Tampilkan postingan dengan label Hukum mengambil berita Fiqih dari Sinar Agama. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Hukum mengambil berita Fiqih dari Sinar Agama. Tampilkan semua postingan

Rabu, 29 Juli 2020

Jatuhnya Hukum Qashar


Oleh Ustad Sinar Agama http://www.facebook.com/groups/210570692321068/doc/250779204966883/ Oleh Anggelia Sulqani Zahra pada 20 September 2011 pukul 16:47


Mohamad Bagir: Salam ustad.. mohon izinnya untuk bertanya ustad, kiranya ustad berkenan dan berkesempatan untuk menjawabnya. Apabila saya pergi ke luar kota (+- 65 km) untuk kuliah, berangkat setiap hari senin dan kembali setiap hari kamis/jumat.. apakah shalat qashar berlaku untuk saya? Terima kasih banyak sebelumnya..

Minggu, 21 April 2019

Belajar Agama di Facebook dan Tidak Ringannya Taat


Seri tanya jawab Gunawan Harianto dengan Sinar Agama 
by Sinar Agama (Notes) on Tuesday, April 2, 2013 at9:18 am


Gunawan Harianto: 2 Maret 2013, Kalau dipikir lagi beruntung banget gue bisa belajar sendiri via facebook atau youtube juga seabrek website yang bisa di akses untuk mempelajari apapun termasuk soal kajian AB, selain ada figur seperti Sinar Agama yang mau maunya ngetikin jawaban dari berbagai pertanyaan yang diajukan padanya (semoga Allah merahmati beliau) juga tak lupa posisi AYATULLAH GOOGLE yang menyimpan berbagai jawaban pertanyaan, dari jawaban yang ga jelas sampai yang logis pun tersedia, tinggal klik “search” insyaa Allah pertanyaan anda akan terjawab meskipun resiko mendapatkan jawaban ngawur sekalipun. 

Ade Mahyon: Coba saya sejago mas gun pasti ilmu saya bertambah dengan cepat tapi.... 

Gunawan Harianto: Bu Ade Mahyon waduh, saya masih jauh dari kalimat jago bu karena modalnya cuma nekad nanya sama ustadz google, hehehe..terima kasih untuk doanya ya bu. 

Adzar Alistany Kadzimi: Sebenarnya siapa sih Sinar Agama ? 

Gunawan Harianto: Adzar Alistany Kadzimi hehehehehe, mau tauuu atau mau tau banget nih? 

Adzar Alistany Kadzimi: Ana kan orang bodoh, makanya ana mau tau banget maka tolonglah diri Antum dengan berbuat kebaikan melalui memberikan informasi tentang siapakah Sinar Agama kepada ana yang bodoh ini. 

Gunawan Harianto: Waduh bang Adzar Alistany Kadzimi mohon d afwankan karena ana juga gak tau siapa beliau hiks hiks. 

Adzar Alistany Kadzimi: Kalau begitu ana tanya langsung saja ya kepada Beliau. 

Gunawan Harianto: Bang Adzar Alistany Kadzimi AHSANTUM. 

Adzar Alistany Kadzimi: Oia, sepertinya lebih tua Antum lhoh secara Umur, Bang Gunawan Harianto. 

Gunawan Harianto: Bang Adzar Alistany Kadzimi, ah antum sok tau bro wkwkwkwk, ane kan baru 17 tahun lagipula kalaupun usia Sinar Agama lebih muda, toh ilmunya lebih tua dari ane dan antum. 

Adzar Alistany Kadzimi: Kalau dari Profilenya, Sinar Agama umurnya lebih tua dari ana 5-6 tahun. 

Adzar Alistany Kadzimi: Dan ana dulu pernah baca profile Antum, Bang Gunawan Harianto, secara umur Antum lebih tua dari kami berdua. 

Gunawan Harianto: Ah bang Adzar Alistany Kadzimi ini maen KLAIM sepihak aje, namanya dunia maya kan bisa aje ane buat ngaco data pribadinya, hehehehe..pokoknye ane lebih muda dah dari antum dan Sinar Agama, hehehehe. 

Adzar Alistany Kadzimi: kholas-kholas. 

Gunawan Harianto: Nah gitu donk bang Adzar Alistany Kadzimi hehehe. 

Sinar Agama: Salam dan terima kasih baik sangka dan rajin belajarnya. Saya perlu berterima kasih, karena walaupun memang antum dan kita-kita ini wajib belajar secara ikhlash kepada Allah dan bukan untuk yang lain-lainnya yang biasanya berupa kewajiban, seperti menata keluarga atau lingkungan...dan seterusnya, tapi dilihat dari sisi strategi sosial, maka jelas siapapun yang tidak mengenal lelah membangun dirinya, maka ia telah membangun keluarga dan lingkungannya, sekalipun niatnya membangun dirinya karena Allah, bukan karena keluarga dan lingkungan. 

