Tampilkan postingan dengan label Imam Khomaini ra. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Imam Khomaini ra. Tampilkan semua postingan

Jumat, 03 Juli 2020

Memahami Definisi Keadilan Dalam Fiqh



Oleh Ustad Sinar Agama http://www.facebook.com/groups/210570692321068/doc/243410945703709/ Oleh Anggelia Sulqani Zahra pada 4 September 2011 pukul 15:28

Sinar Agama : Teman-teman Syi'ah yang memiliki tim ru'yat sendiri, tolong mengerahkan orang adil (tidak punya dosa besar dan kecil) hari ini supaya bisa jadi dalil syar'i. Karena sudah tidak bisa mengandalkan peru'yatan madzhab lain, karena mereka mungkin sudah kukut dari lapangan sehubungan dengan keputusannya itu. Atau, kalau tidak punya orang yang tidak berdosa, maka kerahkan sebanyak-banyaknya hingga bisa dijadikan sandaran syar'i (syiyaa'un).

Sabtu, 11 Mei 2019

Perbandingan Dosa Ghibah dan Selainnya


Seri tanya jawab Andri Kusmayadi dengan Sinar Agama
by Sinar Agama (Notes) on Sunday, April 7, 2013 at 11:04 am


Andri Kusmayadi mengirim ke Sinar Agama: Minggu (10-3-2013) Salam. Afwan, ada beberapa pertanyaan yang ingin saya tanyakan. 

1. Tahapan terendah seorang muslim itu melaksanakan kewajiban atau meninggalkan yang haram? Mengingat suka ada orang yang tidak pernah shalat, tapi dia baik, tidak berzinah, mabuk-mabukan, berjiwa sosial tinggi dan lain-lain... Sebaliknya, suka ada orang yang shalatnya rajin, begitu juga kewajiban-kewajiban lainnya, puasa, khumus, dan lain-lain....tapi dia juga tetap bermaksiat kepada Allah dengan berzinah....Mohon penjelasannya..... 

2. Ketika salat zuhur berjamaah, kita masuk imam sudah rakaat ketiga, dan kita membaca alfatihah dan suratnya belum selesai, apakah itu termasuk satu rakaat atau belum sehingga harus disempurnakan ketika selesai salat? 

3. Ingin lebih paham tentang perbedaan fikih dan akhlak. Mungkin dengan memberikan contoh... seperti ini. Saya pernah membaca Imam Khomeini mengatakan bahwa ghibah itu lebih besar dosanya dibandingkan dengan membunuh atau berzinah? Nah, hal ini secara fikih atau akhlak? Bukankah, kalau membunuh atau berzinah itu ada hukumannya seperti dibunuh lagi atau dirajam, sedangkan ghibah itu tidak ada hukumannya? Demikian pertanyaan dari saya. 

Terimakasih sebelumnya. 

D-Gooh Teguh: 3. Kafir juga gak ada hukumannya di dunia. Yang kasat mata lho... bukan yang kasat-meta. 

SangPencinta: Salam, untuk no 1 kurasa ini mencukupi, 
http://www.facebook.com/groups/210570692321068/doc/486549254723209/ 

Sinar Agama: Salam dan terimakasih pertanyaannya: 

1- Yang meninggalkan dosa, apapun dosa itu, maka akan ditulis dan akan disiksa atau diampuni sesuai dengan hitungan dan kebijakan Tuhan. Tapi yang meninggalkan shalat, akan menggugurkan semua kebaikannya. Karena di fikih diterangkan bahwa kalau shalat diterima maka semua amal baiknya akan diterima dan begitu pula sebaliknya. 

Sementara zina juga tidak kalah besarnya. Apalagi kalau sudah punya istri, maka hukumannya adalah dirajam. Yakni dipendam separuh badan dan dilempari batu sampai mati. 

2- Shalat makmum yang di belakang imam, hanya diwajibkan fatihah kalau tidak cukup waktu dan imam sudah pergi ke rukuk. Tapi kalau sudah membaca surat dan imam pergi ruku’, maka diselesaikan secepatnya dan mengejar imam ke ruku’. Tapi kalau belum baca surat imam sudah ke ruku’, maka surat itu ditinggalkan (tidak dibaca). 

3- Fikih itu adalah hukum Tuhan. Haramnya ghibah juga hukum fikih. Dan dalam mengerti hukum-fikih, tidak mesti ada embel-embel hukumannya, terlebih di dunia. 

Kalau bisa antum tambahkan rujukan kata-kata imam Khumaini ra itu, maka akan lebih sempurna, supaya kita semua tahu, apakah penjelasan itu memang ada dan seperti itu atau tidak. 

Sinar Agama: Teguh: Salam untuk antum dan untuk semua teman-teman. Semoga selalu dalam rahmat dan lindunganNya , amin. 

D-Gooh Teguh: Terima kasih ustadz... harapan kita hanya “Tuhan mengampuni sebagian besar dosa-dosa”. 

