Tampilkan postingan dengan label demokrasi yang hakiki. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label demokrasi yang hakiki. Tampilkan semua postingan

Senin, 02 Desember 2019

Demokrasi Yang Hakiki dan Semestinya


by Sinar Agama (Notes) on Tuesday, May 21, 2013 at 9:09am
seri tanya jawab inbox Ch.I dengan Sinar Agama

Ch.I (saya tulis inisialnya karena takut orangnya tidak mau, jadi afwan bagi penanyanya): 7 Mei 2013, Salam ustadz, jika diperkenankan saya ingin bertanya.

Sinar Agama: Salam, langsung saja tulis dan tunggu jawabannya, afwan.

Ch.I: Pertanyaan ku ada dua ustadz:

1.  Apakah di Iran sistem demokrasi diberlakukan ustadz?

2.  Bagaimana hukumnya bagi orang yang belajar reike (semacam yoga) ustadz? Apakah dibolehkan secara syar’i atau tidak? Terimahkasih sebelumnya ustadz.

Sinar Agama: Salam:

1- Demokrasi di Iran adalah demokrasi hakiki karena ia dari Allah, bukan demokrasi yang di barat yang digunakan untuk menekan dan mempolitisir orang lain.

2-  Yoga itu ajaran Hindu, sebaiknya ditinggalkan.

Ch.I: Maaf ustadz, bisa dijelaskan bagaimana demokrasi hakiki itu?

Sinar Agama: Demokrasi hakiki adalah yang tidak mengejar ketidaktahuannya dan hawa nafsunya. Demokrasi hakiki adalah ketika seseorang melepaskan dirinya dari berbagai kepentingan dan tidak melebihkan kepentingan diri dan golongan serta partainya ke atas kepentingan umat/bangsa.

Dengan kata lain, semua harus merujuk kepada Allah sebagai Kebaikan Mutlak dan Cahaya Mutlak. Ketika semua sudah merujuk kepada Allah dan agamaNya dan semua orang sudah mementingkan kepentingan bersama sesuai tuntunan agama yang tanpa pamrih, maka baru disitulah kalau ada perbedaan menuju kepentingan bersama dan atas dasar tuntunan agama yang tidak ada aturan dan ajarannya kecuali untuk kebaikan manusia itu, maka bisa diadakan pemungutan suara.

Jadi, pertama setiap orang harus merdeka dari dirinya dan hawa nafsunya sendiri ketika menangani masalah umat dan kenegaraan. Kemudian berfikir bersama untuk mencapainya sesuai dengan bimbingan Yang Maha Tahu. 

Kemudian kalau ada perbedaan pendapat, mengadu argumentasinya. Kalau ada yang lebih kuat dari yang lainnya dimana lain-lainnya itu tidak mampu menjawabnya lagi, maka sekalipun mayoritas tidak menyuarakannya, harus menerimanya. Dan kalau sama-sama kuat, maka barulah diadakan voting pemungutan suara.

Jadi, manusia bebas dan merdeka, adalah bebas dan merdeka dari dirinya sendiri dan menggelantungkan diri kepada Allah dan agamanya. Tentu dengan profesional dan argumentatif gamblang, bukan hanya bersifat pengakuan seperti wahabi. Ini poin pertamanya.

Yang ke dua, memikirkan masalah-masalah umat dan negara dengan dasar poin pertama itu.

Ke tiga, membangun setiap idenya dengan dalil gamblang.

Ke empat, kalau ada perbedaan, maka mesti diadu dan dilihat mana yang lebih kuat.

Ke lima, kalau ada perbedaan maka bisa diadakan voting.

Ke enam, yang mayoritas tetap tidak boleh memaksa yang minoritas untuk menerima teorinya, tapi dalam menjalankan proyek pemerintahan, memang harus mengikuti yang mayoritas. Itu kalau yang mayoritas tersebut tidak kalah telak dalam adu argumentasi dengan yang minoritas. Tapi kalau kalah telak hingga tidak ada penguatnya, maka yang mayoritas mesti meninggalkan idenya dan semuanya mengikuti yang minoritas.

Aplikasi demokrasi yang manusiawi itu, tidak bisa tidak, harus dengan bimbingan agama. Karena agama yang tanpa pamrih dalam mengatur manusia dan, sudah tentu bersumber dari Yang Maha Tahu.

