﷽
Oleh Ustad Sinar Agama
Oleh Anggelia Sulqani Zahra pada 28 Juni 2011 pukul 21:20
Fluktuasi Manusia = Ketika manusianya manusia itu ditentukan akalnya, maka dalam hal apapun, seperti tentang dirinya, Tuhannya, agamanya, keluarganya, tetangganya, temannya, lingkungannya, negaranya, dunianya, bisnisnya, seninya, ilmunya, hukumnya, politiknya, kerjanya… dst.. Haruslah diukur dengan akalnya. Jadi, kapan saja ia tinggalkan AKAL dan masuk dalam INGIN, maka kala itulah ia bukan lagi manusia.
Dan AKAL = DALIL GAMBLANG.
Bento B D’Blueisland : Bagaimana dengan daya imajinasi & daya khayal ustadz? Termasuk dalam Akal atau Ingin? Atau malah tidak ada hubngan sama sekali? Mohon penjelasannya. Terima kasih.
Mujahid As-Sakran : Ustad, kaitannya dengan qalbu gimana? Sering disalahfahami antara aqal dengan qalbu, mohon pencerahannya, syukran.
Sinar Agama:
Jawaban untuk Bento:
1. Khayal itu ada dua makna, filosofis dan umum. Kalau Filosofis, semua gambaran yang ada di akal itu adalah khayal. Khayal ini dibagi dua, memiliki hukum (subyek predikat) atau tidak, yang tidak dikatakan Gambaran/khayal, dan kalau memiliki hubungan hukum atau diterangkan menerangkan dan diyakini kebenaran atau kesalahannya maka dikatakan Yakin, dan kalau tidak diyakini keduanya, dikatakan Gambaran/khayal. Sedang makna umumnya adalah pikiran yang melantur.
2. Dengan sedikit mukaddimah itu, maka ketahuilah bahwa Akal secara filosofis adalah: Pahaman universal. Tapi makna tersiratnya adalah: Pahaman Universal dan penerapannya pada individunya serta memajukan khazanahnya dan memperbaiki kekeliruan info dan argumentnya.
3. Jadi, selain itu, maka ia adalah bagian dari Ingin atau Rasa atau Nafsu. Artinya, gambaran yang ada di akalnya itu hanyalah sebuah gambaran bagi kepengaturan daya-daya ruh yang dibawahnya, seperti hewani, nabati dan tambangi. Walaupun maksudnya di sini adalah yang hewani karena ia adalah rasa dan gerakan ikhtiar.
4. Resep umumnya, seperti yang kutulis di status itu bahwa Akal = Dalil Gamblang. Yakni Akal yang dimaksudkan dalam status tersebut adalah yang argumentatif gamblang.
Jawaban Untuk Mujahid:
1. Qalbu itu dalam bahasa Arab bisa bermakna Akal. Ini makna bukan kiasan atau majazi atau simbolik dan semacamnya, tetapi memang secara hakikinya. Jadi, makna itu ada dalam kitab-kitab kamus bahasa arab, Qur'an, Hadits, syair-syair arab dan percakapan keseharian arab.
2. Makna ke duanya, adalah hati. Yang dimaksudkan hati di sini adalah yang memompa darah. Dan ini tidak ada hubungannya dengan ilmu kecuali ilmu kesehatan.
3. Makna ke tiganya adalah hati. Yang dimaksud dengan hati di sini adalah tempat rasa dan perasaan manusia, seperti cinta, benci, marah, sabar, rindu, ...dan seterusnya.
4. Dengan sedikit mukaddimah itu akan menjadi mudah mengembalikan masalahnya kepada hati yang dimaksudknannya. Dan, sudah tentu, qalbu yang menjadi pedoman hidup dan harus ditaati adalah yang bermakna akal, bukan perasaan. Dan bahkan yang perasaan ini harus dipimpin oleh akal, yakni oleh argument. Jadi, kalau bingung maka harus mencari dalil dan argumentnya, bukan kembali ke hati yang perasaanis ini.
5. Hati yang perasaanis ini bisa jadi ukuran kalau ia sudah bersih dari keinginan yang tidak diridhai Tuhan. Dan cara membersihkannya adalah dengan cara membiasakannya mengikuti akal (argument). Dan kalau sudah sampai ke tingkat tinggi, seperti maksum, maka ia bisa menjadi cermin bagi kebenaran di alam nyata. Tetapi sebelum itu, jangan sekali-kali mengikutinya, apalagi manakala dalam keadaan bertentangan dengan akal.
