Tampilkan postingan dengan label Relatifisme. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Relatifisme. Tampilkan semua postingan

Senin, 30 Juli 2018

Sekelumit Tentang Kebenaranisme dan Relatifisme (Qur'an, Akal, Wahyu, Ilham dan Kasyaf)



Seri Tanya – Jawab
by Sinar Agama (Notes) on Monday, November 22, 2010 at 11:46 pm





Kebenaran: Hamparan ada dan kenyataan, seperti kita, alam, sosial, politik, hukum-hukum alam, Tuhan, agama (bukan aturannya), nabi-nabi, imam-imam, ibadah, taat, ...dst adalah Obyek dan Hakikat Kebenaran. Sedang akal (bc: argumentatif-gamblang/pasti), ilham, kasyaf dan wahyu adalah alat menuju hakikat nyata yang, cocoknya dikatakan Kebenaran, sedang salahnya, seperti akal-salah, dikatakan Kebatilan, dan yang belum pasti salah-benarnya dikatakan Info. 

1. Akal-tak-pasti yang dikatakan Info itu juga dikatakan Relatif (bc: Relatif-Horizontal yang bisa benar atau salah). 

2. Karena hakikat Ada dan Kenyataan memiliki Gradasi/tingkatan, maka Kebenran Mengenainya juga ber-Gradasi yang, ini juga dikatakan Relatif (bc: Relatif Vertikal yang semuanya benar). 

3. Wahyu agama pasti dipahami oleh pemilik atau penerus (imam makshum as) agama itu. Sedang Wahyu yang bukan agama (seperti wahyu kepada ibu nabi Musa as) atau wahyu ilmu- ilmu agama (seperti kepada imam makshum as) juga pada umumnya pasti dipahami. 

4. Kepastian pemahaman terhadap kedua Wahyu itu merupakan keutamaan karena ianya adalah Kebenaran itu. 

5. Sedang Ilham, kalau dari Tuhan, juga pasti dipahami dimana ianya juga dikatakan Wahyu (bc: bisikan malaikat utusan Tuhan) dan merupakan Kebenaran, yakni sesuai dengan kenyataannya yang terhampar dalam hamparan ada/nyata. 

6. Dan Ilham yang datang dari Jin atau Syetan dsb, juga pasti dipahami dengan benar. Akan tetapi bukan keutamaan karena tidak sesuai dengan kenyataannya. Dan kalau sesuai dengan kenyataannya, ianya memiliki tujuan yang tidak benar (Misalnya syetan membisiki bahwa si Fulan banyak uang, maka rampoklah. Karena dalam beritanya ia benar, tapi tujuannya ia menyimpang dari kebenaran filosofi hukum, bukan hukumnya. Karena hukum adanya hanya di ilmu, bukan di alam nyata). 

7. Ilham yang datang dari diri sendiri, memiliki dua kemungkinan, bisa benar dan bisa salah (relatif-horizontal). Sedang pembuktian munculnya ilham dari dalam diri sendiri, di kajian tentang Jiwa/ruh yang di luar jangkauan komentar ini. Ringkasnya, jiwa yang bersih dari segala materi, ego, riya, sombong......dst dari selain Tuhan (bc: yang profesional dan argumentatif gamblang secara agama serta tidak ngarang-ngarang sendiri atau berijtihad sendiri bagi yang bukan mujtahid dan bagi yang tidak belajar secara akademis) maka ia akan menjadi kekuatan yang bahkan bisa mengalahkan malaikat. Dalam pada itulah ia bisa menjadi Lidah Tuhan, Mata Tuhan ...dst. Jadi Ilham Tuhan tidak perlu disampaikan melalui malaikatNya, jadi cukup melalui dirinya sendiri. 

8. Ilham yang datang dari diri sendiri (bc: dari Tuhan melalui dirinya sendiri), kalau ia bisa dibuktikan dengan akal-gamblang atau pasti, maka adalah Kebenaran. Tapi kalau belum bisa, maka ia tetap dalam kondisi semulanya, yaitu Relatif-horizontal. 

