkan antum dari qadhaa’ manakala terjadi kesalahan. 

Jadi, kalau mengikuti orang yang tidak memenuhi syarat tersebut, lalu salah, maka selain qadhaa’ puasa dan shalatnya, juga wajib bayar kaffarah untuk puasanya.  

Mengikuti ICC, kalau maksudnya mengikuti ketuanya yang kita yakini alim dan adil, maka boleh saja sebagai penerapan fikih rukyat di atas itu. Tapi sekali lagi, pembolehan ini hanya mengeluarkan antum dari dosa dan kaffarah kalau terjadi kesalahan, tapi bukan dari qadhaa’. 

Tapi kalau maksudnya ICC adalah selain ketuanya yang dari Iran itu, maka masing-masing orangnya harus diskrening dengan syarat-syarat ru’yat di atas itu, seperti tahu masalah rukyat dan adil (tidak melakukan dosa) dimana kalau tahu agama dan rukyat serta adil, boleh diikuti tapi kalau salah tetap qadhaa’, dan kalau tidak, maka tidak boleh diikuti dan kalau diikuti dan salah, maka selain qadhaa’ juga wajib kaffarah.  Wassalam.

Baca juga kajian terkait:

Akhlak dan Fiqih
Ada Apa Dengan Fikih
Fikih adalah Hiriz/Ajimat untuk Keselamatan Dunia Akhirat