Tampilkan postingan dengan label Wahdatul Wujud. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Wahdatul Wujud. Tampilkan semua postingan

Minggu, 28 Februari 2021

Penjelasan Hadits Wahdatul Wujud


Oleh Ustadz Sinar Agama http://www.facebook.com/groups/210570692321068/doc/324613260916810/ Oleh Anggelia Sulqani Zahra pada 2 Februari 2012 pukul 17:52


Abdul Malik Karim: Coba terangkan satu dalil ucapan imam ahlul bait yang shahih dari kitab- kitab hadits syiah.

Senin, 03 Agustus 2020

Wahdatu Al-Wujud, bagian 16


seri tanya jawab: Giri Sumedang dan Sinar Agama http://www.facebook.com/groups/210570692321068/doc/250780354966768/ by Sinar Agama (Notes) on Saturday, September 17, 2011 at 7:01am


Giri Sumedang: Salam kak..mau nanya..

  1. Sejauh mana kita bisa menembus ke-Tuhan-an kita?
  2. Bagaimana (sedikit) gambaran alam ahadiyah?
  3. Bisakah ada pertemuan esensi kemanusiaan dan esensi keTuhanan? Sebelumnya terimakasih ya kak he..senang berteman dengan kakak ku yang pinter.

Dharma Narendra T P, Faqir Man, dan Giri Sumedang menyukai ini.

Jumat, 15 Mei 2020

Wahdatu Al-Wujud, bag: 15 (ringkasannya)


seri tanya jawab Abu Humairah dan Sinar Agama http://www.facebook.com/groups/210570692321068/doc/232748813436589/ by Sinar Agama (Notes) on Friday, August 12, 2011 at 4:32am

Abu Humairoh: Salam ya akhi...@ lama ana tak jumpa ustadz dalam dunia maya, ada banyak pertanyaan mengenai wahdah alwujud diantaranya alam lahut? Apakah bisa bersatu antara alam lahut dan alam nasut? menurut al ‘alim mulla sadra dan ibnu al arobi, bagaimana pendapat ustadz?

Selasa, 14 Januari 2020

Tentang Kaum Sufi


Oleh Ustad Sinar Agama http://www.facebook.com/groups/210570692321068?view=doc&id=218466074864863 Oleh Anggelia Sulqani Zahra pada 15 Juli 2011 pukul 13:54


النمل يمر: Assalamu’alaikum.

Afwan ustadz. Ane sering baca fatwa-fatwa para imam yang mencela kaum sufi. Dan ane juga sering baca fatwa-fatwa mereka yang memuji kaum sufi. Pertanyaan saya, kenapa bisa begini? Sebenarnya sufi yang dicela itu.

Kok bisa ya ? Afwan ustad, mohon penjelasannyha, saya sangat membutuhkan jawaban ini!!!

Rabu, 15 Mei 2019

Wahdatu Al-Wujud dan Wahdatu Al-Syuhuud


Seri tanya jawab Muhammad Dudi Hari Saputra dengan Sinar Agama
by Sinar Agama (Notes) on Monday, May 20, 2013 at 3:07 am


Muhammad Dudi Hari Saputra mengirim ke Sinar Agama: (12-3-2013) Salam ustadz. Apa beda antara wahdatul wujud dan wahdatul syuhud? Syukron wa afwan.. ^_^ 

Sinar Agama: Salam dan terimakasih pertanyaannya. Kalau wahdatulwujud sudah jelas sebagaimana sudah sering dijelaskan, yaitu Wujud itu hanya satu. Sedang wahdatu al-syuhuud itu, bisa tergantung pemakaiannya. Kalau antum nukilkan kalimat pemakaiannya di tempat antum menemukan istilah ini, maka akan lebih bisa memberikan makna yang lebih tepat, in'syaa Allah. 

Muhammad Dudi Hari Saputra: iya ustadz, untuk wahdatul wujud saya sudah memahami sejauh yang saya pahami dari tulisan antum dan penjelasan ustadz-ustadz yang lain serta bukubuku filsafat dan irfan.. 

Terkait wahdatul syuhud, saya mendapati istilah ini beberapa kali ustadz, saya memahaminya berdasarkan beberapa orang yang pernah menyampaikan ke saya, bahwa wahdatul syuhud itu adalah proses kemenyatuan mahluk kepada Tuhan.. 

Sehingga tak sedikit yang melakukan proses wahdatul syuhudnya tidak lagi melaksanakan perintah syar’i karena sudah menganggap terbebas dari syar’i ketika mencapai maqom menyatu dengan Tuhan, kalau bahasa jawanya ki manunggaling kawulo gusti, kira-kira demikian ustad,,, mohon pencerahannya.. 

Sinar Agama: Nah, kalau pemakaian wahdatu al-syuhuud-nya seperti itu, maka itu yang dikatakan Mulla Shadra ra sebagai Mutashawwifah atau Sok Shufi. Orang-orang seperti itu, jelas-jelas tidak mengerti wahdatu al-wujud itu sendiri. Karena kalau mengerti bahwa wujud itu hanya milik Allah dan yang lainnya tidak wujud dan hanya esensi, maka mereka tidak akan pernah mungkin mengkhayal untuk mengejar wujud. Bagaimana mungkin esensi yang bukan wujud bisa mengejar wujud dan, apalagi menyatuinya?! 

Tapi kalau orang arif lain mengatakan wahdatu al-syuhuud, maka akan tergantung pada kalimatkalimatnya. Karena bisa bermakna satunya kesaksian dimana hanya orang-orang yang semaqam, bisa juga bermakna kesyuhudan Tuhan itu sendiri, bisa juga berarti menyaksikan/mensyuhuud wahdatu al-wujud itu sendiri. Tapi bisa juga memiliki makna lain yang tergantung masing-masing maksud dalam kalimatnya. Wassalam. 

Sinar Agama: Salam dan terimakasih atas jempol dan komentarnya. 

Sinar Agama: Bande: Kalau Wujud itu hanya Tuhan, maka mana ada peringkatnya? Yang ada peringkatnya itu justru di TajalliNya tersebut, yaitu di esensinya itu. Misalnya esensi sebab lebih tinggi dari esensi akibat. Esensi orang suci, lebih tinggi dari esensi yang tidak suci....dan seterusnya. 

Yusuf Anas: Apa maknanya tingkatan kualitas (tasykik wujud) ada pada sesuatu yang tidak ada (tajaliat) dan esensi? Apa itu masuk akal? 

Sinar Agama: Yunus: Kalau bicara tentang Tajalli, maka tasykiik wujud itu tidak ada. Kalau bicara Tasykiik wujud, maka wahadtulwujud itu yang tidak ada. Dan kalau wahdatulwujud itu yang tidak ada, maka Tajalli yang merupakan akibat dari wahdatulwujud tersebut, juga tidak akan pernah ada. 

Jadi, tergantung kita mau pilih yang mana dalam makrifah ini. Karena semua itu, tergantung kepada kita yang mau memahminya dan mengikutinya.


اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وآلِ مُحَمَّدٍ وعَجِّلْ فَرَجَهُمْ

Rabu, 24 April 2019

Predikasi Antara Eksistensi dan Esensi


Seri tanya jawab Muhammad Zaranggi dengan Sinar Agama
by Sinar Agama (Notes) on Tuesday, April 2, 2013 at 9:57 am


Muhammad Zaranggi mengirim ke Sinar Agama: 5 Maret 2013 melalui seluler 

Salam ustadz..afwan... Mohon penjelasan kaidah wujud sebagai berikut : Di dalam akal wujud mensifati esensi. Oleh karenanya kita dapat memberikan atau menarik wujud dari esensi. Sedang di luar akal maka esensilah yang mensifati wujud. Oleh karenanya kita dapat mengabaikan esensi dan hanya memperhatikan ke-wujudan sesuatu. 


Terima kasih... 

Sinar Agama: Salam dan terima kasih pertanyaannya: Sepertinya ana sudah pernah menjawab soalan seperti ini. Ana tidak tahu yang bertanya itu antum atau orang lain. Kita tunggu dulu Sang Pencinta barangkali dapat membantu. 

Sang Pencinta: 1014. Wujud Tuhan dan Ketiadaan Esensi Oleh Ustad Sinar Agama = http://www.facebook.com/groups/210570692321068/doc/464411396936995/ 

Sang Pencinta: 1016. Posisi Eksistensi dan Esensi Oleh Ustad Sinar Agama = http://www.facebook.com/groups/210570692321068/doc/464412050270263/ 

Sang Pencinta: 996. Presepsi Dan Esensi yang Belum Dikenali Oleh Ustad Sinar Agama = http://www.facebook.com/groups/210570692321068/doc/464406786937456 

Sinar Agama: Sekedar meringkas mungkin (setelah antum baca nukilan Pencinta di atas): Di alam nyata, tidak ada yang bisa mendahului wujud, baik esensi atau lainnya. Karena itu, maka wujud dulu yang ada, baru esensinya. Karena esensi ini adalah batasan wujud itu. Jadi, yang dibatasi dulu harus ada, baru batasannya. Dahulu mendahului di sini, bukan dari sisi waktu. Tapi dari sisi tertib wujud. 

Dengan demikian, maka wujudlah yang harus selalu menjadi subyek dari predikat yang akan ditetapkan padanya. Yakni wujud harus jadi subyeknya dan esensi menjadi predikatnya. 

Akan tetapi di dalam akal, wujud dan esensi ini bisa dipisahkan. Karena akal dapat memahami bahkan yang tidak ada, yakni pahaman “tiada”. 