By the way, rajinnya antum ana perlu syukuri kepada antum dan kepada Allah (dalam Islam, tidak bersyukur kepada makhluk sama dengan tidak bersyukur kepada Khaaliq karena makhluk itu Khaaliq yang menciptakannya), karena dengan semakin pintarnya dan semakin alimnya serta semakin tahunya setiap individu bangsa Indonesia ini, seperti antum-antum, maka Indonesia itu yang juga pasti akan lebih baik. Terlebih tentang Ahlulbait as yang terhitung baru muncul untuk yang ke dua kalinya ini (karena kemunculan pertamanya sama dengan masuknya islam itu sendiri hingga setelah 2 atau 3 abad dapat mendirikan kerajaan Islam pertama di Perlak/Aceh, hal ini bisa dilihat di semua sejarah pribumi/Melayu tentang masuknya Islam ke Indonesia) dimana sudah sekitar 20 atau 30 th ini, masih saja kerancuan-kerancuan itu selalu ada. 

Dengan belajar kepada guru terbuka, sepert ustadz Google dan facebook, maka semuanya akan menjadi clear dan akan lebih jernih. Ini salah satu keuntungan ustadz di medan laga internasional/ nasional sekaligus. Terlebih kalau ustadznya tidak dikenal. Jadi, bisa banting-bantingan argumentasi/ dalil hingga kalau memang kuat, maka semua orang akan melihatnya karena semua akal akan mendebatnya kalau tidak kuat. 

Tapi kalau di majlis tertentu, apalagi kalau yang belajar orang Indonesia yang umumnya sungkem pada guru bukan hanya dalam sosial tapi juga dalam keilmuan, maka diskusi terbuka itu sulit terwujud. Mana karena tenggang rasa lah, mana rasa hormat lah, mana tidak enak lah, mana lagi kalau gurunya pemurka...dan seterusnya... Jadi, walau kajian terbuka ala face book dan google ini tidak bersertifikat, tapi jauh lebih terbuka dan lebih menantang. Hingga tidak sembarang orang bisa memberi teori agama tanpa dasar dimana akan jauuuuuhhhh lebih hati-hati dari memberi pengajian ke audien yang mantuk-mantuk penuh kagum, dan juga dimana setiap orang bisa didebat dan buka-bukaan. 

Karena itulah, kita melihat secara fitrah, kalau melihat satu atau dua orang jengah didebat, maka ketahuan umum bahwa dirinya bukan pengikut keterbukaan dan argumentasi terbuka itu, tapi pengikut dirinya sendiri dan malah mungkin menganggap dirinya paling arif dan paling bijak serta paling alim atau bahkan melebihi para nabi as para imam as dalam aplikasi atau karakternya (bukan dalam keyakinannya). 

Teringat pada pak cik Malaysia yang mengisykalku di awal-awal kemunculan si pendosa ini (sinar agama) dengan mengatakan “Bagaimana mungkin kalau umur antum masih 30 th -karena lahir th 1981) lalu dalam pada itu pula sudah 30 th di hauzah?” 

Aku hanya mengatakan bahwa “Identitas di facebook ini, tidak mesti asli. Minimal secara aplikasinya, bukan secara keinginan pemilik facebook. Mengapa antum tidak menyalahkan namaku saja yang jelas-jelas itu bukan namaku?” 

Nah, terlebih lagi kelahiran itu bisa banyak makna, bisa kelahiran ke dua, ke tiga ...dan seterusnya. Btw. 

Satu lagi: 

Saya sudah sering menulis di facebook ini, bahwa umur menit, jam, hari, minggu, bulan dan tahun ini, adalah tidak ada sangkut pautnya dengan kita. Karena ia merupakan gerak dari matahari. 


Sementara umur setiap sesuatu, akan seiring dengan pergerakannya sendiri. Karena itu, walaupun seseorang itu berumur matahari 10 tahun, tapi kalau ia berilmu dan taqwa sedemikian rupa, maka bisa saja mengalahkan yang berumur matahari 50 tahun. 

Itulah mengapa sebagian imam makshum as yang menjadi imam selagi umur muda, sebenarnya dalam keadaan umur tua. Karena umur mudanya itu, dilihat dari gerakan matahari yang tidak ada sangkut pautnya dengan kesempurnaan manusia sama sekali. 

Bayangin, imam Hasan as dan imam Husain as, ketika masih berumur sekitar 3-5 th, sudah dapat mengikuti ayah-ibunda-mereka as yang berpuasa nadzar 3 hari. Padahal keduanya tidak bernadzar seperti ayah-ibunda-mereka as. Bukan hanya itu, setiap mau makan buka, selalu ada pengemis yang menyatakan diri tidak makan sudah beberapa hari hingga keduanya as, mengikuti ayah-bunda-mereka as memberikan sepotong roti satu-satunya makanan yang dimiliki mereka as. Yakni, dalam tiga hari itu, mereka hanya bersahur dan berbuka air tanpa secuil roti yang dapat dimakan mereka as. Karena itulah Tuhan lalu menurunkan satu surat yang bernama surat al-Insaan untuk mereka as demi ketabahan dan ketaatannya. 