6. Memang, hati yang perasaanis ini, bisa dijadikan pengingat, baik kita punya dalil akan kebe- narannya atau tidak. Artinya pengingat agar kita lebih hati-hati dalam menyusun argument dan dalil. Tetapi pedoman terakhirnya tetap akal dan dalil itu.
7. Orang yang ikut akal dan dalil, kalau salah, asal bukan karena egois, sombong dan fanatik dan lain-lain sebab yang bisa mengeluarkan akal dari dalil, maka ia akan dimaafkan Allah, dan cara hidupnya akan dihitung sebagai ibadah dan dipahalai.
Tetapi kalau mengikuti perasaan dan dijadikan pedoman, maka kalau salah tidak akan mendapat ampunan dan kalau benar, belum tentu diberi pahala. Karena ia mengikuti yang ia suka, bukan kebenaran, dan menghindari yang ia tidak suka, bukan yang dilarang Tuhan.
Jadi, sebagaimana amal itu tergantung niatnya, maka pahala dan tidaknya pun akan tergantung niatnya ini, bukan hanya karena mengikut benarnya dan menghindari salahnya. Tetapi karena apa dan siapa mengikuti yang benar dan menghindari yang salah.
Wassalam.
Tika Chi Sakuradandelion, Ammar Dalil Gisting, Heriyanto Binduni dan 10 lainnya menyukai ini.
Kharisma Kahr: Salam.. maaf ustad, boleh bertanya.. maksud poin ke 6 itu bagaimana ustad? Boleh saya tau contohnya, hati yang perasaanis bisa dijadikan pengingat baik kita punya dalil ataupun tidak..
Zainal Syam Arifin: Ijinkan saya yang dhaif ini ikut berkomentar pak ustadz : Jika kita bahas makna kedua tentang qalbu maka yang lebih tepat adalah hearth (jantung) bukan liver (hati). Dan ini sangat sesuai dengan tafsiran ahlul bayt (Imam ‘Ali) yang menyebutkan segumpal daging dan pembuluh darah dan hanya jantung yang berbuat begitu. Begitu pula di al Qur’an qalbu selalu disebutkan di dalam dada, sedangkan liver (hati) letaknya di bawah rongga data sebelah kanan (bukan termasuk rongga dada). Maka sebaiknya kita mengikuti cara sebutan orang barat atau tetap memakai bahasa arab. Kalaupun mau pakai bahasa Indonesia kenapa tidak dipop- ulerkan dan dibiasakan untuk menyebut “jantung”? Afwan pak ustadz.
Sinar Agama: Sufa: Maksud hati di situ adalah Ruh yang berdaya Hewani. Ruh manusia itu kan memiliki 4 daya: Daya tambang; Daya nabati; Daya Hewani; dan Daya akal. Daya tambang adalah yang mengatur atom-atom badan. Daya Nabati adalah yang mengatur pertumbuhan badan. Daya hewani adalah yang mengatur rasa-rasa dan perasaan, seperti cinta, benci, marah, sakit hati, suka, tidak suka ..dan seterusnya. Sedang Daya akal adalah yang mengatur akal dan pemikiran kita. Ruh kita itu satu dan non materi, akan tetapi dalam satunya itu, memiliki 4 daya yang tidak bisa dipisah seperti bagian-bagian materi.
Nah, pada poin 6 itu, hati yang dimaksud adalah perasaan manusia tersebut. Jadi, kadang ia menjadi petunjuk bagi kita terhadap kebenaran. Misalnya menyintai orang shalih atau imam- imam as dan nabi-nabi as. Akan tetapi karena kebelumtentuan benarnya perasaan tersebut, maka harus terlebih dahulu dibangunkan argumentnya.
Sinar Agama: Mas Zainal: Untuk masalah hati dan Qalbu ini sepertinya saya sudah menjelaskan- nya di asal tulisan di atas.
Dan dada itu, tidak mesti bermakna dada yang terdiri dari tulang dan daging ini. Tapi bisa juga perasaan itu. Karena itu maka penyabar dikatakan lapang dada. Artinya perasaan emosinya dapat ditekan dan perasaan pemaaf dan penyabarnya dilapangkan.
Karena, hati atau jantung atau apa saja, kalau ia berupa bagian materi dari badan, maka tidak berhubungan dengan pengetahuan, perasaan dan pemilihan apapun. Ringkasnya tidak ada hubungannya dengan ikhtiar dan perbuatan manusia.
3 Agustus 2011 pukul 20:52 · Suka · 2
اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وآلِ مُحَمَّدٍ وعَجِّلْ فَرَجَهُمْ