Kamis, 01 Juli 2021

Gambaran Hukum Di Negara Iran


Oleh Ustadz Sinar Agama http://www.facebook.com/groups/210570692321068/doc/326178654093604/ Oleh Anggelia Sulqani Zahra pada 4 Februari 2012 pukul 23:31


Mount Kincai: Apakah karena pilihan kita ke syiah .. dan ketika Negara IRAN yang diakui sebagai pusatnya Syiah ... tapi ada LANGKAH - LANGKAH dari pemerintah IRAN yang notabene ..pusat syiah ..yang kita kritik karena bertentangan pikiran dan hati kita .. terus keyakinan kita terhadap ajaran ahlul bait juga diragukan ...

Astamin Zayi: Setahu saya, Di Iran itu ada 2 hukum yang berlaku, hukum islam yang akan ditempuh oleh orang yang memilih dengan hukum itu untuk menyelesaikan perkaranya, juga hukum negara yang bersifat umum....

Sinar Agama: Salam dan terimakasih pertanyaannya:

(1). Di Iran itu hanya satu hukum, yakni hukum Islam. Jadi sangat tidak benar yang dikatakan saudara Astamin. Tidak ada hukum di Iran kecuali hukum Islam.

(2). Karena Iran yang Syi’ah lebih mementingkan Islamnya dan memang Islam juga tidak boleh memaksa, maka daerah-daerah yang mayoritas Sunni, dibolehkan memutuskan dengan hukum fikih Sunni dalam masalah-masalah pertikaian mereka. Jadi, walalupun Syi’ah sudah diyakini benar oleh pengikutnya, dan merupakan mayoritas di Iran dimana hukum dunia yang bernama demokrasi telah membolehkan Iran membuat hukum general dari hukum Islam Syi’ah untuk semua orang, akan tetapi, karena Iran lebih mengedepankan Islam dan umatnya, maka ia melebihi demokrasi dalam memberikan kompromi, inilah yang sering saya katakan dengan santun. Karena itu, di daerah-daerah atau kota-kota yang mayoritas Sunni, hukum Islamnya memakai hukum Sunni. Karena yang dipentingkan dari negara Islam adalah negara Islamnya, bukan harus dengan madzhabnya.

(3). Amerika dan wahabi dari dulu dengan berbagai ratusan TV dunianya, dan ribuan site dan surat kabarnya, menggelombangkan segala macam fitnah dalam 30 tahun ini, semua demi menutupi kemuliaan negara Islam di Iran ini. Untuk menutupi wahabi yang main penggal dan tidak memberikan demokrasi apapun serta membuat bid’ah kerajaan, serta untuk menutupi demokrasi ala barat dan PBB yang sama sekali tidak ada nilai hakikinya dan kepalsuan semata. Itulah, saya sering katakan bahwa kita harus sabar dan profesional dan berdalil gamblang dalam setiap menghadapi masalah, walau menghadapi kebatilan sekalipun.

(4). Antum kalau mau mengkritik Iran, silahkan saja. Tetapi mengkritik. Bukan memfitnah. Artinya, data antum cukup akurat, tidak merujuk ke site-site barat atau Syi’ah liberal, dan antum ngeritiknya ke Iran. Bukan ke teman antum dengan sambil menim kopi di warnet atau di rumah atau di pengajian. Itu kalau antum mau mengkritik. Jadi, data lengkap terhadap kesalahan Iran (dalam anggapan antum itu), lalu jalan keluarnya ghimana dan kepada pemerintah Iran.

Kalau datanya tidak akurat, dan antum juga belum konfirmasi dengan Iran, atau hanya melihat lahiriahnya, lalu antum juga tidak punya ilmunya tentang hal itu dan jalan keluarnya, dan, disampaikan ke orang lain dan bukan ke pemerintah Iran, maka hal itu namanya bukan mengkritik, tetapi bisa fitnah, menggunjing dan bahkan bisa dikatakan berusaha meruntuhkan wibawa Islam Iran. Karena itulah maka pekerjaan seperti itu bisa sampai ke tingkat haram. Karena kalau salah, berarti fitnah. Kalau benar berarti ghibah. Karena kalau mau menasihati harus kepada orangnya yang bersangkutan. Dan, sudah tentu kalau ngacak dan menyebabkan kurangnya simpatik muslimin kepada negara Islam, dosanya bisa lebih besar lagi.

(5). Di dunia bisa dikatakan tidak ada yang makshum dan suci, tetapi diri kita adalah obyek paling utama dari perkataan itu. Jadi, kita sendiri tidak bisa dibanding dengan para mujtahid dan marja’ yang adil dan yang telah berjihad puluhan tahun dan mengorbankan ratusan ribu syahid dan dimusuhi semua dunia yang kapitalis dan anti Islam dan juga tidak bisa dibanding dengan rakyatnya yang telah mengusung negara Islam dan mendikirkannya dengan ratusan ribu syahid dan ratusan ribu korban bom kimia dan cacat perang dan ditawan, serta diteror ...dan seterusnya itu.

Jadi, memang tidak ada yang makshum, tetapi diri kita lebih tidak makshum dan lebih tidak tahu dari semua mereka itu, baik mujtahidnya atau rakyatnya.

(6). Karena itu, kritik mengkritik itu ada hukum fikihnya dan juga ada hukum akhlaknya. Hukum fikihnya seperti yang sudah disampaikan di poin ke 4, dan hukum akhlaknya seperti yang disampaikan di poin 5.

Apapun antum dan dan kita-kita, siapapun antum dan kita-kita, mengkritik dengan salah atau benar, dosa atau tidak, berakhlak atau tidak, kalau tidak dengan niat mengacau dunia Islam dan hanya salah paham dan salah cara, dan memang tidak ingin menyombongkan diri di dunia ini, maka dosa apapun itu, tetap tidak akan sampai menjarah ke ranah iman kepada keyakinan kepada Syi’ah. Wassalam.

@Astamin: Sudah tentu antum salah nangkap infonya. Karna tidak ada yang tahu kalau Iran itu negara Islam. Karena itu, semua hukum dan peraturan apapun yang berlaku adalah dari Qur'an dan Hadits.

Wassalam.


اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وآلِ مُحَمَّدٍ وعَجِّلْ فَرَجَهُمْ

Tidak ada komentar:

Posting Komentar