9. Ilham yang benar, dan yang dipahami dengan benar pula, belum tentu bisa dibuktikan oleh pemiliknya. Terutama bagi pemiliki Ilham yang tidak mengenal ilmu-ilmu ilmiah, seperti Tafsir, Hadits, dsb, terutama ilmu-ilmu yang sangat sarat dengan argumentasi, seperti Logika, Filsafat dan Irfan. Jadi bisa saja Ilham seseorang itu sudah benar, tapi rancu dalam perkataannya. Jadi kerancuan perkataan orang yang memiliki Ilham ini, belum tentu menunjukkan bahwa Ilahmnya itu salah. 

10. Kasyaf, yakni terbukanya tabir atau hijab dari Kenyataan yang terhampar itu. Kalau kasyaf ini belum bisa dibuktikan secara akal-pasti, maka ia berposisi Relatif-Horizontal. Tapi kalau sudah bisa dibuktikan dengan akal-gamblang atau pasti, maka ia adalah Kebenaran itu. 

11. Sedang pembuktiannya juga ada di diskusi-diskusi tentang akhlak, filsafat dan Irfan. Ringkasnya, jiwa yang dibersihkan dari segala kekotoran secara cermat (sesuai dengan aturan dan maunya Tuhan) dan nikmat (tanda cinta hakiki pada Tuhan), maka jiwa ini dapat merobek hijab-hijab yang menutupinya dari hamparan ada dan kenyataan yang diakibatkan oleh cinta/ suka selainNya. Jiwa yang bersih di samping bisa menjadi Lisan dan Mata Tuhan, ia juga bisa merobek hijab-hijab yang menutupinya itu. Dan justru karena terobeknya itulah ia bisa menjadi Lisan dan Mata Tuhan. 

12. Namun dalam perjalanannya merobek hijab-hijab itu, seperti persiapannya menerima Ilham di atas, memilki liku-liku dan perjalanan yang tidak mustahil sangat panjang. Nah, dalam perjalanannya itulah percikan-percikan cahaya yang timbul dari memulainya perobekan- perobekan terhadap hijabnya itu, maka terbukalah hijab yang kita katakan Kasyaf ini. Akan tetapi karena ianya adalah permulaan, maka yang tertampak atau yang terkasyaf, bisa benar terlihat dan bisa juga salah. Oleh karena itulah, sebelum benar-benar sirna semua hijabnya (Fanaa’) maka secara umum, argumentasi-akal-gamblang/pasti, adalah alat satu-satunya untuk mendeteksi kebenarannya. Tentu kalau kita jauh dari Nabi saww yang makshum atau imam Makshum as. Wassalam. 

Ahmad Muhammad Yunus: Bertanya: 
Lalu apa bedanya Muhammad bin Abdulah dengan kita ? 

Sinar Agama: Jawab: 

Nabi saww dan para imam makshum as setelahnya (bagi yang mengimaninya) adalah manusia yang telah bersusah payah menepis semua pengotor Akal dan Jiwa, hingga dapat memahami dan mengkasyafi semua keberadaan yang terhampar sebagaimana ia. Pewahyuan agama (untuk para rasul) dan pewahyuan ilmu-ilmu agama (untuk selain rasul), sebenarnya, merupakan pelantikan belaka. Jadi, manusia yang sudah mengarungi empat perjalanan (lihat Wahdatul Wujud bag: 1- 6) sudah mengetahui dan mengkasyafi semua keberadaan selain Tuhan secara pasti, sekalipun ianya berupa hakikat atau keberadaan maknawi seperti hakikat shalat dan puasa atau shalat Zhuhur mengapa empat rokaat dan puasa wajib di bulan Ramadhan....dst. 

