Tampilkan postingan dengan label Halal dan Haram. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Halal dan Haram. Tampilkan semua postingan

Minggu, 25 April 2021

Hukum Beternak dan Budi Daya Ayam Untuk Berjudi


Oleh Ustad Sinar Agama http://www.facebook.com/groups/210570692321068/doc/326164287428374/ Oleh Anggelia Sulqani Zahra pada 4 Februari 2012 pukul 23:07


Haidar Dzulfiqar: Salam..! Afwan Ustadz, kami mau bertanya tentang hukum berternak dan budi daya ayam bangkok untuk dijual. Bagaimana hukumnya Tadz? Mohon penjelasannya. Terima Kasih. Salam.

Musik Yang Diharamkan Dan Yang Di Halalkan


Oleh Ustadz Sinar Agama http://www.facebook.com/groups/210570692321068/doc/326161864095283/ Oleh Anggelia Sulqani Zahra pada 4 Februari 2012 pukul 23:02


Jack Marshal: Ustadz saya mau nanya, apa musik ada yang haram dan yang halal?.

Kamis, 12 November 2020

Hukum Membeli, Meminjam dan Menonton Kaset Bajakan


Oleh Ustadz Sinar Agama http://www.facebook.com/groups/210570692321068/doc/294556283922508/ Oleh Anggelia Sulqani Zahra pada 16 Desember 2011 pukul 15:09


Fatimah Zahra: Salam, ustadz. Apa hukumnya membeli kaset bajakan, meminjamnya dari teman, dan menontonnya?

Jumat, 11 September 2020

Hukum Berkunjung Dan Makan Bersama Non Muslim


Oleh Ustadz Sinar Agama http://www.facebook.com/groups/210570692321068/doc/272658282778975/ Oleh Anggelia Sulqani Zahra pada 8 November 2011 pukul 16:38


Erna Maruf: Salam. Ustadz, kalau dalam masalah keuangan negara yang telah tercampur antara halal dan haram maka di dalam islam kita tidak wajib menelitinya. Pertanyaan lain, kalau ada undangan makan dari teman yang muslim apakah kita tidak perlu cari tahu apakah dia membeli daging dari toko halal? Karena cukup banyak WNI di sini yang biasa beli daging di swalayan umum selama bukan daging babi. Lalu bagaimana pula bila kita bertamu ke rumah orang danish non muslim. Apakah gelas dan piringnya harus kita cuci sendiri sebelum digunakan?

Terimakasih.

Rabu, 26 Agustus 2020

Validitas MUI dalam Fatwa


Oleh Ustadz Sinar Agama http://www.facebook.com/groups/210570692321068/doc/274227332622070/ Oleh Anggelia Sulqani Zahra pada 11 November 2011 pukul 18:22


Sang Pecinta: Salam. Apakah label halal MUI valid bagi kehalalan suatu makanan/restoran?

Jumat, 05 Juni 2020

Hukum Berdoa Diiringi dengan Musik


Oleh Ustad Sinar Agama http://www.facebook.com/groups/210570692321068/doc/236094339768703/ Oleh Anggelia Sulqani Zahra pada 20 Agustus 2011 pukul 21:54


CintakasihNya Kasih: Salam. Ustad mau tanya

1. Bolehkah berdoa diiringi dengan music-music instrumen yang menenangkan (seperti musik Kitaro, Yiruma, instrumen alam dll) ?

2. Bagaimana jika musik intrument tersebut berguna untuk lebih mengkhusyukan/mengkondisi- kan diri ketika berdoa?

Terima Kasih.

Senin, 25 Mei 2020

Sihir dan Hipnotis


Oleh Ustad Ust Sinar Agama. http://www.facebook.com/groups/210570692321068/doc/234543233257147/ Oleh Anggelia Sulqani Zahra pada 17 Agustus 2011 pukul 19:21

Herry Yuli Sunarno: Salam ustadz... hipnotis dalam perspektif islam itu termasuk kategori apa? Dan apa hukumnya hipnotis dalam islam?

Hukum Bisnis Multi Level Marketing (MLM)


Oleh Ustad Sinar Agama http://www.facebook.com/groups/210570692321068/doc/234534179924719/ Oleh Anggelia Sulqani Zahra pada 17 Agustus 2011 pukul 18:44


Arina Rind: Salam warohmah ustadh.. Apakah hukum Bisnis MlM itu, Afwan??

Selasa, 04 Februari 2020

Waktu-Waktu Diharamkan Puasa Sunnah


Oleh: Ustad Sinar Agama http://www.facebook.com/groups/210570692321068?view=doc&id=222327324478738 Oleh Anggelia Sulqani Zahra pada 23 Juli 2011 pukul 11:17


Al Louna: Salam ustadz, louna mau tanya, apa ada hari atau bulan tertentu yang kita di haramkan menjalankan puasa sunnah, selain ramadhantentunya?

Hukum Memainkan Musik, Mendengarkan Musik


Oleh Ustad Sinar Agama http://www.facebook.com/groups/210570692321068?view=doc&id=222326967812107 Oleh Anggelia Sulqani Zahra pada 23 Juli 2011 pukul 11:16


Dwix Uiqkz: Salam dan terimakasih sebelumnya...

Kalau dari penjelasan ustadz, memainkan/mendengarkan lagu/musik itu haram gak ustadz apapun yang terjadi? Salam dan terimakasih sesudahnya..

Selasa, 24 Desember 2019

Pengembalian Sebagian Uang Riba dari Diri Kita Kepada Kita Sendiri


Seri tanya jawab Irsavone Sabit dengan Sinar Agama November 2, 2013 at 4:39 pm


Irsavone Sabit mengirim ke Sinar Agama: 20-4-2013, Salam, seperti yang dijelaskan sebelumnya bahwa boleh meminjam uang di bank selama tidak ada lagi tempat meminjam yang tidak memakai bunga, nah bagaimana kalau kita meminjam uang di bank syari’ah, kemudian pihak bank, memberikan pengembalian uang Rp. 100.000 rupiah/bulan dalam bentuk tabungan, apakah uang tersebut halal?

Bande Husein Kalisatti dan Uthman Hapidzuin menyukai ini.


Sinar Agama: Salam dan terima kasih pertanyaannya: Tapi afwan saya belum paham. Bisa diterangkan lebih jauh, sekalian dengan berapa pinjamannya, berapa harus membayarnya, dan mengapa bisa ada pengembalian tiap bulan Rp. 100.000 itu? Terimakasih.

Irsavone Sabit: Misalnya kita meminjam uang di bank syari’ah Empat Puluh Juta selama lima tahun, dengan cicilan tiap bulannya pada bank kurang lebih Sembilan Ratus Ribu Rupiah tiap bulannya, nah bank mengembalikan dalam bentuk tabungan sebesar seratus Ribu rupiah tiap bulannya pada nasabah, kenapa dikembalikan Seratus Ribu rupiah, hal itu sudah ketentuan bank, apakah uang pengembalian seratus ribu rupiah tersebut oleh bank pada nasabah halal?

Sinar Agama: Terima kasih penjelasannya: Dengan contoh yang antum berikan itu, berarti antum harus mengembalikan pinjaman 40 juta itu sebesar 54 juta (900,000 x 12 x 5 = 54 juta). Jadi, antum harus membayar bunga/riba sebesar 14 juta. Lalu bank mengembalikan kepada antum 100,000 sebulan dimana akan menjadi 100,000 x 12 x 5 = 6 juta. Dengan demikian, sebenarnya antum membayar riba-nya itu sebesar 8 juta hasil dari 14 juta - 6 juta = 8 juta.