Sinar Agama: Teguh: Mengapa tidak mengampuni semua dosa-dosa kita??!!! he he... 

D-Gooh Teguh: Saya kutipan bebas dari salah satu ayat aja ustadz... ayat yang menenteramkan qalbu saya yang legam ini. Juga “jika Rasul memohonkan ampunan maka Tuhan akan mengampuni”. 

Pegangan ketenteraman hidup di dunia. Jadi ingat, ada juga yang terjemahnya mengampuni semua dosa-dosa. Asyik... 

Sinar Agama: Teguh: Ahsantum. 

Andri Kusmayadi: Terimakasih Ust. Sinar Agama, Sang Pencinta, dan D-Gooh Teguh atas penjelasannya... oh ya tentang pendapat imam Khomeini tentang ghibah itu ada di link ini. 
http://indonesian.irib.ir/en/hidden-2/-/asset_publisher/yzR7/content/id/5267836/pop_up?_101_ 

INSTANCE_yzR7_viewMode=print 

Imam Khomeini: Amar Makruf dan NahiMunkar Bersama Imam - Terkini indonesian.irib.ir 

Di awal kedatangan Imam Khomeini ra di... 

Sinar Agama: Andri: Ahsantum. Dalam setiap hal, memiliki berbagai dimensi. Salah satu dimensi dari ghibah itu adalah menjatuhkan orang di depan masyarakat dan membuatnya malu bahkan untuk bertaubat. Ini tentu lebih besar dari membunuhnya. Tapi dari sisi tersebut. 

Sementara kalau dilihat dari sisi menghilangkan nyawa seseorang, maka Tuhan mengatakan seperti membunuh semua orang. 

Begitu pula zina. Zina, kalau muhshaan atau zina besar, maka dipendam separuh badan dan dilempari batu sampai mati. Dosa ini terlalu besar. Tapi ghibah tidak memiliki hukum seperti ini dan taubatnyapun, menurut imam Khumaini ra sendiri cukup dengan berhenti dan (secara tersirat dipahami) harus mengembalikan harga diri orang itu di orang-orang yang diberitakan tentang keburukannya itu. Artinya, menurut imam ra tidak perlu mencari orang itu dan meminta kehalalannya. Cukup menyesal dan berhenti dan secara tersirat dipahami seperti yang di atas itu. 

Misalnya juga, menzinahi istri orang. Ini lebih dari merajang-rajang suaminya itu. Seakan telah menusukkan ribuan pisau kepada diri dan harga dirinya sebagai suami. Jadi, semua ini tidak bisa dianggap enteng. 

Akan tetapi, dari satu sisi yang lain, ghibah bisa lebih besar dari itu semua seperti yang sudah dijelaskan di atas itu. Karena zina bisa saja tersembunyi, tapi ghibah penyebaran keburukan hingga seseorang itu tidak memiliki harga dan harga diri di dunia dan di masyarakat dan bahkan bisa membuatnya lebih putus asa untuk taubat dimana hal ini tidak kalah besarnya dari semua dosa-dosa di atas itu atau bahkan lebih besar. 

Lagi pula, ghibah itu bertingkat. Semakin yang dighibah itu orang taqwa dan apalagi ulama, maka akan semakin besar dosanya, karena bisa dosa pada agama karena telah mejauhkan masyarakat dari sumber agama. 

Tapi ghibah itu memiliki syarat-syaratnya. Seperti dosanya tidak dilakukan di depan umum. 

Beda dengan kalau di depan umum, tulisan di fb atau di buku, atau rekaman di dan seterusnya. 

Dan masih banyak lagi pembahasan ghibah ini. Seperti tidak masalah menggunjing manakala di pengadilan, manakala ingin meminta nasihat pada orang yang dianggapnya bisa menyelesaikan masalahnya, atau supaya melindungi orang lain dari keburukan dan kejahatannya. 

Tambahan: 

Tujuan penjelasan ini, jangan sampai meringankan zina dan pembunuhan karena gampangnya orang melakukan ghibah dan tidak adanya hukum rajam baginya serta lebih gampangnya taubatnya. Tapi juga jangan sampai meremehkan ghibah ini karena ia dosanya, setidaknya, tidak kalah dengan dosa-dosa di atas. Wassalam. 

Andri Kusmayadi: Oh begitu ya Ustadz...terimakasih atas penjelasannya.... 

Sinar Agama: Andri: Iya, banyak sekali sudut pandang kelebihan dan kekurangan dari perbandingan satu perbuatan dengan yang lainnya. 

Misalnya dalam hal kebaikan di katakan dalam riwayat bahwa meminjamkan itu lebih baik dari memberi. Semua ini harus dipadukan dengan hal-hal lainnya, seperti kondisinya, orangnya, masalahnya, ......dan seterusnya. Karena itu, bisa satu perbuatan itu lebih besar ketimbang yang lain dari satu sisi, tapi dari sisi pandang yang lain bisa berbalikan. Karena itulah maka agama tidak bisa dipelajari dengan tidak spesifik dan dalam waktu yang lama. Dan karena itu pulalah masyarakat umum disuruh bertanya ke ulama dan karena itulah melihat wajah ulama saja bagi orang umum sudah merupakan kesunnahan yang disunnahkan agama itu sendiri. 

