Minggu, 28 Februari 2021

Penjelasan Hadits Wahdatul Wujud


Oleh Ustadz Sinar Agama http://www.facebook.com/groups/210570692321068/doc/324613260916810/ Oleh Anggelia Sulqani Zahra pada 2 Februari 2012 pukul 17:52


Abdul Malik Karim: Coba terangkan satu dalil ucapan imam ahlul bait yang shahih dari kitab- kitab hadits syiah.


Sinar Agama: Cukup bagimu khutbah pertama Najhu al-Balaghah:


“Dia -Allah- bersama setiap sesuatu, tetapi tanpa dengan mengiringinya, dan bukanlah Ia itu setiap sesuatu, tapi tanpa memisahinya.”

Adulmalikabdullah: ngakak sama kamu ini kadang. Nahjulbalaghah kok dibilang dari mana kamu tahu. Ra’syih. Dan, kamu sebaiknya ngaji aja dan belajar baru diskusi. Wong dasar-dasarnya saja tidak tahu, kok mau membahas masalah seperti ini. Tuh tengok tulisan-tulisanku tentang hal ini yang sudah belasan seri itu, baru kamu ngobrol tentang hal ini, atau belajar ke orang lain yang pintar dan baru setelah kamu ada isi, kita bincang-bincang lagi. Kalau ingin paham kata-kata imam Ali as di atas, maka kamu harus belajar dulu. Saya tidak akan menjelaskannya padamu karena di samping sudah ada tulisan sampai belasan seri, juga karena kamu biasanya sering buat onar saja dan menjadikan diri kamu sebagai antek Israel dan wahabi, seperti dengan melancarkan serangan-serangan pada Iran dan Syiria yang jelas-jelas anti Israel dan jelas disebabkan hal itu dimusuhi dunia dan wahabi/ Saudi.

Lagi pula, selagi Tuhan kamu adalah tuhan wahabi yang materi, maka bagaimana mungkin kamu bisa paham Tuhan yang non materi itu? Ketika tuhan kamu itu materi yang duduk di ‘arsy, lalu turun ke langit tiap waktu sahar (dimana berarti tidak pernah naik lagi karena sahar tidak pernah pergi dari bumi), dan nanti di akhirat akan dilihat dengan mata di surga seperti bulan purnama, tetapi ketika tidak diakui oleh orang-orang surga terus membuka membuka (shahih Bukhari hadits ke: 7439) hingga diakui dan disujudi. Nah, ketika tuhan kamu adalah tuhan wahabi yang materi ini, lalu mana bisa memaknai kata-kata imam Ali as itu dengan benar. Karena itu, tentu saja kamu akan memahaminya bahwa tuhan bergandengan tangan dengan manusia dan para makhluk ketika dikatakan bersama makhluk sebegaimana kamu akan katakan bahwa nanti tuhan kamu akan datang berbaris dengan malaikat di surga.

Sedang ayat-ayat yang berkenaan dengan tamu nabi Ibarahim as dan nabi Luth as itu, yaitu yang berupa malaikat as itu dan yang dipertanyakan antum itu, yaitu yang berkenaan dengan ilmu dan keadaan para nabi as tersebut dalam menhadapi para tetamu tersebut, maka dapat dijelaskan secara ringkas sebagai berikut:

(a). Malaikat itu semuanya dari nur dan non materi. Tetapi ada yang Barzakhi (non materi yang memiliki sifat-sifat materi seperti bentuk, rasa, warna ...dan seterusnya) dan ada juga yang Akli (non materi yang sama sekali tidak memiliki sifat-sifat apapun dari materi walau bentuk, warna , rasa dan lain-lainnya).

(b). Malaikat yang mengurusi bumi atau materi, baik urusan binatang, pohon, manusia dan agama, adalah malaikat Barzakh, seperti malaikat jibril as.

(c). Malaikat-malaikat ini walau ia adalah non materi, akan tetapi dapat bertajalli sesuai dengan bentuk-bentuk dan warna-warna materi, seperti manusia dan semacamnya. Persis seperti para nabi as yang mengeluarkan mu’jizatnya dengan perintah Allah swt. Artinya, ruh atau non materi yang lainnya, kalau ia kuat, maka ia bisa mengontrol apapun materi sesuai dengan ijin Allah yang sudah diperaturankan pada makhluk-makhlukNya.

(d). Para filosof seperti ayatollah Jawodi Omuli, mengatakan bahwa pentajallian malaikat ini sebenarnya tetap dalam bentuknya yang non materi barzakhi tersebut, karena itu bagi yang melihatnya, akan tetap dapat melihatnya walau dengan menutup mata, sekalipun biasanya tidak pernah sadar untuk menutupnya atau mengetesnya.