Dengan perhitungan itu, maka antum tidak memakan uang riba, tapi uang antum sendiri yang semestinya dibayarkan untuk ribanya itu. Yakni bagian dari uang antum yang mesti dibayarkan ke bank.


Menurut saya, uang itu bukan uang riba, karena uang sendiri. Artinya, pembagian riba tapi dari riba yang kita bayarkan ke bank. Kalau riba itu dari pembayaran orang lain, maka jelas riba buat antum.

Namun demikian, supaya tidak bermasalah sama sekali, maka antum niatkan saja pada setiap pembayaran itu, bahwa yang 100,000 itu hanya dititipkan saja ke bank. Yakni jangan diniatkan sebagai pembayaran riba. Atau niatkan saja dari awal memang sebagai tabungan antum.

Semua ini, kalau memang pasti bahwa bank syari’ah itu tidak syari’ah, sebagaimana kita kira selama ini seukuran sampainya informasi kepada kita dalam diskusi-diskusi di facebook ini. Tapi kalau ternyata suatu saat terbukti syari’ah, maka jelas 100.000 itu bisa dihitung sebagai bonus tambahan bagi hasil.

Irsavone Sabit: Terimakasih atas penjelasan Ustadz Sinar Agama.

Vito Balataw: Salam, sekedar informasi bank syari’ah apapun di Indonesia tidak mungkin syari’ah, karena semua bank baik non syari’ah (konvensional) maupun “syari’ah” di bawah naungan Bank Indonesia (BI) yang menerapkan sistem keuangan Kapitalis/ribawi. Afwan.

Sinar Agama: Vito: Itu juga masalah buat bank syari’ah. Dulu, sekitar 20 tahun yang lalu, ketika awal-awal bank syari’ah ini dipromosikan, bahkan ada yang berkata bahwa dana yang masuk, tidak sepenuhnya dialokasikan dengan permodalan mudharabah atau bagi hasil. Karena hal itu perlu kepada program yang luas, serius dan dengan penuh ketekunan dan perombakan ekonomi Indonesia. Karena itu, katanya, dana-dana itu kebanyakannya masih diputar di bank yang bagian bukan syari’ahnya, yakni bank yang menaungi bank syari’ah yang memang bukan syari’ah itu.

By the way, menurut alfakir dalam penerapan pemahaman fikih Ahlulbait as, tidak menyentuh apapun hasil/bunga-nya adalah kewajiban yang tidak bisa dianggap ringan mengingat dosa riba terlalu besar buat manusia.


Wassalam.



اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وآلِ مُحَمَّدٍ وعَجِّلْ فَرَجَهُمْ

Minggu, 22 Desember 2019

Minum Al-Kohol Karena Terpaksa dan Makan Binatang


Seri tanya jawab Hikmah Munirah dengan Sinar Agama November 2, 2013 at 4:30 pm


Hikmah Munirah mengirim ke Sinar Agama: 19-4-2013, Salam Ustadz. Suatu hukum itu universal atau kondisional? Karena ada kasus seperti ini :

1. Ada penumpang pada sebuah kapal yang berlayar mengarungi samudera atlantik yang terkenal sangat dingin itu, karena ketakutan kapalnya mulai tenggelam, dia minum alkohol sebanyak- banyaknya, tujuannya agar ketika dia mati nanti dia dalam keadaan tidak sadar (meskipun dia bisa berenang tapi dia tidak sanggup menahan dinginnya air samudera atlantik itu sedangkan sekoci terbatas di utamakan penumpang wanita dan anak-anak) ternyata minuman alkohol itu yang menyelamatkan hidupnya karena alkohol yang mengalir ke tubuhnya telah menaikkan suhu tubuhnya, berbeda dengan teman-temannya yang mati dalam kedinginan karena tidak mengkonsumsi alkohol.

2. Hadits Imam Ali as. “bahwa kita tidak boleh menjadikan perut sebagai kuburan binatang”, bagaimana dengan penduduk eskimo yang setiap hari harus makan daging karena mereka tinggal di daerah dingin alias dekat kutub?


Sekian dan terimakasih sebelumnya. Wassalam.

Sulis Kendal, Chipoet Asli, dan Muhammad Faisal menyukai ini.


Sang Pencinta: Salam, ikut bantu Bu, setiap sesuatu dalam fikih ada hukumnya, tidak satu hal yang luput yang mana fikih akan menjelaskannya. Adalagi hukum tsanawi atau ke dua di samping hukum tsanawi di atas yaitu yang masalah darurat itu. Yaitu berbenturannya dengan hukum lain yang tidak dapat dihapus dengan hukum pertama itu. Tapi bisa saja hukum lain itu, tetap harus diabaikan manakala tidak bisa menghambat hukum pertama itu karena besar dan pentingnya. Seperti haramnya daging babi yang tidak bisa dihapus hanya dengan hukum menghormati orang lain. Atau seperti fikih Syi’ah yang tidak bisa dihapus hanya karena untuk menghormati orang Sunni. Beda kalau Sunni-nya ini jahat hingga bisa membunuh, memukul, memperkosa dan mengambil harta kehidupannya.

Salah satu hukum yang banyak bertabrakan dalam kehidupan, adalah hukum makruh dan sunnah. Misalnya, diberi makanan makruh oleh mukmin yang disunnahkan untuk menghormatinya. Atau kadang sunnah lawan sunnah yang lebih besar. Seperti puasa sunnah yang dapat dikalahkan dengan sunnah menghormati orang lain hingga karena itu, kalau kita puasa sunnah lalu diajak makan teman muslim, maka lebih besar pahalanya kalau kita berhenti puasa sunnahnya dan makan bersamanya, sebagai rahmat dari Allah.

Nah, salah satu hukum yang bisa dikatakan bertabrakan ini dimana harus dilihat mana yang paling pentingnya, adalah pakaian hitam. Misalnya, di kala pakaian hitam ini, dapat menjaga jelalatannya mata lelaki, maka bagi wanita, akan lebih baik kalau memakai baju hitam. Begitu pula kalau memakai pakaian hitam bisa menjadi syi’ar kesedihan atas kemazhluman pada Aulia dan Makshumin atau muslim yang tertindas, maka ia bisa menutupi kemakruhannya itu dan menjadikan yang afdhal memakainya.

Jangan katakan bahwa hal ini menentang Nabi saww atau para Imam as itu sendiri. Karena Syi’ah, tidak seperti wahabi yang sama sekali tidak memahami ayat dan riwayat dimana bahkan mewajibkan semua orang untuk berijtihad sekalipun tidak mengerti bahasa Arab sekalipun dan mengharamkan taqlid, tentu saja selain taqlid pada Ibnu Taimiyyah dan Muhammad bin Abdul Wahhab.

Kembali ke masalah hukum tsanawi. Dalam hukum tsanawi ini, perlu diketahui bukan karangan ulama. Tapi ia memang hukum Allah, Qur'an, haditsdan para Makshum itu sendiri. Karena itulah, di Syi’ah, sebagaimana juga di Sunni (pengikut dan penaklid 4 madzhab, dan jelas bukan wahabi ygngaku-ngaku Sunni), seseorang untuk menjadi mujtahid yang bisa memahami ayat dan riwayat, diharuskan dulu mempelajari berbagai ilmu seperti ushul fiqih tersebut.

Kenapa begitu? Karena banyak sekali ayat dan riwayat yang tidak akan dipahami kecuali dengan meneliti dan membandingkan satu sama lainnya.