Nah, pertanyaan, ketika imam Hasan as dan imam Husain as dalam umur matahari yang hanya 3-5 tahun itu dapat melakukan hal seperti di atas itu, maka jelas kalau bukan karena ilmu dan ketaqwaan yang tinggi, tidak mungkin dapat melakukannya. Kita yang berumur matahari 100 tahun sekalipun, sangat-sangat belum tentu dapat melakukan hal tersebut. Paling banter, rotinya dibagi separuh. Tapi mereka memberikan semuanya karena yang datang itu lebih lapar dan, mungkin lebih kurang sabar dari mereka as. 

Karena itu, apalah arti umur matahari ini. Muda dan tuanya, tidak mempengaruhi apapun bagi kita. Biar tua tapi tidak berilmu dan tidak taqwa, yakni tidak mengamalkan ilmunya, maka ia bagai anak kecil yang masih makan tanah. Atau lebih parah lagi. Karena maksiat itu sama dengan makan api. Jadi, masih lebih kecil dari anak-anak yang masih makan tanah itu walau, rambut kita pada beruban dan tulang belulang kita sudah membungkuk serta ijazah kita bertumpuk sampai Doktor atau Profesor, HujjatulIslam atau Ayatullah. 

Karena itulah, mari kita hormati umur kita (gerak diri kita sendiri, bukan gerakan matahari), ilmu dan ketaqwaan. Menjaga umur dengan belajar dengan argumentasi terbuka dan gamblang, menjaga ilmu dengan aplikasi yang tinggi, dan menjaga aplikasi, dengan keikhlashan yang tidak berujung. 

Hanya orang seperti itulah yang akan selamat di dunia, kubur dan akhirat kelak. Wassalam. 

Gunawan Harianto: Ustadz Sinar Agama saya pun bersyukur Allah menggerakkan hati antum untuk bisa berbagi ilmu yang dititipkan Allah pada diri antum juga rasa terima kasih yang tak terhingga pada diri antum yang mau maunya menjawab berbagai gundah kegelapan informasi ilmu ahl bayt, tak perduli siapapun jatidiri antum meskipun dugaan siapa pemilik asli akun Sinar Agama tapi tak jadi soal selama ilmu yang tergores lewat ketikan tangan antum bisa jadi jembatan saya untuk lebih mengenal ajaran mulia ahl bayt yang saya idamkan, meski ku akui ikut ajaran antum terasa sulit namun akal ku takluk pada dalil dan argumentasi yang antum jabarkan, semoga kelak usahaku mengamalkan ilmu tersebut diberi kemudahan dari Allah, semoga antum sudi mendoakan saya dan saya pun akan doakan antum ketika ingat akan jasa antum memberi ilmu tersebut, maju terus ustadz semoga kelak kau sinari agama yang diajarkan ahl bayt di tanah kelahiranmu Indonesia, amiiin 

Sinar Agama: Gunawan: 

Allah berfirman dalam QS: 2: 45: 

وَإِنَّهَا لَكَبِيرَةٌ إِلَّ عَلَى الْخَاشِعِينَ 

“Sesungguhnya shalat itu adalah hal yang sangat besar, kecuali bagi orang-orang yang khusyu.” 

- QS: 2: 143: 

وَإِنْ كَانَتْ لَكَبِيرَةً إِلَّ عَلَى الَّذِينَ هَدَى اللَّهُ 

“..Dan sesungguhnya hal itu -ujian tentang kiblat untuk mengungkap siapa yang taat dan yang membangkang- adalah sesuatu yang sangat besar kecuali bagi yang hatinya mendapat petunjuk dari Allah.” 

Nah, kalau shalat dan kiblatnya saja sudah dikatakan Tuhan sesuatu yang berat kecuali bagi yang khusyuk dan benar-benar mengambil hidayahNya, maka apalagi hal-hal lain yang memiliki banyak unsur penghalang yang ditimbulkan dari kelemahan dan kemaksiatan kita sendiri. 

Misalnya lingkungan yang sama sekali tidak mendukung lantaran tidak adanya amar makruf nahi mungkar dari pihak kita sendiri. Ketika seorang pemuda ingin menjaga imannya, tapi ia juga harus sekolah dan kuliah dimana harus bercampur dengan para wanita yang dengan mudah membuka auratnya, maka sudah tentu akan sulit menjaga agamanya. Begitu pula tentang perintah-perintah lain dari thaharah, wudhu, ...sampai ke kewajiban-kewajiban sosial. 

