Tampilkan postingan dengan label Imam Ali as. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Imam Ali as. Tampilkan semua postingan

Jumat, 23 Oktober 2020

Mengapa Nabi saww dan Imam Ali as Tidak Poligami dari Awal


Tanya jawab Afrianto Afri dengan Sinar Agama http://www.facebook.com/groups/210570692321068/doc/294547793923357/ August 1, 2013 at 5:03am


Afrianto Afri: (22-3-2013) Mohon share ustadz...kenapa sih Rasul saww dan Imam Ali as baru melakukan poligami setelah Zahro as wafat dan Khadijah as wafat ? Mohon penjelasannya.

Jumat, 11 September 2020

Klarifikasi Hadits Singgungan Terhadap Amirul Mukminin as


Oleh Ustadz Sinar Agama http://www.facebook.com/groups/210570692321068/doc/272655399445930/ Oleh Anggelia Sulqani Zahra pada 8 November 2011 pukul 16:19


Anandito Birowo: Ustadz Solmed, (Soleh Mahmoed) di SCTV pagi ini mengisahkan riwayat Rasulullah saw menantang Sayyidina Ali kw untuk khusyuk dalam sholat. Jika Sayyidina Ali kw berhasil, akan diberi sorban yang biasa dipakai Rasul. Sayyidina Ali kemudian sholat 2 rokaat dan ditanya Rasul: “Ya Ali bagaimana sholatmu? Rokaat pertama, apa yang kau pikirkan?” Jawab Ali: “Aku tidak memikirkan sesuatu kecuali Allah. “Lalu pada rokaat kedua, apa yang kau pikirkan?” ”Aku tidak memikirkan sesuatu kecuali Allah”. “Lalu sebelum salam, apa yang kau pikirkan?”.”Aku memikirkan sorban yang akan kau berikan”. Setelah itu Ustadz bilang: Sayidina Ali saja yang pintu ilmu Rasul, seperti itu. Bukankah ini sebuah penghinaan?

Sabtu, 11 Juli 2020

Penjelasan “Umi Kultsum putri Imam Ali menikah dengan Umar bin Khattab”?


Oleh Ustad Sinar Agama http://www.facebook.com/groups/210570692321068/doc/243413822370088/ Oleh Anggelia Sulqani Zahra pada 4 September 2011 pukul 15:42


Ghibran Banajer Ali: Ustadz mau tanya, benarkah Umi Kulstum putri Imam Ali menikah dengan Umar bin Khattab ? Terimakasih.

Sabtu, 06 Juni 2020

Hadits Tentang Wilayah Ali


Oleh Ustad Sinar Agama http://www.facebook.com/groups/210570692321068/doc/236090779769059/ Oleh Anggelia Sulqani Zahra pada 20 Agustus 2011 pukul 21:40


Hega Sevenfold: Salam ustad, afwan saya ingin bertanya lagi. Hadist wilayah Ali dan sanadnya juga ??

Jumat, 05 Juni 2020

Imam Ali as Membaiat Umar bin Khattab ?


Oleh Ustad Sinar Agama http://www.facebook.com/groups/210570692321068/doc/236093706435433/ Oleh Anggelia Sulqani Zahra pada 20 Agustus 2011 pukul 21:51


Hega Sevenfold: Salam ustad, langsung saja ustad saya ingin menanyakan hadist dengan sanad- nya bahwa imam Ali r.a telah membaiat Umar binKhattab ?? Dan bagaimana dengan tanah fadak ?? Mohon penjelasannya ustad.

Selasa, 10 Desember 2019

Mengaku Lebih Tua dari Nabi Adam as dan Cara Menanggapinya


Seri tanya jawab Zaranggi Kafir dengan Sinar Agama
October 25, 2013 at 3:36 pm


Zaranggi Kafir mengirim ke Sinar Agama: (12-4-2013) Salam lagi ustadz, ini pertanyaan boleh ustadz tanggapi boleh juga kagak, agak berbau intermezzo aje ustadz: gimane ustadz melihat fenomena si eyang subur yang lagi marak diperbincangkan di Indonesia ini yang katanye dia sebenarnye lebih tua umurnye dari nabi adam as, terus katenye si eyang subur bisa mengerahkan jin piaraannye demi kepentingannye, apakah sisubur kagak takut syirik ustadz? Hehehehe afwan lagi nich ustadz :-)

HenDy Laisa, Zainab Naynawaa, Okki Deh dan 2 lainnya menyukai ini.


Sinar Agama: Salam dan terima kasih pertanyaannya:

1- Kalau maksud pertanyaannya adalah perihal yang ia rasakan, apakah ia takut syirik atau tidak, maka wallaah ana nggak tahu.

2- Tapi kalau kita sebagai orang Syi’ah yang bertanya, maka sudah semestinya tidak bertanya seperti itu. Karena pertanyaan antum itu, alaa wahabi he he....yang sembarang-sembarang syirik.

3- Mengaku lebih tua dari nabi Adam as dan mengaku bisa mengerahkan jin, tidak ada hubungannya dengan syirik, tapi keduanya itu berhubungandengan bohong atau jujur, sombong atau tidak, ngaco atau tidak, .........................dan seterusnya....yang kesemuanya itu, maksimalnya adalah dosa selain dosa syirik.

4- Memang, karena semua dosa itu syirik sekalipun hanya melihat yang bukan muhrim, maka dosa di atas itu bisa dimasukkan ke dalam syirik. Tapisyirik ini, bukan syirik yang mengeluarkan seseorang dari iman, tapi syirik halus. Yaitu syirik atau menyekutukan Tuhan dalam ketaatan. Karena yang semestinya tauhid dalam ketaatan itu hanya mesti menaati Allah, di sini malah menaati hawa nafsu atau syethan. By the way, bukan termasuk syirik yang umum dibahas dalam akidah dan, hanya merupakan syirik yang biasa dibahas dalam akhlak dan irfan atau kalaulah dalamakidah, tapi bukan di pembahasan DzatNya, tapi hanya di pembahasan Tauhid Dalam Ketaatan PadaNya yang biasa disebut dengan Tauhid Ketaatan.

5- Memang, kalau maksud perkataannya itu mau menghinakan Qur'an yang menyatakan bahwa nabi Adam as adalah ayah semua manusia, makadalam hal ini memang bisa masuk ke dalam syirik dalam Dzat. Karena berarti tidak mempercayai Kalamullah yang, dalam akidah bisanya sudah dikeluarkan dari agama Islam.

6- Tapi kalau maksudnya lebih tua di sini adalah lebih tua secara hakikat, yakni dia meyakini telah melampaui derajat nabi Adam as, dan tidak ada niatan untuk menghinakan dan mendustakan Qur'an, maka tidak masuk dalam syirik. Paling-paling, seperti tadi itu, yaitu masuk dalam masalah-masalah bohong atau tidak....dan seterusnya.

Penutup:

Imam Ali as yang makshum dan mendapatkan warisan seluruh ilmu Nabi saww yang merupakan paling afdhalnya manusia dimana merupakan Rahmat Bagi Semua Alam, dimana berarti telah melampaui semua derajat non materi ruhani semua makhluk-makhluk Tuhan, maka layak mengatakan:

“Aku sudah beriman sementara nabi Adam as masih berupa tanah.”

Kerinciannya, silahkan rujuk pada catatan yang berjudul: “Maqam-Maqam Fantastis Para Imam”... ana sudah lupa judulnya, tapi kata-kata “Maqam Fantastis...” ada dalam judul tersebut.

Wassalam.



اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وآلِ مُحَمَّدٍ وعَجِّلْ فَرَجَهُمْ

Imam Ali as dan 40 Penolong


Seri tanya jawab Titan Rubiansyah dengan Sinar Agama October 25, 2013 at 3:29 pm


Titan Rubiansyah mengirim ke Sinar Agama: (11-4-2013) Salam ustadz

Apa selama masa kekhalifahan AUU 26 tahun imam Ali tidak punya pengikut 40 orang sehingga dapat mengambil haqnya sebagai khalifah?


Sinar Agama: Salam dan terima kasih pertanyaannya:

Mungkin saja tidak ada. Dan mungkin saja justru semakin tidak ada. Masih mending di awal-awal jaman khalifah pertama karena sempat ada yang datang lebih dari jumlah 40 itu. Tapi imam Ali as menyuruh mereka pulang dan menyuruh kembali lagi besok hari dengan pedang dan kepala digundul (supaya tahu siapa lawan dan kawan). Tapi ternyata tidak datang kecuali beberapa orang saja yang tidak sampai sepuluh orang.

Nah, setelah itu, berbagai intimadasi terjadi di awal-awal itu. Dan bahkan peperangan terjadi ke atas yang menentang mereka seperti shahabat sukuBani Tamiim yang bahkan beberapa shahabat dari suku ini, dibakar hidup-hidup di depan umum oleh panglima Abu Bakar yang bernama Khalid Bin Walid.

Dengan semua itu, maka mungkin saja mereka malah semakin takut. Bayangin, bukan hanya rumah hdh Faathimah bintu Nabi saww yang dibakar dan didobrak, tapi kitab-kitab hadits yang ditulis langsung di depan Nabi saww -pun dibakarin oleh mereka dan diberangus. Jadi, situasi kala itu sangat mencekam dan menakutkan. Begitu seterusnya.