Intinya, hukum tsanawi ini diajarkan Islam itu sendiri seperti kebolehan makan babi ketika tidak ada makanan, menyentuh bukan muhrim ketikamenolongnya seperti dokter atau dari tenggelam di sungai, dan seterusnya.

Karena itu, maka baju hitam itu, akan menjadi dianjurkan kalau nilai syi’ar atau kebaikannya itu jauh melebihi kemakruhan yang biasanya hanya bersifat pribadi itu.

http://www.facebook.com/notes/sang-pencinta/ttg-kemakruhan-memakai-baju-hitam-dan-hukum-tsanawi-dalam-fikih/497063433676901

Hikmah Munirah: Maaf, mohon memperhatikan poin-poin pertanyaan saya, jazakumullah atas jawabannya yang normatif dan universal, tapi maaf saya belum menemukan kejelasan dan ketegasan jawaban untuk poin-poin tersebut.

Sang Pencinta: Tukilan di atas adalah untuk menjawab poin 1, di mana si peminum alkohol dalam kondisi terpaksa untuk meminumnya. Saya rasa tukilan tersebut dapat menjelaskan soalan pertama.


Sinar Agama: Salam dan terimakasih pertanyaannya:

1- Yang dinukilkan Pencinta itu, tidak tepat untuk menjawab pertanyaan pertama. Karena peminum tersebut, tidak meminum alkohol tersebut untuk menyelamatkan diri, tapi justru ingin membuat dirinya mabok dan tidak sadar hingga kalau mati tidak terasa dingin dan deritanya. Hal seperti ini, jelas haram. Kalau ternyata selamat karena panas badannya dan menjadi hidup, tetap saja meminum alkoholnya itu tetap haram. Karena setiap sesuatu tergantung kepada niatnya.

Tapi kalau dengan ilmu pengetahuan yang sudah diketahuinya, bahwa kalau meminum alkohol tersebut, bisa menghangatkan badannya dan bisa menyelamatkan diri karena bisa berenang atau terlepas dari sebab kematian yang akan dihadapinya, maka kaidah terpaksa, bisa dipakai dan, sudah tentu nukilan Pencinta akan menjadi benar.


2- Yang dimaksudkan hadits nukilan antum itu adalah maksimalnya makruh. Itupun kalau haditsnya sudah benar dan shahih sebagaimana yang diteliti oleh marja’ yang kita taqlidi. Karena itu, kita tidak bisa merujuk hadits tersebut. Anggap makruh, itupun kalau tidak ada hukum tsanawi/ke-dua yang mengharuskannya seperti orang Eskimo itu. Di kala sudah darurat, jangankan makruh, haram juga bisa terangkat dengan sendiri. Tentu saja, dengan pengaturan yang sudah ada di fikih.

Sang Pencinta: Ustadz Sinar Agama: iya, komen saya yang pertama tidak tepat, saya membaca soalan yang tertulis, tapi memaknainya berbeda, entah mengapa. Afwan kurang fokus.

Mata Jiwa: Oh, jadi untuk kondisi-kondisi darurat pun niat harus diluruskan ya? Insyaa Allah sekarang saya tambah mengerti mengapa kita tidak boleh berhenti belajar. Semoga pak Ustadz panjang umur dan sehat serta terus dalam kesabaran membimbing kami.

Mata Jiwa: Sang Pencinta : doa yang sama juga untuk mas akhi bro. Selalu siap sedia membantu.

Sinar Agama: Mata: Kita semua memang tidak bisa berhenti untuk terus belajar walaupun sudah mujtahid sekalipun. Karena itulah Nabi saww bersabda:

“Menuntut ilmu itu, dari timangan ibu sampai ke liang lahad.”

Sinar Agama: Pencinta: Hal itu memang biasa. Yang sudah dibimbing guru juga bisa salah memahami. Di depan para Nabi as dan para Imam as jugabisa salah memahami. Karena itu, kita harus selalu saling mengingati.

Wassalam.



اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وآلِ مُحَمَّدٍ وعَجِّلْ فَرَجَهُمْ

Ukuran Wewangian Bagi Wanita


Seri tanya jawab Sang Pencinta dengan Sinar Agama November 2, 2013 at 4:25 pm


Sang Pencinta: 19-4-2013, Salam, sekedar konfirmasi, ada yang bertanya, bolehkah pakaian wanita menggunakan pewangi pakaian ketika mencuci untuk mengurangi bau tengik/amis matahari saat aktifitas? Terimakasih — bersama Sinar Agama.

Indah Kurniawati, Achmadi Al Fauzi, Daris Asgar dan 24 lainnya menyukai ini.


Pangeran Terasing: Ya boleh lah.

Sebby Syihab Haura Suprayogi: Ikut nyimak.

Indah Kurniawati: Saya juga suka pakai tapi tidak berlebihan ditambah pelicin pakaian dan parfum sedikit. Afwan ikut nyimak. Bagaimana dalam fiqih nya.

Zahra Pencari Ilmu: Saya juga ikut nyimak.

Tania AzZahra: Ikut nyimak ustadz.

Siti Ruqoyah: Nuwun sewu. Nderek niyimak.


Sinar Agama: Salam dan terimakasih pertanyaannya: Bagaimanapun, kalau ketika bajunya dipakai, bau harumnya tercium ke orang lelaki yang bukan muhrim, baik di dalam rumah atau di luar rumah, maka jelas tidak boleh. Ini untuk pakaian wanitanya. Tapi kalau untuk pakaian lelakinya, maka tidak masalah.

Sang Pencinta: Yang dilarang itu wanginya bisa tercium dari dekat atau dari jauh, berapa meter? Ada batasannya? Konfirmasi 2 tahun yang lalu pernah saya tanyakan tapi kurang saya simak. Afwan

Sinar Agama: Pencinta: wanginya itu tidak masalah, tapi begitu tercium lelaki bukan muhrim, maka jadi haram. Jadi, harus dihindarkan dari penciuman lelaki bukan muhrim. Karena itu, tidak ada ketentuan berapa meternya. Artinya, kalau dalam jarak dua meter tercium, maka tidak boleh dekat dengan lelaki bukan muhrim sebesar dua meter. Begitu pula dengan jarak-jarak tercium yang lain.

Jadi, intinya bukan berapa jarak tercium dan tidaknya, tapi penghindaran dari lelaki bukan muhrim sesuai dengan jarak terciumnya dari wewangian yang dipakai. Wassalam.



اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وآلِ مُحَمَّدٍ وعَجِّلْ فَرَجَهُمْ

Sabtu, 12 Januari 2019

Hukum Mengerjakan Hal-Hal Lain di Waktu Kerja



Seri tanya jawab Sang Pencinta dengan Sinar Agama
by Sinar Agama (Notes) on Tuesday, April 2, 2013 at 8:31 am

Sang Pencinta: (25-2-2013) Salam, katakanlah jam kerja dalam kantor itu dari jam 08-17.00, istirahat jam 12-1. Ketika ber-fb-an/melakukan bukan yang terkait kerjaan di waktu kerja ini, apakah terhitung haram? Terimakasih ustadz — bersama Sinar Agama. 


Muhammad El’Baqir, Muh Kasim, Abdillah Toha Assegaf dan 14 lainnya menyukai ini. 

Hidayatul Ilahi: Nyimak. 

Sang Pencinta: Jika kondisi seperti ini, pegawai restoran yang sedang sepi restorannya, lalu ia ber-fb, gimana? 

Lordd Erlan: Kalo lagi kerja ada pengemis lewat di depan kantor gimana? 