Jadi, hakikat wahyu adalah pelantikan. Tentu saja juga peng-kadaran atau pembatasan terhadap pengetahuan mereka yang bisa dan wajib disampaikan kepada umat. Jadi, tidak semua yang dikatahui mereka itu menjadi agama. Tidak demikian. Tapi Tuhan menakar pengetahuan mereka dan menentukan mana-mana yang boleh diajarkan, wajib diajarkan dan tidak boleh diajarkan. Yang boleh dan wajib diajarkan itulah yang kita kenal dengan agama. Jadi pewahyuan Malaikat Jibril as itu bukan mengajari Nabi saww, akan tetapi membawa ijin Allah terhadap yang harus diiajarkan Nabi saww. 

Komar Komarudin: Sukron akhii.. atas tagnya...Sungguh sangat bermanfaat buat ana 

Fajar Hidayat: Bisakah akal sampai kepada kebenaran mutlak (tidak lagi relatif) ? 

Sinar Agama: K-K, A-P: Terimakasih atas balasannya, semoga kita selalu bisa menyelimuti diri kita dengan inayahNya yang tidak pernah henti menghujani kita. 

Sinar Agama: F-H: apa yg antum maksudkan dengan “mutlak” ? Dan “Relatif” ? 

Sinar Agama: Salam dan terimakasih juga untuk yg jempolin tulisan ringkas ini. 

Fajar Hidayat: Mutlak lawan kata relatif 

Muhsin Labib: syukran 

Bande Husein Kalisatti: yang dimaksud kebenaran relatif bertingkat apkah kebenaran bertingkat ustaz..? point 2 dan apakah ini hanya berlaku pada pemahaman hakikat ada atau bisa juga pada yg lain, mis syariat (fqh). Maksud pemahaman lai n adalah fiqh, afwan.. 

Yang point 8. tolong dijelaskan ust..? Bagaimana cara mebuktikan bahwa ilham yg datang dari Tuhan..? bisa jadi ilham yg datang itu benar menurut ana tapi tidak benar menurut yang lain. 

Sinar Agama: F-H: apa maksud antum mutlak dan relatif itu? saya tidak bertanya apa lawan mutlak dan relatif. Jawab dulu, nanti saya akan jawab pertanyaan antum kalau sudah jelas masalah maksud masing-masingnya. 

Sinar Agama: ust ML: afwan berat, dan terimakasih tanggapannya. Kalau ada ide dan saran atau kritikan, tolong jangan segan-segan. 

Sinar Agama: B-H, tulisanku di fb ini tentu disesuaikan dengan ruang yang ada, jadi kadang sangat padat, walau kadang saya juga bertele-tele menerangkan masalah. Nah, yang antum tanyakan ini adalah termasuk yang padatnya itu. Yakni tentang kebenaran bertingkat. Sebenarnya sudah jelas saya tulis, bahwa kebertingkatannya itu karena kebertingkatan hamparan ada ini. Jangankan yang sebab akibat, tentang kedalaman masing-masing ada-pun memilki tingkatan yang mungkin sulit dijangkau semuanya oleh manusia. Air yang kelihatan sederhana ini saja, dapat diterangkan dengan berbagai penerangan yang benar sekalipun nampak berlainan. Mulai dari benda cair, untuk minum, untuk tanaman, untuk masak, H2 O ..... dst sampai kepada bom hidrogen dsb yang perlu untuk mengetahuinya kepada belajar di pasca doktoral. Penjelasan-penjelasan itu berbeda, tapi semua benar secara mutlak, yakni tidak diragukan dan tidak mungkin salah. Inilah yang dikatakan dengan relatif vertikal yang semuanya benar. 

Itu baru air, nah bagaimana dengan ayat-ayat Qur'an yang dikatakan bahwa masing-masing ayatnya memiliki 7 lapisan dan masing-masing lapisan dari tujuh lapisan itu masih memiliki tujuh lapisan lagi? Atau bagaimana dengan mengenali Nabi saww dan para imam as? Atau bagaimana mengenali Tuhan itu sendiri? Di semua itu, termasuk yg sederhana seperti air, memilki lapisan- lapisan hakikat yang termasuk dalam hamparan ada dan kenyataan dimana informasi pada masing-masingnya itu dikatakan Kebenaran Mutlak akan tetapi dalam pada itu pula ianya bertingkat yang, bisa dikatakan Relatif Vertikal. 