Yang ke dua, dalam akal, sepintas esensi dulu yang terlihat melebihi wujud atau eksistensinya. 

Misalnya kalau membayangkan pohon. Maka akal, pertama bisa membayangkan pohon tanpa wujud. Lalu ke dua, akal bertanya apakah pohon ini ada atau tidak? Lalu ia menjawab “ada” misalnya. Karena itu, maka di dalam akal, yakni dalam pahaman, seringnya esensi itu yang menjadi subyek dan wujud menjadi predikatnya. 

Padahal sebenarnya, yang benar, bukan “Pohon ini/itu ada”, tapi “Wujud ini berupa pohon.” 

Masih ada lagi yang lainnya hingga bagi kepahaman, wujud seperti nampak lebih jelas dari esensi seperti ketika melihat wujud dari jauh yang tidak jelas esensinya. Akal akan bertanya-tanya “apakah wujud itu?”. Ini tandanya, kurang perhatiannya akal pada beberapa kondisi, selain pada esensi itu sendiri. 

Itulah mengapa dikatakan bahwa wujud itu paling terangnya sesuatu tapi dalam pada itu, ia juga merupakan paling tidak diketahuinya sesuatu. Dan dikatakan bahwa saking terangnya wujud itu, hingga kurang diperhatikan atau kurang dipahami. 

Wassalam.


اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وآلِ مُحَمَّدٍ وعَجِّلْ فَرَجَهُمْ

Minggu, 09 Desember 2018

Wujud Tidak Bisa Dikonsep



Seri tanya jawab Muhammad Dudi Hari Saputra dengan Sinar Agama
by Sinar Agama (Notes) on Saturday, February 2, 2013 at 12:05 pm


Muhammad Dudi Hari Saputra mengirim ke Sinar Agama: 28 November 2012 

Salam ustadz... Ketika saya mengenal/mengetahui wujud, apakah yang saya ketahui itu adalah wujud nya wujud? atau konsep dari wujud (persepsi)? 

Saya pernah mendengarkan rekaman pelajaran dari Prof.Dr. Ali Shomali yang berkata bahwa ketika mengenal wujud itu ada dua pengetahuan sekaligus, yaitu sebagai persepsi (epistemologi) dan sebagai wujud yang dipahami (ontologi),, 

dan kalau saya tidak salah Allamah Sabzawari pernah berkata bahwa wujud secara konsep itu terang (bisa diketahui) sedangkan wujud sebagai realitas wujud itu sendiri adalah gelap (tak bisa diketahui), mohon penjelasannya ustad? Syukron wa Afwan.. 

Sinar Agama: Salam dan terimakasih pertanyaannya: Tolong bahasa asli dari pragraf ke dua dinukilkan, kalau bisa. 

Muhammad Dudi Hari Saputra: Maaf ustadz,, saya juga gak hapal bahasa aslinya,, saya dapat ini dari penjelasan salah satu ustadz,, tapi inti pertanyaan saya adalah apakah yang kita ketahui itu hanya konsep wujud atau realitas dari wujud? Afwan ustadz,, 

Sinar Agama: Siapa ustadznya? 

Sinar Agama: Atau antum tanya dulu pada ustadz itu dan nanti kalau sudah jelas apa yang antum pahami dan yang belum dipahami, maka tanya lagi. Karena kulihat, di tulisan antum itu masih terdapat kekurangjelasan atau, setidaknya perlu kerincian maksudnya. 

Muhammad Dudi Hari Saputra: Sinar Agama: Salam ustadz,, ini kalimat allamah Sabzawari nya: muarrfil wujud syarhul ism. wa laysa bil haddi wa la birrasm. mafhumuhu min a’rafil asyya. wa kunhuhu fi ghayatil khifa. 

dikutip dari Manzumah ustadz,,, syukron.. mohon penjelasannya ustadz,, 

Sinar Agama: Akhi Muhammad: Antum usahakan kalau membahas filsafat dengan bahasa filsafat. Dan usahakan membaca tulisan-tulisanku kalau antum suka/mau. 

Dalam filsafat, seperti yang antum nukil dari Manzhumah itu, jelas dikatakan bahwa wujud itu tidak bisa didefinisi dan semua penjelasan tentang wujud itu hanya penjelasan kata (bukan definisi). Karena kalau definisi harus dengan genus dan pembeda dekat. Sementara wujud, tidak memiliki genus, karena ia adalah pahaman yang paling tinggi dan paling atas dimana tidak ada lagi pahaman yang lebih luas di atasnya. Tidak seperti pahaman “Joko” yang ada pahaman “manusia” di atasnya, dan pahaman “manusia” memiliki pahaman “binatang” di atasnya, dan pahaman “binatang” memiliki pahaman “benda berkembang” di atasnya dan pahaman “benda berkembang” memiliki pahaman “benda” di atasnya dan pahaman “benda” memiliki pahaman “sesuatu” di atasnya dimana pahaman “sesuatu” ini sama makna dengan pahaman “wujud” itu sendiri. 

Karena itu, wujud itu tidak bisa didefinisi karena tidak memiliki pahaman yang lebih luas di atasnya. Beda dengan pahaman “manusia” yang didefinisi dengan “binantang” yang merupakan genusnya (pahaman lebih luas) ditambah dengan deffrentianya atau pembedanya, yaitu “rasional”, hingga menjadi “binatang rasional.” 

Definisi ini, dalam istilah logika dan filsafat, disebut dengan mu’arrif, ta’riif, definisi atau konsep. Karena itu ketika antum tanya apakah wujud yang kita tahu itu hanya konsep atau kenyataan, maka pertanyaannya memperlihatkan tidak jelasnya yang ditanya. Dan pertanyaan yang di komentar antum itu, terlihat tidak sejalan dengan pertanyaan pertama yang antum tulis di dinding itu. Karena itu, saya tidak bisa menjawabnya, karena saya tidak tahu apa sebenarnya yang antum tanyakan. Yakni kalau menggabungkan berbagai kalimat antum yang di tulis di dinding dan di komentar. 

Itulah mengapa saya menyuruh antum untuk tanya kepada ustadz yang antum maksud itu, karena ia yang lebih tahu maksud kata-katanya. Baru setelah itu, antum bisa konfirmasi ke saya, baik dalam bentuk pertanyaan atau lengkap dengan kisah-kisahnya. 

Muhammad Dudi Hari Saputra: Baiklah ustadz,, saya akan coba konfirmasi ulang lagi kepada yang menjelaskan tentang hal ini. Syukron ustadz. 

Muhammad Dudi Hari Saputra: Salam ustadz. Begini penjelasan beliau: 

Definisi wujud itu hanya syarhul ism dan bukan definisi hadd dan rasm. Konsep wujud itu adalah konsep yang sangat jelas dan realitas intinya adalah tersembunyi. syukron wa afwan ustadz,, 

Sinar Agama: Nah, sekarang baru jelas. Beliau hf itu, kurang tepat mengartikan bait ke tiganya. Karena mafhuum itu adalah pahaman dan bukan konsep. Karena kalau dikatakan konsep, akan menjadi mahiyyah atau esensi. Ini menurut yang kupahami dari pemakaian istilah secara umum. Memang, mungkin saja orang mengatakan konsep tapi maksudnya adalah pahaman. Tapi hal seperti ini, kurang umum dipakai di istilah filsafat. 

Perlu diketahui bahwa mafhuum itu tidak seluruhnya konsep atau esensi. Wujud, adalah pahaman yang tidak bisa dikonsep atau dibangun pengertiannya dengan genus dan pembeda dekat dimana dikatakan sebagai esensi atau mahiyyah. Karena itu, penerjemahan konsep pada bait ke tiga di atas itu, dalam pengertianku yang cetek ini, kurang tepat. 

Tapi sekali lagi, penjelasan tentang hal ini, belum terlihat sentuhannya terhadap pertanyaan pertama antum di dinding ana itu. 

Jadi, terjemahan yang lebih tepat untuk bait-bait syair filsafat di atas itu adalah sebagai berikut: 

Mu’arrifil wujud syarhul ism 

wa laysa bil haddi wa la birrasm mafhumuhu min a’rafil asyya 

wa kunhuhu fi ghayatil khifa 

Konsep/defenisi wujud itu, hanyalah penjelasan kata (wujud). 

Bukan konsep/esensi dengan batasan penuh atau batasan kurang. 

Pamahamannya (wujud) adalah paling jelasnya sesuatu (karena itu tidak perlu konsep/definisi) 

Akan tetapi hakikatnya, berada di puncak ketersembunyian. 

Muhammad Dudi Hari Saputra: Melanjutkan ustadz, jadi ketika saya memahami wujud, itu hanya pahaman saya ya ustadz? Bukan hakikat dari wujud itu sendiri? Afwan.. 

Sinar Agama: Kalau antum mau bahas wujud, artinya tanpa merujukkan kepada pemikiran siapapun, maka jawabanku sebenarnya sudah ada di catatan-catatan (seingatku setidaknya). Sekedar mengulang: 

1- Kalau wujud ala filsafat, maka jelas ada dua wujud yang kita ketahui. Pertama dengan ilmu Hudhuri, yaitu kehadiran diri kita pada diri kita. Ke dua, ilmu Hushuli, yaitu mengetahui wujud- wujud lain selain kita yang kita dapat dengan panca indra kita.

a-  Wujud yang dikteahui dengan ilmu Hudhuri ini, adalah hakikat wujud dan wujud ekternal. Tapi bukan pembayangan kewujudannya dan bukan pembayangan keeksternalannya. Artinya, wujud yang kita rasakan (dengan akal dan bukan dengan perasaan) dari wujud diri kita sendiri, itulah yang dikatakan ilmu Hudhuri. Tapi ketika akal kita membayangkannya, maka ia sudah menjadi bagian dari ilmu Hushuli. 