Itulah mengapa ustadz/ayatullah facebook dan google ini (meminjam istilah antum) saya katakan salah satu hujjah yang bisa memiliki posisi lebih kuat dari majlis taklim itu sendiri, dilihat dari sisi keterbukaannya itu. Jadi, medan argumentasinya akan dilihat dan diuji oleh sejuta umat. Inilah yang saya maksudkan salah satu cara menempuh Islam yang hakiki itu sebelum kemudian kita mengamalkannya dengan penuh ketulusan dan keikhlashan yang tiada berujung. 

Kalau ada orang yang beragama tapi merasa ringan, maka ana pikir perlu koreksi diri dari sisi semua argumentasinya tentang keimanan dan fikihnya. Maksudnya merasa enteng di kehidupan sosial yang bisa dikatakan sudah tidak berkonsep lagi pada budaya Islam dan, apalagi politiknya. 

Wassalam.


اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وآلِ مُحَمَّدٍ وعَجِّلْ فَرَجَهُمْ

Senin, 24 Desember 2018

Cara Mencari Ilmu dan Berguru



Seri tanya jawab Fatimah Zahra dengan Sinar Agama
by Sinar Agama (Notes) on Sunday, March 31, 2013 at 1:43 pm


Fatimah Zahra mengirim ke Sinar Agama: (10-2-2013) 

Salam. Afwan antum jangan tersinggung yah, ada teman yang menitipkan pertanyaan kepada saya, bagaimana hukumnya orang berguru kepada ustadz facebook yang identitasnya dirahasiakan. Bahkan ditanya nama pun tak mau jawab. Maaf beribu maaf atas pertanyaan gak mutu ini. 


Hega Sevenfold: Emang gak bermutu, dari kata memanggilnya saja udah salah . hheu Antum = menunjukan lebih dari 1. 

Anta = pada 1 orang . :p 

Fatimah Zahra: Maaf, saya sedang tidak bertanya pada anda, maka diam lah!!!!! 

Hega Sevenfold: Jiah, kalau anda tidak bertanya pada saya, terus bertanya pada siapa donk hah ?? :p 

Fatimah Zahra: Stress yah? 

Hega Sevenfold: ciyuzz ?? hhaha dasar gelo maneh mah ... ckckkk 

Fatimah Zahra: Ustad, dia ini mengganggu saya..ahsan antum tegur. :( 

Damai Slaluww: hega,,_afwan ana nimbrung,, kalau dalam kaedah panggilan bahasa arab “antum” itu merupakan bentuk bahasa yang sangat sopan dalam memanggil seseorang. 

Contoh halnya sama dengan beberapa suku di Indonesia. Bahasa daerah yang menyebutkan “kita” untuk memanggil seseorang kamu (1 orang),, 

Afwan,,ana hanya berbagi sedikit, itupun ana dapat dari hasil pertanyaan ana kepada seseorang yang a’lam keilmuannya. 

Hega Sevenfold: Ya udah, ma’af ya udah ganggu . :) Tapi itu saran aku. “antum itu dhomir, jadi anda bertanya bukan pada ustadz saja” . :) Makasih. 

Damai Slaluww: hega@ahsan itu dhomir,, syukron sudah memperjelas kekurangan... Afwan,, salam. 

Hidayatul Ilahi: Nyimak aja dech. 

Sinar Agama: Salam dan terimakasih pertanyaannya: 

1- Belajar itu dilihat apa yang dipelajari. Kalau tentang akidah, maka yang dilihat adalah dalilnya.
Karena dalam akidah tidak boleh taqlid. Jadi, yang dipentingkan dalam akidah adalah dalil. Kalau akidah saja yang dipentingkan dalilnya, maka apalagi dalam ilmu-ilmu lain seperti filsafat dan semacamnya. 

2- Kalau yang dipelajari itu fikih, yang tergantung kepada marja’nya. Artinya, pengajar itu hanya menyampaikan apa-apa yang difatwakan marja’. 

Dengan melihat obyek pelajarannya itu, maka belajar ke siapa saja, atau belajar ke yang tidak dikenalpun, tetap boleh-boleh saja. Kalau si pengajar tadi selalu mengajukan argumentasinya dalam ilmu-ilmu akidah dan ilmu-ilmu lainnya, dan selalu menukilkan fatwa marja’ ketika menjelaskan fikihnya. 

Nah, kalau pengajar tersebut sudah memenuhi syarat itu, maka ini yang dikatakan oleh para makshumin as seperti imam Ali as: “Ambillah hikmah (yang kuat dalilnya) itu dari siapapun orangnya.” 

Dulu hal ini sudah panjang lebar didiskusikan dan semua itu ada dalam catatan. Silahkan merujuk ke sana. 