Sattya Rizky Ramadhan: Salam..ikut nyimak..memiliki pertanyaan yang sama, ditambah sekarang pindah tempat kerja yang jam kerjanya 4X24 jam dan sisa harinya sama dengan jam kerja pada status di atas. 

Sinar Agama: Salam dan terimakasih pertanyaannya: 

Sebenarnya jam kerja itu tergantung kepada uruf/’urf kerjaan dan kontrakan kerjanya. Artinya, bisa saja setiap tempat memiliki maksud tersendiri, sebagai berikut: 
  • 1- Kalau maksudnya secara umum masyarakat memang tidak boleh mengerjakan sesuatu yang lain, maka tidak boleh mengerjakan apapun di waktu kerja. Tapi mungkin maksud yang seperti ini, sangat sedikit dan mungkin hanya di beberapa tempat, seperti pemandu pendaratan pesawat, operasi badan, perang, pilot tempur....dan seterusnya...yang memang dipahami seperti itu. 
  • 2- Kalau maksudnya secara umum masyarakat dipahami bahwa memang tidak boleh mengerjakan apapun yang lain, tapi maksudnya adalah yang mengganggu pekerjaannya, maka tidak boleh melakukan apapun selain pekerjaan kantornya yang dianggap secara umum keluar dari pekerjaan kantornya. Misalnya, facebookan waktu kerja, membaca Qur'an waktu kerja, shalat dan beribadah di waktu kerja, .....dan seterusnya. Tapi kalau facebookannya itu hanya sepintas dimana secara umum tidak mengganggu pekerjaannya yang memang sedang senggang itu, maka kemungkinan tidak sampai ke tingkat haram. Memang, hal itu harus benar-benar teliti. Karena harus sedikit dan tidak boleh kalau memang masih ada pekerjaan. Tapi kalau dianggap hanya seperti membalas sms dan kalau membalas sms ini tidak terhitung secara umum bahwa ia keluar dari pekerjaan dan mengganggunya, maka tidak akan sampai ke tingkat haram (tentu saja, menjawab sms itu juga harus di kala senggang -hati-hatinya). 
  • 3- Ketika kembali kepada pemahaman umum bahwa pekerjaan itu hanya membolehkan pengecualian dalam beberapa hal, maka hal itu dibolehkan, seperti ke kamar kecil, menolong orang atau memberi pengemis yang pekerjaannya tidak terganggu dan tidak berbahaya. Tapi harus teliti, apakah pos yang ditinggalkannya itu tidak merugikan perusahaan atau apalagi keamanan. 

Kesimpulan dan nasihat

Kembali kepada pemahaman umum dan mengambil jalan yang lebih hati-hati sedikit, selama tidak membuat waswas, adalah jalan yang paling selamat. 


Wassalam.



اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وآلِ مُحَمَّدٍ وعَجِّلْ فَرَجَهُمْ

Rabu, 02 Januari 2019

Hukum Mencaci Simbol-Simbol Madzhab Lain



Seri tanya jawab Sang Pencinta dengan Sinar Agama
by Sinar Agama (Notes) on Tuesday, April 2, 2013 at 8:28 am

Sang Pencinta: (25-2-2013) Salam, bagaimana pandangan antum dan solusinya cara sebagian ikhwan, yang secara tajam mencaci simbol Suni. Mohon interpretasi fatwa Rahbar tentang peng-haraman pencacian simbol-simbol Suni. Terima kasih Ustadz. — bersama Sinar Agama. 


Fahmi Husein, Irsavone Sabit, Alia Yaman dan 23 lainnya menyukai ini. 

Sinar Agama: Salam dan terimakasih pertanyaannya: 

Kalau secara umum suatu kata itu dipahami mencaci simbol-simbol Sunni, maka jelas haram hukumnya. Seperti mencaci tokoh-tokoh yang dihormati Sunni. Tentu saja, diskusi bukan mencaci dan mencaci bukan juga diskusi sekalipun sepintas bentuknya seperti diskusi. Diskusi bisa dilakukan, tapi tidak boleh menggunakan kata-kata pencacian terhadap tokoh-tokoh atau apa-apa saja yang dihormati saudara-saudara Sunni. 

Sang Pencinta: Terimakasih ustadz. 

Sang Pencinta: Apakah hukumnya sama bagi yang menyukai dan menikmati diskusi cacian ini (bukan pelaku cacian)? 

Doni Handoyo: Perlu diselidiki ikhwan-ikhwan yang statusnya mencaci simbol Sunni, jangan- jangan mereka Wahabi nyamar. 

Memburu Kebenaran: Maaf ustadz, apakah menjelaskan kepada orang suni, dan mengkritisi sahabat suni semacam AUU, yang banyak kekeliruan-kekeliruan dan penentanganya kepada Nabi apakah termasuk mencaci-caci simbol suni?? 

Sang Pencinta: Beberapa ikhwan mengklaim dengan diskusi/menanggapi seperti soalan di atas, membuat sudara lain hijrah ke AB, bagaimana syar’i memandang ini? Btw teringat pesan ustadz tentang pen-scan-an kitab mafatih. 

Sinar Agama: Pencinta: Sudah tentu yang menyetujui pekerjaan haram, ia akan kebagian haramnya, apalagi menikmatinya. Dan dosa pemecahan umat ini tidak tanggung-tanggung, imam Khumaini ra mengatakan bahwa yang memecah Syi’ah dan sunnah, maka ia bukan Syi’ah dan bukan sunnah. 

Dan orang-orang yang terutama bukan mujtahid itu, kalau berpendapat apapun yang menentang marja’nya, maka selain tidak berharga, ia juga merupakan dosa yang ke dua setelah dosa pertama di atas itu. Misalnya mereka mengatakan bahwa dengan mencaci dapat menghidayahi manusia. Anggap hal ini bukan ajib dan kegilaan (dimana memang ajib dan kegilaan), maka ia adalah pendapat bukan mujtahid yang menentang mujtahid dan, sudah jelas wajib ditolak oleh dirinya sendiri terutama oleh orang-orang yang tidak menaklidinya karena memang tidak boleh menaklidi orang yang bukan mujtahid. 

Sinar Agama: Doni: Memang setiap ada akun yang mencaci dan mengatasnamakan Syi’ah, tidak bisa dikatakan bahwa hal itu kerjaan orang Syi’ah. Karena itu, kita bukan mau mengecam siapapun, tapi hanya membahas hukum fikihnya. 

Memang, kalau pencacian itu terjadi bukan sekali dua kali, sekalipun dilakukan oleh orang Syi’ah sekalipun, maka ia harus dikecam dan kalau perlu diboikot dan diblokir atau dilaporkan. Karena kalau tidak, maka akan merugikan agama serta harta dan nyawa manusia yang tidak berdosa. 

Kalau mereka masih bisa menerima hidayat, semoga mereka terhidayahi dan kalau tidak, maka kita serahkan kepada Allah karena mereka sudah masuk ke dalam tajarri dan maksiat yang akan mengorbankan agama serta harta dan nyawa manusia lain yang tidak berdosa. Bagi pandanganku, mabok masih jauh di bawah dosa memecah persatuan ini, Allahu A’lam. Karena dosa mabok hanya dosa pada Allah secara pribadi, tapi dosa memecah umat, selain dosa pada Allah, juga pada agama dan semua muslimin yang akan menjadi korban baik harta atau nyawanya. 

Sinar Agama: Memburu: Kalau diskusi tersebut, tidak disertai caci maki, maka jelas bukan pencacian dan pemakian dan tidak termasuk dosa. Jadi, menjelaskan AUU dari kitab-kitab Sunni dan dengan bahasa ilmiah yang baik yang tidak disertai caci maki, maka jalas(jelas) tidak dosa dan bahkan suatu keharusan kalau diperlukan. 