Nah merasa dengan akal tentang wujud kita sendiri ini, merupakan hakikat wujud dan ekternal. Tapi bayangan dan ide-nya, atau bayangan atau ide tentang keeksternalannya, merupakan bagian dari ilmu Hushuli. 

Begitu juga tentang wujud-wujud yang merupakan akibat dari wujud diri kita, seperti perasaan yang kita punya, ilmu yang kita punya, bayangan yang kita punya.......dan seterusnya.., adalah wujud-wujud yang merupakan ilmu Hudhuri dan hakikat wujud dan merupakan wujud eksternal. 

Begitu pula pengetahuan kita tentang sebab kita, juga merupakan ilmu Hudhuri dan konsekuensinya juga merupakan hakikat wujud eksternal itu walau, sebatas wujud kita sendiri. 

b- Sedang pengetahuan kita terhadap wujud-wujud yang lain yang didapat bukan dari kehadiran wujud itu sendiri di dalam diri kita, tapi melalui panca indra yang biasanya hanya bersentuhan dengan esensinya dan bahkan hanya esensi aksidentalnya (bukan esensi substansialnya), maka ia adalah ilmu Hushuli yang, jelas bukan hakikat wujud itu. Jadi, hanya pahaman atau ide (dalam istilah lainnya) dari wujud itu, dan, sudah tentu bukan wujud itu sendiri. 

Tapi karena pahaman dan ide itu bermacam-macam, dan, seperti yang sudah diterangkan sebelumnya, pahaman wujud itu tidak memiliki pahaman yang lebih luas di atasnya, maka ia tidak bisa dikonsep yang, dengan kata lainnya dita’rif atau didefinisikan. Karena itulah, setiap penjelasan mengenai wujud, bukan dari esensi atau definisi atau ta’rif, tapi hanya 

sekedar penjelasan kata/ism saja. Jadi, hanya penjabaran kata dari wujud, bukan hakikat wujud itu sendiri. 

Untuk lebih jelasnya, juga bisa dilengkapi dengan merujuk ke tulisan-tulisan sebelumnya tentang wujud dan ilmu-ilmu Hudhuri dan Hushuli. 

Wassalam. 


Muhammad Dudi Hari Saputra: Syukron ustadz,, Allahuma shalli ala Muhammad wa Aali Muhammad.. 

Wassalam.


اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وآلِ مُحَمَّدٍ وعَجِّلْ فَرَجَهُمْ

Minggu, 25 November 2018

Suluk Ilallaah = Menyerahkan Kemerasa-wujud- an



Seri tanya jawab HenDy Laisa dengan Sinar Agama 
by Sinar Agama on Friday, January 4, 2013 at 3:40 pm



HenDy Laisa: 21 Oktober, Salam... Dalam istilah perjalanan spiritual manakah yang lebih tepat dari istilah-istilah berikut: 
  1. Perjalanan Menuju Tuhan... 
  2. Perjalanan Menjadi Tuhan... 
Mohon pencerahannya beserta argumennya kalau bisa... Tafadhal! 

Iyang Samangka: Yang lebih tepat “Perjalanan Menuju Tuhan” dengan bahasa yang lain “Perjalanan Menuju Cahaya” 

HenDy Laisa: Iyang Samangka> Ahsan..argumennya bagaimana? 

Sinar Agama: Salam: Tidak ada yang benar. Argumentasinya ada di catatan-catatan wahdatu al wujud

Abdullah Ndonk Mubarak: Perjalanan menuju Tuhan dan menjadi Tuhan. argumentnya kalau bisa!!!!!!!!!!!!!!!!!!!! 

Neo Quisling: Perjalanan manusia paripurna dalam kehidupan ini terdiri dari 4 tahap 
  1. perjalanan dari alam ciptaan MENUJU Allah 
  2. perjalanan dalam Allah 
  3. perjalanan kembali dari Allah menuju ciptaan kali ini bersama Allah 
  4. perjalanan dalam ciptaan bersama Allah 
(Mulla Shadra) 

Rido Al’ Wahid: Menjadi fana. 

Sainichi Maeda: Yang jawaban dari mullah Shadra. Itu yang benar. Atau gampangannya, dalam tubuh kita ada ruh ilahi. Andaikan Allah membolehkan tuhan itu ada banyak, kita bisa jadi tuhan. tapi sayang, qul huwallahu ahad. Tuhan cuma satu. 

Firdaus Said: Kemenjadian padaNya. Atau kepadaNya menjadi. 

Sainichi Maeda: Menjadi Tuhan, kalau Allah mengizinkan loh, tapi mau jadi Tuhan gimana? Nguasain nafsu, egois, emosi, dan sifat-sifat buruk iblis aja tidak bisa, hadeuhhh 

Achmad Badawi: Nabi Musa saja mau melihat saja nggak sanggup, bukit Tursina hancur, Musa pun pingsan, gimana menjadi Tuhan? 

Sainichi Maeda: makanya.... itu karena Allah tidak ngizinin om.... hadeuhh... coba kalo ngijinin.... what ever... we`ll se the GOD... itu cuman keinginan manusia yang haus akan bukti nyata aja kok... bagi yang mengerti hakikat untuk apa manusia diciptakan, tidak perlu sampai melihat.. tau BIODATA Tuhan aja udah cukup... ieuww 

Andi Zulfikar: Salam. Menurut ku yang menyimak pelajaran-pelajaran wahdatul wujud khususnya dari Ustadz SA hf, ya tidak ada yang betul...apalagi menjadi Tuhan? lah dirinya sendiri fana dan yang ada adalah Wajibul Wujud selain itu ya hancur tergilas oleh Wujud yang Satu 

Sainichi Maeda: Belajarlah lebih banyak lagi om.... belajar terus dan terus... nanti juga tau apakah kita pantas menjadi Tuhan APABILA Allah mengizinkan... dan kita juga bisa mikirin gimana caranya jadi Tuhan ( kalau Allah NGIJININ) dengan jiwa yang masih membutuhkan kepada penciptanya... baca yang bener.. diresapi... dan simpulkan dengan akal yang sehat, tanpa egois, tanpa emosi, dan tanpa fanatik. kebenaran itu bersifat universal loh... 

Sainichi Maeda: @ Hendry Laisa... Sebenarnya sama aja.. itu hanya permainan kata saja... intinya... AKU ADALAH TUHAN... (seperti yang di ucapkan Siti Jenar) 

Achmad Badawi: Walau memang seluruh Grand Master Spiritual sepakat dengan diktum: “Siapa nggak rasa, ketemu, ngalami, cium baunya, dia tak akan percaya jika diceritakan hasil perjalanan penyelaman spiritualnya”. Makanya para Grand Master Spiritual menggambarkannya melalui konsep-konsep tertentu, metafor dan lambang-lambang. Mulla Sadhra sendiri mewanti-wanti agar tak boleh menceritakan pengalaman spiritual bagi mereka yang tak memiliki ‘bahan, modal, pengalaman spiritual’. Dalam bukunya Mulyadi Kartanegara ditulis “Rumi tekankan kita untuk menyelam, di ‘kedalaman diri’, sebab menuntut mutiara sejati kehidupan melalui buku dan akal menurut Rumi diibaratkan seperti menimba air laut dengan timba yang kecil, satu kerja yang melelahkan namun tak mendapatkan apa-apa.” 

Sainichi Maeda: Jangan salah ngomong loh.... merasa, ketemu, ngalami, cium baunya or yang lainnya, BUKAN DENGAN JASAD YANG LEMAH INI....!!!! TAPI DENGAN RUH YANG DIHIASI CAHAYA ILAHIYAH... melihat itu bukan pake mata.. tapi penglihatan.. mencium bukan make idung, tapi penciuman, mendengar itu bukan pake kuping, tapi pendengaran, merasa itu bukan pake indra perasa, tapi menggunakan perasaan dan hati yang UNIVERSAL.. sesuai apa yang akan dirasakan.. ingat!!! kebenaran selalu bersifat COMPATIBLE.... 

Sainichi Maeda: Allah itu universal.. untuk siapa saja... jadi jika mau kenal Allah.. kita juga harus berfikir universal... kenali diri kalian, kalian pasti tau Allah itu apa, bagaimana, dimana, siapa..... (benar kata rumi)... merenunglah.. jangan banyak ngegosip....!!! 

Achmad Badawi: Spiritual itu exact-pasti, universal, tak bisa dikarang-karang, khayal halusinasi, atau bohong tertipu delusi. Makanya yang rasa, ketemu, ngalami, cium baunya, dia akan percaya. Sebaliknya yang nggak rasa, ketemu, ngalami, cium baunya, dia tak akan percaya. Hingga Mulla Sadhra pun mewanti-wanti agar tak boleh menceritakan pengalaman spiritual bagi mereka yang tak memiliki ‘bahan, modal, pengalaman spiritual’ - ‘mi’raj ke dimensi- dimensi alam yang lebih tinggi’. 

Sainichi Maeda: Luhft inilah pemikiran yang dibenci oleh Islam golongan yang lain santai aja lah mikirin Tuhan itu. 