Jawabanku ini bukan menyuruh orang belajar ke saya sebagai sinar agama yang tidak mau menyebut nama, tapi hanya sekedar memberikan jawaban dari apa-apa yang antum tanyakan. Siapa saja mau belajar ke siapa saja, merupakan hak masing-masing dan saya tidak ikut-ikutan bertanggung jawab kelak di akhirat. Saya hanya akan mempertanggungjawabkan jawaban-jawabanku di facebook ini atau di luar facebook, di hadapanNya kelak. Semoga kita semua bisa lulus dalam mempertanggungjawabkan masing-masing perbuatan kita, belajar kita ke seseorang, tidak belajar kita dari seseorang, amal kita ....dan seterusnya....amin. 

Sinar Agama: Hega: Belajar bahasa arab mbok jangan tanggung-tanggung kenapa??? Kalau begitu antum jangan pernah berkata kepada teman antum dengan “Assalaamu ‘alaikum”, kalau dia sendirian. Antum itu bisa bermakna mufrad tapi untuk penghormatan. Penghormatan memakai dhomir jama’ ini hanya tidak boleh dipakai ke Tuhan, karena bisa memberikan imej (gambaran) bahwa Tuhan itu lebih dari satu. 

Sang Pencinta: Salam mungkin ini relevan, Berguru pada Orang Yang Belajar Otodidak Oleh Ustadz Sinar Agama = http://www.facebook.com/groups/210570692321068?view=doc&id=215602851817852,

Shalat ayat & Filsafatnya & Hukum mengambil berita fikih dari Sinar Agama, Oleh Ustadz Sinar Agama = 
http://www.facebook.com/groups/210570692321068/doc/246251565419647/

Sang Pencinta: Kewajiban Beramar’ma’ruf Oleh Setelah Belajar di FB Oleh Ustad(Ustadz) Sinar Agama = 
http://www.facebook.com/groups/210570692321068/doc/445205765524225/

Mata Jiwa: Saya justru salut pada pak ustadz yang merahasiakan identitasnya..tapi tetap melayani, meladeni pertanyaan-pertanyaan kita yang tidak berhenti-henti dengan penuh perhatian & sangat rinci, bahkan dalam 1 pertanyaan kita bisa dapat ilmu sampai berkali lipat. Saya bayangkan pak ustadz berada di depan laptop menjawab pertanyaan dengan cermat, coba renungkan. Apa yang beliau kerjakan tidak ada yang memuji karena mengenalnya, tanpa pamrih, disaat yang lain terang-terangan dapat ‘apresiasi nyata’..tak ada suguhan khusus dari kita dikesibukannya. Jika bukan karena profesionalitas & berharap ridhoNYA, tentu ini sulit. 

Sinar Agama: Mata: Terima kasih atas baik sangkanya, semoga benar-benar diwujudkanNya untukku, untukmu dan semua teman-teman facebook ini. Intinya, dunia ini bukan untuk huru hara, ramai-ramai penuh suka walau, tidak juga untuk selalu berduka dan bermuram durja. 

Tapi ketahuilah, bahwa begitu kita mulai naza’ dimana tenggorokan serasa tersumbat, lalu nafas terasa terhenti dan betul-betul berhenti, kemudian kita dimandikan dan dikafani, lalu dikubur menyendiri, maka kala itulah betul-betul buku amal kita akan terlihat nyata. Kosong atau bertinta. Kalau bertinta, apakah mengukirkan yang menyenangkan atau justru dengan yang membuat duka. Buku itu adalah buku amal yang benar-benar nyata. Bukan buku yang kita kira-kira, terutama yang kita kira dalam suka, atau yang kita ukir dengan baik sangka (pada diri sendiri) atau yang diukir dengan harapan hampa karena tanpa amal yang argumentatif dan nyata. 

Hanya pada Tuhan kita bisa berlindung dan mesti mengaitkan hati sebelum kemudian mengikatnya erat-erat, lugu dan tanpa peduli, gila bagai majnun, bertuli ria walau halilintar menyambar berjuta- juta, berjalan bagai orang bodoh karena tak pandai bargaining dengan dunia, dianggap kaku di pojokan mengikuti jejak buhlul yang selalu berlagak gila, menyela air matanya dengan penuh rela kala dicerca, menelan pahitnya putus cinta demi melatih diri sebelum ajal menyapa, pandai menyembunyikan getirnya kehidupan dengan canda ria, hanya memendam satu cita selama hayat masih menyerta, yaitu hanya dan hanya, ingin diterima Sang Paduka yang memang satu- satunya yang layak dicinta dan didamba. 

Suatu hari, Buhlul, di kesepian kota, ia menengadah ke langit sambil berkata:” Tuhan....jadikanlah aku yang benar-benar ikhlash padamu.” 

Doa ini ia panjatkan, karena ia berdakwah di tengah-tengah masyarakat dengan gaya orang yang tidak sehat akal. Ia sampaikan kebenaran ajaran agama dengan penampilan itu, supaya tidak ada satu orangpun yang mengira ia waras dan, apalagi layak dihormati. Karena itu, setiap ia mengucapkan suatu pernyataan, semua orang mendengarnya sebagai kebenaran yang memang benar walau datangnya dari seorang yang gila. Bagi, Buhlul, hal ini sudah cukup. Karena kebenaran itu diterima sebagai kebenaran walau dengan penampilan yang persis dengan orang gila itu. 