Al Parta Ortega: Indahnya Persaudaraan....Salam Ustadz... 

Sang Pencinta: Ustadz SA: Fatwa Rahbar tentang ini berlaku untuk semua pengikut AB? Apakah larangan cacian dikeluarkan oleh marja lain atau mengikuti Rahbar sebagai wali faqih? 

Ikhwan Abduh: Afwan Sang Pencinta. Saya mengikuti diskusi kemarin tentang hal ini, meskipun tidak sempat komen (terlalu banyak komentar yang ngalor ngidul). 

Cuma ada 1 hal yang masih mengganjal. Memang kadang-kadang ada segelintir saudara kita terpancing emosinya. Biasanya saat tokoh-tokoh syiah dicaci maki duluan. Sehingga sebagian saudara kita ikut-ikutan mencaci. 

Namun, saya lihat kebanyakan dari mereka tidak mencaci sebagaimana “CACIAN” yang menggunakan kata-kata kotor dan tidak pantas. Namun hanya menjelaskan kebobrokan akhlak dan sejarah kelam tokoh-tokoh Sunni. Dan itu dalam lingkup diskusi ilmiah, karena tidak jarang dalilnya pun disertakan. Baik dari ayat Al-Qur’an, hadis, maupun pernyataan tokoh-tokoh Sunni / wahabi, guna mengcounter pernyataan mereka. 

Bagaimana menurut Antum ustadz Sinar Agama ? 

Sang Pencinta: IA: Di atas sudah dikatakan kata itu dihukumi cacian secara urf/umum. Apakah definisi cacian di Sumatra beda di Sulawesi? Dan di atas sudah dikatakan juga diskusi tentang ini boleh bahkan harus kalo memang diperlukan. Kalo antum mau, akan saya bawakan catatan ustadz Sinar tentang diskusi yang ustadz Sinar terlibat di dalamnya tentang simbol-simbol Suni? 

Ikhwan Abduh: Bukan begitu maksud saya. Supaya terang, baiklah saya kasih contoh. 

Tetangga sebelah ada yang mengatakan mut’ah sama dengan zina, orang syiah = anak zina, dan lain-lain. Ada yang mengatakan imam mahdi ngumpet di goa karena penakut dan sebagainya. Bahkan banyak kata-kata cacian yang saya tidak tega untuk menulisnya. 

Bandingkan dengan ketika saudara kita menceritakan tentang, misalnya: 
Abu Bakar yang merampas tanah fadak, membakar hadis, kabur saat perang, memerintahkan membakar rumah Fathimah, dan sebagainya. 

Umar yang menganggap nabi mengigau dan melarang menulis wasiat nabi, tidak tahu banyak tentang hal agama (misal: tidak tahu arti kalalah, malah yang bertanya tentang itu dihukum oleh Umar), dan sebagainya. 

Usman yang nepotisme. 

Khalid bin Walid yang membunuh sahabat dan langsung meniduri istri sahabat yang dibunuhnya. 

Perbedaan persepsi tentang mencaci itu bukan masalah di Sumatera, Sulawesi, ataupun Jawa. Semua itu adalah sejarah, yang bahkan tercatat oleh kitab-kitab Sunni. Namun oleh mereka (Sunni) malah dianggap MENCACI. 

Jika memang hal itu adalah bagian dari mencaci, lantas sejarah yang saya pelajari selama menjadi syiah adalah tak lebih dari cacian? Padahal saya kira itu merupakan fakta sejarah yang membuka mata hati saya untuk menerima syiah! 

Afwan, mohon penjelasannya. 

Ikhwan Abduh: Sang Pencinta : OK, tolong kasih link catatan tentang diskusi tersebut 

Sekali lagi, saya masih awam di mazhab AB ini. Dan terus terang saya sedih menyikapi fenomena ini. Jadi tolong untuk ustadz sinar agama dan ustadz lain yang sering online facebook bisa membantu memberi pencerahan untuk masalah ini. 

Baskoro Juragan Tahu: SIMBOL Sunni adalah AUU....Hem masih kah anda menganggap mereka saudara dalam islam jika SIMBOL mereka di bilang AUU bukan ALQURAN n MUHAMMAD saw ?? 

Sinar Agama: Pencinta, hukum fikih yang bersifat sosial-politik, wajib ditaati walau oleh para marja’ itu sendiri dan, fatwa tentang persatuan dan tidak boleh mengejek simbol-simbol madzhab lain ini, termasuk fatwa sosial-politik yang wajib ditaati oleh semua orang itu. Apalagi ratusan mujtahid dan belasan marja’ memfatwakan hal yang sama atau mendukung fatwa Rahbar hf tersebut. 

Sinar Agama: Ikhwan A: Kalau penjelasan tentang semua yang antum contohkan itu dengan bahasa yang tidak disertai kata-kata ejekan dan apalagi dilengkapi dengan nukilan referansi-referensi Sunninya, maka jelas tidak masuk dalam ejekan sekalipun sebagian wahabi, demi memutarbalikkan masalah, menuduh penulisnya sebagai pengejek. Walhasil, kapan kata-kata ejekan itu dikeluarkan kita sekalipun diselingi dengan nukilan-nukilan referensi-referensi Sunni, tetap saja tergolong ejekan. Karena yang dihukumi ejekan itu, bukan referensinya itu, tapi ejekannya itu. 

Di catatan saya, mungkin sangat banyak yang menukilkan tentang hal-hal yang antum maksudkan bahkan seperti Khalid bin Walid yang membakar hidup-hidup beberapa shahabat di depan umum, tangisan penyesalan Abu Bakar karena telah mendobrak rumah hdh Faathimah as, pengharaman mut’ah oleh Umar ...........dan seterusnya...tapi selalu saya usahakan untuk hanya menyampaikan apa adanya tanpa kata-kata ejekan. 

Karena itu, selama diskusi atau tulisan atau kata-kata kita tidak mengandung ejekan, maka ianya bukan dosa dan bukan pula memecah persatuan. 

Ikhwan Abduh: Syukron ustadz SA. Sekarang sudah terang bagi saya. Jadi intinya pada pemilihan kata-kata dalam menyampaikan kebenaran itu ya. Semoga saudara yang lain, terutama yang biasa “keras” dalam diskusi membaca dan memahami keterangan antum. Karena jujur saya banyak mendapat pelajaran juga dari mereka. Namun terkadang karena yang diajak diskusi suka nyeletuk seenaknya, mereka juga terbawa arus diskusi itu sehingga mungkin lepas kontrol dengan kata-katanya. 

Novalcy Thaherm: Ikhwan Abduh @ betul sekali ihkwan, maksud saya juga begitu. Bahkan ada yang lebih extrem lagi menyebut mereka itu agen~agen zionis. Padahal mereka itu banyak memberi pelajaran kepada saya juga, bahkan mereka mengenalkan saya kepada ustadz sinar agama untuk bertanya apa saja tentang syiah. 

Hambali Return: Saya pribadi belum pernah liat syiah bicara tanpa dalil meskipun dalam keadaan marah, ngapain gue ke syiah kalau sama dengan yang dulu saya anut. 

Zulfiqar Fawkes: @hambali : afwan agar dicermati penjelasan ustad SA baik-baik >>> Walhasil, kapan kata-kata ejekan itu dikeluarkan kita sekalipun diselingi dengan nukilan-nukilan referensi- referensi Sunni, tetap saja tergolong ejekan. Karena yang dihukumi ejekan itu, bukan refrensinya itu, tapi ejekannya itu. 