Jack Marshal: Kok seperti kejawen? Bisa jelasin gak? 

Sinar Agama: Antum tinggal percaya atau tidak dengan wahdatulwujud (wahdatu al-wujud). Kalau percaya dengan dalil-dalil yang ada, maka berarati tidak ada wujud selainNya. Karena itu, kalau selainNya tidak wujud dan tidak ada, mana bisa “menjadi” atau “menuju”????!!! Menjadi dan Menuju itu adalah kata kerja yang perlu pelaku. Ketika pelakunya tidak ada, lalu siapa dan apa yang mau menjadi dan menuju? 

Jadi, sebagaimana sudah berkali-kali dijelaskan, bahwa suluk itu hanya untuk mengikis habis KEMERASAAN WUJUD hingga dapat merasakan dan melihat ketiadaannya. 

Mungkin antum bertanya, kalau tidak wujud kok bisa merasa dan melihat? Jawabannya, adalah ketiadaan itu bisa berupa tajalli dan bayangan atau wajah. Jadi, yang merasakan ketiadaan wujud itu adalah bayangan wujud atau wajah wujud atau tajalli wujud atau manifestasi wujud, bukan wujud itu sendiri. 

Dengan bahasa ringkas, yang merasa dan melihat ketiadaannya itu adalah esensi, bukan wujud dan eksistensi. 

Kalau kemenjadian padaNya, menjadiNya ...dan seterusnya, adalah pandangan Mutashawwifah atau sok shufi yang tidak memahami perkataan para arif/shufi-hakiki seperti Muhyiddin. Karena itu, mereka meyakini ittihad dan hulul, yakni menyatu denganNya atau disatui olehNya. Ini yang dikatakan menjadiNya dengan menujuNya atau ditujuNya. 

Ammar Dalil Gisting: Allahumma shalli ‘alaa Muhammad wa aali Muhammad, yang merasa dan melihat ketiadaannya itu adalah esensi, bukan wujud dan eksistensi. 

HenDy Laisa: Ahsan Kuncinya Wahdatul Wujud. Syukron Ustadz Sinar Agama atas tambahan pengetahuannya. 

Rohman Suparman: “ Tuhan. Andai sayap-sayap mahabbah ini tak mampu menjangkau mihrob- MU. Namun aku tak mesti takut terjatuh karena ruang dan waktu sesungguhnya milikMU. 

Rohman Suparman: “ Tuhan. Imanku tak sekokoh bukit yang berdiri tegak menengadah ke langit. Namun bagai sebutir debu yang akan sirna andai diterpa angin. Biarkan aku menjadi belukar yang tumbuh di atas bukit agar pijakanku tak serapuh butiran debu. 

Achmad Badawi: Tumpullah lisan, Matilah pembahasan! Allohumma sholli ala Muhammad waali Muhammad. 

Firdaus Said: Salam, Ustadz Sinar Agama. Terima kasih atas penjelasannya, kami begitu sangat senang dan bahagia, Ustadz selalu meluangkan waktu untuk selalu memberikan pencerahan pada kami dalam catatan WW Bag. 2 Penjelasan Ustadz : Jadi, perubahan/amal, jalan dan tujuannya, tidak lain adalah wajahNya Dan karena semuanya adalah wajah Wujud, maka manusia, amal, jalan/agama dan tujuannya itu adalah kemenjadian-wujud, bukan wujud yang berbuat dalam wujud, berjalan di atas wujud dan menuju kepada wujud. Tidak demikian. Tetapi semuanya itu tidak lain kecuali kemenjadian-wujud. 

Kemenjadian-wujud, yakni selalu dalam kepengembalian-wujud itu kepada yang berhak dan kepengembalian-wujud, bukan berarti kita memilikinya dan kita kembalikan, bukan tetapi, menyerahkan wujud itu dari “kemerasaan-punya-wujud” kepada yang punya sebenarnya dan karena kita tidak pernah wujud, dan karena yang ada hanyalah merasa punya wujud, maka karena itulah Tuhan mengatakan “KepadaNya menjadi”, bukan “menjadiNya”. Yakni selalu dalam ketiadaan dan ketidak-punyaan-wujud. Artinya, karena Wujud=Allah, maka manusia selalu dalam “kemenjadian padaNya”, bukan “menjadiNya”. Yakni selalu dalam “kepenyerahan wujud” 

Dengan demikian, maka manusia di surga-neraka yang juga sama-sama tidak ada dan sama-sama wajahNya, maka tidak lain manusia itu berubah dari wajah yang satu menjadi yang lainnya, yakni dari kewajahannya sebagai manusia menjadi wajah lain yang disebut dengan surga-neraka itu dimana surga sebagai wajah dari RidhaNya dan neraka dari MurkaNya, mohon maaf jika kami salah memahami tulisan Ustadz. 

Sinar Agama: Hendi: Itu bukan tambahan, tapi sangat pengulangan dari catatan-catatan yang telah lalu. 

Sinar Agama: Firdaus: Sudah benar yang antum pahami sekarang ini. Jadi, perjalanan itu hanya perjalanan dalam khayalan, bukan yang sesungguhnya. Yakni dari khayalan memiliki wujud kepada menyerahkan wujud. Dikatakan khayal karena kita yang merasa wujud, bukan pemilik wujud yang sebenarnya. Jadi, suluk itu hanya untuk menyadarkan khayalan yang salah tersebut. Karena itu, dalam penjelasannya juga sering dikatakan seperti yang dinukil antum itu, yaitu “kepada Tuhan menjadi” sebagaimana Tuhan sendiri mengatakan hal itu di ayatNya sebagaimana maklum (QS: 3: 28). 

Jadi, perjalanan itu hanya dari esensi ke esensi. Yakni dari esensi yang merasa memiliki wujud ke esensi yang mengimani bahwa ia tidak punya wujud dan menyerahkan khayalannya atau kemerasa-wujudannya itu kepada yang memilikinya secara hakiki. Padahal, tidak ada yang diserahkan oleh esensi itu karena ia memang tidak wujud. 

Bande Husein Kalisatti: Bagaimana cara membunuh kemerasaanwujud Ustadz Sinar Agama? Afwan. 

Sinar Agama: Bande: Kan sudah sering diterangkan bahwa untuk menggempur kemerasaanwujud itu dimulai dari mengempur diri dari menentang Tuhan. Karena itu belajarlah dengan benar akidah dan fikih dan amalkan hingga tidak ada kesalahan lagi dan tidak ada dosa lagi. Ketika kita sudah lepas dari semua dosa, gempurlah diri kita itu di tingkatan berikutnya, yaitu meninggalkan makruh. Meninggalkan dosa dan makruh ini, mesti dengan hati dan badan. Jadi, hati membencinya dan badan menjauhinya. 

Ketika sudah tidak melakukan dosa dan makruh, maka barulah belajar menghilangkan hal-hal yang lebih kecil dalam mempertahankan kemerasa beradaan wujud itu, yaitu menyukai yang halal. Jadi, yang halal ini memang boleh dimakan dan pakai, tapi tidak boleh dengan rasa suka. Karena suka, akan menebalkan kemerasa beradaannya. Jadi, lakukan yang halal tapi tidak dengan rasa suka, terlebih terikat kepadanya. 

Sebenarnya, sejak dari berusaha meninggalkan kesukaan kepada yang halal inilah, suluk itu dimulai, Karena itu, ayatullaht Jawodi Omuli hf mengatakan bahwa orang yang masih menyukai yang makruh, walau ia sudah meninggalkan dosa sama sekali, jangankan menjadi pesuluk, menjadi murid pesuluk saja tidak mungkin. Di tempat lain mengatakan bahwa orang yang masih menyukai yang mubah, ia tidak akan pernah jadi pesuluk. 

Ketika sudah meninggalkan yang mubah dengan hatinya (tidak dengan badannya), maka ia sudah mulai akan bersentuhan dengan alam ghaib, kasyaf dan karamah. Nah, untuk menggempur kemerasaberadaaannnya itu, ia harus meninggalkan rasa sukanya kepada yang ajib-ajib dan yang hebat-hebat itu, seperti kasyaf dan semacamnya itu. 

Setelah ia meninggalkan semua itu dengan hatinya, maka ia akan melihat surga atau lauhu al- mahfuzh. Tapi ia tidak boleh menyukainya. Begitulah sampai ke Akal-satu. Dan ia tetap tidak boleh meyukai apapun selain Allah. Ketika itulah ia fana. Dan ia tidak boleh menyukai fana’nya karena itu ia akan fana’ dalam fana’. 

Ketika seseorang sampai ke tingkatan fana’ di dalam fana’ inilah maka ia baru bisa melepaskan wujud itu, yakni melepaskan kemerasaanwujud tersebut. 

Praktik rincinya bisa merujuk ke catatan “Suluk Ilallaah” yang baru dua seri (kuingat) dimana ia akan berlanjut dengan ijinNya. 

Edewan Abdul Majid: Dalam suatu peribadatan, itu ada namanya toleran, terutama kondisi dan keadaan yang tidak memungkinkan, ibadahpun tanpa materi itu enggak jalan, sekarang ini patokannya menjadi di persempit oleh kaidah-kaidah yang sifatnya keadaan yang mendukung, sementara dalam keadaan seperti ini apakah itu menjadi suatu permaslahan?, jika di bandingkan menjual kepiting dan menjual riba, mana yang lebih afdol?. 