Jadi, 40 orang yang merupakan Syi’ah hakiki yang tahan segala-galanya, bisa saja sangat sulit. Akan tetapi, mungkin saja setelah awal-awal masa sulit itu, karena pemerintahan sudah bergulir beberapa tahun dan bahkan sudah berganti khalifah ini dan itu, maka bisa saja maslahatnya sudahmenjadi lain hingga walau ada 40 orang, sudah tidak darurat lagi dan bahkan mungkin bisa saja akan terjadi mudharat yang lebih parah.

Bayangin, ketika imam Ali as jadi khalifahpun, ribuan orang dipimpin ‘Aisyah, Thalhah dan Zubair, menyerang imam Ali as dalam perang terbuka yang sempat menelan korban paling sedikitnya yang diakui Sunni berjumlah 13.000 orang (shahabat dan tabi’iin). Lah, kalau sudah jadi khalifah saja seperti itu, maka apalagi hanya dengan 40 orang.

Lagi pula, mungkin saja ada faktor lain. Misalnya, 40 orang itu akan cukup di awal-awal pemerintahan mereka itu karena belum ada kesiapan ketentaraan yang kuat. Tapi setelah itu, apalagi setelah memilki pasukan besar yang dapat menggilas Bani Tamiim, maka bisa saja angka 40 itu sudah tidak berlaku lagi.

Tapi bisa saja ada hal lain yang tidak bisa kita raba dengan akal dan hati yang banyak batasan ini. 
Wassalam.


1 Share

22 people like this.



Riri Thea: Nyimak.

Ela Hoor: Ustadz. Sinar Agama, Bisa dilengkapi penjelasan ustadz di atas dengan Sejarah kepemimpinannya Amirul Mukminin Saydina Ali RA versi syiah dan Sunni.

Sinar Agama: Ela, secara global, ketika Utsman terbunuh, maka seperti serempak kaum muslimin mendatangi imam Ali as dan berbaiat. Tapi imam menolak dan berkata, mengapa kalian tidak mencari selainku seperti selama ini? Orang-orangpun menjawab bahwa mereka sudah kapok dan sadar. Karena itu mereka tetap memaksa baiat. Dan akhirnya imam Ali as pun menerimanya.

Dikatakan sejarah bahwa waktu baiat itu, saking berduyun-duyunnya umat, maka mereka menyentuhkan tangan mereka ke imam Ali as seperti bulu-bulu binatang yang menempel di badannya.

Sinari Beta: Salam Ustadz SA maaf bertanya di sini, karena ana gak bisa nulis di wall antum, semoga antum selalu dalam kesehatan dan lindunganNya, ada beberapa pertanyaan yang ingin saya sampaikan :

1. Kadang-kadang sebelum mengaji saya mengirim alfatihah dulu kepada Rasulullah saww dan ahlulbaitnya as, kemudian baca shalawat 3x(niatnya untuk tabarruk saja), gimana hukumnya?

2. Saat saya membaca shalawat 100 kali, kadang saya niatkan dan berdo’a kepada Allah agar berkah dan pahala shalawat saya disampaikankepada masing-masing berikut dengan niat : 14 shalawat untuk ayah saya, 14 untuk ibu saya, 14 untuk istri, 14 untuk anak, 14 untuk para pecinta Rasulullah saww dan Ahlul baitnya as, 14 untuk orang-orang yang telah berbuat baik pada diri dan keluarga saya serta para guru-guru saya, sisanya untuk kaum muslim dan muslimat baik masih hidup maupun sudah meninggal. Apakah hukumnya amalan ini ustadz? Boleh kah? Aapakah akan sampai pahala dan berkah tersebut kepada masing-masing yang saya niatkan?

3. Bolehkah berzikir gak pake tasbih? Karena saya sering dengan menggunakan jari untuk menghitungnya, jarang sekali dengan tasbih.

4. Turba untuk shalat bolehkah dipakai bolak balik (karena bagian atas yang ada ukiran dan kaligrafi, dan bagian bawah polos saja)?

5. Saya pernah membaca bahwa dilarang berziarah di malam hari, apakah betul ustadz? Bila iya dilarang, gimana hukumnya dengan berziarah kemakam Rasulullah saww dan ahlulbaitnya as (baik dari dekat maupun dari jauh)?

Sekian dulu ustadz nanti nyusul lagi, semoga Allah meringankan beban antum dan memberkahi antum, Wassalam.


Sinar Agama: Sinari,

1- Hukumnya boleh saja dan akan mendapatkan pahala sunnah muthlaq/mutlak in'syaa Allah. Tentu asal tidak diniati sebagai kesunnahan dan, apalagi kewajiban dari agama.

2- Sangat boleh dan pahalanya akan sampai dan akan kembali kepada antum dengan lebih meningkat lagi.

3- Jelas tidak masalah.

4- Penggunaannya adalah bagian yang polosnya. Akan tetapi kalau dipakai bagian yang ada tulisannya, juga sama sekali tidak ada masalah.

5- Kalaupun ada larangan (saya sudah cari di puluhan kitab akan tetapi tidak mendapatkannya), maksimalnya adalah makruh. Akan tetapi menziarahi para makshumin as jelas tidak sama. Apalagi ada perintah-perintah khusus atau amal-amal khusus yang sangat umum dalam kitab- kitab doa, untuk berziarah pada imam as di malam hari. Misalnya di amalan-amalan malam Qadr dimana ada perintah sunnah untuk ziarah kepada makshumin as.

November 1 at 2:31pm via mobile · Like · 1



اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وآلِ مُحَمَّدٍ وعَجِّلْ فَرَجَهُمْ

Minggu, 02 Desember 2018

Makna Puasa Hati



Seri tanya jawab Mata Jiwa dengan Sinar Agama
by Sinar Agama on Saturday, January 5, 2013 at 4:06 pm


Mata Jiwa mengirim ke Sinar Agama: 6-11-2012, 

Salam, pak Ustadz, mohon penjelasannya pada tulisan ini: Imam Ali as: puasa hati dari berfikir lebih afdhal dari puasa perut dari menahan makan(10.000 hikmah Amirul Mu’min), apa yang dimaksud dengan ‘puasa hati dari berfikir’? Terimakasih untuk penjelasannya 


Sinar Agama: Salam dan terimakasih pertanyaannya: 

Tolong sebutkan alamat kitabnya dan hikmah ke berapa atau pidato ke berapa. 

Sinar Agama: Hal yang aneh dari hadits itu adalah “puasa hati dari berfikir”. Bukan karena hati yang berfikir, karena hati dalam bahasa arab itu bisa berarti dua hal, akal untuk berfikir dan hati yang untuk merasa/perasaan, sebagaimana sudah sering dijelaskan. 

Jadi, keanehannya, kalau hati di hadits tersebut dimaknai akal lalu disuruh berpuasa dari berfikir. Karena Islam yang dibawa Nabi saww dan Ahlulbait as, adalah Islam yang hanya bisa dikenali dengan berfikir, bukan dengan keluguan. Pikiran dalam Islam, sangat dianjurkan sampai-sampai dikatakan dalam hadits bahwa “Berfikir sesaat, lebih afdhal dari ibadah setahun.” 

Memang, kalaulah juga dimaksudkan berpuasa dari berfikir, misalnya ulama besar mengartikan seperti itu, maka masih bisa dicari jalan keluarnya. Artinya, dicarikan takwilannya yang cocok, seperti misalnya, berhenti dari berfikir dan beranjak ke aplikasi. Maksudnya, berfikirlah dulu, tapi setelah ketemu kebenarannya, maka amalkan. Jangan hanya dipikir melulu atau jangan hanya dipikir saja. Karena itu, puasa dari berfikir melulu, karena terjun kepada praktek atas apa yang dipikirkan sebelumnya itu, lebih afdhal dari puasa dari makan dan minum. 

Akan tetapi, mungkin terjemahannya itu salah. Dan yang benar adalah yang tertera di hadits- hadits itu sendiri seperti: 

صوم القلب خير من صيام اللسان ، و صيام اللسان خير من صيام البطن 

“Puasa hati itu lebih baik dari puasa bicara dan puasa bicara lebih baik dari puasa perut.” 

Puasa hati disini, bisa diraba maksudnya. Yaitu dari menyintai selain Tuhan. Artinya, hati yang perasaan, bukan hati yang berarti akal. Apalagi hadits-hadits lainnya juga menjelaskan seperti yang diriwayatkan dari imam Ja’far al-Shadiq as ini: 

وصوم القلب عن غير الخالق فانه الحق البهى الدائم سرمدا 

“Dan puasanya hati dari selain Pencipta, adalah kebenaran yang indah dan abadi.” 

Jadi, yang dimaksud hati di hadits yang antum tanyakan itu, adalah hati yang bermaksud rasa/ perasaan. Dan yang dimaksud puasa, adalah puasa dari menyukai apalagi menyintai selain Pencipta. 

Akan tetapi, kalaulah yang dimaksudkan puasa disini adalah puasanya hati yang bermakna akal pikiran sekaipun, maka hadits ke dua ini jelas menerangkan dari berpuasa dari selain Pencipta. Jadi, kalaulah diartikan pikiran sekalipun, maka maksud puasa dari berfikir ini, adalah berfikir tentang selain Pencipta dan selain apa-apa yang tidak dimuarakan kepada Pencipta. Jadi, puasa, maksudnya harus berfikir tentang Pencipta dan apa-apa yang berakhir padaNya saja, jangan yang lainnya. 