Jadi, ia sudah melakukan perintah agamaNya dan, dari satu sisi ia telah pula memendam gelora hatinya akan dunia ini. Itulah ia kadang melihat ke langit sambil berdoa seperti yang di atas itu agar ia tetap istiqamah dan tetap menjadi pengabai terhadap dunia. 

Semoga kita semua selamat dari segala macam tipu daya dunia yang sering membuat dada berdentum keras dan sering pula terjubahi dengan ratusan ayat dan ratusan hadits yang berlapis, amin. Ya Allah...sudilah menyelamatkan kami dari diri kami sendiri, karena kami sendirilah musuh terbesar kami, amin. 

Wassalam.


اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وآلِ مُحَمَّدٍ وعَجِّلْ فَرَجَهُمْ

Kamis, 23 Agustus 2018

Shalat Ayat & Filsafatnya Dan Hukum Mengambil Berita Fikih dari Sinar Agama



Seri tanya jawab Ali Assegaf & Widodo dengan Sinar Agama
by Sinar Agama (Notes) on Wednesday, September 7, 2011 at 8:26 am



Ali Assegaf Dpd Jatim : Tanya : Mohon penjelasan awal waktu dan batas akhir waktu kewajiban- nya Solat ayat dalam shia dan apakah keterlambatan melakukannya tergolong orang yang melalaikan solat dan wajib menqadhaa’ solat ? Jika ada kelalaian - apa juga ada kaffarah yang harus dibayarkan. (tambah lagi mendapat jawaban dari facebook dengan seorang yang tak kita ketahui namanya seperti Sinar Agama bisa dijadikan hujjah sebagai orang yang tsiqoh dalam dien untuk di ambil kesaksiannya dalam mengikuti fatwa rahbar sah?)

Paidi Bergitar dan Agoest D. Irawan menyukai ini.

Sinar Agama: Salam dan terimakasih pertanyaannya:

(1). Shalat ayat adalah salah satu shalat yang diwajibkan dalam Islam dimana meninggalkannya atau melalaikannya adalah dosa besar, karena dosa meninggalkan shalat itu adalah dosa besar. Dan, shalat ayat adalah satu dari shalat-shalat wajib itu.

(2). Penyebab shalat ayat adalah: Gempa bumi, gerhana bulan, gerhana matahari, angin taupan dan petir dan lain-lainnya dari kejadian-kejadian alam yang umumnya menakutkan.

(3). Waktu shalat ayat yang disebabkan oleh gerhana bulan atau matahari, maka dimulai dari sejak gerhana dimulai sampai ke waktu menghilangnya. Misalnya, kalau gerhananya itu 100%, maka ketika ia mulai berkurang, katakanlah 1%, maka itulah akhir waktunya. Atau kalau gerhananya 80%, maka ketika mengurang menjadi 79% itulah akhir waktunya.

(4). Kalau shalat ayat karena hal-hal lainnya, seperti gempa bumi dan semacamnya, maka dimulai sejak kejadiannya sampai kapanpun. Jadi, kalaulah tidak menyegerakan diri, maka shalatnya tetap adaa-an, dan bukan Qodhoo-an.

(5). Mungkin lebih hati-hatinya, kalau shalat ayat yang disebabkan kedua gerhana itu, dilakukan di luar waktunya, maka diniatkan saja sebagai ”shalat yang ada dalam tanggungan”. Artinya, kalau adaa-an, maka adaa-an, tapi kalau qadaa-an, ma qadhaa-an. Dalam istilah fikih, niat seperti di atas itu (yakni tidak menentukan secara pasti adaa-an atau qadhaa-an-nya) disebut dengan “Maa fii al-dzimmati” atau “Qashdu al-Qurbati al-muthlaqati”.

(6). Menerima fatwa marja’ sudah diatur dalam semua kitab fikih mereka. Yaitu bisa dari 2 orang adil (tidak melakukan dosa besar dan kecil), atau 1 orang adil, atau dari orang yang jujur yang tidak mungkin berbohong (meyakinkan).

Karena itu yang diutamakan itu adalah sifatnya, bukan namanya, terutama di orang ke tiga di atas. Dan, nama, juga tidak harus nama KTP. Jadi, kalau ada nama di fb, lalu ia jujur hingga membuat hati menjadi tentram alias muthmain dan yakin akan kebenarannya, maka boleh dijadikan transferer bagi fatwa marja’ yang ditakdilinya.

Dan kalau belum yakin, maka tidak boleh mengambilnya. Tapi boleh menanyakan nukilan fatwanya. Karena itu, kalau si sinar agama ini, telah diyakini kejujurannya dalam menukil fatwa dan kebenarannya dalam memahmi fatwa, maka antum bisa mengambilmya.