Ketika aplikasinya harus dengan agama, maka wajib mengikuti petunjuk ayat-ayatNya dan nabi-nabi utusanNya as serta para penerusnya yang disebut washi atau makshumin as (imam-imam makshum as). Dan dalam keadaan jauh dari para makshum as, maka wajib mengikuti mujtahid yang lebih tahu dari yang lainnya karena telah belajar puluhan tahun dan lulus ujian serta terlatih untuk meninggalkan dosa-dosa hingga para ulama itu juga disebut dengan Ruhaanii.

Dalam bab taqlid, tidak cukup seorang mujtahid itu hanya sebagai orang yang ilmunya sampai ke tingkat ijtihad dan tidak melakukan dosa besar dan kecil. Akan tetapi, harus pula meninggalkan ketergiuran  kepada dunia sekalipun halal.

Dengan demikian, aplikasi demokrasi yang hakiki di jaman sekarang itu, harus dengan bimbingan marja’ yang mumpuni dimana marja’ ini juga, kalau lebih dari satu, harus pula dipilih oleh rakyatnya sendiri atau umat manusia sendiri. Karena seperti yang sudah dijelaskan, bahwa di antara ide-ide yang sama-sama kuat argumentasinya, harus diadakan voting dan pengambilan suara. Wassalam.

Fhyll Cahaya Anjello · 24 mutual friends:  Mohon maaf ustadz, apa ada dalil nash yang menyinggung persoalan demokrasi yang disebut hakiki itu? Karena sebagian kawan-kawan HT (pejuang pro khilafah) gencar mengatakan bahwa demokrasi itu tidak ada dalam al qur’an dan sunnah. Apa memang demikian ustadz?

Sinar Agama: F.C,A: Sebenarnya demokrasi itu tidak perlu dalil karena terangnya melebihi matahari, karena:

1- Ketika ia mengatakan tidak ada demokrasi, maka ia sendiri sudah melakukan demokrasi. Demokrasi itu kan hak suara. Nah, ketika ia bersuara dan berpendapat, berarti ia sendiri sudah melakukan demokrasi itu sendiri dan, karenanya ia adalah penentang pertama dari teori dia yang mengatakan bahwa Islam tidak mengenal demokrasi.

2- Ketika Islam mengajarkan kesamaan hak pada manusia dan menentang kasta-kasta, itu adalah demokrasi yang nyata. 

3- Lah...kok enak, kalau disuruh taat pada Ahlulbait yang makshum as karena kehebatan dan ketaqwaannya yang tinggi dan diumumkan kemakshumannya oleh Allah dalam QS: 33:33 dimana kewajiban taat ini sendiri dari Allah dan Nabi saww, tapi mereka menolak karena Islam tidak mengajarkan pilih kasih terhadap siapapun termasuk kepada keluarga Nabi saww,

nah....sekarang malah mereka mau menetapkan pilih kasih kepada diri mereka sendiri ketika mereka membutuhkannya? Yakni, kalau disuruh taat kepada yang makshum sesuai dengan perintah Tuhan, mereka menolak dengan alasan Islam tidak memihak siapapun dalam arti setiap orang punya hak, lalu sekarang hak itu mereka singkirkan dari orang lain dan mereka tetapkan untuk khalifah mereka yang batil dan ke atas konsep mereka yang batil?

4- Kalau kewajiban taat pada kepemimpinan makshum, maka jelas Islam menolak demokrasi. Taat kepada para nabi as, rasul as dan para washi dan imam makshum as, jelas merupakan perintah Tuhan yang mutlak dan tidak ada demokrasi di dalamnya.

Hal itu, bukan karena Tuhan diktator, sekalipun Ia punya hak untuk itu, karena apapun yang Ia lakukan dan perintahkan, pasti kebaikan dan maslahat untuk manusia, akan tetapi karena manusia tidak mungkin bisa tahu siapa yang makshum di antara manusia yang lain.

Yakni manusia tidak memiliki kemampuan mengetahui siapa yang ilmu dan amalnya makshum, yakni yang ilmunya lengkap seratus persen dan benar seratus persen, serta siapa yang menaati ilmunya itu secara seratus persen pula. Karena itulah, maka dalam kewajiban taat pada yang makshum ini, tidak ada demokrasi di dalamnya.

5-  Orang-orang HT ini mau meniru sistem penjajahannya para raja-raja muslim yang berketerusan sampai sekarang seperti Saudi dan raja-raja arab lainnya di Timteng. Kok bisa mereka menerima hal seperti ini, yakni manafikan hak dan demokrasi dari dirinya sendiri dan menetapkannya kepada para penguasanya yang tanpa dalil telah merampas hak dan kemerdekaan orang lain.