Memikirkan dunia untuk kebesaranNya adalah bagus, tapi berfikir dunia untuk menguasainya merupakan hal yang tidak bagus. Memikirkan shalat karena Pencipta adalah pekerjaan yang harus dikerjakan dan berfikir tentang shalat untuk kepentingan dunia, harus ditinggalkan. Jadi, berfikir dunia karena keAgungan Pencipta dan KebesaranNya adalah bagus. Begitu pula berfikir tentang agama untuk KeAgunganNya. Akan tetapi berfikir dunia untuk disukainya, dilezatinya, dikuasainya dan/atau berfikir tentang agama untuk tujuan dunia ini, maka hal ini adalah tidak bagus dan harus dipuasai/ditinggalkannya. 

Kalau boleh tahu, antum ambil dari buku yang sudah diterjemahkan atau bagaimana dan siapa penerjemah di buku itu. Wassalam. 

Mata Jiwa: Maaf pak Ustadz, saya baca dari status di fb dari seorang teman, makanya saya langsung tanya ke Ustadz. Alhamdulillah kan langsung dapat koreksinya, pantesan saya bingung, rupanya kurang tepat menyampaikannya, makasih banyak pak Ustadz. 

Sinar Agama: Mata: Ahsanti. Kadang memang orang kurang memahami hadits (Islam), dan hanya memahami bahasa Arab, maka langsung menerjemah. Kalau hanya bahasa Arab membuat seseorang jadi ustadz atau penerjemah, maka semua orang arab adalah orang-orang alim dan tidak perlu lagi sekolah SD, SMP, SMA, Universitas (seperti al Azhar) dan seterusnya. 

Kita memang bisa saja melakukan kesalahan, akan tetapi sudah semestinya berusaha untuk profesional dalam mengerjakan apapun saja di dunia ini, karena di akhirat kelak, urusannya lebih sulit dan pemeriksaannya jauh lebih teliti. 

Wassalam.


اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وآلِ مُحَمَّدٍ وعَجِّلْ فَرَجَهُمْ

Abdullah bin Saba’



Seri tanya jawab Kopipaikna Thomasalle Punggawa dengan Sinar Agama
by Sinar Agama on Saturday, January 5, 2013 at 3:54 pm


Kopipaikna Thomasalle Punggawa mengirim ke Sinar Agama: 3-11-2012, 

Siapa sebenarnya Abdullah bin Saba itu? 


Kopipaikna Thomasalle Punggawa

http://www.voa-islam.com/news/indonesiana/2012/01/06/17302/mengapa-syiah-berusaha- menghilangkan-figur-abdullah-bin-saba/

Mengapa Syi’ah Berusaha Menghilangkan Figur Abdullah bin Saba’? 

www.voa-islam.com

Sinar Agama: Salam das terimakasih pertanyaannya: 

Abdullah bin Saba’ itu ada di dua riwayat Sunni dan Syi’ah dan semuanya dinyatakan sebagai zindiq yang kafir karena menuhankan imam Ali as di mana bahkan di sebagian riwayat dihukum mati dengan dibakar oleh imam Ali as. 

Jadi, dalam riwayat-riwayat itu sudah jelas siapa dia itu. Karena itu, tidak ada hubungannya sama sekali dengan Syi’ah yang tidak pernah menuhankan imam Ali as. Bahkan Syi’ah mengikuti imam Ali as sebagai imamnya dalam membenci Ibnu Saba’ ini. Lantas apa masalahnya? 

Belakangan ada allaamah yang meneliti hadits-hadits tentang Ibnu Saba ini dan akhirnya terbukti dari dua jalur Syi’ah dan Sunni itu, bahwa hadits-haditsnya tidak dapat dipertanggungjawabkan dilihat dari sanad-sanadnya. Karena itulah dikatakan bahwa Ibnu Saba’ ini tokoh fiktif. 

Allaamah yang dimaksud adalah alaamah al-’Askari dan kitabnya berjudul “Abdullah bin Saba”, terdiri dari 2 jilid. 

Sinar Agama: Saya sudah sering menulis di fb ini bahwa kata-kata Syi’ah itu dari kanjeng Nabi saww sendiri sebagaimana banyak riwayat Sunni dimana Nabi saww mengatakan bahwa yang selamat atau yang akan menang itu atau yang sebaik-baik manusia itu, adalah Ali dan Syi’ahnya/ pengikutnya. 

Khommar Rudin: Allahumma shalli alaa Muhammad wa aali Muhammad 

Wassalam.

اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وآلِ مُحَمَّدٍ وعَجِّلْ فَرَجَهُمْ

Selasa, 20 November 2018

Penaklukan Qisthantaniah



Seri tanya jawab Satria Bani Hasyim dengan Sinar Agama
by Sinar Agama (Notes) on Sunday, December 23, 2012 at 9:03 am



Satria Bani Hasyim mengirim ke Sinar Agama: 30 September, 

Salam. Ada beberapa pertanyaan ; 

1. Adakah di Al-Quran disebutkan langsung nama Imam Ali as sebegai penerus khalifah? Bila tidak ada, mengapa? Bila Rasul selalu disebutkan namanya, mengapa nama Imam Ali as sebagai wasinya, yang ana cari di Al-Quran tidak secara langsung di sebutkan namanya ? 

2. Ana ada pertanyaan dari saudara ana yang Sunni, pertanyaannya tentang hadits penaklukan Konstatinopel. Hadits itu dikatakan Rasul sewaktu perang Khandaq, tentang ramalan Konstatinopel ke depan. Mungkin hadistnya yang ini ; 

Latuftahannal konstantinniyyah falani’mal amiiru amiiruha wala ni’mal jaysu daalikal jays” 


“Sungguh Konstantinopel akan ditaklukkan, sebaik-baik pemimpin adalah pemimpin pasukan pada saat itu dan sebaik-baik pasukan adalah pasukan pada saat itu.” 

Afwan ustadz, ana juga belum meneliti di Sunni hadits itu apakah di Bukhari, Muslim, Abu Dawud, dll. 

Pertanyaannya; Apakah ada di Syi’ah hadits serupa tentang ramalan Rasul tentang Kontatinopel ke depan, yang diucapkan sewaktu perang Khandaq ? 

Sang Pencinta
http://arsipsinaragama.com/index.php?option=com_content&view=article&id=400:ghadir-khum&catid=42:arsip-faqs-imamah&Itemid=62&ml=1

Satria Bani Hasyim: Syukron sang pecinta, nanti ana pelajari. 

Satria Bani Hasyim: Ustadz yang no 2 belum dijawab. Afwan merepotkan, he2.. 

Sinar Agama: Sudah tentu hadits-hadits tentang Imam Mahdi as itu, banyak yang sama antara Syi’ah dan Sunni. Ini contoh hadits Syi’ahnya tentang penaklukan Qisthanthiniyyah (Istanbul-Turki) dan China: 



Tambahan

Ketika Tuhan mengatakan dalam Qur'an bahwa yang menguasai atau yang memimpin kita itu adalah Allah, Nabi saww orang mukmin yang melakukan shalat dan membayar zakat ketika ruku’ di mana tidak ada orang selain Imam Ali as, maka adakah kejelasan lebih jelas dari ini? Allah berfirman di QS: 5: 55: 



“Sesungguhnya pemimpin kalian hanya Allah dan RasulNya dan orang-orang yang beriman dan menegakkan shalat serta membayar zakat ketika sedang rukuk.” 

Satria Bani Hasyim: Syukron ustadz dan my brad...I love you all, he2... 

Khommar Rudin: Allahumma shalli alaa Muhammad wa aali Muhammad. 

Sinar Agama: Satu lagi: Disebutkannya dalam Qur'an, tidak berarti menyelesaikan masalah. Seperti shalat tiga waktu yang terdapat di beberapa ayat Qur'an, tetap saja tidak dipatuhi. Atau adanya berbagai ayat yang mewajibkan kita ikut pemimpin yang makshum, atau seperti yang bayar zakat dalam keadaan ruku, tapi tetap saja, imamah tidak dijadikan dasar keislamannya. 

Satria Bani Hasyim: Iya ustadz. Ana itu sejak SMP selalu bertanya-tanya, kok kenapa Rasul tidak berwasiat kepemimpinan? Kok kenapa di sejarah khalifah pertama musyawarah, tapi khalifah ke-2 diberi begitu saja? Aneh kan? Kok kenapa ada ayat mutasabhihat seperti alif lam mim, tidak ada artinya, malah dikatakan hanya Tuhanlah yang tahu. Ana fikir, bukankah kitab itu diturunkan dan dipahami untuk manusia? Kok dibalikkan lagi ke Tuhan, Tuhan kan gak perlu kitab? 

Seharusnya logika-logika sederhana ini menjadi pertanyaan besar, untuk mencari jawaban- jawaban. Kalau boleh jujur...ana mencium adanya kudeta kepemimpinan dan yakin ada orang yang memahami alif lam mim (pewaris kitab), sejak SMP itu Ustadz. Mau bertanya pada guru takut dimarahi. Ana tau nama Syi’ah dari kakek ana dan perang teluk. Beliau cerita bahwa ada mahzab penganut keluarga nabi, tapi beliau seorang suni. Dia tahu Imam Ali as, pembantaian cucu Rosul dan cerita-cerita Imam Mahdi as. Beliau pernah bilang bahwa kelak kebenaran akan ditemukan. Itulah sekelumit pertanyaan, jejak, dan misteri yang ana dapatkan jawabannya di Syiah. Eh jadi curhat, he2.. 