Keyakinan seperti itu dapat dilihat dari tingkah lakunya di fb selama ini. Misalnya, kalau diminta menukilkan fatwanya bisa langsung memberikannya. Dan kalau berdalil tentang kepahamannya ia bisa membuktikannya dengan uraian yang logis yang diambil dari paduan- paduan fatwa marja’nya .....dan seterusnya.

Tapi kalau antum belum yakin, maka belum bisa mengambil dari sinar agama ini. Tapi antum bisa membuat diri antum yakin, dengan meminta padanya, misalnya nukilan-nukilanfatwa marja’ yang antum inginkan.

Tapi kalau antum juga tidak yakin dengan kejujurannya walaupun sudah menukilkan fatwanya, apapun alasannya, maka antum jelas tidak bisa mengambil dari sinar agama ini.

Ali Assegaf Dpd Jatim: Wkwkwk -- Ihwan seluruh FB -- Saksikan Ali Assegaf -- telah mengambil saksi bagi dirinya untuk fatwa rahbar dari Sinar agama ini -- Syukron, insya Allah ana akan teruskan pertanyaan-pertanyaan ini -- agar dapat berfungsinya Sinar Agama dalam melayani Ummat.

Sinar Agama: Ahlan wa sahlan, terimakasih atas baik sangka antum, semoga diwujudkanNya untukku hingga alfakir ini bisa menjadi orang yang amanat dalam menyampaikan agamaNya. Walaupun antum agak lambat beberapa bulan dalam hal ini, sungguh-sungguh tidak masalah bagi ana, karena kita baru saja saling berkenalan.

Karena teman-teman antum yang lain, sudah menjalin hubungan persaudaraan dan kajian serta diskusi ini, sudah lama sekali. Dan masalahnya juga tidak terikat di fikih saja, bisa Kalam, filsafat, irfan dan semacamnya. Ana benar-benar membuka pintu fb alfakir ini untuk antum sebesar- besarnya seperti kepada yang lainnya. Sekali lagi ahlan wa sahlan.

Ali Assegaf Dpd Jatim, Tanya : Mohon penjelasan -- cara melakukan solat ayat. Berapa rokaat dan surat yang disyaratkan di dalamnya. (informasi gempa di Aceh Singkil apa bagian dari kewajiban solat ayat ini ? -- mohon kejelasan, apa kewajiabn solat ayat itu oleh sebab gempa itu jika terjadi dalam 1 negeri (maka semua penduduk negri tersebut, baik yang sedang di dalam negeri atau di luar negeri saat kejadian) - atau diukur dalam jarak ( seperti Malaysia lebih dekat dari Aceh juga berkewajiban) atau diukur dalam sampainya berita ? (tak dibatasi kejadiannya). Aditya Budi Setyawan menyukai ini.

Sinar Agama: Salam dan terimakasih pertanyaannya:
Seingat saya, alfakir sudah merincikan shalat ayat ini di catatan-catatan sebelumnya.

(1). Yang terkena kewajiban shalat ayat ini hanyalah daerah yang terkena gempa, gerhana dan semacamnya itu. Jadi, tidak mesti meliputi satu negeri.

(2). Cara shalatnya:

a. Jumlahnya 2 rokaat dan salam.

b. Pada masing-masing rokaatnya melakukan lima kali ruku’ dengan diselingi masing-masing- nya dengan membaca alfatihah dan surat.

c. Setelah melakukan ruku’ ke lima, maka kembali tegak dan mengucap takbir untuk ke sujud.

d. Rokaat ke dua juga demikian. Dan membaca qunut (sunnah) sebelum rukuknya yang ke lima di rokaat ke duanya ini (yakni rukuk’ ke 10 dari semuanya).

Cara pendek:

Setelah membaca alfatihah dan berniat membaca surat terntentu (ingat di setiap shalat, niat membaca surat tertentu ini wajib dilakukan sebelum membaca Bismillaahnya. Jadi, niat pilih surat, baru memulai membaca Bismillaah), maka jangan baca seluruhnya. Tapi baca satu ayatnya saja, yakni Bismillaahnya saja. Lalu pergi ruku’. Setelah bangun, tidak perlu membaca alfatihah lagi, dan tinggal meneruskan ayat ke dua dari surat yang dipilih itu. Lalu pergi ruku’. Begitu seterusnya sampai selesai dari ruku’ ke empat. Setelah itu tinggal meneruskan ayatnya dari surat yang dipilih itu (tanpa alfatihah tentunya) sampai ke akhir surat. Lalu melakukan ruku’ ke lima. Setelah ruku’ ke lima, tegak kembali (i’tidaal), lalu pergi ke sujud.