Bayangin, dalam ajaran HT dikatakan bahwa kalau beberapa orang membaiat satu orang, maka ia sudah menjadi khalifah dan yang  menentangnya halal darahnya. Begitu pula kalau nanti ada sekelompok umat membaiat orang lain. Artinya, umat dan khalifahnya itu wajib diperangi dan halal darahnya.

Lucunya, kalau khalifah ke dua ini yang menang, maka ialah yang menjadi khalifah yang syah dan menjadi penghalal darah bagi khalifah-khalifah kemudian dan para umat yang membaiatnya.

6-  Kalau mereka tidak mengenal demokrasi, terus mengapa harus ada baiat terlebih dahulu? Bukankan baiat umat pertama kepada khalifah pertama itu juga merupakan demokrasi? JADI, KALAU HT INI MENENTANG DEMOKRASI, MESTINYA MENENTANG PEMBAIATAN PERTAMA ITU KARENA IA HAKIKAT DEMOKRASI (bc: pengutaraan hak pilih, sebab dalam pembaiatan itu tidak terjadi kecuali oleh beberapa orang yang ada di Madinah –tempat kejadian- apalagi kota-kota lain yang sama sekali tidak tahu bahkan tentang wafatnya kanjeng Nabi saww sendiri, boro-boro ikutan pemilu demokrasi pemilihan khalifah).

7-  Kalau orang-orang Hizbut Tahrir (HT) mengatakan: ”Kalau begitu kalian wajib mengikuti khalifah HT karena ia dibangun di atas demokrasi”, maka jawabannya adalah memang hal tersebut demokrasi, tapi sangat terbatas dan hanya mengikat umat pertamanya (pembaiatnya yang langsung), bukan umat ke dua, ke tiga ....dan seterusnya.

Mana ada demokrasi pertama ini dikatakan demokrasi, kalau menghilangkan demokrasi umat ke dua, ke tiga .....dan seterusnya?

8-  Jadi, orang-orang HT ini, mau menentang demokrasi tidak bisa karena ia memiliki konsep itu untuk umat dan khalifah pertamanya dan, mau mendukung demokrasi, juga tidak bisa karena ia hanya berdemokrasi ria dalam golongan kecilnya dan itupun pada umat pertamanya.

9-  Sebenarnya, HT ini, mau meniru yang bukan Islam yang diatasnamakan Islam, seperti kepemimpinan Abu Bakar. Karena Abu Bakar tidak dipilih kecuali oleh beberapa gelintir orang di balairung Saqifah di Madinah yang kemudian dari sana dipaksakan kepada yang lainnya, baik yang ada di Madinah dan di kota-kota lainnya seperti Makkah, Yaman ...dan seterusnya.

Para shahabat yang dalam suku besar seperti suku Bani Tamiim dimana terdiri dari ratusan atau ribuan orang, semua menentang pemerintahan Abu Bakar hingga karena itu mereka menyerahkan zakat langsung kepada yang berhak dan tidak kepada khalifah yang batil itu. Dan, karenanya Abu Bakar mengutus tentaranya dengan kepemimpinan Khalid bin Walid sebagai panglima untuk menyerang suku Banii Tamiim dimana Khalid bin Walid ini berani membakar hidup-hidup beberapa shahabat di depan umum.

10-  Beda dengan Syi’ah yang meyakini adanya imam makshum sejak jaman Nabi saww dan adanya kewajiban menaati imam makshum dengan mutlak seperti menaati Allah dan Nabi saww sejak jaman Nabi saww sendiri.

Lihat QS: 4:59:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي الْأَمْرِ مِنْكُمْ

Wahai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul dan pemimpin/imam di antara kalian.”

11-  Setelah pemerintahan Abu Bakar, Umar dan Utsman dan setelah diteruskan dengan pemerintahan bani umayyah dan Bani Abbas, telah menelan berbagai korban dimana Ahlulbait as adalah korban pertamanya. Sementara Tuhan telah mengumumkan kemakshuman mereka as (QS: 33:33).