Bande Husein Kalisatti: Iya Ustadz, syukron, antum sering menjelaskan, tapi ana ingin dijelasin lagi maklum murid bandel dan bebal he he... 

Edewan Abdul Majid: Makruh dan haram telah di jual manusia, mana yang lebih baik?. 

Edewan Abdul Majid: Atas dasar apa makan dan memelihara kepiting untuk demi seuap nasi itu haram? Kenapa yang berkerja di perbankan dengan potensi RIBA gila-gilaan tidak diharamkan? Kalau kamu berani haramkan yang kerja di bank, aku akan haramkan penjualan dan makan kepiting. 

Firdaus Said: Ya. Ilahi setiap kita mengulangi membaca cattan WW dari penjelasan Ustadz, semakin kuat keinginan untuk membakar habis diri ini, - tapi tidak semudah membakar kayu bakar kemerasaanmemiliki diri inilah sebagai sumber segala musibah dalam hidup akal ini telah mengetahui ke Wahdatul Wujud, tapi selalu saja dalam kehidupan sehari-hari kemerasaanwujud begitu kuat. 

HenDy Laisa: Ustadz Sinar Agama> Terimakasih atas pengulangan penjelasannya. 

Sainichi Maeda: Membahas wahdatul wujud atau yang lainnya yang berhubungan dan sesuai dengan marja` kalian masing-masing tapi ingat, lapisan alam berbeda beda. alam nasud (alam fisik) alam malakut (metafisik) alam jabarut (bahkan lebih luas dari metafisik) alam lahud (alam ketuhanan) dan Allah itu berada di alam yang lebih tinggi dari alam lahud boro-boro mau membahas tahu biodata Allah secara detail aja sudah merupakan karunia luar biasa ingat mas, om, Ustadz, pak atau siapalah Allah itu Tuhan semesta alam untuk siapa saja kalau mau menjadi orang yang bisa mempersatukan umat yang udah terpecah belah begini, berfikirlah dengan satu pemikiran yang mewakili segala cara berfikir seluruh umat di alam semesta kalau kalian pantas berarti kalian mampu menjadi pemimpin kalau tidak cukup sudah jangan bikin bingung kalangan- kalangan yang tak mampu (namun merasa mampu) untuk berfikir tentang Tuhan, eksistensi Tuhan, esistensi Tuhan, tentang epistimologi tentang ontologi atau ilmu yang lainnya cukup! biarkan imam mahdi (al-muntazhar) yang akan menjelaskan kepada kita semua. 

Gak usah banyak tingkah anda sekalian bukanlah bagian dari para marja`iyah atau sulukiyah atau yang lainnya. kalian bukan rahbar ingat Allah nggak suka orang-orang yang sok-sok-an islam tidak pernah roboh islam tidak pernah runtuh islam tidak pernah hancur jadi buang jauh-jauh pemikiran untuk menegakkan agama islam pemikiran untuk menjaga islam dan pemikiran-pemikiran yang lainnya kalian kan tidak mendapatkan Surat Mandat Kerja dari Allah untuk melakukan itu semua. dan yang udah dapet itu ada jadi kembalilah kepada yang udah dapet minta penjelasan melaluinya agar tidak kesasar pemikiran dan otaknya ala kulli hal Allah itu Tuhan untuk siapa saja dan apa bila akal kalian mampu mencerna perkataan siti jenar ( AKU ADALAH Tuhan ), berarti kalian sudah melewati tahap yang amat sangat jarang sekali orang mampu melewati tahap ini (aku adalah tuhan) by: siti jenar 

Sinar Agama: Edewan: Kalau antum sering membaca tulisanku dimana itu memang tidak wajib, maka antum pasti akan tahu bahwa Islam itu mengharamkan riba dan Begitu pula yang kerja di bank riba itu. dalam riwayat dari jalur Ahlulbait as, riba itu dibagi menjadi 60 bagian dimana dosa paling kecilnya, sama dengan zina dengan ibu sendiri di dalam ka’bah. 

Khommar Rudin: Allahumma shalli alaa Muhammad wa aali Muhammad 

Sinar Agama: Muchammad Husain (Sainichi Maeda): 

1- Kita sudah membahas hal-hal wahdatulwujud ini sekitar dua tahun. Kalau antum ada masa- lah, silahkan simak dulu tulisan-tulisan itu (16 seri) dan baru ngamuk-ngamuk disini. Kita tidak masalah antum mau mengamuk dan larang ini larang itu, tapi setelah membaca semua tulisan-tulisan itu. Tentu saja, setelah membaca catatan “Suluk Ilallah” yang baru 2 seri dari sekitar mungkin 75 seri. 

2- Ilmu irfan dan wahdatulwujud itu adalah ilmu argumentasi. Tentu saja, sebelum Mullah Shadra ra, sulit diargumentasi-i dan hanya mengandalkan kasyaf. Karena itu, mungkin antum lambat mendengar ini hingga menganggap bahwa mengerti wahdatulwujud atau hal-hal makrifatullah yang di atas filsafat itu adalah ilmu yang luar biasa. Memang, sesuai dengan palajaran kami di hauzah, untuk mengerti irfan ini harus belajar sampai sekitar 30-35 tahun (lihat kurikulum hauzah). 

Kami sudah memperlajari itu dengan ijinNya dibawah bimbingan para arif yang diwariskan Islam kepada kita. Itu kalau hanya masalah ilmunya. Lah, antum di sini ngamuk-ngamuk dan mengatakan kami-kami ini sok ini dan itu, dengan dasar apa? Bukankah antum ini yang sok ini dan itu, sok menstempel orang lain dengan sok, sok menasihati dengan tidak tahu lapangannya dan seterusnya. Afwan ana hanya mengimbangi tulisan antum. Jadi, jangan sakit hati.

3- Islam tidak pernah roboh hingga tidak perlu meniatkan diri untuk menegakkan Islam, kata-kata ini, tidak lain kata-kata para imperialis yang menipu muslimin dan kata-kata muslimin yang tertipu imperialis yang biasanya dikejawantahkan oleh orang-orang yang anti wilayatulfakih- mutlak. 

Allah Agung, Islam tidak pernah jatuh dan tetap nomor satu dan seterusnya tidak ada hubu- ngannya dengan kita. Allah Agung itu adalah Allah, tapi kita apa? Agama Islam itu tidak pernah roboh itu milik Islam, tapi kita apa? 

Allah Agung dan Islam Tidak Pernah Jatuh, itu urusan Tuhan dan Islam, bukan urusan kita. Urusan dan kewajiban kita adalah meninggikan diri kita dan menegakkan Islam. Yakni menegakkan Islam pada diri kita, keluarga kita dan sosial kita. Islam Agung itu adalah pada tempatnya. Tapi kita harus mengagungkan diri dengan Islam itu adalah tempat lain dan urusan lain. Nah, kita harus menegakkan Islam pada diri, keluarga dan sosial kita itulah yang diwajibkan agama dan akal serta merupakan kewajiban kita semua. 

Jadi, kita tidak boleh mengkhayal menegakkan Islam, karena ia bukan khayalan, akan tetapi karena ia merupakan kewajiban yang nyata. 

4- “Bukan marja’ dan bukan mandat” yang antum katakan, merupakan kata-kata usang para imperialis yang antum ulang lagi. Lah, antum kok tahu ada mandat-mandatan itu? Lah antum kok tahu bahwa kemandatan dan kemarjaa’an itu mengharamkan orang lain menjabarkan Islam? 

Lucu amat. Karena para marja’ yang bersusah payah menjelaskan Islam kepada murid- muridnya, begitu pula para pesuluk, selalu dan selalu, mewajibkan murid-muridnya untuk menyebarkan Islam ini. Yakni dengan argumentasi dan dalil serta kesabaran dan aplikasi. 

Loh kok tahu-tahu antum muncul dan mengatai kita orang-orang sok-sokan dan melarang kita melakukan diskusi-diskusi ini karena tidak punya mandat. Emangnya antum punya mandat untuk malarang ini. Atau, apakah antum punya dalil dari para marja’ dan pesuluk yang melarang kita berdiskusi agama ini? 

5- Mengembalikan masalah-masalah kepada imam Mahdi as. adalah langkah terakhir antum hingga tidak bertakiah lagi kepada kita. Karena seruan itu, memang seruan yang dimintai para orang-orang putus asa dan memang selalu yang dihembus-hembuskan para imperialis ketika ingin menjinakkan orang-orang Syi’ah dimana untuk menjinakkan orang-orang Sunni dengan cara lain, seperti mencipta Jama’ah Tabligh (yang ajaran intinya adalah melarang jihad dengan pedang kalau jihad nafsu belum selesai. Lah jihad nafsu itu kan tidak pernah selesai kecuali dengan ajal menjemput kita?). Banyak lagu-lagu syaithan yang diluncurkan oleh para imperialis itu hingga sekarang, untuk menjajah kita, apakah buminya, politiknya, harga bangsanya, ekonominya, militernya, pendidikannya dan seterusnya. 

Penutup: Ketika kata-kata favorit yang disukai “Aku adalah Tuhan”, dan komentar antum disini juga disebut sebagai suatu maqam, itu tandanya antum ketinggalan jauh dari pembahasan kita. Karena kata-kata itu adalah kata-kata sesat dan di luar Islam. Karena itu, kalau ada waktu ada baiknya kalau menelurusi catatan wahdatulwujudku yang sudah 16 seri itu. Wassalam. 