Wassalam.



اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وآلِ مُحَمَّدٍ وعَجِّلْ فَرَجَهُمْ

Senin, 24 Desember 2018

Tentang Keturunan




Seri pertanyaan inbox-page Fatimah Adz Zahra Muhammad dengan Sinar Agama
by Sinar Agama (Notes) on Sunday, March 31, 2013 at 2:35 pm


Fatimah Adz Zahra Muhammad: 15-2-2013, 

Salam ustadz.. Apa kabarnya ustadz? Afwan saya ingin bertanya lagi ustadz, bagaimana tanggapan ustadz tentang hadist di bawah ini.. 

Rasulullah Saaw berkata; 

“Cintailah keturunanku yang ber-ilmu/Alim karena Allah SWT, dan cintailah keturunanku yang biasa- biasa saja/bukan orang Alim, karena aku.” 


Bukankah Allah SWT dan Rasulullah adalah satu kesatuan dan tidak bisa dipisahkan? 

Tapi belajarlah tentang syiah yang sebenar-benarnya, dari orang yang punya kapabilitas tentang Ahlulbayt, belajarlah tentang apa arti “Itrah, Qurba, dzurriyah” dengan cermat, harus bagaimanakah seharusnya memperlakukan mereka... 

*Ayatulllah Sayyid ‘Adil Alawi berkata, “Dan juga menunjukkan keharusan menghormati dzurriyah adalah apa yang telah disabdakan oleh beliau (Saaw); “Cintailah dzurriyahku ‘yang shaleh karena Allah SWT dan yang tidak shaleh karena aku..” dan juga ayat Al-Qur’an surah Al-Istifa’...” 

(Menukil dari Sayyid Asyraf Mir Damad, Fadhail as-Saadaat, 49) 

*Muhaddist agung Syekh Abbas al-Qummi (penghimpun kitab do’a Mafatih al-Jinan) ra, beliau sangat besar penghormatannya terhadap para ahli ilmu, khususnya dari kalangan para sayyid, putra-putra Rasulullah Saaw. Dan jika di sebuah majelis ada seorang sayyid, beliau tidak men- dahuluinya dan tidak mengulurkan kakinya ke arahnya. 

Beberapa saat sebelum wafatnya, orang-orang membawakan jus apel untuk Syekh Abbas al- Qummi, dan secara kebetulan dirumahnya ada seorang anak kecil dari Saadah/sayyid, maka al- Muhaddist (al-Qummi) berkata, ‘Berikan kepadanya agar ia meminumnya terlebih dulu, setelah itu sisanya berikan kepadaku’. 

Beliau melakukan itu karena demi mencari berkah. Setelah anak kecil itu meminumnya, barulah al-Qummi meminum sisanya untuk dijadikan obat kesembuhan. 

*Wasiat Ayatullah al-Udzma Sayyid al-Mar’asyi an Najafi ra. 

Sayyid ‘Adil melanjutkan, “Termasuk wasiat guru besar kami Ayatullah Sayyid al-Mar’asyi ra, ‘Hendaknya kamu sekalian menjaga dzurriyah kenabian, berbakti kepada hak mereka, membela mereka, menolong mereka dengan tangan dan lisan, sebab mereka adalah titipan maqam kenabian di tengah-tengah umat manusia. Maka berhati-hatilah kamu dari menzalimi mereka, membenci mereka, buruk perilaku terhadap mereka, menyakiti mereka, acuh terhadap mereka, 

menghinakan mereka dan tidak menjalankan hak mereka. Hal itu semua dapat menyebabkan dicabut taufik Allah. Dan jika kamu (semoga engkau Allah darinya) tidak mencintai mereka dengan hatimu, maka engkau adalah orang yang sakit hatinya, bercepat-cepatlah untuk berobat kepada dokter jiwa (ulama shalihin). Apakah ada keraguan tentang keutamaan dan keagungan mereka serta ketinggian derajat dan martabat mereka?! Jauhlah... Jauhlah, tiada keraguan lagi kecuali orang yang buta mata hatinya dan kaku hatinya...” 