Nah, kerajaan-kerajaan itu diteruskan dan diteruskan sampai pada raja-raja setelah itu di abad-abad berikutnya. Kerajaan-kerajaan tanpa dalil yang diatasnamakan Islam dengan hanya merubah kata Presiden/raja dengan Khalifah, telah menelan hak-hak muslimin dan demokrasi-demokrasi muslimin sepanjang sejarah Islam dan telah pula menelan puluhan ribu nyawa muslimin itu sendiri.

12-  Di jaman Nabi saww, jangankan muslimin yang tidak suka pada Nabi saww yang dikenal dengan munafik, orang-orang kafir saja bisa hidup sejahtera penuh kebebasan asal tidak memerangi muslimin, tapi khalifah-khalifah ini, justru membiarkan kafirin dan membantai muslimin.

Di Saudi, jangankan mengajak kepada hak-hak asasi manusia dan kepada Islam yang hakiki, menanyakan apa hak mereka menjadi raja dan menurunkan kerajaannya kepada anak-anaknya saja, sudah harus siap untuk dipancung atau dipenjara seumur hidup. Pemerintahan seperti ini yang diinginkan HT itu. Alasan bagi mereka mudah saja, karena raja-nya sudah dibaiat beberpa orang dan, putra mahkotanya juga demikian. Jadi, syah-syah saja raja itu menjadi raja dan menurunkan kepada putra mahkotanya. Tentu saja, kata ”raja” diganti dengan ”khalifah”.

13-  Kalau Islam tidak mengajarkan pembuktian ada dan terbitnya matahari, karena matahari itu sudah jelas adanya. Begitu pula, anggap saja tidak mengajarkan demokrasi, maka hal itu karena kejelasannya. Mana ada hak dan demokrasi bagi sebagian orang dan terlarang bagi yang lainnya?

14-  Padahal, kalau kita melihat Qur'an dan hadits-hadits, terlalu banyak ajaran demokrasi ini. Misalnya, setiap orang menanggungjawabi perbuatannya sendiri (QS: 99:7-8). Menyuruh kita bermusyawarah (QS: 3:159).  Untuk mengerti ayat musyawarah ini, maka jelas harus tahu apa esensi dari musyarawah itu.

Musyawarah, adalah merundingkan masalah-masalah  yang dihadapi dengan argumentasi. Dan kalau masih ada perbedaan, maka barulah diadakan voting atau ambil suara. Hal yang kecil ini, tidak perlu dijelaskan Islam.

Karena ketika Islam melihat bahwa musyawarah itu memang seperti itu sejak nabi Adam as, yakni merundingkan masalah-masalah  yang dihadapi dengan masing-masingnya mengajukan dalil dan kalau belum ketemu dan belum sepakat maka diambil suara yang terbanyak, lalu Islam memerintahkan kita untuk musyawarah, maka jelas yang diinginkan Islam itu adalah musyawarah seperti itu. Bukan main hajar seperti yang dikehendati HT itu. Yakni beberapa orang membaiat satu orang menjadi khalifah dan hanya dengan itu ia sudah berhak jadi khalifah dan wajib memerangi yang menentangnya karena siapapun yang menentangnya sudah boleh diperangi karena sudah halal darahnya. Kan ra’syih.

15-  Para HT dan raja-raja arab itu, hanya mengambil satu golongan riwayat yang tentang memerangi para penentang imamah, tapi menolak dalil imamah itu sendiri. Jadi, konsep memerangi yang memerangi khilafahnya itu diambil dari Islam sementara keimamahannya itu sendiri, diambil dari budaya raja-raja sepanjang sejarahnya, baik di Eropa, Afrika sebelum Islam atau arab-arab setelah Islam.

Terlalu banyak Tuhan menentukan imam dan syarat-syaratnya yang harus makshum dalam ayat-ayatNya dan hadist-hadist NabiNya saww. Tapi mereka mengenyampingkan dalil-dalil itu dan lari pada sistem kerajaan yang diatasnamakan khilafah untuk menipu awam karena selama ini sudah berhasil menipunya dalam sepanjang sejarah muslim sejak kewafatan Nabi saww..

16-  Nah untuk melancarkan keimanan pada kerajaan itu, maka mereka pakai nama Khilafah dan, langkah ke dua setelah propaganda nama itu, adalah menghilangkan hak dan demokrasi dari umat yang mau ditipunya, yaitu muslimin. Karena itu, menjadi penting mereka dengan atas nama Islam, untuk menghilangkan demokrasi dari umat yang mau ditipunya dan mengembalikan mereka kepada agama khayal yang ada di benak mereka.