Ammar Dalil Gisting: M. Husain@: Antum itu tidak tahu bahwa sesungguhnya berkah kerja beliau yang tak kenal lelah itu dalam membimbing siapa saja yang mau, banyak sudah manfaat yang kami proleh dari tulisan-tulisan beliau (SA). Sehingga kami yang awam ini menjadi banyak tahu tentang apa dan bagaimana ilmu itu harus dipelajari, dipahami dan diresapi hingga akhirnya teraplikasi dalam kehidupan sehari-hari. 

Dan alhamdulillah dengan melalui catatan-catatan beliau (SA) kami bisa selamat dari perangkap para impelarialis yang menghendaki umat Islam selalu dalam kejumudan. 

Kami yang awam saja mampu memahami apa-apa yang beliau tulis dalam catatan-catatannya apalagi yang bukan awam? Kami tahu dan mengenal siapa beliau, biarkan manusia untuk mncari dan menggali ilmu tanpa harus didikte-dikte? 

Allahumma shalli ‘ala Muhammad wa äli Muhammad wa ‘ajjil farajahum!

MukElho Jauh: Allahumma Sholli ‘Ala Muhammad Wa Ali Muhammad

Bande Husein Kalisatti: @Muhammad husein, “Ngomong opo?” 

Zaranggi Kafir: Hehehe Edewan ngaku sering baca catatan Ustadz Sinar Agama tapi bacanya kecepetan kalee. Muchammad Husain ngamuk-ngamuk karena apa yee? Ane juga kagak ngarti dengan omongannye hehehehe 

Sainichi Maeda (Muchammad Husain): Waduuhh parah sumpah aku tidak ngatain ustadz kalian tapi ku hanya mengingatkan kalian SEMUA tanpa terkecuali termasuk diriku sendiri mau siapa kek, ustadz kek, kiyai kek, ulama kek, tetek bengek kek semuanya manusia biasa tidak ada yang di jamin kema`shumannya cuman imam Mahdi yang pantas untuk kita beri pertanyaan yang bikin otak kalian ruwet ini ilmu bolehlah banyak, gelar boleh lah tinggi, pengalaman boleh lah luas, tapi kalau itu sesat or salah or ngebingungin orang lain or malah bikin madlorot or apalah gimana coba? songong amat ngerasa dirinya paling-paling lu sapanya Tuhan hah? Sapa nya islam coba? cuman umatnya nabi Muhammad aja belagu wong nabi aja tidak ngajarin tuk jadi orang belagu umatnya nabi lain kali ya tapi ngaku jadi umatnya nabi Muhammad heemm butuh penjelasan ekstra memang wat orang-orang yang tinggi hati dan cara berfikirnya biarin imam Mahdi ajalah yang ngejelasin ntar lu lu pada bilang gue songong juga lagi hadeuuhhh 

Sainichi Maeda: (Muchammad Husain): @ Sinar Agama: beuuh parah dah Siti Jenar emang dijauhi ama wali songo tapi bukan berarti dia sesat dong!! antum aja yang tidak ngerti secara terperinci maksud Siti Jenar ngomong itu apa. Siti Jenar awalnya bagian dari wali songo, tapi karena cara berfikirnya terlalu ekstrem maka wali songo memilih untuk melepas Siti Jenar dari wali songo karena cara penyebaran islam yang digunakan walisongo adalah lemah lembut karena otak orang Indonesia itu otaknya budak kalau tidak dipukul, dibentak, dicaci, dikerasi, dan lainnya ga bakal ngerti. jadi kasian deh nih ya kalau emang buku antum itu baik benar mudah dipahami memberikan suatu pencerahan yang mana para pembaca tidak bakal nemuin di buku lain waduuhh udah best seller dan go internasional lah emang buku antum udah segitu tingkatnya? Buku antum dah ngelebihin tingkat nahjul balaghah ta? Kok sampe di bangga-banggain gitu? maaf kalau terlalu kasar coz gue makhluk kasar kalau makhluk halus tidak bakal punya facebook and bisa comment begini 

Sainichi Maeda (Muchammad Husain): @ Sinar Agama : (lagi) bukannya gue make pemikiran imperialis atau apalah memang kita butuh guru memang kita butuh yang lainnya untuk mengetahui apa yang kita belum ketahui tapi guru yang seperti apa? imam Khomeini nyuruh kita untuk bertanya kepada imam ali Khomenei setelah beliau tapi, coba baca berita-berita tentang masalah politik di IRAN rahbar sendiri dimusuhin oleh kalangan yang mengaku umat Nabi yang mengaku lebih pantas menerima dari pada rahbar (Ali Khomenei) apa itu yang kalian andalkan? apa orang- orang yang berguru pada orang yang salah yang anda andalkan? Nabi aja memerintahkan setiap umatnya membaiat Ali bin Abi Thalib bahkan baiat itu masuk kedalam syahadat yang mana malah menjadi syarat di hari akhir kelak saudaraku sekalian hidup itu cuman sebentar di jalan banyak ranjau jangan salah menginjak gara-gara kita mengandalkan ego, fanatism, emosi dan sebagainya setiap manusia memiliki sesuatu, dan segala sesuatu yang dimiliki manusia, sekecil apapun itu pasti akan dimintai pertanggung jawaban gue lupa dalilnya sebab dah lama tidak buka kitab-kitab enakan baca Qur'an tapi sayang, tafsiran ala khalifatuna maulana ’Ali bin Abi Thalib tidak ada coba ada mantap pastinya 

Zaranggi Kafir: Hehehehe jelas ente ntuh anti wilayatul faqih Muchammad Husain, ane kagak pinter-pinter amat ye tapi ane paham dikit ente ntuh berusaha mendiskreditkan Ustadz Sinar Agama yang telah banyak memberi pencerahan kepada kami-kami yang memang bodoh ini hehehe 

Coba baca aje ntuh komen Ustadz yang ane rasa mudah dipahami, gamblang en argumentatif serta masuk akal hehehe. Untuk Ustadz Sinar Agama yang ane kagumi, sabar aje Tadz hadapi orang model gitu, seperti biasa pasti Ustadz bisa patahkan argumen orang ntuh dan ane seribu persen dukung Ustadz hehehehe. 

Grey Landau: Ana al Haq ! 

Zaranggi Kafir: @much Husain, ente blom tau sedang berhadapan dengan siape, saran ane baca- baca aje dulu catatan wahdatu al wujud dari Ustadz Sinar sebelom ente ngoceh ngalor ngidul, kagak ada salahnye ente baca kan?hehehe 

Kalau ente anti pilsapat kagak perlu ente ngomong kayak gini sekali lagi ane yang fakir dan masih belajar cuma bisa omong yee ente kagak tau keilmuan Ustadz Sinar jadi gak usah merasa selepel ame beliau dalam diskusi ilmu afwan Ustadz Sinar kalau ane kelihatan agak gerah dengan omongannye si Much Husain ini ke antum, hehehe 

Sainichi Maeda (Muchammad Husain): So what gitu whatever see the truth huh 

HenDy Laisa: Muchammad Husain> Diskusilah dengan argumen jangan pakai emosi 

Mencari Guru: Engkau adalah “aku” andaikan bukan karena kemakhlukanku engkau tidak akan ada 

HenDy Laisa: Mungkin dengan kita membaca ulasan Ustadz Sinar Agama dalam catatan wahdatul wujud kita akan bisa memahami masalah postingan di atas 

Fitrah Zahra: Makanya jangan berandai andai hehehehe 

Zaranggi Kafir: Hehehe Muchammad Husain ente kehabisan amunisi argumen ye 

Ammar Dalil Gisting: Akhina Zaranggi, Sabar saja, Kita memang butuh orang-orang seperti M.Husain, Dunia butuh orang-orang semacam dia? Agar DUNIA tahu akan kecemerlangan ajaran kebenaran yang diemban orang-orang benar. 

Karna memang kebenaran perlu dibenturkan/digosok agar ketahuan aslinya, Anggap saja batu asah yang digunakan untuk megosok benda tajam, akan semakin tajam bila sering digosok, sementara batu asahnya sendri akan mengalami penipisan/gerang yang akhirnya patah dengan sndirinya. Buktikan saja nanti ! 