(e). Ketika mereka menjelma atau bertajalli ke alam materi ini, maka siapa saja yang dikehendakinya akan dapat melihat mereka, baik karena kebaikan yang dikehendaki itu sesuai dengan kehendaknya atau karena keburukan atau karena syafaat nabi yang bersangkutan seperti para shahabat Nabi saww yang mana baik yang berada di tingkatan iman yang rendah atau yang munafikpun dapat melihat ketika malaikat Jibril as itu menjelmakan diri.

(f). Para nabi yang didatangi maikat yang bertajalli dengan materi ini, sudah tentu akan dapat mengenali mereka. Apalagi setelah nabi Ibrahim as yang telah dipertunjukkan oleh Allah malakuutissamaa-i wal ardhi, yakni sisi malakuti atau sisi batin dari keberadaan langit dan bumi.

(g). Penyidangan makanan oleh nabi Ibrahim as atau penyilahan menginab oleh Luth as (sesuai pertanyaan) atau apa saja sikap material yang bersifat sosial, adalah sikap wajar terhadap penjelmaan tersebut karena kalau mereka menghendaki sesuai dengan kehendak Allah, juga akan makan, minum dan tidur yang juga dalam konsep dan hukum tajallinya tersebut. Jadi, sebagaimana ketajallian materinya itu dapat dilihat dan berbincang-bincang serta berjalan dengan dua kaki, maka apapun pekerjaan umum materi dan badani lainnya dapat mereka lakukan kelau mereka dan Tuhan menghendakinya. Jadi, penyajian makanan dan penyilahan menginap itu tidak menjadi masalah dalam hal ini.

(h). Tentang rasa takut yang ada pada nabi Ibrahim as, mesti kita lihat siapa nabi Ibrahim as itu. Beliau as yang tidak perah takut sejak muda itu yang melawan pemerintahan sangat kuat dengan sendirian kala itu, hingga dimasukkan ke gunung api yang timbul dari segunung kayu bakar, maka sudah tentu tidak akan takut menghadapi siapapun. Jadi, kita mesti melihat dari dimensi lainnya.

(i). Takut, sama seperti sifat marah, cinta, benci, lapar, dan lain-lainnya dimana semua itu tidak ada yang jelek dan bahkan merupakan fitrah yang diberikan Tuhan kepada manusia. Jadi, yang jelek itu apanya? Jawabnya adalah yang disalahgunakan atau dilebih-lebihkan. Misalnya, makan di siang Ramadhan, marah dengan mengumpat dan menggunjing, takut dengan tidak melawan dan lari dari perang dan seterusnya.

Nah, perasaan takut itu tidak jelek karena selalu ada dalam diri manusia. Yang jelak itu adalah takut kepada selain Allah yang tidak dilawan dengan mujahadah dan perjuangan serta penangkalan. Karena itu, takut yang ada pada nabi Ibrahim as, tidak beda dengan yang ada pada nabi Musa as ketika menghadapi para penyihir dimana nabi Musa as takut para umatnya mempercayai sihir palsu yang hebat tersebut, atau kepada Nabi saww yang takut ketika disuruh melantik imam Ali as sebagai imam di Ghadir Khum. Karena itu, Tuhan menjanjikan pertolongan kepada mereka as.

Mengapa takut ini tidak dicela Tuhan? Karena ia adalah perasaan yang memang diberikan Tuhan dalam sanubari atau fitrah manusia dan tidak bisa hilang dan juga tidak jelek. Tetapi takut kepada selain Tuhan yang tidak dibarengi dengan usaha menepisnya dan melawan serta mencari penyelesaian yang sesuai dengan agama dan akal, maka itulah yang jelek yang, biasa dikatakan dengan Penakut. Jadi, adanya rasa takut bukan berarti penakut. Karena penakut adalah takut yang dimanjakan dalam diri hingga tidak mengadakan perlawanan. Karena itu, rasa takut saja, sangat bisa terpadu dengan berani. Karena berani itu bukan berarti tidak merasa tidak takut, tetapi berusaha menekan rasa takut itu dan maju untuk menyelesaikan masalahnya.

Jadi, takut kepada Allah atau takut kepada selain Allah yang dibarengi dengan usaha menekannya dan berjuang melawannya, adalah takut yang tidak tercela sama sekali.

Nah, nabi Ibrahim as pun seperti itu. Yaitu sekalipun ada perasaan takut, bukan berarti beliau ingin kabur atau mundur. Apalagi disini, karena takutnya adalah bisa kembali kepada Allah juga.

(j). Ketika nabi Ibrahim as menyajikan makanan dan mereka tidak menyentuhnya, maka sudah jelas para malaikat itu tidak menginginkannya alias tidak diijinkan Tuhan untuk memakannya. Dan, secara uruf dan umum, ketika tamu tidak mau makan, maka dapat dipahami akan ada bencana dari tamunya itu, minimal, tidak ada rasa persahabatan di dalamnya. Karena itu nabi Ibraim as langsung merasakan perasaan takut sebagaimana yang difitrahkan Tuhan.