(Qabasaat Min Hayati Sayyidina al Ustadz, 130) 

Sinar Agama: Salam dan terimakasih pertanyaannya: 

Yang bisa saya tangkap dengan hati yang penuh hijab ini, dari pelajaran-pelajaran dan kehidupan keilmuan maka, KURANG LEBIH: 

Pesan Nabi saww tentang keluarga beliau saww itu, yaitu kewajiban menyintai, menolong dan seterusnya, adalah Ahlulbait yang makshum as. Alasannya di tafsir-tafsir Qur'an tentang cinta Qurba Nabi saww itu adalah karena Nabi saww tidak minta upah apapun dari umatnya untuk dakwah beliau saww itu. Nabi saww sama sekali tidak memiliki pamrih apapun terhadap dakwah beliau saww itu dan Tuhan juga seperti itu. Jadi, kalau ada permintaan kewajiban menyintai keluarga beliau saww adalah yang makshumin as. Karena hal itu bukan demi Nabi saww tapi demi umat beliau saww sendiri. Beberapa hari yang lalu di inbox saya pernah membahas hal yang mirip dimana membawakan ayat-ayat itu bagus di sini. Ini kunukilkan sebagiannya dari diskusi tersebut: 

Antum tidak bisa menafsir ayat dengan kehendak sendiri dan apalagi dengan perasaan. Allah banyak menjelaskan ayat itu di ayat-ayat lainnya, seperti: 

قل ما سألتكم من أجر فهو لكم إن أجري إلاّ على الله

“Katakan -Muhammad- apa-apa yang kuminta dari kalian dari upah itu, adalah untuk diri kalian sendiri dan sesungguhnya upahku hanya di Allah.” 

قل ما أسألكم عليه من أجر إلاّ من شاء أن يتخذ إلى ربّه سبيلا

“Katakan -Muhammad- apa-apa yang aku minta dari kalian dari upah itu, tidak lain untuk orang-orang yang hendak mencari jalan menuju Tuhannya.” 

قل ما أسألكم عليه من أجر وما أنا من المتكلفين

“Katakan -Muhammad- apa-apa yang aku tidak minta upah apapun upah dari kalian darinya -tabligh- dan aku bukanlah yang memaksa.” 

Jadi, cinta yang diwajibkan itu adalah cinta yang teriring ketaatan dan sebagainya dan, yang tidak berupa keuntungan untuk Nabi saww di dunia ini, karena Nabi saww hanya akan mendapat dari sisi Allah. Oleh karena itulah maka keuntungan apa yang kalau menyintai keluarga Nabi saww itu yang bisa didapat? Jawabannya, adalah jalan menuju Allah. Nah, jalan menuju Allah ini hanya akan didapatkan secara pasti dari keluarga makshum Nabi saww. 

2. Sedang cinta kepada yang lain-lainnya dari para sayyid atau keturunan Abdulmuthallib ra atau keturunan Nabi saww secara khusus, yang bisa saya raba, sama dengan pesan-pesan Nabi saww kepada saling cinta dan tolong sesama muslimin. Sebegitu ditekankan terhadap saling tolong ini hingga siapapun yang tidak mau menolong saudara seimannya yang minta tolong dan dia mampu menolong, maka dosanya adalah dosa besar dan taubatnya tidak diterima Allah kecuali mencari orang tersebut dan menolongnya atau meminta ridhanya. 

Akan tetapi, kalau dalam setiap hal, ada saja gradasinya, seperti shalat berjama’ah dimana kalau calon imam shalat itu sama-sama adil dan alim, baik dari kalangan sayyid atau bukan, maka diutamakan (bukan diwajibkan) yang sayyid untuk dijadikan imam shalat, dan kalau sayyidnya lebih dari satu, maka diutamakan dipilih yang ganteng/tampan, maka dalam penghormatan ini juga seperti itu. Jadi, kalau mau menawarkan air kepada dua orang dimana yang satunya sayyid dan yang lainnya bukan, maka diutamakan (bukan diwajibkan) untuk menawarkan ke sayyid terlebih dahulu. 

Satu lagi yang bisa ana raba dari perilaku para ulama, adalah bahwa mereka mengambil jalan ihtiyath/hati-hati selama tidak bertentangan dengan hukum lainnya. Artinya mendahulukan sayyid karena tidak ada salahnya dan demi mengingat Nabi saww. Jadi, sekalipun anggap tidak dianjurkanpun, maka tetap tidak keluar dari garis agama. Tapi kalau berlawanan dengan hal lainnya, misalnya yang bukan sayyid lebih tua, lebih alim, lebih taqwa, ....maka mungkin mereka tidak akan melakukan kehati-hatian itu. 

Dari hukum shalat jama’ah itu sudah dapat ditangkap, seperti di fatwa imam Khumaini ra di Tahriiru al-Washiilah, masalah ke: 8 dari bab: syarat-syarat imam shalat (saya ringkas intinya saja): 

{{Kalau imamnya lebih dari satu, maka kalau saling mendahului, maka hati-hatinya tidak bermakmum kepada semuanya. Kalau saling mendahulukan/menyilahkan yang lainnya, maka ambil yang didahulukan makmumnya. Kalau makmumnya berbeda pendapat, maka diutamakan yang mujtahid yang adil. Kalau tidak ada atau juga sama-sama mujtahid, maka ambil yang paling bagus bacaannya. Dan kalau diantara mujtahid itu sama-sama bagus bacaannya, maka ambil yang paling alim dalam masalah shalat; kalau sama juga, maka ambil yang lebih tua. 