Sinar Agama: Satria: Semoga antum sekeluarga selalu ada dalam selimut kehangatan hidayahNya dan semoga antum sekelurga juga menjadi orang yang mensyukurinya. Semoga kita semua, termasuk teman-teman fb lainnya, juga seperti itu, amin. 

Wassalam.


اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وآلِ مُحَمَّدٍ وعَجِّلْ فَرَجَهُمْ

Sabtu, 27 Oktober 2018

Imamah, Ikhtiar dan Umurnya Yang Masih Kecil



Seri tanya jawab inbox Bersama Kebenaran dengan Sinar Agama
by Sinar Agama (Notes) on Friday, October 12, 2012 at 11:35 am


Bersama Kebenaran: Salam ustadz.. semoga sehat selalu...maaf ana mau nanya..tentang bab imamah... pertanyaannya: 

Apakah kepemimpinan Ahlulbait pasca rasul, itu suatu prinsip dan mutlak? Apa alasannya argumenya berdasarkan dalil akli dan naqli? Dan apakah orang-orang yang merebut haknya walau mereka sholat dan puasa pandangannya termasuk sama dengan kafir, fasik, munafik zholim yang akan masuk neraka?? 


Maaf ustadz ngerepotin..jawab dulu ya..nanti pertanyaannya nyambung terus..terimakasih. Salam.. ustadz.. semoga sehat selalu dan baik-baik saja.. 

Sinar Agama: Salam dan terimakasih pertanyaannya: 

Sudah tentu kepemimpinan Ahlulbait as itu mutlak karena makshum, dipilih Allah dan Nabi saww. Ketika Allah berfirman taatlah pada Allah dan taatlah pada rasul dan pemimpin di antara kalian, maka sudah pasti imam itu ada sejak jaman Nabi saww (karena tidak mungkin memerintah taat pada orang tapi orangnya tidak ada) dan, ketaatan yang di-dan-kan itu adalah ketaatan pada Tuhan yang mutlak dimana hal ini tidak mungkin terjadi kecuali pada yang makshum (karenra tidak mungkin Tuhan menyuruh maksiat ketika menyuruh taat pada orang yang salah dalam perintahnya), dan, dijelaskan oleh Nabi saww bahwa imam itu hanya 12 orang (shahih Bukhari dan Muslim). 

Orang yang merebut hak mereka sudah tentu aniaya dan kafir dari masalah imamah itu akan tetapi tetap muslim karena tetap mengimani Allah, Nabi saww dan lain-lain-nya. Jadi, kafirnya hanya dalam imamah ini. Dan yang demikian itu, sudah cukup menjadikannya zhalim, fasik dan seterusnya. Tapi para pembelanya yang tidak sejaman dengan mereka, karena tidak tahu pembaiatan di Ghadir Khum kepada imam ali as yang dipimpin Nabi saww, seperti Sunni, maka mereka bisa dimaafkan dan dimaafkan. Tapi para pelaku itu, yang tidak mungkin tidak tahu penunjukan Tuhan terhadap Ahlulbait as yang makshum, maka sudah tentu berdosa. 

Bersama Kebenaran: Salam .. ustadz terimakasih jawaban...pertanyaan yang ke: 
Yang jadi ganjalan di pikiran saya para imam makshum yang 12..apakah para imam itu diangkatnya ditetapkan menjadi imam makshum, sejak dia lahir atau setelah dewasa..? Apa beliau imam secara tasyi nya..memproses dirinnya menjadi manusia sempurna, supaya bisa punya kriteria imam makshum..atau dah kehendak Allah walau dia biasa dia bakal jadi imam makshum?? Yang jadi kejanggalan Imam Muhamad aljawad, beliau usia 8 tahun, belum balig sudah menjadi imam, padahal di jamanya banyak pengikut-pengikut ahlulbait yang lebih senior.?? Juga imam Mahdi yang baru 5 tahun.? 

Salam ustadz.. semoga baik-baik saja.. 

Sinar Agama: Imam itu harus makshum dengan ikhtiarnya sendiri dan bukan dengan takdir atau ketentuan Tuhan. Ketentuan Tuhan dalam masalah imamah ini hanya mensyarati bahwa imam itu harus makshum sebagaimana dijanjikanNya kepada nabi Ibrahim as (QS: 2: 124) untuk mengangkat keturunannya menjadi imam asalkan tidak zhalim (dosa). Jadi, siapapun anak-anak nabi Ibrahim as yang berusaha dan mencapai makshum, maka ia akan dijadikan imam olehNya. 

Sebagaimana saya sudah menerangkan di Kedudukan Fantastis Imam (catatan), bahwa setiap sesuatu itu punya waktunya sendiri. Waktu matahari ini hanya waktunya matahari dan dipakai untuk kemudahan saja. Karena itu, ketuaan yang sesungguhnya itu tidak diukur dengan waktu matahari tapi dengan waktunya sendiri sesuai dengan jangkauannya mencapai kesempurnaan. 

2 biji padi yang ditanam di hari senin, kalau yang satunya tumbuh di hari selasa dan yang lainnya tumbuh di hari kamis, maka sudah jelas yang lebih senior dan lebih tua itu adalah yang tumbuh di hari selasa sekalipun sama-sama ditanam di hari senin. Atau 2 tunas yang sama-sama 1 cm di hari senin, kalau di hari selasa salah satunya menjadi 10 cm dan yang lainnya menjadi 2 cm, maka yang 10 cm itu jelas lebih tua dari yang 2 cm, sekalipun umur mataharinya sama-sama. 

Karena itu, kesenioran manusia itu bukan ditentukan oleh putaran matahari, akan tetapi oleh gerakan dirinya sendiri. Kalau imam itu sudah hafal Qur'an dan tahu ilmu-ilmu Qur'an setelah diajari ayahnya yang makshum sejak umur, katakanlah, 5 th, maka mereka sudah pasti lebih senior dari siapapun yang tidak memiliki ilmu-ilmu itu. Apalagi kalau mengamalkannya sampai ketingkatan makshum, maka siapa yang bisa mengejar keseniorannya walau umur mataharinya 8 th? 

Jadi, umur seseorang itu tidak ditentukan gerakan matahari, akan tetapi ditentukan oleh gerakan- nya sendiri dan, siapa yang jarak prosesnya dan jarak tempuhnya lebih jauh, baik ilmu atau amal, maka dialah yang lebih tua dan lebih senior. 


Wassalam.


اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وآلِ مُحَمَّدٍ وعَجِّلْ فَرَجَهُمْ

Senin, 20 Agustus 2018

Lensa (Bgn 11): Sikap Diam Imam Ali as



Oleh Ustad Sinar Agama 

Oleh Anggelia Sulqani Zahra pada 28 Juni 2011 pukul 19:06



Dari sejarah dan riwayat, kita tahu setidaknya Sayyidah Fathimah as dianiaya beberapa kali. Misalnya, ditonjok Umar hingga memar mukanya, yaitu dikala beliau as kembali dari rumah Abu Bakar dan telah berhasil mendapat surat tanah Fadak yang dirampas oleh Abu Bakar sebelumnya. Yakni, ketika beliau as pulang dari rumah Abu Bakar itu, di tengah jalan, bertemu dengan Umar. 

Umar berkata: “Dari mana?” Dijawab: “Dari rumah Abu Bakar”. Ketika Umar melihat surat ditangannya, maka ia mengerti bahwa sudah pasti surat itu adalah surat pelimpahan tanah Fadak, karena dalam perampasannya, memang dilakukannya berdua dengan Abu Bakar sementara Abu Bakar sering menyesali dan menangis dengan keputusannya membuat kudeta kekhilafaan dan merampas tanah Fadak itu. Maka karuan saja Umar langsung merampas surat tersebut sambil memukul beliau as yang lemah itu seraya merobek habis surat tersebut. 


Ketika siti Fathimah as sampai di rumah yang sembari menangis, melihat imam Ali as sedang duduk di rumah. Beliau as mengatakan kepada imam Ali as: “Ya Ali, andaikata kamu tahu apa yang dilakukan orang kepadaku, maka kamu tidak akan duduk tenang seperti ini”. Imam Ali as menjawab: “Aku tidak akan keluar selangkahpun dari yang telah digariskan Rasulullah saww”. 

Misalnya, ketika rumah Sayyidah Fathimah as dibakar oleh Abu Bakar yang mengutus pasukan yang dipimpin Umar. Dibakar karena ingin memaksa imam Ali as keluar dan berbaiat kepadanya (Abu Bakar). Kala itu, rumah Sayyidah dibakar pintunya, dan ketika pintu dan palangnya (kunci dari dalam pada masa itu) sudah terbakar maka ditendang dari luar sementara beliau as ada di balik pintu yang selalu berteriak “Apa yang kalian lakukan, tidak takutkah kepada Allah, Nabi saww baru saja meninggalkan kalian, aku adalah putri Muhammad saww nabi kalian, dan seterusnya”. Tapi semua kata-kata itu tidak membuat mereka terhanyut, bahkan mereka menendang pintu itu dan mengenai beliau as yang sedang hamil, hingga beliau as tersungkur ke bumi dengan rusuk patah dan kandungan gugur. 