17-  Kok enak, disuruh kembali kepada Allah dan agama yang benar dengan berimam kepada imam makshum yang ilmunya lengkap 100% dan benar 100% dan kemakshumannya diumumkan Tuhan dalam Qur'an (QS: 33:33) dan begitu pula tentang kewajiban taat kepada mereka as, para HT ini tidak mau, tapi dalam pada itu, mewajibkan kita/umat untuk mengikuti khalifah mereka karena mengikuti mereka adalah perintah Tuhan.

Bayangin, Tuhan dalam Qur'an dan Hadits-hadits NabiNya saww mewajibkan umat taat sejak jaman Nabi saww kepada para makshum as yang disebut Ahlulbait as karena ingin menjaga umat dari kesesatan dimana jaminannya adalah kemakshuman para imam Ahlulbait as tersebut, lah ....ini orang-orang HT ingin mengembalikan umat kepada Tuhan dengan mewajibkan taat kepada sembarang orang yang disebut khalifah.

Bayangin, imam pilihan Tuhan itu makshum as dan Tuhan melarang mengikuti yang kafir dan tidak makshum seperti dalam QS: 76:24 yang mengatakan:

فَاصْبِرْ لِحُكْمِ رَبِّكَ وَلَا تُطِعْ مِنْهُمْ آثِمًا أَوْ كَفُورًا

Sabarlah dengan hukum Tuhanmu dan jangan taati mereka-mereka yang memiliki dosa dan orang-orang kafir!

Sementara HT hanya mensyarati khalifahnya dengan seorang muslim, mau taqwa kek, atau tidak taqwa kek, mau punya ilmu Islam kek atau tidak kek, ....dan seterusnya, tidak peduli dan yang diperdulikan hanya seorang muslim saja yang dibaiat duluan walau oleh segelintir orang. Kata mereka, kalau tidak punya ilmu Islam, bisa mengangkat para penasihat. Dan kalau tidak taqwa, tidak usah diikuti ketidaktaqwaaannya. He he...mana ada ajaran lebih lucu dari ajaran mereka ini?!

Kesimpulan: Karena itulah para HT ini, untuk menutup akal para umat yang mau ditipunya, pertama menamakan kerajaannya dengan khilafah. Ke dua dengan menghilangkan hak dan demokrasi umat supaya hak dan demokrasi itu hanya bisa dimiliki raja-raja dan pembaiat-pembaiat pertamanya.

Tambahan:

1-  Masih banyak ayat-ayat yang menunjukkan kepada demokrasi ini, baik langsung atau tidak, seperti:

a- QS: 16:43 dan 21:7:

فَاسْأَلُوا أَهْلَ الذِّكْرِ إِنْ كُنْتُمْ لَا تَعْلَمُونَ

Dan tanyalah kepada ahludzdzikir (yang tahu) kalau kalian tidak tahu.”


- QS: 17:36:

وَلَا تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ ۚ إِنَّ السَّمْعَ وَالْبَصَرَ وَالْفُؤَادَ كُلُّ أُولَٰئِكَ كَانَ عَنْهُ مَسْئُولًا

Dan jangan katakan apa-apa yang kamu tidak tahu. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati/akal, semuanya akan ditanyakan


- QS: 6:116:

وَإِنْ تُطِعْ أَكْثَرَ مَنْ فِي الْأَرْضِ يُضِلُّوكَ عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ ۚ إِنْ يَتَّبِعُونَ إِلَّا الظَّنَّ


Kalau kamu menaati kebanyakan orang di muka bumi, maka mereka akan menyesatkanmu dari jalan Allah. Sesungguhnya mereka tidak mengikuti apapun kecuali sangkaan belaka..”

Nah, kalau kebanyakan manusia saja, kalau ditaati akan menyesatkan, maka apalagi satu khalifah yang dipilih oleh sekelompok kecil manusia. Sudah tentu akan lebih menyesatkan.

KARENA ITU, PELARIAN DARI KEBANYAKAN INI, BUKAN KEPADA YANG SEDIKIT KARENA YANG SEDIKIT INI MASUK DALAM YANG BANYAK DAN JUGA KEDUANYA TIDAK ADA BEDA KALAU DIHUBUNGKAN DENGAN KEBENARAN DAN HANYA BEDA DARI SISI JUMLAH DIMANA JUSTRU YANG LEBIH SEDIKIT INI YANG PASTI LEBIH CELAKA DARI YANG BANYAK YANG CELAKA ITU KARENA KALAU YANG KEBANYAKAN SAJA SUDAH CELAKA MAKA APALAGI YANG SEDIKIT.