HenDy Laisa: Ammar Dalil Gisting> Ahsantum akhi, bagusnya jika dalam koridor diskusi yang benar sehingga kita-kita yang awam bisa memilah dan tercerahkan 

Wirat Djoko Asmoro: Aku datang dari Allah dan akan pergi kepada Allah,(sufi) 

Yuli Karel: Perjalanan mencari Tuhan hen 

Sinar Agama: M Husain (Sainichi Maeda): 

  1. Kalau imam Mahdi as yang perlu diikuti dan yang lain harus dijauhi, maka kamu harus dijauhi. 
  2. Bingung itu banyak modelnya. Ada yang karena tidak mudeng (tidak ngerti masalah) atau tidak paham, maka ini namanya harus belajar. Kalau orang tidak pernah sekolah kedokteran lalu membaca tulisan dokter dan membingungkan, maka bukan berarti yang ditulis dokter itu menjadi mudharat. Tapi yang baca itu harus sekolah dulu. 
  3. Yang ruwet itu adalah orang yang hanya bisa membuat dakwa tanpa argumen sedikitpun. yang kamu bingungi itu apa. 
  4. Kalau yang bukan makshum tidak terjamin, terus yang menjaminmu itu apa? Karena itulah, kalau kamu tetap tidak memakai argumen dalam permasalahan yang dibahas, maka kamu selamanya akan tetap tidak terjamin. tapi kalau menggunakan akal dan argumen yang diberi Tuhan, maka kamu akan keluar dari kebingunganmu itu dan akan masuk ke dalam keyakinan. 
  5. Kalau hanya makshum yang terjamin, maka buat apa makshumin mengajar yang tidak makshum? Toh nanti yang akan dipahami yang tidak makshum itu kan tidak terjamin juga? Karena itulah, para makshum as itu mengajar kita argumentasi supaya kita paham yang diajarkan mereka. Ketika para makshum as itu diutus Tuhan mengajar yang tidak makshum, artinya bahwa kita-kita ini bisa memahami dalil-dalil yang makshum itu hingga mencapai kebenaran yang makshum. Yaitu dengan dalil gamblang. Karena itu dalil gamblang itu menempati derajat ke dua setelah makshum. Masalah satu tambah satu sama dengan dua itu tidak makshum? Begitu pula tentang memahami agama ini. Tentu kalau kamu mau belajar. Kalau kamu belajar, maka kamu tidak akan jualan dakwaan tapi akan jualan argumen.
  6. Tentang Siti Jenar itu mah terserah kepada hakikatnya saja. Karena sejarah yang kita tahu sekarang itu, belum tentu benar penukilannya. Bisa saja “Aku adalah Tuhan” itu tidak pernah dikatakan siti Jenar. Tapi kalau dikatakan maka Siti Jenar benar-benar salah. Karena “aku” adalah “esensi”, bukan “wujud/eksistensi”. Lalu kalau demikian halnya, maka kapan esensi bisa menjadi eksistensi. Kan kalau mengatakan “Aku adalah Tuhan”, sama dengan mengatakan “Aku adalah wujud” atau “Esensi adalah eksistensi”? 
  7. Kalau masalah best seller itu mah urusan pasar. Yang kumaksud adalah bacalah tulisanku yang justru gratis di fb ini. Bandingin tulisan kok dengan Nahjul balaghah? Kitab itu sudah ratusan ribu dicetak atau sudah jutaan. Bagaimana bisa menyainiginya? Dan kalau ada kitab yang tidak bisa menyainginya, apakah berarti kitab itu salah? Kalau Begitu tulisanmu di fb ini jelas salah donk, karena bukan hanya tidak bisa menyaingi Nahju al-Balaghah, tapi justru tidak ada pembelinya sama sekali. 
  8. Ketika imam Khumaini ra mengusulkan Rahbar hf menjadi pemimpin Iran, lalu usulan itu disetujui oleh majlis Khubregon (para ahli) yang menetapkan pemimpin tertinggi Iran, maka beliau hf menjadi pemimpin Iran. Akan tetapi, bukan makna dari usulan imam Khumaini ra itu adalah melarang umat belajar ke orang lain. Kalau tidak boleh belajar ke orang lain, maka antum selama ini belajar ke siapa? Dan kalau belajar ke Rahbar hf, maka mana kata Rahbar yang melarang umat untuk belajar ke selain beliau hf? 
Antum ini persis seperti pencuri teriak pencuri. Karena antum menyuruh kami kepada sesuatu yang antum sendiri melanggarnya. Karena antum tidak memakai satu patahpun kata-kata Rahbar hf. Sementara kami yang sudah belajar ke Rahbar hf dengan berpedoman kepada fatwa-fatwanya dan belajar ke orang-orang yang menaati beliau hf di hauzah yang dipimpin oleh beliau hf sendiri (karena ketua hauzah untuk orang-orang luar negeri itu dipilih beliau hf sendiri). 

Betul juga kata-kata antum itu. Ketika belajar ke guru yang tidak jelas juntrungannya (asal dan tujuannya) seperti antum ini, maka akan sesat dan menyesatkan. Karena itu, maka belajarlah kepada yang nyambung ke Rahbar hf dengan bukti yang nyata dan argumen yang jelas, supaya antum selamat. 

Lagi pula, dalam Syi’ah, kalau akidah, tidak cukup dengan taqlid kepada siapapun, sekalipun kepada kenjeng Nabi saww sekalipun karena kalau hal itu terjadi, Tuhan mengatakan dalam Qur'anNya, bahwa ia masih ikut-ikutan dan belum beriman secara hakiki (QS: 49: 14). Wassalam. 

Ammar Dalil Gisting: Allahumma shalli ‘alaa Muhammad wa aali Muhammad wa ‘ajjil farajahum wa ahlik a’da-ahum ! 

Sainichi Maeda: (Muchammad Husain): Berfikirlah secara objektif, sebab Nabi dah tidak ada, mentang-mentang gue yang bilang, omongan gue lu sepelein? Beuuhhh, ya udah lah, gue mengalah aja tapi untuk menang. 

Sainichi Maeda: (Muchammad Husain): Gue tidak ikutan lagi dah, iya aja dahh. 

Sinar Agama: M Husain (Sainichi Maeda): Semoga Tuhan menunjukimu dengan apa-apa yang kamu katakan sendiri. Karena yang kamu katakan itu, tidak ada yang mengena kepada kami dan benar-benar hanya mengena pada dirimu sendiri. Semoga kamu terlindungi dari sejarah dan pengalaman yang tidak baik dari orang-orang yang mendahuluimu. Ana mendoakanmu setulus hati. Dan kalau nanti ada kesempatan, coba-coba lihat tulisan-tulisanku dan kalau ada apa saja yang tidak kamu pahami darinya atau dari tempat lain, maka silahkan tanyakan dan diskusikan. 

Tapi kebiasaan kami, selalu pakai dalil dan tidak pakai dakwaan murni. Karena dakwaan murni tidak diajarkan oleh agama apapun. Karena itu para Nabi as, selalu mengajarkan umatnya untuk berargumen dalam kebenaran mereka dan tidak ada yang mengajarkan hardik menghardik. 

Aku tidak menjamin bisa menjawab pertanyaanmu walau sudah puluhan tahun belajar di hauzah, karena ilmu itu tidak ada batasnya. Tapi setidaknya, aku bisa mencobanya untuk membantumu. Itu kalau kamu mau tentunya. Wassalam. 

Sainichi Maeda: (Muchammad Husain): amieennn, ya, gue pikir-pikir lagi, bokap gue juga ngingetin gitu kok. dia yang ngajarin gue tentang semuanya, tapi yang gue serap dari ilmunya tidak nyampe 20 persen, masih banyak lagi, satu-satunya keinginan yang belum kesampean olehnya adalah berangkat ke IRAN, ketemu ama rahbar Ali Khomenei, ziarah ke makam para imam a.s, imam Khomeini, and final anak-anaknya pada nerima semua ilmu yang dia punya, gue emang agak kasar, tapi bokap gue tidak kok, peace, love and respect, salute to our prophet Muhammad and his families. 

Sukaenah Azzahro: Kenapa M Husein ganti nama menjadi SAINICHI MAEDA? dari sering-sering ganti nama saja kita sudah tahu kalau orang ini gak jelas, yang keluarpun (argumen) nya gak jelas. seperti orang gak lulus SMU (maaf). Saya menasihati antum dan diri saya sendiri. supaya antum lebih merendahkan hati untuk belajar, membuang sifat sombong, dan lain-lain. 

Sastro Widjoyo: @sainichi. Sebelum komentar harusnya ukur dulu seberapa ilmu yang engkau telah serap, beliau Sinar Agama itu sudah merelakan waktunya belajar sampe sekarang untuk mencari ilmu di hauzah, biarpun aku ini belum ketemu beliau, dari catatan atau rekaman pelajaranya, beliaulah yang paling kuat dalam argumenya, beda sama orang-orang baru mengenal sy’iah terus bikin yayasan/organisasi yang ujung-ujungnya nyari duit. Biar dapat sumbangan pasang plang besar deh pasti dapat sumbangan, emang bokap mu siapa? Orang Syi’ah kah? atau orang Sunni? Kalau bokapmu orang Syi’ah pasti kenal sama Ustadz S.A? 

Wassalam.


اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وآلِ مُحَمَّدٍ وعَجِّلْ فَرَجَهُمْ

Rabu, 14 November 2018

Fikih Versus Wahdatulwujud ?



Seri tanya jawab Heri Widodo dengan Sinar Agama
by Sinar Agama (Notes) on Tuesday, November 6, 2012 at 9:12 pm

Heri Widodo: 12 Agustus, Assalamualaikum...wr wb. Ustadz Sinar Agama, ketika fokus ke perihal fiqih di setiap kondisi, apakah hal itu tidak akan jadi Tuhannya? Afwan.


Sinar Agama: Salam dan terimakasih pertanyaannya: 

Ketika orang fokus pada fikih, hal itu kan ada sebabnya bukan? Apa sebabnya? Sudah pasti karena ingin menaati Tuhan. Nah, dengan demikian, fokus kita ke fikih itu, tidak akan menjadikan fikih tersebut sebagai tuhan, terlebih Tuhan. 

Lagi pula, bukankah fikih sendiri mengatakan bahwa Allah mewajibkan belajar fikih di mana kalau tidak belajar berarti akan didosa oleh Allah? Artinya, bukankah dengan demikian, berarti kefokusan kita kepada fikih itu berarti karena perintah Allah dan karena kita telah menTuhankanNya? Jadi, fokus kepada fikih itu, karena kita telah menTuhankan Tuhan/Allah. 