Ikhwan Abduh: Meskipun tujuannya baik, namun harap Lebih hati-hati aja, untuk koreksi kita bersama. Syukron ustadz SA yang berkenan memberi penjelasan. 

Muhammad Wahid: Iya intinya: ejekan itu diluar konteks diskusi argumentatif... Emosional terpancing, ya disitulah tantangan orang berlimu untuk lebih bersabar, harusnya makin berilmu ya makin tawadhu.. Kita harus banyak belajar, bagaimana ustad Sinar Agama dalam berdiskusi & berdialog, beliau juga suka dicaci maki tuh, tapi beliau ga pernah membalasnya dengan cacian.. Untuk teman-teman syiah yang mengingatkan teman lainnya, saya liat juga ga lepas dari tuduhan dan cacian juga.. Jangan menasehati orang kalo anda sendiri ga bersikap arif... Mungkin saja betul ada agen-agen zionist, tapi apa benar itu ditujukan kepada orang-orang yang dituduhkan, kita-kita ini ga bisa mengetahui dengan pasti tanpa bukti dan kenal orangnya langsung di dunia nyata.. Kalau mau menyikapi sikapnya yang kurang tepat dalam hal ini kata-kata cacian, ya tegurlah dengan cara yang baik juga, jangan malah saling ejek & tuduhan-tuduhan yang ga berdasar.. Sehingga ga ada bedanya antara anda (syiah) dengan mereka-mereka itu (wahabi).. Afwan. 

Sinar Agama: Ikhwan A: Itulah mengapa tabligh itu bukan kerjaan sembarang orang. Memang, satu ayatpun harus disampaikan. Tapi ayat yang dipahami dengan dalil dan, sudah tentu dengan kata-kata yang bagus. Karena yang wajib disampaikan itu bukan kebenaran, tapi kebenaran dengan cara yang benar. Dimana ada pembolehan penyampaian kebenaran Islam dengan cara bukan Islam alias diri sendiri atau hawa nafsu sendiri. 

Jadi, kalaulah bukan ulama dan ingin terjun ke dalam tabligh yang bukan bidangnya atau yang juga bidangnya, maka lakukan karena Allah hingga mengikuti cara-caraNya yang diperintahkan dalam Qur'an dan Hadits-Hadits Nabi saww serta para imam makshum as. 

Karena kalau tidak, maka akan merusak islam itu sendiri dan kerja-kerja para nabi, para imam dan para ulama. 

Kalau tidak sanggup berhadapan dengan umat, mengapa memaksakan diri berhadapan? Siapa yang menyuruhnya? Mujtahid saja harus taqlid dalam hal-hal sosial-politik ini, apalagi awam yang hanya tahu satu atau dua ayat. 

Zulfiqar Fawkes: Syukron Ustadz. 

Sinar Agama: Teman-teman Semua: Terima kasih banget atas pengertian dan baik sangka dan segala kebaikannya yang antum pantulkan lewat komentar-komentar antum itu. Ana ini juga manusia biasa dan bahkan mungkin paling jeleknya. Karena itu, hati ini juga mendidih diejek orang. Tapi dari pada ana mendidih di neraka besok, maka kuusahakan sekuat-kuatnya untuk tidak keluar dari taqlid ana kepada Rahbar hf dan imam Khumaini ra yang didukung oleh ratusan atau ribuan mujtahid dimana beliau-beliau itu mewajibkan persatuan dan mengharamkan pengejekan kepada simbol yang disucikan di madzhab-madzhab lain. 

Sinar Agama: A.F: Ana juga berterima kasih untuk antum semua, semoga antum dan teman- teman lainnya, jangan sampai keluar dari fikih Ahlulbait as dimana fikih di Ahlulbait as itu bukan hanya thaharah, wudhu, mandi, shalat, puasa, haji...dan seterusnya, tapi juga masalah-masalah rumah tangga, sosial, budaya, politik, dakwah.............dan seterusnya. 

Ikhwan Abduh: Aamiin,,, insyaAlloh ustadz. 

Renito Husayno: Penjelasan ustadz inspiratif sekali. Adem. Terima kasih banyak ustadz....... 

Maz Nyit Nyit-be’doa: Sangat Mengagumkan dan mencerahkan.......... Terimakasih ustadz Sinar Agama. 

Novalcy Thaherm: Terimakasih juga ustadz sinar agama. 

Sinar Agama: Tambahan: 

Kalau ada orang mengejek atau melaknat/kecaman di depan Sunni/umum/facebook, lalu ia mengatakan bahwa ia tidak taqlid kepada Rahbar hf, maka hal itu juga sangat diragukan kebenarannya. Sebab setahu saya, tidak akan pernah dijumpai seorang marja’ yang membolehkan pekerjaan-pekerjaan tersebut. 


Kalau para pencela itu, semoga mereka masih bisa mendapat hidayah sebelum ajal menyapa amin, dengan tanpa merujuk kepada marja’ manapun itu, masih mau nekad juga mau melakukannya, maka silahkan mereka memakai nama asli di facebook ini dan alamat yang jelas, hingga orang-orang Sunni yang marah dan mau berbuat apapun kepadanya, bisa dengan mudah mendatanginya dan tidak mendatangi Syi’ah-syi’ah yang lain. Lucu amat, disuruh sopan, tetap saja nekad, tapi sembunyi di balik tembok China yang tebal hingga mengorbankan orang lain. 

Irsavone Sabit: Afwan ustadz, tidak maksud membela mereka, saya juga tidak paham sejauh mana sebenarnya menghina istri dan sahabat Rasulullah saww yang juga dikatakan menghina simbol-simbol Sunni, setahu saya nama yang disebut sang pecinta sebagian masih wajar saja sperti yang dilakukan ustadz ketika diskusi, menggunakan dan berdasarkan dalil Sunni sendiri, diskusi seperti itulah yang saya biasa saya like, kemudian ustadz apakah wajib bagi syiah untuk melaporkan mereka ini kepada yang lainnya secara terbuka, dan bagaimana jika yang melapor salah dalam mempersepsikan menghina simbol Sunni, hal ini bisa saja terpulang kepada saya jika saya yang melapor secara terbuka?.....Afwan. 

Ikhwan Abduh: Irsavone Sabit : Kemarin saya juga menanggapi seperti yang antum katakan. Namun ustadz sinar agama sudah menjelaskan. Bahwa yang demikian (membongkar sisi gelap tokoh Sunni) tidak apa-apa, bahkan dianjurkan ketika diskusi mencari kebenaran. Tapi yang tidak boleh adalah ketika berdiskusi dan berdalil namun kemudian terselip kata-kata ‘cacian’ / hujatan / umpatan yang tidak ada dalam riwayat / dalil itu, namun di ada-adakan sendiri (mungkin karena emosi dan sebagainya). Saya sendiri sangat menghormati saudara-saudara yang dimaksud oleh Sang Pencinta. Namun di sisi lain saya juga setuju dengan ustadz SA bahwa akan lebih baik lagi jika pemilihan kata saat diskusi bisa lebih arif dan bijaksana. 

Sang Pencinta: IS: Ustadz sudah menjelaskan di atas soalan seperti yang antum bawa untuk Ikhwan Abduh, afwan. 

Sinar Agama: I.S: Yang lain-lain sepertinya sudah terjawab selain yang satu ini bahwa apakah wajib melaporkan secara terbuka... 