JADI, PELARIANNYA ADALAH KEPADA YANG MAKSHUM YANG DISEBUT AHLULBAIT DAN SHIRATALMUSTAQIM YANG TIDAK PUNYA KESALAHAN SEDIKITPUN (wa laa al-dhaalliin).

- QS: 18:28:

 وَلَا تُطِعْ مَنْ أَغْفَلْنَا قَلْبَهُ عَنْ ذِكْرِنَا وَاتَّبَعَ هَوَاهُ

Dan jangan taati orang-orang yang Kami lengahkan hatinya dalam mengingat Kami (tidak taat) dikarenakan mengikuti hawa nasfunya.”

Artinya, kalau seseorang itu tidak makshum, maka ia pasti maksiat kepada Allah. Dan orang yang seperti ini, tidak boleh ditaati karena sudah dihukum oleh Allah sebagai lengah hati karena ketaatan mereka kepada hawa nafsunya dan bukan kepadaNya. Lah, kok bisa para HT ini mewajibkan kita taat pada rajanya sementara Tuhan melarangnya?

- QS: 33:1:

وَلَا تُطِعِ الْكَافِرِينَ وَالْمُنَافِقِينَ

Dan jangan taati orang-orang kafir dan munafikin

Lah, kalau kafir bisa diketahui. Sekarang bagaimana dengan munafikin yang mana hanya Tuhan yang tahu seperti dalam ayat: QS: 9:101:  ْ

وَمِمَّنْ حَوْلَكُمْ مِنَ الْأَعْرَابِ مُنَافِقُونَ ۖ وَمِنْ أَهْلِ الْمَدِينَةِ ۖ مَرَدُوا عَلَى النِّفَاقِ لَا تَعْلَمُهُمْ ۖ نَحْنُ نَعْلَمُهُمْ ۚ سَنُعَذِّبُهُمْ مَرَّتَيْنِ

Dan di sekitar kalian dari orang-orang desa adalah munafik dan begitu pula orang-orang madinah/ kota. Mereka keterlaluan dalam kemunafikan. Kalian tidak mengetahui mereka dan Kami mengetahui mereka dan Kami akan mengadzab mereka dua kali.”

Nah, kalau tidak makshum, lalu bagaimana kita bisa menjamin siapapun sebagai bukan munafik?!

By the way, ketika Tuhan menyuruh taat pada yang taqwa, maka minimal, sekalipun tidak mau menaati makshum seperti di Syi’ah, setidaknya harus dirundingkan dulu siapa-siapa yang paling taqwa walau secara lahiriah. Bukan main tunjuk sebagian atau segelintir orang lalu memaksa yang lainnya menaatinya dan menghalalkan darahnya kalau tidak menaatinya, dan seterusnya.... dari ayat-ayat dan riwayat-riwayat tentang musyawarah dan demokrasi.

Catatan: Tentang HT ini saya mengetahuinya karena memang sudah lama memiliki konsep mereka dan mempelajarinya serta sudah pernah diskusi terbuka beberapa kali dengan penghulu mereka di beberapa universitas di Indonesia. Semoga mereka dapat merenungi konsep mereka sekali dan sekali lagi dan tidak tertipu dengan sekedar dakwaan mengikuti Allah dan agamaNya, tanpa dalil secuilpun. Wassalam.

Muhammad Asad: Mohon maaf ustadz, keluar dari topik... saya mau tanya mut’ah itu apa? Maklum saya masih awam, ustadz dan terimakasih.

Sang Pencinta: Asad, ikut bantu, ini arsip ustadz sinar Agama, https://www.dropbox.com/s/3gwy66n8moi3eo0/Lika-Liku%20Mut%27ah.pdf?v=0mcn Lika-Liku Mut’ah.pdf www.dropbox.com

Muhammad Asad: Terimakasih pecinta tapi ana gak ngerti...

Sang Pencinta: Asad, ini file ustadz Sinar Agama yang membahas tentang mut’ah, format pdf.

Khommar Rudin:  اللهم صل على محمد وال محمد وعجل فرجهم

Fhyll Cahaya Anjello: Terimakasih ustadz, semoga senantiasa mendapat lindungan-Nya..


>> Baca juga: Imamah dan Khilafah dalam Tinjuan