Lagi pula, bukankah fikih sendiri yang mengatakan bahwa kalau ingin dapat pahala dari ketaatan kita, seperti belajar fikih, mengamalkan fikih ... dan seterusnya.. harus diniatkan karena Allah? Terus dari mana kemungkinan datangnya penuhanan pada fikih, kalau kita fokus pada fikih? 

Lagi pula, fikih sendiri yang mengatakan bahwa pahala itu adalah bonus dari Tuhan, bukan bayaran kita dan hak kita. Artinya, bonus bagi yang diridhaiNya. Jadi, kalau ingin mendapat ridhaNya, maka melakukan ketaatan seperti belajar fikih, mengamalkan fikih ..dan seterusnya itu harus dikarenakan Allah. Kalau demikian halnya, lalu dari mana kekhawatiran penuhanan terhadap fikih yang ia sendiri menTuhankan Tuhan dan memerintahkan kita untuk mengkarenakan pada Tuhan dalam setiap tindakan dan perbuatan???!!! 

Anjuran: 

Berhentilah mendengar nyanyian-nyanyian orang-orang pluralisme, sok shufi dan sok wahdatu al-wujuud. Wassalam.

Khommar Rudin: Allahumma shalli alaa Muhammad wa aali Muhammad. 

Bande Husein Kalisatti: Pikiran dari mana tuh..kok bisa fokus pada fiqih, dikatakan fiqih jadi Tuhan. 

Heri Widodo: Efek dari tiap detik berpikir tentang fiqih hingga yang setiap saat ada dibenaknya tersebut lebih sering muncul dibanding Tuhan. 

Bande Husein Kalisatti: Heri Widodo : Allah memerintah manusia taat padaNYA melalui ketaatan pada Rosul dan Ahlul Baith as, Rosul dan Ahlul Baith mengajarkan bagaimana cara taat kepada Allah swt.. salah satu ilmu dari Rosul saww dengan belajar dan mengajarkan Fiqh... seperti dalam hadit-hadits yang banyak ditulis di buku bahwa ilmu yang wajib dipelajari dan akan membawa kebahagian dunia dan akherat adalah 1. ilmu prinsip-prinsip Islam (ushuludin) 2. Ilmu akhlak 3. Ilmu Fiqh... afwan cuma nambahin.. itu yang ane inget.

Sinar Agama: Heri: Kemunculan itu harus disempurnakan, yaitu karena mau mengikuti perintah Allah. Jadi, kelebihseringan munculnya fikih tersebut, adalah fikih yang karena dibuat Allah dan menuju ke Allah serta karena Allah. Mengapa antum seperti sedang memversuskan fikih dengan Tuhan???!!! 

Sang Pencinta: Mungkin kesalahan ada di cara berpikir mengapa mengkonfrontasikan fiqih dengan Tuhan, justru fiqih itu adalah representasi hukum Tuhan melalui ijtihad marja, afwan. 

Heri Widodo: Pengertian Dari Hakekat Eksistensi yang Selalu Ada hingga meniadakan yang selainNYA, termasuk fiqih. Berfiqih namun melupakanNYA. 

Sinar Agama: Heri, antum ini, kalau sudah fana’, mengapa tanya-tanya fikih? 

Lagi pula, siapa yang mengatakan fikih itu eksis? Emangnya kalau kita katakan hanya Tuhan yang ada, lalu yang lainnya itu tidak bisa dikatakan esensi dimana termasuk fikih? 

Kalau antum mencampur dua urusan itu, fikih dan irfan, dimana pembedaannya harus ada di hati dan akal kita, maka kalau antum campur, tidak akan pernah ke fikih dan tidak akan pernah juga ke irfan. Mengambang sampai tidak ada batasnya kecuali kematian. 

Wassalam. 

Bande Husein Kalisatti and 15 others like this. 

Nanang Agus Satriawan: Waduh kok judulnya Fikih VS wahdatul wujud? Emang di mana pertentangan antara Fikih dan wahdatulwujud Ustadz? 

Nanang Agus Satriawan: Berpegang pada Fikih tidak harus menutup akal dan hati, karena kalau sampai demikian maka itulah yang di sebut dengan menuhankan ajaran.. 

Khusnul Chotimah InAh: Fikih itu ilmu alat, sedangkan tujuannya adalah ubudiyyah (penghambaan). Untuk menuju ke tujuan yang diinginkan kita butuh alat. Gitu aja kok repot. 

Sinar Agama: Zaranggi, benar seperti itu. 

November 10, 2012 at 7:34 am


اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وآلِ مُحَمَّدٍ وعَجِّلْ فَرَجَهُمْ

Senin, 20 Agustus 2018

Lensa (Bgn 9): Tentang Shufi




Oleh : Ustad Sinar Agama 
Oleh Anggelia Sulqani Zahra pada 28 Juni 2011 pukul 19:03


Shufi itu adalah orangnya dan tashawwuf adalah ajarannya. Jadi tidak beda dari keduanya. Dan pada awalnya shufi ini dikatakan kepada orang yang meninggalkan sosial dan pergi ke gunung atau gua-gua untuk menyendiri dan meninggalkan semua kemewahan hingga hanya memakai baju paling sederhana, yaitu bulu domba yang karenanya mereka dikenal dengan Shufi (yang memakai bulu domba). Sebagian orang mengira menafsirkan shufi dengan suci atau bersih, padahal yang bermakna bersih itu adalah Shafwan atau Shafaa’, bukan Shufi yang bermakna bulu domba. Akhirnya kata Shufi itu ditetapkan atau dinisbahkan kepada orang yang mengejar wahdatulwujud.

Di sini, mereka dibagi menjadi dua, ada yang shufi beneran, yang lurus jalannya, dan ada pula yang sok shufi yang dikatakan oleh Mulla Shadra ra sebagai Mutashawwifah, yakni sok shufi atau demam shufi. Tanda beda yang membedakan kedua kelompok itu, yakni yang menyimpang dan yang benar, adalah: Yang menyimpang memiliki ajaran Ittihad (menyatu dengan Tuhan) dan Hulul (disatui Tuhan), dan dalam ajarannya mereka mengajarkan wirid-wirid bersama, wirid-wirid tertentu dan meninggalkan dunia secara mutlak, artinya hidup miskin dan meninggalkan semua kegiatan sosial.

Sedang yang benarnya adalah yang juga disebut dengan ‘Arifin atau orang-orang Arif atau juga Irfan. Mereka mengejarkan wahdatulwujud dan mengajarkan juga pencapaiannya dengan jelas dalam pengajaran-pengajaran mereka atau dalam kitab-kitab mereka. Di sini tidak ada Hulul dan Ittihad itu, karena selainNya tidak ada, hingga bisa dimasuki atau dihululiNya atau menyatu denganNya. Dan caranya adalah dengan meninggalkan yang haram dan makruh dengan hati dan amal, lalu meninggalkan dengan hati tanpa amal apa-apa yang dihalalkan, disunnahkan, diwajibkan, dianjurkan, karamat, surga, ....dan seterusnya.

Artinya semua itu dilakukannya bukan atas dasar suka, tetapi karena ingin mencapaiNya, yakni ingin membuang tabir yang ada pada dirinya dimana karena tabir itu ia telah merasa ada, merasa bahwa selainNya itu juga ada. Jadi, semua perbuatan baiknya dan menjauhi amal-amal buruk, dan stersunya dikarenakan ingin merasakan hakikat ketiadaan selainNya. Artinya orang yang mensucikan dirinya dari selain Tuhan. Orang-orang seperti ini sudah jelas ada sejak Nabi Adam as. Karena Nabi Adam as adalah insan kamil pertama. Akan tetapi thariqat-thariqat yang ada di antara para shufi dalam Islam ini sangat hingar bingar. Alias tidak bisa dipastikan yang mana yang benarnya.

Deteksi pentingnya adalah, karena Nabi saww mengatakan bahwa syariat itu adalah perkataannya/ ajarannya, thariqat itu adalah perbuatannya sedang hakikat itu adalah capaiannya, maka deteksi yang paling penting adalah : 

a. Apapun ajaran yang akan dilakukan harus bersumber kepada Islam yang argumentatif. 

b. Apapun capaian yang akan dicapai harus tetap berdasar kepada sebab capaiannya itu, yakni syariat. Jadi tidak siapapun bisa meninggalkan syariat, karena dengan meninggalkannya maka ia akan kembali jatuh ke tempat semula. 

Pembersihan sering dikatakan shufi, oleh karenanya maka bisa dikatakan sebagai filosof, seperti Plato yang mengandalkan pembersihan diri dalam memahami yang, dikenal dengan filsafat Isyraq (iluminasi). Tetapi kalau shufi yang shufi yang sekalipun tidak menyimpang itu, sangat anti terhadap filsafat hingga mereka mengoloki filosof dengan mengatakan “siang tidak bisa diterangi dengan lilin”. Oleh akrena itulah maka Mulla Shadra ra telah berusaha dan berhasil memadukan konsep hati yang dimiliki shufi-lurus, dengan filsafat yang dimiliki filosof-Masysya’ (parepatetik), hingga menjadi Filsafat Muta’aliah (filsafat tinggi Mulla Shadra-i). 

Khommar Rudin, Pasky Wind dan 7 orang lainnya menyukai ini. 

Uki Jafar: Syukron. 

Siti Handayatini: Love 2 C U back here to assist Pak SA, Anggelia! Love & lights... 

30 Januari 2012 pukul 22:51 · Suka · 1


اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وآلِ مُحَمَّدٍ وعَجِّلْ فَرَجَهُمْ