Oh...tak sanggup rasanya kuteruskan tulisan ini, tapi ada daya...harus kutulis pula, harus kutulis....ya ...Zahra’....ya.... Husain....maafkan ...maafkan....bukan maksud hati mengurai kembali masa-masa pahit dan penghinaan terhadap antum semua, tapi karena antum sendiri yang memerintahkan kami semua untuk menceritakan musibah-musibah antum, maka maafkan kelancangan jemari kami hingga melukis robohnya, gugurnya kandungannya...dan seterusnya. 

Masih banyak pengenaiayaan yang beliau as rasakan, tapi kita cukupkan di dua contoh ini saja. Pembahasan yang bisa kita lakukan pada dua peristiwa yang menyayat hati itu banyak sekali. Tapi saya akan mengurai sedikit saja, 

Pada Misal pertama

1. Imam Ali as sudah tahu peristiwa itu terjadi, baik melalui Nabi saww atau kasyafnya. Ketidak bereaksian beliau as sudah diperintahkan Nabi saww. Artinya Nabi saww dalam hal tersebut menyuruhnya sabar dan tidak bereaksi. 

Karena imam Ali as pernah membanting Umar di tempat umum sambil berkata: “Yang ini Rasul saww tidak berpesan”. Yakni ketika imam Ali as menguburkan Sayyidah Fathimah as secara tersembunyi dan membuat 40 kuburan palsu di Baqi’. Karena Sayyidah Fathimah as ingin membuat bukti bersejarah tentang adanya prahara dan kudeta terhadap imam maksum setelah Nabi saww dimana telah menyelewengkan para shahabat dan muslimin dari imam maksumnya dan jalan-lurusnya alias shiratulmustaqimnya maka beliau berwashiat kepada imam Ali as untuk tidak disembahyangi dan dikuburkan oleh musuh-musuhnya. Oleh karena itulah imam Ali as menguburkan beliau as di malam hari. 

Umar, yang memang sudah tidak disapa oleh sayyidah Fathimah as sejak masih hidup dan akan diadukan ke Allah dan Rasul saww nanti di akhirat (Shahih Bukhari, Muslim dan lain- lain), mencium taktik Sayyidah as itu, atau setidaknya takut kejahatannya disaksikan sejarah dengan tidak ketahuannya kubur beliau as. Karena itulah ia, dengan mengajak seluruh penduduk Madinah (karena takut kepada imam Ali as kalau maju sendirian) untuk berkumpul dan mengajak mereka menggali kuburan-kuburan itu lagi untuk menemukan Sayyidah as dengan alasan penghormatan dengan berkata: ”Putri Rasul saww telah meninggalkan kita, tapi kita belum menyolatinya, mari kita bongkar lagi kuburan-kuburan ini dan menyolatinya demi hormat kita dan syukur kita kepada Nabi saw. 

Setelah imam Ali as tahu apa yang dilakukan Umar, maka beliau as langsung mengambil Dzulfiqar dan memakai surban merah yang kebiasannya dipakai kalau perang sedang dahsyat. Imam Ali as datang dan langsung membanting Umar dengan sekali gibas saja sambil berkata: “Demi Allah akan kubelah kamu menjadi dua sebelum menyentuh kuburan- kuburan itu, karena Nabi saww tidak berpesan tentang hal ini”. Umar yang memang sangat takut kepada imam Ali as itu, berkata:”Bagaimana kalau kami semua membongkar kuburan- kuburan itu?”. Imam Ali as menjawab:” Sekalipun”. Yakni sekalipun semua orang Madinah berusaha menyentuh kuburan-kuburan itu, maka akan kuperangi semuanya. 

Haidar/Singa sudah keluar, pintu Khaibarpun yang buka-tutupnya perlu 12 orang diangkat hanya dengan tangan kirinya, maka siapa yang berani mendekatinya? 

2. Semua kejadian itu ada sanad dan riwayatnya, yang sebagiannya di sunni (seperti penyerangan ke rumah dan perampasan tanah Fadak serta penyesalan dan tangisannya Abu Bakar) dan sebagian lainnya di syi’ah (bc: lebih detail). 

Dengan penjelasan di atas, kita menjadi tahu bahwa semua yang dilakuakan imam Ali as, baik diam atau tidaknya, sudah digariskan Tuhan melalui Rasul saww. Dan sudah selayaknya sebagai orang Syi’ah tidak mempertanyakan apa yang dilakuakan para imam as, sekalipun boleh saja menanyakannya atau mencari hikmah di dalamnya. 

3. Guru saya, pernah saya tanyai: "Bukankah sepintas terlihat dari sejarah dan riwayat pertama itu bahwa kedua maksum beda pandangan, karena Sayyidah Fathimah as menginginkan dari imam Ali as untuk membalas Umar, sementara imam Ali as tidak menginginkan hal itu karena bersandar pada perintah dan pesan Rasul saww?”. Beliau menjawab: “Ilmu-ilmu kasyaf, tidak menjadi ukuran fikih dan kehidupan keseharian, karena kalau hal itu terjadi, maka kita, tidak akan pernah tahu apa-apa terhadap yang dialami Ahlulbait as”. Jadi, kalau sepintas kita melihat adanya dua keinginan berbeda dari dua maksum as, maka hal itu bukan berarti merusak kasyaf dan apalagi kemaksuman mereka. Karena mereka harus (kewajiban agama dan akal) sebagaimana hidupnya manusia lahiriah atau biasa. Walaupun, sudah tentu, tetap tidak keluar dari garis kemaksuman atau tidak keluar dari ketaatan atau masuk ke dalam larangan Allah (tidak maksiat). 

Pada Misal ke dua

1. Pada kejadian itu, tentu saja, setelah pintu terdobrak, mereka menyerang masuk dan mengikat imam Ali as dan ditariknya ke masjid untuk berbiat kepada Abu Bakar hingga terjadilah baiat yang terkenal itu yang, selalu dijadikan dalil oleh pembela yang pertama sebagai bukti kebenarannya karena imam Ali as sudah baiat. Padahal, dengan pintu dibakar dan didobrak dan dalam keadaan terikat dimana kalau tidak baiat pada waktu itu diancam akan dipenggal kepalanya. 

Abu Dzar yang pemberani, tidak tahan melihat kejadian itu, dan langsung mengeluarkan pedangnya dan menantang Umar untuk bertanding. Tapi imam Ali as segera memerintahkannya untuk menyarungkan lagi pedangnya dan bersabar. 

Yang mampu mengikat imam Ali as hanya pesan dan perintah Rasul saww, sementara rantai besipun tidak akan mampu menahannya sebagaimana pintu Khaibar. 

2. Pada kejadian itu, ketika imam Ali as sudah diikat dan diseret ke masjid, Sayyidah Fathimah as sempat menahan imam dan suaminya itu dengan memegangi bajunya, akan tetapi para penyerbu menebas tangannya dengan pedang yang bersarung, hingga terlepas. 

Ya ...Zahra’...ya Husain...kami bersaksi terhadap kemazhluman antum semua. ‘Alaikum minna jami’an salamullah ma baqayna wa baqiya al-lailu wa al-nahar.

Simpulan: Dari dua contoh riwayat di atas, dapat dipahami bahwa imam Ali as tidak menolong dalam penyerbuan ke rumah Sayyidah Fathimah as itu karena beliau sendiri menghadapi serangan dan justru karena beliaulah as (imam Ali as) rumah beliau as (Sayyidah Fathimah as) diserang. Dan sudah tentu keterdiaman imam Ali as, karena perintah dan pesan Nabi saww, bukan karena takut dan apalagi tidak acuh terhadap istri. Begitu juga pada kejadian pertama. Yakni, diamnya imam Ali as, karena perintah dan pesan Rasul saww. Sudah tentu demi Islam secara lahiriah sebagaimana banyak dibahas dalam filsafat sejarah. 

Bagi hemat saya, para pengkudeta itu, justru semakin menjadi-jadi karena melihat imam Ali as tidak melawan dimana dapat dipahami oleh mereka bahwa begitulah pesan Nabi saww, yakni tidak melawan. Jadi, hal itu dijadikan kesempatan oleh mereka. Karena kalau imam Ali as sudah mencabut Dzulfiqrnya, maka siapa yang berani mendekatinya? Ya....Haidar...ya ...Haidar... 

Jawaban saya ini, tidak saya ijinkan untuk dijadikan huru hara kepada saudara-saudara kita Ahlussunnah, karena kita harus menjaga persatuan. Saya menjawab ini, karena yang bertanya adalah orang Syi’ah, maka saya tidak bertakiah dalam menerangkannya. Oleh karena itu pula saya tidak terlalu melelahkan diri untuk menyebutkan alamat setiap riwayatnya. 


Artinya, saya menulis jawaban ini kepada orang syi’ah yang mempercayai gurunya yang juga syi’ah bahwasannya tidak mengarang dari kantongnya sendiri. Walau, sudah tentu, hubungan guru dan murid ini sebatas lewat alam maya fb ini. Semoga batin kita semua memanglah diikat olehNya dalam kebaikan setidaknya, sekalipun tidak dalam hubungan guru dan murid, karena saya tidak layak menjadi guru, para hati yang begitu tulus terhadap kebenaran. 

Wassalam. 

