﷽
Oleh Ustadz Sinar Agama http://www.facebook.com/groups/210570692321068/doc/326181344093335/ Oleh Anggelia Sulqani Zahra pada 4 Februari 2012 pukul 23:36
Daris Asgar: Salam Ustadz, ijin mau bertanya,,, daerah saya ada tokoh Islam yang beliau ini Ahli Hadits tapi Suni,,,dan katanya beliau ini Habib keturunan Imam Husain As, beliau mengatakan kalau tidak salah pernah/sering bertemu dengan Nabi Saww baik dalam mimpi maupun langsung,,,juga dengan para Wali Allah,,, bagaimana pendapat Ustadz,,apakah hal ini benar?Karena kalau benar,,, kalau memang ajaran Suni itu salah,,, kenapa tidak diberitahukan oleh Nabi Saww ketika bertemu tersebut???
Yang kedua Ustadz, bagaimana menurut Ustadz,, mengenai keturunan Nabi Saww langsung,,, ternyata banyak yang tidak sejalur ya Ustadz,, terimakasih Ustadz,,,
Sinar Agama: Salam dan terimakasih pertanyaannya:
(1). Benar tidaknya orang menyatakan melihat Nabi saww dalam mimpi atau langsung itu, kita tidak diwajibkan untuk mengururusinya. Akan tetapi kita tidak boleh mempercayainya, sekalipun tidak menyalahkannya. Jadi, apapun dakwaan dia itu, kita serahkan kepada Allah, dan kita tidak boleh terpengaruh kepada ajarannya dan akibat-akibat lainnya yang ditimbulkan dari dakwaannya itu, seperti menganggapnya wali dan seterusnya. Jadi, kita tidak boleh masuk ke arenanya, baik positif atau negatif. Walhasil, kita biarkan saja dia itu.
Hal tersebut, karena mimpi atau melihat langsung itu, sama sekali tidak ada jaminan kalau di Syi’ah. Karena mimpi yang benar itu adalah mimpi melihat Rasul saww yang Rasul saww, bukan melihat Rasul saww yang diakuinya sendiri dalam mimpi itu. Yakni, syethan itu tidak bisa meniru wajah Rasul saww, tetapi ia bisa mengaku Rasul saww dengan wajah yang lain. Karena itu, kalau kita tidak kenal wajah asli Rasul saww, maka Rasul saww yang kita lihat itu belum tentu Rasul saww.
Yang ke dua, melihat Rasul saww itu bisa karena hal-hal lain yang tidak berhubungan dengan ajarannya. Misalnya ia Sunni yang membela para pembunuh Ahlulbait Rasul saww. Tetapi kalau dia tidak sengaja, dalam arti ia tidak tahu kalau yang dia bela itu adalah pembunuh kakek-kakeknya sendiri (kalau sayyid atau keturunan), lalu ia taqwa di dalam ajaran Sunninya itu, maka bisa saja karena semangat ketaqwaannya itulah Rasul saww mau melihatnya. Karena yang taqwa, walaupun ia salah dalam melakukan taqwa itu, tetapi karena tidak sengaja, maka akan mendapatkan maaf Tuhan dan Rasul saww sendiri. Jadi, mimpi benarpun, atau melihat langsung yang benarpun (anggap bukan syethan yang menjelma dan mengaku Rasul saww), tetap melarang kita mendengarkan ajarannya yang salah itu. Memang, bagi dia ajaran salah dia itu dimaafkan karena belum tahu, tetapi kita yang sudah tahu, maka tidak boleh mengikutinya.
Dengan sedikitnya dua alasan di atas itu, maka kita tidak boleh mempercayainya dan mengikuti apapun ajarannya. Di Jakarta, dulu juga ada ajaran tariqah seperti itu, sampai Nabi saww itu didatangkan di majlis mereka dan semua muridnya yang sudah tinggi bisa melihat beliau saww. Tapi, sekali lagi, kalau di Syi’ah, hal itu belum tentu benar. Karena yang pasti benar itu adalah melihat Rasul saww yang sesuai dengan wajah aslinya, karena syethan tidak bisa menirunya. Tetapi kalau syethan sekedar mengaku Rasul saww dan dengan wajah sembarangn yang ia karang dan penuh cahaya, maka itu bisa saja terjadi. Karena itu, orang- orang itu, di akhirat bisa benar-benar akan kecele. Hal tersebut, karena mereka kurang teliti memahami hadits-hadits Rasul saww khususnya tentang ketidakbisaaan syethan meniru wajah Nabi saww tersebut dimana yang dibantah Nabi saww itu adalah kepeniruan syethan akan wajah beliau saww, bukan kepengakuan syethan sebagai beliau saww.
(2). Saya kurang memahami pertanyaan ke dua antum. Kalau maksudnya keturunan itu banyak yang tidak sejalan dengan Syi’ah, maka hal itu benar adanya, bahkan ada juga yang memusuhi. Hal itu karena mereka belum tahu dengan kebenaran yang ada. Dan kalau sudah tahu, tapi tetap saja, maka kita serahkan urusan mereka itu kepada Allah swt.
Jack Marshal: Sebetulnya seseorang yang benar-benar mimpi atau ketemu langsung dengan Nabi, itu adalah rahasia dia, tidak layak diceritakan pada umum, supaya tidak timbul riya, fitnah.
Sinar Agama: Jack: Boleh saja seseorang menceritakan fadhilah Tuhan yang diberikan pada seseorang/dirinya, karena Tuhan sendiri mengatakan: “Ceritakanlah nikmat-nikmat yang diberi- kan Tuhan kepadamu.” (QS: 93: 11).
Tapi dalam penjelasan ayat tersebut, supaya tidak bertentangan dengan ayat-ayat lainnya, maka ceritakanlah pada orang yang kita yakin dia tidak akan dengki kepada kita dan juga ceritakanlah kalau kita tidak memiliki perasaan riya’, sombong dan semacamnya. Wassalam.
Ammar Dalil Gisting dan Sundari Sastrareja menyukai ini.
اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وآلِ مُحَمَّدٍ وعَجِّلْ فَرَجَهُمْ
Tidak ada komentar:
Posting Komentar