Imam yang biasa mengimami di satu masjid tertentu, maka ia di mesjid itu lebih utama dari yang lainnya, sekalipun fadhilahnya lebih rendah dari yang lain dan seyogyanya ia mendahulukan terlebih dahulu orang-orang yang lebih afdhal darinya sebelum maju mengimami (misalnya dia bukan mujtahid lalu kebetulan ada mujtahid yang mau bermakmum, maka ia seyogyanya menawarkan dulu kepada tamu tersebut). 

Begitu pula, yang memiliki rumah, lebih utama untuk menjadi imam shalat dari tamu-tamunya (tentu saja kalau memenuhi syarat jadi imam shalat, seperti lelaki, berakal, adil atau tidak melakukan dosa besar dan kecil...dan seterusnya). 

Dan sayyid, lebih utama dari yang lainnya kalau dalam fadhilah-fadhilah atau kelebihan- kelebihan di atas itu sama dengan yang bukan sayyid. 

Semua yang disebutkan di atas itu, adalah keutamaan saja dan bukan kewajiban.}} 

Dari fatwa di atas dapat dipahami bahwa keutamaan itu setelah melewati persyaratan imam shalat yang wajib dipenuhi. Jadi, keturunan atau bukan, harus lolos dulu dari syarat wajib ini. Baru setelah 

itu kalau yang keturunan ini mau diafdhalkan, harus melewati dulu fadhilah-fadhilah yang lain seperti mujtahid, lebih alim dan lebih fashih/fasih di antara sesama mujtahid itu, lalu lebih alim tentang shalat (lebih a’lam tentang shalat di antara sesama mujtahid itu), lebih tua diantara sesama mujtahid itu. Lalu yang biasa menjadi imam shalat di masjid, lalu pemilik rumah dan setelah itu baru sampai ke keturunan kalau ia sama dengan yang lainnya dari sisi fadhilah-fadhilah tersebut. 

Catatan

1- Masih banyak lagi bahasan yang bisa dibahas dalam hal ini.

2- Tentang perakitan tiga ayat untuk mengerti siapa Qurba yang wajib dicintai dalam  Qur'an itu, diambil dari tafsir Amtsaal, karya ayatullah Makaarim Syiiraazii hf.

3- Tentang sayyid Adil hf itu kita hormati pendapatnya, sekalipun kita mungkin agak beda kalau beliau hf memaksudkan pengkhususan hal-hal cinta, pertolongan ....dan seterusnya...itu kepada keturunan dan tidak kepada yang lainnya. Kalau semacam penggradasian, asal tidak bertentangan dengan nilai-nilai lainnya, maka hal itu jelas wajar-wajar saja dan bisa dikatakan lebih ahwath/hati-hati. 

Wassalam.


اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وآلِ مُحَمَّدٍ وعَجِّلْ فَرَجَهُمْ

Sabtu, 15 Desember 2018

Hanya Syi’ah Yang Diampuni ?



Seri tanya jawab Islam Toleran dengan Sinar Agama
by Sinar Agama (Notes) on Saturday, March 23, 2013 at 12:32 am



Islam Toleran: (13-1-2013), Satu lagi Ustadz 

Apa kira-kira maksud pernyataan Imam Khomeini di bawah ini? Apakah ini berarti bahwa Iman selain madzhab Syi’ah tidak diterima? 


Di dalam kitab Al Arba’un Haditsan oleh Khomeini menukil Riwayat pada halaman 510-511: 


Dari Syaikh dalam Amaliyahnya dengan sanadnya dari Muhammad bin Muslim Ats Tsaqafiy, berkata : “Aku bertanya kepada Abu Ja’far bin ‘Ali السالم عليهما mengenai Firman Allah (yang artinya) : “maka itu kejahatan mereka diganti Allah dengan kebajikan. Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang” [Pertengahan dari Ayat ke 70 pada Surat Al Furqan]. Maka beliau menjawab “Orang beriman yang berdosa akan dibawa ke penghakiman pada hari kiamat. Maka Allah Ta’ala yang akan menghakiminya dan tidak akan ada manusia satu pun yang menyaksikan hisabnya. Lalu Allah memberitahukan kepadanya dari dosa-dosanya. 