Ikhwan Abdullah JongJawi, Khommar Rudin, Irsavone Sabit dan 27 lainnya menyukai ini. 

Khommar Rudin: Allah humma shalli alla Muhammad wa alli Muhammad. 

Sulaeman Eman لّلهمَّ صلِّ على محمَّد وآل محمَّد وعَجِّلْ فَرَجَهُ

Sulaeman Emanلّلهمَّ صلِّ على محمَّد وآل محمَّد وعَجِّلْ فَرَجَهُ 

Sulaeman Emanلّلهمَّ صلِّ على محمَّد وآل محمَّد وعَجِّلْ فَرَجَهُ

Alie Sadewo: Allah humma shalli alla Muhammad wa alli Muhammad. 

MOhd. Arvian Taufiq: Sallam Alaika Ya Rosulullah, sallam Alaika ya Imam, Ya Zahra...sungguh membaca penjelasan Ustad, membuat mata ana tergenang air mata. Syukron ustad sudah meringankan dan memberanikan penjelasannya yang sangat tajam dan gamblang. Semoga antum selalu dalam kebaikan dan kesehatan. 

Eman Sulaeman: Allahummal’an Muawiyah wa Syiatuhum ilaa yaumil qiyamah. 

Edo Saputra: Asalamualaiki ya syaidah Fatimah,, aku ikut bersedih atas deritamu, namamu dan hatimu begitu indah, bagaikan rembulan yang sedang bersinar,,, Oh syaidah Fatimah,,, engkaulah satu- satu putri rosul yang sangat dicintai, hingga namamu selalu terukir di hati nabi, tahukah engau ya Fatimah,,, di hati ayahmu hanya ada Allah swt, dan sungguh agung diri mu wahai putri rosulluloh, tidak ada seorangpun yang mempunyai kedudukan di hati rosul hanya Allah swt, dan dirimu. Tahukah engkau wahai wanita penghuni surga, bahwa engkaulah adalah salah satu Wanita yang mendapat ridho NYA. 

2 November 2012 pukul 12:14 · Suka · 4


اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وآلِ مُحَمَّدٍ وعَجِّلْ فَرَجَهُمْ

Jumat, 17 Agustus 2018

Lensa (Bgn 1) : Analisis Kritis Pluralisme dalam Al Quran « HMINEWS.COM.



Oleh : Sinar Agama 
Oleh Anggelia Sulqani Zahra pada 28 Juni 2011 pukul 18:44


Ketahuilah bahwa di Iran sempat muncul beberapa saat tentang pemikiran pluralisme ini, tetapi dengan gigihnya ulama dan Sayyid Ali Khamenei Rahbar kita, maka usaha Sayaurus dan sebangsannya untuk menyebarkan pluralisme ini menjadi mentah total. 

Dalam makalah yang jauh dari keselarasan dan penuh dengan kontradiksi itu, serta jauh dari spesialisasi Qur'an, penulis telah me-robek-robek tatanan berfikir logis-filosofis dan tentu saja me-robek Qur'an itu sendiri. Dan dengan tanpa memahami dasar pemikiran Rahbar kita hf, penulis juga telah merendahkan petuah-petuah Logis, filosofi dan agamisnya, menjadi sastrais- sayaairis, na’udubillah. 

Mungkin orang-orang mengira bahwa buku-buku semacam karya Sayaurus tersebut seperti “Jalan-jalan Lurus Yang Banyak” telah diberangus di Iran oleh para intelektual dan ulama serta Rahbar hf. Sama sekali tidak. Tetapi yang diberangus itu adalah dalil-dalil dan argumennya yang sastarais yang berusaha menipu manusia menjadi logis, filosofi, agamis dan Qur’anis. 

Mungkin juga Anda berkata, bahwa “Kalau ghitu berarti plural dong higga tidak dilarang bukunya terbit? “ 

Jawabanya: “Iya Plural, tetapi bukan Pluralisme”. Plural yakni majemuk, dan konsekwensinya adalah Toleransi, Bukan Pembenaran. Sementara kita tahu (bagi yang tahu bukan sok tahu), Pluralisme adalah “Semua agama dan pemikiran adalah benar” seperti yang dibawa penciptanya John Hick, walaupun dia juga terilhami dari beberapa Pastor dan tulisan-tulisan lama sekiter(sekitar) abad 18. 

Penulis makalah di situs ini, bukan hanya tidak tahu Qur'an yang memang tidak pernah ia pelajari dengan sistematis dan akademis, tetapi tentang pemaknaan dan konsekwensi Pluralisme ini saja dia tidak memahami hakikatnya. Dia kadang-kadang menukik ke Pluralisme, kadang turun lagi ke Plural. Maju mundur dan turun naiknya pemikirannya menandakan ketidakjelasannya dalam masalah ini. Buru-buru tentang Qur'an yang dia jelaskan sok tahu padahal jelas tidak pernah mempelajarinya secara akademis. 

Inti kebenaran Islam, terkhusus yang dibawa oleh Ahlulbait as, adalah Kebenaran Agama itu Satu, begitu pula tentang madzhab. Tetapi bukan berarti agama dan madzhab yang tidak benar itu mesti masuk neraka. Tidak sama sekali. Yakni, orang yang beragama atau bermadzhab yang tidak benar itu, bisa masuk surga kalau kebenaran agama atau madzhab belum sampai kepadanya, atau kalaulah telah sampai, tetapi belum terlalu jelas baginya sementara ia telah berusaha memahaminya. 

Dengan demikian, walau kita menghadapi tetangga kita yang kafir atau yang Sunni, maka kita tidak boleh menveto bahwa mereka pasti masuk neraka, karena sudah bertemu Islam atau Syi’ah dan sudah berulangkali diskusi. Karena mungkin mereka telah berusaha dan belum mendapatkan titik kuatanya kita atau agama/madzhab yang benar. 

Namun demikian, bukanlah tidak masuknya mereka ke neraka atau bisa masuknya ke surga itu karena mereka benar seperti yang dikumandangkan Pluralisme, tetapi karena memang tidak ada alasan untuk dimasukkan ke neraka lantaran tidak melakukan kezhaliman atau penganiayaan terhadap diri, agama dan orang lain. Jadi, yang masuk neraka itu hanya yang zhalim pada dirinya atau agamama/zhhab yang benar. Dan itu maknanya adalah menolak kebenaran setelah ia tahu yang ditolaknya itu kebenaran. 

Tetapi kalau dia belum benar, atau mungkin menolaknya, dikarenakan belum sampainya kebe- naran itu padanya baik secara lahir atau secara pemahaman, sementara dia sudah berusaha, maka orang seperti ini tidak layak dimasukkan ke neraka. Artinya ia akan mendapat maaf dari Allah sesuai janjiNya dalam Qur'an dan akal/fitrah. 

Jadi, masuk surganya karena dimaafkan, bukan karena dibenarkannya agama atau madzhabnya seperti yang digaungkan Pluralisme. 

Tentang pidato Rahbar hf yang tidak dipahami penulis itu, adalah bentuk dari Toleransi yang dianjurkan agama sebagai Tidak Ada Paksaan Dalam Agama. Sebenarnya bagi yang jeli dan hatinya bersih, ayat toleransi ini sadah menunjukkan bahwa yang benar itu satu, tetapi tidak boleh dipaksakan di dunia ini. Artinya mau ikut silahkan dan nanti masuk surga, dan kalau tidak mau juga silahkan dan nanti di akhirat masuk neraka. 

Toleransi, selain memiliki makna tidak memaksa, juga memiliki makna bekerjasama dalam hal-hal yang sama. 

Nah, Rahbar hf tercinta kita, dalam pidatonya itu, mengajak para agamawan selain Islam dalam forum yang sama untuk mengentas ber-sama-sama apa-apa yang bisa dientas dari kezhaliman dan ketidak adilan di dunia ini, bukan membenarkan agama dan madzhab meraka. 

Kalau kita melihat orang jatuh, apakah kita tanya dulu agama dan madzhabnya sebelum kita menolongnya? 

Atau kalau kita dirampok dan dijajah, apakah kita tanya dulu agama orang yang lewat dekat kita sebelum kita minta tolong padanya? Atau kalau kita mau gotong royong bikin jembatan di kampung kita, apa kita hanya mengajak yang Islam atau Syi’ah, dan melarang mereka yang kafir atau yang bermadzhab lain? 

Nah, Rahbar hf tercinta itu berpidato di hadapan mereka yang kafir itu dengan bahasa yang sama untuk memerangi kazhaliman dan pejajahan. Oleh karenanya sudah tentu wajar dan bahkan harus, untuk membawa dalil-dalil yang sama di antara agama-agama tersebut. 

Jadi, sangat wajar dan wajib bahkan, untuk menyebut sekalipun dalam siratan, tentang keadilan dan memerangi kezhaliman yang disebutkan dalam semua agama. Tetapi bukan pembenaran terhadap agama atau madzhabnya, tetapi pembenaran terhadap ajaran yang dinukilkannya itu. Persis kalau kita menukil hadits Abu Bakar atau Mu’awiyah tentang misalnya fadhilah imam Ali as. 