Dengan cara pendek ini, maka alfatihannya hanya dua kali dan begitu pula suratnya setelah alfatihah itu. Kalau memilih surat setelah alfatihah itu yang berjumlah ayat lima ayat, seperti surat tauhid (Qul huwallaahu ahad), maka pada masing-masing bacaan ayat sebelum rukuk, maka cukup satu ayat saja. Tapi kalau memilih surat yang lebih dari lima ayat, maka dalam satu atau dua pembacaannya sebelum ruku’ harus membacanya dua atau beberapa ayat tergantung panjang pendeknya surat. Tapi kalau ingin mudah, baca saja terusannya itu di akhir bacaan sebelum ruku’ ke lima. Misalnya, suratnya terdiri dari sepuluh ayat. Setelah ruku’ ke empat, maka tinggal 6 ayat yang belum terbaca. Karena itu, 6 ayat tersebut dibaca pada bacaan terakhir sebelum ruku’ ke lima tersebut.

Peringatan untuk cara pendek:

Baik suratnya yang dipilih itu 5 ayat atau lebih, tapi kalau pembacaannya kelewatan dari satu ayat hingga membuat suratnya habis sebelum ruku’ ke empat atau sebelumnya, maka bacaan suratnya tidak boleh mundur dan/atau digagalin. Jadi, harus diteruskan. Dan ketika suratnya habis di sebelum ruku’ ke empat atau bahkan sebelumnya, maka ketika sudah berdiri tegak dari sujudnya, harus membaca alfatihah lagi dan membaca satu surat lagi seperti semula. Yakni bisa dibaca habis atau dicicil juga. Yang jelas, sebelum ruku’ ke lima, bacaan surat tersebut harus habis sampai pada akhir ayatnya.

Yang Taqlid/taqlid Rahbar hf:

Pada shalat apa saja tidak mesti meniatkan dulu untuk membaca surat tertentu sebelum memulai membaca Bismillaah. Jadi, bisa saja membaca bismillaah .... dan baru berniat membaca surat tertentu sebelum kemudian membacanya. Ini yang pertama. Yang ke dua, bacaan bismillaah pada setiap surat, tidak bisa dihitung sebagai ayat pertama. Jadi, kalau mau membaca surat yang dipecah-pecah pada shalat ayat, maka bismillaah-nya tidak bisa dihitung sebagai ayat pertama. Artinya, sekalipun bismillaah itu adalah ayat pertama, akan tetapi dalam penghitungan ayat pada shalat ayat tersebut, tidak cukup dihitung sebagai ayat pertama. Karena itu mesti diteruskan dulu pada ayat berikutnya.

Widodo Abu Zaki: Salam ustadz, berkenaan dengan gerhana baik bulan maupun matahari, juga dengan banyaknya bencana. Apa hikmah dan falsafahnya shalat ayat yang wajib? Dan sejauhmana kewajiban itu, apakah hanya yang berdampak saja? Makasih ustadz.

Sinar Agama: Salam dan trim pertanyaannya:

1. Kewajiban shalat ayat itu adalah dikala alam mengalami kejadian yang pada umumnya menakutkan. Seperti gempa bumi, gerhana, taufan, tsunami ...dan seterusnya.

2. Saya tidak tahu apa falsafahnya yang pasti. Karena yang tahu adalah yang membuat syariat (Allah swt). Akan tetapi karena memerintahkan kita untuk merenungi apa saja, maka kita bisa merenungi hukum-hukumNya asal tidak memastikannya.

3. Kalau kita lihat nama shalatnya, yaitu shalat ayat, artinya tanda-tanda dan dalil-dalil, maka mungkin maksud shalat ayat adalah shalat yang menyangkut dengan dalil-dalil Tuhan atau ayat-ayat Tuhan, alias tanda-tanda Kebesaran Tuhan.

4. Kalau kita beranjak dari Kebesaran Tuhan itu, maka lawannya adalah kerendahan dan ketidak berartian. Yakni ketidak berartian kita manusia dan siapa/apa saja.

5. Dengan beberapa point di atas itu dapat diperkirakan bahwa falsafah shalat ayat adalah menyambut keAgunganNya. Karena itu sudah semestinya kita merendahkan diri yang memang rendah ini. Artinya mengakui keAgunganNya dan kekecilan diri kita.

6. Artinya, Tuhan ingin kita ini selalu merasa dan meyakini kekecilan dan ketidak berartiannya di setiap saat dengan mengingatkannya melalui ayat-ayat alam tersebut. Karenanya hiduplah, melangkahlah, berbicaralah, berkegiatanlah, beraktifislah, berceramahlah, menulislah...dan seterusnya dengan keyakinan diri sebagai budak tak berarti.

7. Ketika semua sudah dilakukan dengan keyakian kecil itu, maka harus taat penuh dengan semua peraturan dan hukum-hukumNya. Artinya lakukan semua aspek kehidupan itu di bawah naungan fikihNya. 

Wassalam.



اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وآلِ مُحَمَّدٍ وعَجِّلْ فَرَجَهُمْ