Dan ketika ia [yang dihakimi] mengakui dosa-dosanya tersebut, Allah akan berkata kepada para penulisnya: “Gantilah dosa-dosanya tersebut dengan kebajikan (Hasanat) dan tunjukkanlah kepada manusia”. Maka orang-orang pun berkata “Apakah hamba ini tidak memiliki dosa walau satu pun?” Kemudian Allah memerintahkannya untuk (masuk) ke Surga” Maka inilah ta’wil ayat tersebut. Dan ia [ayat tersebut/perkara di atas] adalah khusus untuk para pendosa dari Syi’ah kita.” [Kitab Amali - Syaikh Ath Thusi 1/70] 

Mengomentari riwayat di atas, Imam Khomeini ra berkata : 


“Dan dari yang telah diketahui bahwa perkara ini adalah khusus untuk Syi’ah Ahlul Bayt dan DIHARAMKAN darinya semua orang selain mereka (Syi’ah). Karena Iman tidak terwujud kecuali dengan Wilayah/Imamah Ali dan kepada para penerusnya dari Ma’shumin ‘Alaihim As Salam. Bahkan tidaklah diterima Iman kepada Allah dan Rasul-Nya bila tanpa beriman kepada Wilayah. Sebagaimana kami akan menyebutkan hal tersebut dalam pasal selanjutnya.” 

MOHON PENJELASANNYA USTADZ ! 

Sinar Agama: Salam, : 

1- Tidak semua mukmin bisa dapat pengampunan, tapi siapa saja yang dikehendaki. 

2- Allah dalam QS: 4: 48: 

إِنَّ اللَّهَ لَ يَغْفِرُ أَنْ يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَلِكَ لِمَنْ يَشَاءُ

“Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni pensyirikan kepadaNya, dan akan mengampuni selainnya bagi yang dikehendaki.” 

Dosa apapun, sekalipun besar, asal selain syirik, bisa diampuniNya kalau Dia menghendaki. Dan pengampunan ini, bukan untuk orang yang taubat. Karena kalau dengan taubat, dosa syirikpun pasti diampuniNya. 

3- Nah, yang di atas ini, adalah ayat pengampunan. 

4- Sedang yang diterangkan imam Khumaini ra di ayat itu, bukan hanya pengampunan, tapi selain diampuni, perbuatan dosanya diganti dengan kebaikan. Secara perabaan kuat, sudah tentu bagi yang diinginkan Tuhan. Karena sebelum digantikannya perbuatan jeleknya dengan kebaikan, sudah tentu harus melalui pintu pengampunanNya dulu. Nah, jadi sangat mungkin bukan semua mukmin yang akan dapat perubahan dosa kepada pahala ini.

5- Ingat, perubahan kepada pahala itu bukan gratisan. Karena iman itu lebih besar pahalanya dari ibadah-ibadah lahiriah. Yakni akidah, lebih tinggi dari fikih sekalipun fikih wajib ditaati dan yang tidak menaatinya akan dimasukkan neraka walau, ada yang akan diampuni kalau dikehendakiNya. Yang jadi masalah, adalah kita tidak bisa memastikan bahwa kitalah yang dikehendaki untuk pengampunanNya itu. 

6- Nah, iman itu apa? Tentu saja yang lengkap. Yakni iman pada Allah, keAdilanNya, Nabi saww dan kenabian, imam dan hari kiamat. Dan, tentu saja juga cabang-cabang keimanan seperti kitab-kitab, malaikat-malaikat, bidadari, surga dan seterusnya. 

7- Nah, iman ini berarti ada Islam dan bukan Islam. Yang Islam juga ada yang syi’ah dan bukan syi’ah. 

Kalau Islam dan syi’ah, maka hal ini sudah meyakinkan bahwa yang bisa dapat pengampunan dan perubahan buruk ke pahala itu adalah yang kelompok ini. Tapi ingat, kalau dikehendaki Tuhan. 

Kalau bukan islam (baca: bukan agama-agama murni para nabi), maka mereka memiliki berbagai keadaan. Kalau tidak sengaja, dan belum didatangi Islam atau didatangi tapi Islamnya tidak benar, atau didatangi dan sudah benar tapi salah paham, maka juga akan mendapat pengampunanNya.

Walau, mungkin tidak akan dapat perubahan dosa kepada pahala itu. Tapi golongan ini akan dimasukkan surga dengan pengampunanNya dan penerimaan terhadap kebaikan-kebaikannya di dunia. Tapi kalau sudah didatangi Islam yang benar dan sudah benar memahaminya hingga tahu bahwa Islam ini benar dan agama dia itu salah, tapi tetap saja tidak taat dan tidak menerima Islam, maka mereka tidak akan dapat pengampunan. 

Kalau Islam tapi bukan syi’ah, maka rinciannya seperti yang di poin yang bukan Islam itu. 

Jadi, yang tidak akan dapat pengampunan dan, apalagi perubahan dosa kepada pahala itu, adalah orang-orang kafir yang sengaja dalam kekafirannya, atau orang selain syi’ah yang sengaja tidak menjadi syi’ah setelah tahu bahwa syi’ah itu yang benar. 

Saya akan terbitkan ini menjadi catatan, karena bagus, dan kalau antum tidak setuju, maka saya tidak akan menyebut akun antum, Tapi kalau setuju maka akan diterbitkan sebagaimana adanya di sini. Tolong kabari. 

Wassalam. 