Kita dengan penukilan itu bukan membenarkan mereka, tetapi membenarkan apa yang mereka nukil Islamnya kita, Syi’ahnya kita, belajarnya kita dan seterusnya adalah bukti dari ketidakbenaran secara fitrawi dan agami (seperti yang penulis katakan) konsep Pluralisme ini. Bukan sebaliknya seperti yang dikatakan penulis. Adalah sangat tidak fitrawis, agamis, Qur'anis dan logis-filosofis, manakala kita seumur hidup jungkir balik belajar mencari kebenaran dan memintanya pada Tuhan, terkhusus jalan lurus, dan seterusnya, manakala kita dalam pada itu, mengimani dan mengatakan bahwa kebenaran itu milik semua orang, semua agama dan madzhab. 

Untuk dalil-dalil penguat lainnya mungkin di tempat dan waktu yang lain, semoga saya sempat menulisnya, karena sekarang sedang sangat sibuk hadapi kelas, seminar, wahhabi, soal-jawab wahdatul wujud dan Pokok-pokok ajaran Syi’ah yang sedang dikerjakan. 

Tambahan: Di Iran selama puluhan tahun ini, kalau ngadain seminar nasional atau internasional tentang persatuan, selalu mengatakan bahwa: “Bukan tujuan kami untuk saling pindah agama/ madzhab, atau saling membenarkannya, tetapi untuk saling toleransi dan mengerjakan hal- hal yang sama terkhusus dalam menghadapi kezhaliman global dunia dan semacamnya, oleh karenanya konsentrasi kita kepada yang sama-sama tersebut, tetapi tidak terlarang siapapun membahas yang berbeda kalau diinginkan, asal dalam koridor ilmiah dan santun serta tidak mengarah kepada perpecahan. 

Wassalam dan afwan.


اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وآلِ مُحَمَّدٍ وعَجِّلْ فَرَجَهُمْ

Minggu, 12 Agustus 2018

Kedudukan Fantastis Imam, Bag: 5-c (Bahwa imam memegang pemerintahan langit dan bumi)



by Sinar Agama (Notes) on Thursday, September 30, 2010 at 7:09 am

Melanjutkan jawaban terhadap permasalahan yang dibawa Abd Bagis, yaitu poin (d) tentang:

IMAM MEMEGANG PEMERINTAHAN LANGIT DAN BUMI

15. Doa tanpa shalawat pada Rasul saww dan Ahlubait as, akan menjadi tertutup dan dengan shalawat, akan menjadi terkabul (Kanzu al-‘Ummal 1:173; Shawa’iqu al-Muhriqoh 88; Faidhu al-Qodir 5:19; Thabrani di tafsir Kabirnya; Baihaqi di Syu’abi al-Imannya; dan lain-lain). 

Shalawat pada Nabi saww harus menyertakan Keluarga beliau saww yang suci/Aali (Bukhari di kitab Da’awaat, bab shalawat atas Nabi saww; dan segudang lainnya). 

Bahkan Shalat lima kali (dalam 3 waktu) menjadi batal tanpa shalawat pada Aali/keluarga suci Nabi saww. (Muslim, kitab al-shalat, bab shalawat atas Nabi saww setelah tasyahhud; Turmudzi 2:212; al-Nisai 1:190; Ibnu Maajah 65; Tafsir Thabari 22:31; Baihaqi 2:379; Sunan al-Daaruqudni 136; Dzakhairu al-‘Uqba 19; al-Shawa’iqu al-Muhriqoh 88; Tafsir Fakhru al-Rozi kala menafsiri QS: 42:23; ...dst sampai tidak terhitung jumlahnya dari kitab-kitab hadits dan tafsir). 

16. Ahlulbait adalah keluarga yang disucikan, bukan sekedar keluarga. Dan mereka itu adalah Ali as, Fathimah as, Hasan as dan Husain as sesuai dengan ayat yang berbunyi +/-: 

“Sesungguhnya Allah hanya ingin menghindarkan dari kalian Ahlulbait/keluarga-Nabi segala ke- kejian/dosa dan membersihkan kalian sebersih-bersihnya.” 

Sesuai dengan tafsir-tafsir dan riwayat-riwayat Sunni seperti: Shahih Muslim, kitab Fadhaaiu al-Shahaabah, bab Fadhaailu Ahlu al-bait 2:367; Shahih Turmudzi hadits ke 3258, 3875; Musnad Ahmad 1:330; Mustadrak 3:133,146, 147, 158; al-Mu’jamu al-Shaghiir 1:65,135; 

Syawaahidu al-Tanziil 2:92 hadits ke 637, 638...sampai 60 hadits; Tafsir Thabari 22:5,7,8; Tafsir al-Duuru al-Mantsur 5: 198; Tafsir al-Kasysyaaf 1:193; Ahkamu al-Qur'an karya Ibnu ‘Arabi 2:166; Tafsir Qurthubi 14: 182; Tafsir Ibnu Katsir 3: 483, 484, 485; dan segudang lainnya. 

Tentu saja, ke 9 imam lainnya adalah Ahlulbait yang makshum, karena Nabi saww bersabda setelah aku ada 12 imam yang semuanya dari Quraisy (Bukhari hadits ke: 7222-7223; Shahih uslim: 3393-3394; dll dari hampir seluruh kitab-kitab hadits dan tafsir Sunni) sementara di Qur'an melarang kita taat (mutlak) pada yang memiliki dosa (QS: 76:24 ). Lihat keterangan selanjutnya di catatanku yang berjudul “Konsep Imamah/Khilafah Dalam Islam (Syi’ah)”. 

17. Ahlulbait di atas, juga sesuai dengan pengakuan ‘Aisah istri Nabi saww. (Shahih Muslim 2:368; yang bersyarah Nawawi, 15:194; Syawahidu al-Tanziil 2:33 dengan 9 riwayat; Mustadrak 3:147; al-Duuru al-Mantsur 5:198; dll). Dan sesuai dengan pengakuan Ummu Salamah, istri Nabi saww yang lain (Shahih Turmudzi hadits ke 3258, 3875, 3963; Syawahidu al-Tanzil 2:24, hadits ke 659, 706, ..sampai 33 hadits; Tafsir Ibnu Katsir 3:484, 485; Usdu al-Ghobah 2:12, 3:413; Dzakhoiru al-‘Uqba 21, 22; Tafsir Thabari 22:7-8; Tafsir al-Duuru al-Mantsur 5:198; dll). 

Ahlulbait bukan istri-istri Nabi saww. (Shahih Muslim 2:362/7:123/15:181 yang syarah Nawawi; Shawaiqu al-Muhriqoh 148; Faraidu al-Simthain 2:250; ‘Abaqotu al-Anwar 1:26,104,242, 261, 267). 

18. Rasul saww bersabda +/-: 

”Aku perang dengan yang memerangi kalian (Ahlulbait) dan damai bagi yang damai pada kalian” (Shahih Turmudzi 2:319; Mustadrak 3: 149; Usdu al-Ghobah 3: 11, 5:523; Kanzu al-‘Ummal 6:216 menukil dari Ibnu Habban 7: 102 dan menukil dari Ibnu Syaibah, Turmudzi, Ibnu Maajah, Thabrani, Hakim dll; Dzakhairu al-‘Uqba 25; Musnad Ahmad bin Hambal 2:442; Tafsir al-Duuru al-Mantsur dalam menafsiri ayat penghindaran dari dosa di atas, yakni ayat tathhir; dan lain-lain). 

19. Ahlulbait yang suci itu dijadikan sebagai penjelas al-Qur'an oleh junjungan kita Nabi Muhammad saww dengan sabdanya yang semakna dengan ini +/-: 

“Kutinggalkan dua perkara yang berat pada kalian yang, kalau kalian pegangi tidak akan pernah sesat setelah aku. Yang pertama kitabullah, dan yang ke dua ‘Itrahku Ahlu Baitku (bc: keluarga suciku, sesuai ayat di atas)”. 

Malahan ada yang sampai-sampai Nabi saww mewanti-wanti umat dengan lanjutan sabdanya +/-: 

“…. Kuingatkan kalian pada keluargaku, kuingatakan kalian pada keluargaku, kuingatkan kalian pada keluargaku”, seperti yang terdapat di Shahih Muslim 2:362. Atau dengan kelanjutan sabdanya yang lain di tempat lain: 

" …dan keduanya itu (Kitab dan Ahlulbait) tidak akan pernah saling berpisah sampai mereka mendatangiku nanti di al-Haudh/Telaga (di surga). Nantikanlah bagaimana kalian akan menyim- pang dari aku melalui keduanya itu”. Hadits Tsiqlain (dua yang berat) ini diulang-ulang Nabi saww di berbagai kesempatan dan tempat. Ibnu Hajar mengatakan: 

“Hadits-hadits ini memiliki jalur/sanad/perawi/thuruq yang banyak yang telah diriwayatkan oleh lebih dari 20 shahabat (sebenarnya keseluruhannya di Sunni ada 35 sahabat, jadi lebih dari kelipatan 3 mutawatir). Di sebagian sanad mengatakan bahwa Nabi saww mengatakannya di Haji Wada’, sebagian yang lain di Madinah diwaktu sakitnya beliau dimana waktu itu kamar beliau telah dipenuhi para shahabat, sebagian lagi di Ghadiru al-Khum, sebagian lagi di Mimbar setelah pulang dari Thaif. Dan semua itu tidak masalah sama sekali karena tidak mustahil Nabi saww mengulang-ngulangnya di berbagai tempat karena perhatiannya pada pentingnya keduanya (Qur'an dan Ahlulbait).” (al-Shawaaiq al-Muhriqoh hal 89 cet al- Maimaniyyah Mesir, dan hal 148 cet al-Muhammadiyyah). 