Jawabnya adalah kalau kesalahannya itu terbuka, seperti di facebook ini, maka jelas penegurannya juga bisa dengan terbuka. Karena teguran itu, di samping nasihat bagi yang melakukan kesalahan secara terbuka itu, juga sebagai pengumuman atau ketidak ikutan bertanggung jawab terhadap yang dilakukannya, kepada diri orang itu dan khalayak ramai. Tapi kalau kesalahan orang itu tidak terbuka, maka haram dinasehati secara terbuka karena akan masuk dalam ghibah. 

Sedangkan kesalahan yang dimaksud itu, kalau fikih maka harus bersumber pada fikih dan kalau akidah maka pada akal dan Qur'an-hadits. Dan yang menasihati wajib tahu sebenar benarnya bahwa yang mau dicegah itu (nahi mungkar) memang benar-benar kesalahan dan ia tahu juga yang benarnya dalam masalah itu. Tapi kalau masih ragu-ragu terhadap kesalahannya atau terhadap kebenaran yang ia ketahui tentang ilmunya sendiri, maka tidak boleh melakukan peneguran itu karena bisa memfitnah orang dan dirinya sendiri akan mengatakan yang salah dan sesat karena ketidaktahuannya tadi itu. 

Karena itu, harus punya dua ilmu yang jelas untuk amar makruf dan nahi mungkar ini: Pertama tahu kesalahan yang mau dinasihati itu. Ke dua, ia tahu benarnya seperti apa secara pasti. 

Kalau terjadi perbedaan persepsi terhadap suatu kata, maka bisa dilakukan diskusi dan yang salah harus meminta maaf. Tapi persepsi terhadap suatu kata atau kalimat itu, harus berdasar kepada pemahaman umum dan tidak diputar-putar hingga menjadi remang. 

Wassalam. 

Marwah Ali: Alhamdulillah, aku masih di koridor dari batasan ustadz, aku ngeledeknya personalnya bukan AUU .... 

Abu Bakar Hangus: Tidak ada fatwa Ulama Faqih yang bertentangan dengan Nash .... = harga mati pemahaman atas segala sesuatu adalah inti dari persoalan. 

Abdurrahman Shahab: Kita ini masih sering terlihat kekanak-kanakan, tidak pernah merasa bersalah, mencari pembenaran atas setiap kesalahan yang kita lakukan, masih sering mengumbar hawa nafsu dan menganggap sepele persoalan besar dan penting yang didengungkan oleh para mujtahid dan pemimpin agama mengenai ukhuwah dan persatuan islam sehingga terus saja menjadikan perbantahan dan perdebatan yang memancing permusuhan adalah sebagai KEASYIKAN DAN MENGANGGAP SEBAGAI KECERDASAN SERTA DAKWAH AHLUL BAYT!!! 

Marwah Ali: Menawarkan Ukhuwah sama Nashibi, yang ga mau Ukhuwah ?, Malah kaya di Jawa Timur seperti al bayonet, gimana caranya ? 

Abdurrahman Shahab: Afwan, kalau menurut saya nashibi bukanlah bagian dari islam, yang harus dijaga ukhuwahnya, tapi tidak serta merta ketika kita menangkal fitnah nashibi (/wahabi) kita lantas membenamkan diri dengan perkataan yang dapat menimbulkan fitnah dan permusuhan dari kalangan aswaja, karena kita menggunakan kata-kata yang menistakan simbol-simbol yang mereka mulyakan... DAN HAL ITULAH YANG SANGAT DIHARAPKAN OLEH PARA NASHIBI, AGAR KITA DIMUSUHI OLEH ASWAJA... 

Abu Bakar Hangus: Simbol: AHLUL SUNNAH = SUNNAH YANG BENAR [siapa sunnah yang benar ?], bukan simbol yang kufur. Kalau pembenaran atas fatwa itu adalah kepada Sunni maka, sama saja mengakui kebhatilan atau terus menyembunyikan kebhatilan. 

Marwah Ali: Bisa kasih contoh konkrit kalimat ini “kita lantas mebenamkan diri dengan perkataan yang dapat menimbulkan fitnah dan permusuhan dari kalangan aswaja, karena kita menggunakan kata-kata yang menistakan simbol-simbol yang mereka mulyakan.” Afwan. 

Penganten Mercon: Salam semua--ikut nyimak. 

Marwah Ali: Hemm.... 

Marwah Ali: Kk Penganten Mercon , Group Dialog Ilmiah Sunni Syi’ah boleh terus tuh hehehe. 

Penganten Mercon: hehehe,,boleh terus gimana maksudnya. 

Marwah Ali: Selama berdasarkan Ilmiah , jangan sampe “kita lantas mebenamkan diri dengan perkataan yang dapat menimbulkan fitnah dan permusuhan dari kalangan aswaja, karena kita menggunakan kata-kata yang menistakan simbol-simbol yang mereka mulyakan.” 

Penganten Mercon: Alhamdulillah, kawan-kwan semua yang ada di sana dalam menyampaikan sesuatu selalu berdasarkan ilmiyah. 

Marwah Ali: Terutama pada pinter bahasa bersayap yang bisa terbang kemana-mana qiqiqiii. 

Penganten Mercon: hehehe,,kebanyakan ikhwan syiah itu jarang bolos dalam pelajaran bahasa Indonesia, jadi ada aja bahan untuk mengembangkan sayap. 

Rizki Wulandari: Damailah Indonesiaku dengan semua perbedaan yang ada. 

Abdurrahman Shahab: Afuan Marwah Ali, ana fikir antum sudah sangat faham dengan maksud kalimat di atas.... karena kita sering terpancing dalam perdebatan, demi untuk mengungkapkan keyakinan, terkadang kita ikut menggunakan KATA-KATA CACIAN DAN PENGHINAAN terhadap SIMBOL YANG DIMULIAKAN OLEH ikhwan Sunni dan ini adalah salah satu trik yang selalu digunakan oleh para nashibi, agar kita terpancing dalam mengeluarkan kata-kata yang tidak menunjukkan akhlaq pengikut AB, dan karena kesalahan yang sering kita lakukan dalam debat- debat, yang lebih banyak membawa mudhorot dibandingkan manfaat itulah, maka timbul kebencian yang mendalam oleh sebahagian ikhwan Sunni terhadap syiah... sehingga banyak kelompok awam Sunni yang ikut terbawa emosi yang menyebabkan kebencian dan permusuhan terhadap pengikut dan ajaran syiah, sudah banyak korban yang tidak berdosa dari kalangan kita yang harus menanggung resiko atas apa yang telah kita tanamkan karena “permusuhan” yang kita anggap sebagai “dialog dan kajian ilmiah” menurut ana, dialog dan kajian ilmiah itu harus dilakukan pada tempat dan oleh orang yang tepat... Afuan... 

Sinar Agama: Salam dan terimakasih atas semua komentarnya yang ada di atas syariat. 

Sinar Agama: Abu: Antum ini ada dua kemungkinan: Taqlid atau mujtahid. Kalau taqlid, maka taqlid ke siapa dan mana fatwa pembolehan pencelaan itu. Kalau mujtahid, maka dari mana antum dapatkan ijin ijtihad tersebut. 

Kemudian, kalaulah antum mujtahid, maka antum juga harus taat pada paling a’lamnya mujtahid dalam urusan-urusan kebersamaan atau sosial-politik. Dan hal seperti ini, yakni wajib ikut yang a’lam itu, merupakan fatwa dari semua marja’ dalam hal-hal apa saja, baik dalam urusan taqlid atau seperti dalam perkara yang kita bahas ini dan semacamnya.



اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وآلِ مُحَمَّدٍ وعَجِّلْ فَرَجَهُمْ

Hukum Memburu Binatang



Seri tanya jawab Bande Husein Kalisatti dengan Sinar Agama 
by Sinar Agama (Notes) on Tuesday, April 2, 2013 at 8:17 am


Bande Husein Kalisatti: (25-2-2013) sekitar Kota Bogor 
Sinar Agama :”Saya pernah dengar bahwa memancing ikan menurut fatwa rahbar hukumnya haram, benarkah? Afwan. 

Sang Pencinta: Salam, beberapa minggu yang lalu, ustadz mengatakan memancing karena hobi/ untuk bersenang-senang haram hukumnya, karena tergolong menyakiti binatang. Sedangkan memancing ikan untuk kebutuhan hidup boleh. Memburu hewan seperti kupu-kupu dan lain-lain lalu dijadikan pernak-pernik yang nantinya dibisniskan untuk kebutuhan hidup/mencari nafkah boleh, kalo untuk hobi/senang-senang haram hukumnya. Demikian tukilan dari saya mas Bande. 

Sinar Agama: Salam dan terima kasih pertanyaannya: 

Seperti yang dikatakan Pencinta, memburu binatang apa saja yang karena kesenangan sebagai tujuan utamanya (sekalipun hasil buruannya juga akan dimakan atau dijual), maka haram hukumnya. Tapi kalau tujuan utamanya itu adalah untuk dimakan atau mencari nafkah dengan menjualnya (sekalipun tentu senang ketika mendapatkannya karena dapat rejeki), maka halal hukumnya. 

Hasil buruan yang buruannya haram, tetap saja halal dimakan atau dijual, kalau memang boleh dimakan dan boleh dijual (bukan seperti babi yang haram dimakan dan dijual untuk dimakan). Jadi, yang haram hanya pekerjaan berburunya. 

Ibra Hendoone: Mancing di air keruh ma yang haram. Kalo bening gak papa (tidak apa-apa). 

Sinar Agama: Pencinta, mungkin saya tidak menulis “karena tergolong menyakiti binatang”, walaupun hal itu bisa saja sebagai salah satu sebab keharaman. 

Sang Pencinta: SA: komen terakhir ustadz yang saya baca seperti itu. Afwan. 

Sinar Agama: Pencinta, kalau ada nukilannya mungkin bagus saya baca lagi, karena mungkin akan saya perbaiki. Tapi kalau pemahaman antum saja, misalnya karena ada orang bertanya tentang menyakiti binatang, maka jawaban ana itu tidak mesti beralasan menyakiti binatang. Misalnya ada yang tanya, apa hukumnya menyakiti binatang serangga yang ditangkap kemudian dibuat hiasan seperti gantungan kunci. Lalu saya jawab: Membunuh/memburu binatang halal yang untuk dimakan atau untuk mencari nafkah, hukumnya halal tapi kalau niatnya untuk kesenangan (hoby/refresing), maka haram. 

Sang Pencinta: Hoby/hobi ustadz, bukan boby. 

Sang Pencinta: Ok ustadz, nanti kalo ana temui dan baca, karena sepertinya ana belum bikin arsip tentang itu. 

Bande Husein Kalisatti: Syukron..semoga ustadz Sinar Agama tak bosan membimbing kami, serta ustadz, keluarga dan Sang Pencinta selalu dalam lindungan Allah swt. 

Sang Pencinta: Afwan komen di atas seharusnya; “yang saya baca”. mungkin juga saya salah karena mengingatnya pas ustadz komen masalah kupu-kupu itu tempo hari, afwan ustadz. 

Sinar Agama: Bande: Terima kasih doanya, semoga ia meliputi kita semua sekeluarga dan semua teman-teman facebook ini, amin. 

Sinar Agama: Pencinta: Biasanya saya memikirkan penulisan setiap satu hurufpun, terutama dalam fikih. Biasanya juga menghindari kata-kata yang multi tafsir. Karena itu, sepertinya antum menukilkan yang dipahami, bukan yang ditulis. Btw, kalau memang yang ditulis seperti itu, maka mungkin saya akan merubahnya. Jadi, kalau ada waktu, tolong dicarikan. Dan seingatku, kalau memang masalah kupu-kupu maka menyangkut yang dibuat hiasan itu yang mana hukumnya halal. 

Mata Jiwa: Berarti memelihara untuk kesenangan jauh berbeda dengan membunuh untuk kesenangan ya? Misalnya burung yang seharusnya terbang di alam bebas tanpa batas, karena untuk kesenangan dikurunglah ia dalam sangkar yang cuma sekian puluh senti ukurannya..?.. Maaf, ikutan nanya pak ustadz. 

Sinar Agama: Mata: Benar seperti itu. Memelihara itu tidak haram walau untuk kesenangan. Mungkin, karena alam ini dibuat untuk manusia. Tapi agama memberikan garis-garisnya, dimana kalau tujuan utama dari memburu/membunuh binatang itu untuk kesenangan dan hobi maka hukumnya haram. 

Wassalam.



اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وآلِ مُحَمَّدٍ وعَجِّلْ فَرَجَهُمْ

Undian Tidak Mesti Judi dan Bahkan Bisa Keharusan



Seri tanya jawab Ivan Setiono dengan Sinar Agama
by Sinar Agama (Notes) on Tuesday, April 2, 2013 at 8:12 am


Ivan Setiono mengirim ke Sinar Agama: Minggu (24-2-2013), Assalamualaikum ustadz. Bagaimana hukumnya undian? 

Seperti kalo kita arisan atau doorprice seperti itu kan selalu diundi pake dadu atau pake gulungan kertas, apa boleh? Lalu hasil perolehannya apakah bisa dikatakan halal? 


Contohnya: 

Misalnya saya beli perangkat ektronik, kemudian setelah itu saya dapat undian dan setelah diundi saya dapat barang elektronik lagi apakah hasil undian itu halal dan kalo hasil undian tersebut saya jual lagi apa juga masih halal? Lalu apakah undian itu berarti sama dengan perjudian? Syukran ustadz. 

Sinar Agama: Salam dan terima kasih pertanyaannya: 

  1. Undian itu boleh bahkan wajib, yaitu di beberapa tempat yang tidak bisa dihindari, seperti arisan tersebut. Karena dengan undian, maka perebutan dan pertengkaran akan dapat dihindari.
  2. Saya tidak paham doorprice, karena itu saya tidak bisa komentar mengenainya, kalau bisa diterangkan dulu. Tapi kalau sudah dipahami dengan jawaban pertama itu, maka berarti sudah terjawab.
  3. Undian juga bisa dipakai ketika mau memberi hadiah kepada para siswa yang memiliki nilai rata-rata sembilan puluh sampai seratus misalnya.
  4. Dalam riwayat dan fatwa dikatakan bahwa undian atau qur’ah itu adalah mesti di tempat- tempat yang musykil, yakni yang sulit menentukan dengan penunjukan.
  5. Yang dihasilkan dari undian, jelas halal. Tapi kalau undiannya adalah judi, seperti memberikan sejumlah uang untuk mendapatkan undiannya yang menjanjikan kelipatan tertentu, maka hal ini judi dan haram.
  6. Hasil dari contoh yang antum berikan itu adalah halal.
  7. Tidak semua undian itu judi dan haram sebagaimana di atas. 

Ivan Setiono: ^_^. Terima kasih ustadz. Wassalam.


اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وآلِ مُحَمَّدٍ وعَجِّلْ فَرَجَهُمْ