Hadrah Ali: Syiah bukan hanya di ampuni, tetapi adalah sebenar-benar kesempurnaan petunjuk lurus, yang di janjikan surah Al Kahfi (18) : 10 ). Demi اللَّهُ. Tak perlu pembuktian karena ini termasuk masalah Keimanan. Boleh percaya. Boleh tidak jika mau tersesat di akhir cerita. Anda punya pilihan, naluri dan kesempatan untuk berpaling ke arah satu yang Paling Benar. Salam hormat untuk Sinar Agama terima kasih untuk pertanyaan ini. 

Pengikut Zabur, Taurat dan Injil ada pintu syurgaNya, pengikut Nabi Kong bi agama kong hu cu juga ada pintu syurganya, Pengikut “Dalai Lama juga “ menemukan Tuhan semesta alam, Tuhan Rabbul Alamin, Tapi Pengikut Ajaran Syaidina Abubakar di pastikan TIDAK! Boleh percaya boleh tidak. Karena tak ada paksaan dalam beragama! Allahumma Shali Ala Muhammad Wa Ali Muhammad Wa Ajjil Farajahum! 

Sinar Agama: Salam dan terimakasih atas jempol dan komentarnya. 

Sinar Agama: Hadrah: Kong Bi itu bukan nabi. Atau setidaknya, tidak ada dalil bagi kenabiannya. Kecuali kalau antum punya dalil bahwa ia mengaku nabi dan mengajarkan sesuatu dariNya, maka bisa antum terangkan ke kita-kita supaya kita bisa mengambil manfaat darinya. Terima kasih. 

Khommar Rudin:  اللّهُمَّ صَلِّ عَلَيْ مُحَمَّدٍا وَآلِ مُحَمَّدٍ وعَجِّلْ فَرَجَهُمْ

Wassalam. 



اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وآلِ مُحَمَّدٍ وعَجِّلْ فَرَجَهُمْ

Jumat, 07 Desember 2018

Konsep Persatuan Syi’ah-Sunnah dalam Ibadah



Seri tanya jawab Irsavone Sabit dengan Sinar Agama
by Sinar Agama on Tuesday, January 8, 2013 at 5:32 pm


Irsavone Sabit mengirim ke Sinar Agama: (23-11-2012) Afwan Ustadz, saya masih bingung dengan bagaimana sebenarnya konsep persatuan itu sehingga kita dianggap sah shalat ketika menjadi makmum orang-orang sunni, apakah kita harus mengumumkan persatuan di dalam mesjid, dan mengumumkan saya orang syiah, agar tak ada satupun yang tidak tahu bahwa saya orang syiah? 

Sang Pencinta: Salam, semoga ini membantu, 
http://arsipsinaragama.com/index.php?option=com_content&view=article&id=133:takiah-itu- dikatakan-takiah-kl-memenuhi-syaratnya-yg-4-atau-5&catid=44:taqia&Itemid=64

{**}Takiah itu dikatakan takiah kalau memenuhi syaratnya yang 4 atau 5{/**} 

Arsipsinaragama.com 

Selamat Datang di Arsip Sinar Agama 

Sang Pencinta
http://arsipsinaragama.com/index.php?option=com_content&view=article&id=137:taqia- persatuan-2-&catid=44:taqia&Itemid=64

{**}Taqia persatuan 2 {/**} 

arsipsinaragama.com 

Sang Pencinta: 
http://arsipsinaragama.com/index.php?option=com_content&view=article&id=136:rahbar- taqiya-persatuan&catid=44:taqia&Itemid=64

{**}Rahbar-taqiya persatuan{/**} 

arsipsinaragama.com 

Irsavone Sabit: Jadi untuk sujud di atas karpet dibolehkan untuk persatuan? 

Sang Pencinta: Lihat kondisi dan syarat-syaratnya, link di atas sudah sangat rinci mas. 

Irsavone Sabit: Bagaimana dengan shalat maghrib apakah dibolehkan berjamaah sementara waktunya tidak sama? 

Orlando Banderas: Walau takiah, kalau waktu maghrib tidak boleh disamakan waktunya tunggu 45 menit setelah azan maghrib Sunni. Kalau kita bukan orang berpengaruh di masyarakat dan syarat takiah tidak terpenuhi seperti tidak diancam kehormatannya, tidak diancam keluarga dan harta dan jiwa maka tidak boleh takiah. 

Sinar Agama: Salam dan terimakasih pertanyaannya: 

Sekedar menguatkan jawaban teman-teman bahwa taqiah persatuan itu tidak perlu dengan mengenalkan diri sebagai syi’ah dan, apalagi mengumandangkannya. Karena cukup dengan hanya shalat ala syi’ah saja, seperti tidak sedekap, menggunakan alas sujud yang dibolehkan dan seluruh bacaan-bacaan wajibnya. 