(k). Perasaan takut nabi Ibrahim as yang muncul secara fitrah setelah tidak melihat sikap damai dari tamunya yang tidak mau menyentuk makanannya itu, disebabkan karena jangan sampai ada bala yang akan diturunkan Tuhan kepadanya atau adanya -katakanlah- kesalahan yang akan membuatnya diazab Allah. Karena itulah, maka para malaikat itu segera berkata -secara maksud-: “Jangan takut, karena kami diutus untuk mengazab umat nabi Luth.” Atau di tempat lain dikatakan: “Jangan takut, karena kami diutus ke Anda untuk memberikan kabar gembira akan lahirnya anak Anda yang pandai.”.

Jadi, perasaan takut itu bukan takut berantem dengan malaikat itu, tetapi takut ada hal yang akan diturunkan Tuhan yang berupa azab atau semacamnya karena para tamu itu tidak nampak bersahabat. Katakanlah lagi cemberut. Dimana kecemberutan mereka atau kebengisan mereka itu karena mengazab kaum nabi Luth tersebut.

Jadi, sekali lagi, perasaan takut itu tidak tercela karena fitrah Ilahi dan bukan berati penakut karena penakut adalah takut yang dituruti (kalau kepada selain Allah), dan, apalagi, disini takutnya nabi Ibrahim as bisa sangat mudah dapat diketahui bahwa beliau as takut kepada Allah. Yakni takut mendapat murka dan azabNya di dunia ini seperti yang terjadi pada umat nabi Luth as itu.

Apalagi, dalam beberapa ayat dapat dipahami bahwa nabi Ibrahim as malah sedih karena adanya pengazaban pada umat nabi Luts as tersebut. Hal itu, bukan karena beliau as tidak

setuju pada perintah Allah dan keputusanNya, akan tetapi karena Allah sendiri mengatakan bahwa nabi Ibrahim as itu adalah awwah atau penyantun. Artinya, sangat menginginkan bahwa seluruh umat dapat hidayah dan jangan sampai terazab di dunia ini. Yakni rasa yang ada secera fitrah itu sangat menonjol karena memang beliau as pengasih dimana sifat ini terpuji, selama masih di jalan dan dengan ijin Allah. Karena itulah, maka setelah mendengar penjelasan para malaikat tentang siapa-apa yang diazab dan siapa-apa yang selamat dari umat nabi Luth, maka beliaupun as sudah tentu sam’an wa thaa’atan, yakni sangat rela dan taat pada keputusanNya yang dikabarkan oleh para tetamu malaikat as tersebut. Wassalam.

Ahmar Wijaya Sdb Ttnt: Setiap manusia ( ulama’ syekh, imam’ kyai’ ustadz. Pejabat, Awam dan lain-lain) memiliki akal pikiran yang berbeda, ? Allah memberi ilmu sedikit saja kepada manusia, mengenal Allah, Rasulullah ? Islam dengan al Qur'an ? Sunnah adalah sebaik-baik jalan yang selamat.


Sinar Agama: Ahmar: Benar yang antum katakan. Tetapi kalau antum ditanya, dengan apa antum akan memahami Qur'an dan sunnah itu? Maka apa jawabannya? Kalau dengan akal, maka akal siapa? Karena kalau dengan akal kita-kita ini yang tanpa didikan ini dapat memahami semua Qur'an dan hadits, lalu buat apa Nabi saww dan imam-imam maksum as itu diturunkan? Lalu kenapa binatang tidak dituruni Qur'an dan hadits? Selamat menerungi. Wahabi banyak terpeleset, karena mengira bahwa pahaman mereka tentang Qur'an dah hadits, sudah benar, karena itu pahaman mereka dikira wahyu yang turun dan wajib ditaati siapapun saja. Mereka sengaja membohongi diri mereka sendiri. Kok bisa pahaman mereka itu sudah diyakini pasti benar? Emangnya sudah dituruni Jibril as bahwa pahaman mereka itu sudah benar? Atau apakah mereka itu tidak memehaminya pakai akal? Atau bahkan akal amburadul mereka yang tidak tertata sama sekali hingga tersesat seperti itu sepanjang jaman?

Sekian.

Wassalam.

Agoest Irawan, Ammar Dalil Gisting dan 3 orang lainnya menyukai ini.


Ammar Dalil Gisting: Allahumma shalli ‘ala sayyidina Muhammad wa ‘ala Aali sayyida Muhammad....

Achmad Khisnurrobbie: Allahumma shalli ‘ala Muhammad wa ‘ala aali Muhammad. 


24 Maret 2012 pukul 17:55


اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وآلِ مُحَمَّدٍ وعَجِّلْ فَرَجَهُمْ

Tidak ada komentar:

Posting Komentar