Hadits-hadits Qur'an dan Ahlulbait ini diriwayatkan di Shahih Muslim 2:362; Shahih Turmudzi 2:308; Musnad Ahmad 3:17, 26,..; Tafsir Ibnu Katsir 4:113; Tafsir Khozin 1:4; Tafsir al-Durru al-Mantsuur 6:7, 306; Usdu al-Ghaabah 2:12; Mustadrak 3: 148;.....dst sampai-sampai saya sendiri kelelahan menghitung jumlah bukunya setelah saya hitung sampai pada kitab ke 70-an, sampai-sampai ke kitab-kitab kamus Arab hadits ini juga dinukil seperti kamus Lisanu a-‘Arab 13:93; Taju al-‘Arus 7:245; al-Qomus 3:342. Saya juga pernah hitung-hitung jumlah haditsnya sampai melebihi 240-an yang tersebar di berbagai kitab-kitab Sunni yang terjangkau saya, belum lagi yang tidak terjangkau. 

20. Malaikat mengucap Ta’ziah pada Ahlulbait kala Nabi saww wafat (Mustadrak 3:57; al-Ishabah 2:129 dan dikatakan di dalamnya bahwa Baihaqi juga meriwayatkan hal ini). 

21. Diriwayatkan bahwa Nabi saww bersabda (dan yang semakna dengan ini) +/-: 

22. (a) Dari Abu Said al-Khudri bahwa Nabi saww mendatangi Fathimah as dan bersabda: 

“Sesungguhnya aku dan kamu (Fathimah as) dan yang tidur ini (Ali as) dan mereka berdua (Hasan as dan Husain as) sungguh-sugguh dalam satu tempat/maqam/derajat di hari kiamat.” 

(Mustadrak 3:137; Musnad Ahmad bin Hambal 1:101; Usdu al-Ghabah 5:523; Abu Daud 1:26; 

Kanzu al-‘Ummal 7:101; al-Riyadhu al-Nadhrah 2:208;). 

(b) “Yang pertama kali masuk surga adalah aku, kamu (Ali as), Fathimah, Hasan dan Husain” 

(Mustadrak 3:151; Dzakhoiru al-‘Uqba 123; Tafsir al-Kasysyaf dalam menafsir QS: 42:23; Nuru al-Abshar 100; Kanzu al-‘Ummal 6:218; al-Riyadhu al-Nadhrah 2:211; dll). 

23. Rasul saww bersabda +/-: 

(a) “Sesungguhnya umat ini akan mengkhianatimu (Ali as) setelah aku dan engkau hidup dalam agamaku dan berperang sesuai ajaranku. Siapa mencintaimu berarti mencitaiku dan siapa yang membencimu berarti membenciku. Sungguh ini (menunjuk ke jenggot Ali as) akan tersemir dari ini (menunjuk ke kepala imam Ali as, yakni jenggotnya akan terlumuri darah dari kepalanya di waktu syahid).” 

Hadits ini dan yang semakna ada di: Mustadrak 3:142; Tarikh Baghdaad 11:216; Kanzu al- ‘Ummaal 6:73; Majma’ 9:138; dll dimana mereka-mereka ini menshahihkan hadits tersebut dan hadits-hadits sebelumnya. 

(b) “Ya Ali sungguh kamu akan ditimpa bencana setelah aku, maka jangan bunuh mereka!” 

(Kunuuzu al-Haqaaiq karya al-Manawi 188, maksudnya jangan perangi mereka di awal-awal wafatnya Nabi saww sebelum Islam kuat secara fisik). 

(c) “... Lalu Rasulullah saww menangis. Rasul saww ditanya: Apa yang telah membuatmu menangis ya Rasulullah? Rasul saww menjawab: ‘Kedengkian-kedengkian berada di hati orang-orang yang tidak dikeluarkannya kepadamu (Ali) kecuali setelah aku (wafat)....’.” 

(Tarikh Baghdaad: 12:398; Kanzu al-‘Ummaal 6:408; al-Riyaadhu al-Nadhrah 2:210; Mustadrak 3:139; al-Majma’ 9:118). 

24. (a) Dikatakan dalam al-Shawaaiqu al-Muhriqah 80 bahwa Imam Ali as pada malam hari yang di shubuhnya beliau tertebas (syahid), sering keluar rumah dan melihat ke langit sambil berkata : 

“Demi Allah aku tidak bohong dan tidak dibohongi bahwasannya malam ini adalah malam yang dijanjikan untukku“. 

Dan al-Shawaiq meneruskan tulisannya dengan mengatakan bahwa ketika imam Ali as telah syahid dikubur pada malam hari (bc: kuburnya disembunyikan) supaya tidak digali lagi oleh kaum Khawarij.

(b)Rasul saww, para nabi dan malaikat mendatangi imam Ali as kala kepalanya tertebas pedang beracunnya Abdurrahman bin Muljam (Usdu al-Ghabah 4:38).

(c) Batu-batu di Baitu al-Muqoddas/Iliya, Suriah bahkan di dunia mengeluarkan darah kental kala diangkat, pada hari syahidnya imam Ali as (Mustadrak 3:113, 144; Thabari dalam al- Riyaadhu al-Nadhrahnya 2:247; al-Shawaaiqu al-Muhriqah 116).

25. Rasul saww bersabda +/-:

(a) “Engkau (Ali) dan syi’ahmu (pengikutmu) mendatangiku di telaga (di akhirat).”

Hadits ini dan yang semacamnya ada di: al-Majma’ dari Thabari: 9:131; Kunuuzu al-Haqaaiq 188; al-Istii’aab, 2:457; Mustadrak 3:136; Tarikh Baghdaad 12:289; al-Shawaaiqu al-Muhriqah 66;).

(b) “Engkau (Ali) dan syi’ahmu di surga.”

Hadits ini dan yang semacamnya ada di: Hilyatu al-Auliyaa’ 4:329; Tarikh Baghdaad 12:289, 358; Majma’ 9:173 dari Abu Hurairah; al-Shawaaiqu al-Muhriqah 96; al-Riyaadhu al-Nadhrah karya Thabari 2:209; Kanzu al-‘Ummaal 2:218; al-Muntakhab min Shehhatu al-Sittah 257;...dst.

(c) “Mereka adalah kamu dan syi’ahmu” dalam menjelaskan khairu al-bariyyah (paling bagusnya manusia, QS: 98:7). (Syawahidu al-Tanzil 2:356-366 hadits ke: 1125 – 1149; al-Shawaaiqu al- Muhriqah 96; Tafsir al-Durru al-Mantsuur 6:379; Tafsir Thabari 30:146; dll).

26. Kata-kata Syi’ah Ali as (Pengikut Ali as) yang keluar dari lisan suci Rasul saww dan yang mengabarkan tentang barbagai hal, seperti paling afdhalnya manusia, masuk surga, diridhai, yang menang ...dst kurang lebih sampai mencapai 200-an kata di kitab-kitab yang tersebar di Ahlussunnah yang menerangkan sekitar ayat atau kata yang berbunyi “Khairu al-Bariyyah”, “al-Faaizuun”, “Radhiallah ‘Anhum”, yakni dari yang terjangkau saya. Diantaranya, Tafsir al- Durru al-Mantsur; Tafsir al-Muharriru al-Wajiz; Tafsir al-Alusiy; Tafsir Thabari; Tafsir Haqqu; Tafsir Ruhu al-Ma’ani; Tafsir Fathhu al-Qodir; Bashairu al-Tamyiz; al-Shawaiqu al-Muhriqoh; al-Muntaqa; Nazhmu Durari al-Simthain; Yanabi’u al-Mawaddah; Syarhu Ushuli I’tiqodi Ahli al-Sunnati wa al-Jama’ati; Fadhailu al-Shahabah karya Ibnu Hambal; Mukhtasharu Minhaji al- Sunnati; Ushul wa Tarikhu al-Firaq; al-Mu’jamu al-Ausath karya Thabrani; al-Mu’jamu al-Kabir karya Thabrani; Jami’u al-Hadits; Jam’u al-Jawaami’; Kanzu al-‘Ummal; al-Sunnah karya Abdullah bin ahmad; al-Syari’ah karya al-Ajiriy; Fadhailu al-Shahabah karya Ahmad bin Hambal; Majma’u al-Zawahid; Mausu’atu Athrafi al-Hadits; Mausu’atu al-Takhrij; Usdu al-Ghabah; Tarikh Thabari; Tarikh Baghdad; Tarikh Demesyqiy; Mizanu al-I’tidal; Taju al-‘Arus; Lisanu al-‘Arab; dll).

Kesimpulan:

1. Nabi saww dan Ahlulbait yang suci –Hdh Fathimah as n 12 imam Makshum as- ada dalam satu maqam dan paling afdhalnya makhluk.

2. Afdhal sama dengan lebih tinggi dan dekat di sisi Allah secara hakiki.

3. Yang lebih tinggi/dekat, menjadi perantara Tuhan bagi yang lebih rendah/jauh.

4. Perantara, yakni dalam segalanya termasuk pengaturan.

5. Terbuktilah bahwa mereka mengatur dengan perintahNya


Catatan Sebelumnya:


اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وآلِ مُحَمَّدٍ وعَجِّلْ فَرَجَهُمْ