Taqiah dalam persatuan ini, tidak mencakupi waktu shalat maghribnya dan waktu bukanya (saya menyebutkan maghrib dan waktu berbuka, karena yang lain-lainnya, waktunya tidak beda). Lagi, pula kalau yang beda itu disamakan, maka mana taqiah persatuannya? 

Kalau imam Khumaini ra, khusus untuk puasa, kalaulah taqiah keamanan sekalipun, seperti kalau tidak bukan di waktu buka sunni akan dibunuh, maka tetap saja wajib qadhaa’ di kemudian hari. Jadi, taqiah puasa itu, bagi fatwa imam Khumaini ra, hanya menghilangkan dosa dan kaffarahnya, tapi tidak menghilangkan qadhaa’nya. 

Irsavone Sabit: Terimakasih ustadz atas penjelasannya, terimakasih juga bagi yang lain yang telah membantu. 

Wassalam.


اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وآلِ مُحَمَّدٍ وعَجِّلْ فَرَجَهُمْ

Minggu, 18 November 2018

Kilah Syar’i dan Tidak Syar’i



Seri tanya jawab Orlando Banderas dengan Sinar Agama
by Sinar Agama (Notes) on Wednesday, December 19, 2012 at 11:37 pm



Orlando Banderas mengirim ke Sinar Agama: 20 September,

Ustadz mau tanya. Apa hikmah dari “kilah syar’iyah” (saya lupa istilah arabnya)?

Contoh seseorang yang bayar kaffarat yang cukup besar jumlahnya contoh 8 juta, secara fikihnya harus diserahkan ke fakir miskin Syiah. Kemudian orang itu mencari seorang fakir miskin Syiah untuk menerima uang kaffarat itu tapi dengan perjanjian bahwa kalau seorang fakir itu diberi uang maka dia harus mengembalikan 7,5 juta dan sisanya (500 ribu) jadi milik si fakir. Dan bila si fakir itu tidak mau, maka bisa mencari fakir Syiah lain yang mau diberi uang dengan perjanjian itu dan hal ini dibolehkan secara syar’i.

Contoh ke-dua dulu pernah Imam Khomeini melarang tukar mata uang dollar dengan thuman (mata uang Iran). Kilah syar’inya seorang yang punya dollar bisa dengan membeli barang senilai yang dia mau dengan dollar tersebut. Kemudian barang itu di jual di Iran sehingga dapat uang thuman. Jadi secara tidak langsung menukar dollar dengan thuman cuma di perantarai barang.

Pertanyaannya 

1) Bukankah tujuan dari fikih itu dengan adanya kilah syar’i jadi mandul? 

Orlando Banderas: Pada contoh ke-satu, kaffarat itu khan untuk mensejahterakan si fakir miskin syiah sehingga uang itu tidak berputar hanya dikalangan si kaya saja, dengan adanya kilah syar’i tujuan itu tidak tercapai. Contoh ke-dua, tujuannya adalah untuk melemahkan nilai dollar di Iran, bukankah dengan kilah syar’i tujuan itu tidak tercapai? Bukankah fatwa hukum itu jadi mandul dengan kilah syar’i tersebut? Bukankah jadi sia-sia fikih itu? 

2) Apakah ada pengecualian dimana seseorang tidak boleh pakai kilah syar’i? Seperti halnya seorang jutawan yang tidak boleh dalam kasus kaffarat tersebut karena uang 8 juta itu tiada artinya bagi si jutawan tersebut. Kedua contoh di atas adalah kilah syar’i dari puluhan kasus kilah syar’i yang diperbolehkan dalam fikih syiah. Dan bagi saya sebenarnya ini memudahkan bagi para muqolid. Mohon penjelasannya. Terima kasih jawabannya Ustadz. Salam. 

Sinar Agama: Salam dan terimakasih pertanyaannya: 

1- Saya mengira (tidak pasti), bahwa kilah yang pertama itu tidak syar’i alias tidak boleh. Kecuali kalau uang yang akan dikembalikan itu untuk kepentingan Islam seperti yayasan dan semacamnya. 

2- Kilah ke dua itu boleh dan memang syar’i. Dan naiknya dollar di pasar bebas itu bukan karena mau melemahkan hukum Islam, tapi karena sedikitnya uang dollar yang ada lantaran boikot ekonomi. Memang, kalau ada orang-orang yang dengan uangnya yang banyak, mempermainkan harga dollar bebas demi untuk merusak negara Islam, maka hal itu adalah pekerjaan haram.

Kilah syar’i itu adalah kilah yang memang ada dalam Islam untuk memudahkan yang terpojok dan merasa sangat berat menghadapi masalahnya. Karena itu, kilah syar’i itu adalah fatwa dan hukum fikih juga.

Kalau ada kemudahan dari agama, mengapa mau yang sulit?

Tapi tidak sembarang kilah yang dibolehkan. Karena itu, harus tahu hukum dulu hingga tidak sembarang membuat kilah.

Wassalam.


اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وآلِ مُحَمَّدٍ وعَجِّلْ فَرَجَهُمْ