Mengenai deteksi ilham dan semacamnya seperti kasyaf, maka tidak ada jalan lain dalam ketiadaan imam Makshum as, atau jauhnya kita dari makshumin as, adalah dengan jalan pembuktian akal- gamblang. Jadi, kalau yg kita kasyaf atau terilhami itu dapat dibuktikan kebenarannya dengan dalil akal yang mudah, gamblang dan pasti, maka dapat dikatakan benar, dan kalau belum dapat dibuktikan maka belum tentu benar, serta kalau terbukti kesalahannya dengan akal gamblang itu, maka berarti ia salah atau tidak benar. 

Kalau dalam ilham atau kasyaf itu masih terjadi perbadaan tentang benar dan salahnya, itu berarti belum didalilkan dengan akal-gamblang. Karena kalau sudah sampai pada akal-gamblang, maka tidak ada yang bisa menolaknya kecuali perlu istirahat di rumah sakit jiwa. Karena tidak ada alasan lain ketika orang menolak misalnya benar dan mudahnya 1+1=2, kecuali sakit jiwa. 

Pada jaman sekarang ini ada orang yang sakit seperti itu, tapi ia tidak menyadarinya, oleh karenanya ia mengisi pada masing2 angka satu itu dengan isian tertentu, seperti 1 telur dan 1 buku, supaya tidak terjadi bilangan dua yang sama dan hitungan benar dan mudah itu menjadi salah adanya. Oleh karenanya orang seperti ini layak istirahat di tempat sejuk dan nyaman, dan kalau belum sembuh, maka harus dimasukkan ke dlaam rumah sakit gila, supaya tidak lebih parah, hingga ia akan menolkan kebenaran mudah lainnya, seperti keberadaan dirinya, ayahnya, rumahnya, keterbatasannya, ....dst. 

Jangan sesekali meremehkan hal-hal mudah, karena tanpa yang mudah itu, yang rumit tidak akan pernah bisa diyakini kebenarannya. Misalhnya seseorang mendapat ilham bawha Tuhan itu ada dan satu. Nah, ilham ini bisa dibuktikan dengan ilmu mudah dan mutlak benar. Misalnya, kita dan lingkungan kita terbatas, dan alam, karena rangkapan dari semua yang terbatas maka ia terbatas. Ini benar dan mudah. Dan kalau terbatas berarti memiliki awal dan akhir. Dan kalau demikian berarti sebelum awal ia tidak ada, dan kalau ada setelah awalnya itu, berarti ia diadakan, karena yang tak ada tidak mungkin mengadakan dirinya. Ini semuanya adalah ilmu benar dan mudah. Dan pengadanya, kalau terbatas, berarti ia juga perlu pengada. Dan kalau semuanya terbatas maka tidak mungkin ada keberadaan, karena semuanya pernah tiada. Dan kalau semuanya pernah tiada, lalu dari mana keberadaan ini? 

Dengan demikian berarti pengada sebenarnya alam ini adalah tidak terbatas. Dan kalau tidak terbatas berarti Ia tidak mungkin berjumlah. Dengan demiian sudah terbukti bahwa Tuhan itu Ada dan Esa. Semua ini dengan dalil akal-gamblang dan pasti. Jadi yang menolak dalil2 seprti ini, maka ia kurang sehat dalam berfikirnya. 

Hal-hal yang ghaib atau apa saja yang sulit dipahami, kalau kita mendapatkan ilham tentangnya, dan bisa dibuktikan dengan akal-gamblang ini, maka kita dapat memastikan bahwa ilham itu benar adanya, dan semua orang yang sehat akal juga mesti menerimanya sebagai kebenaran. Atau kita juga bisa meyakini kesalahannya kalau dengan akal-gamblang itu dapat dibuktikan kesalahannya. Dan orang-orang yang sehat akan juga mesti menerima bahwa ilham itu adalah salah adanya. 

Sebenarnya, kalau antum konsen, begitu juga bapak Fajar Hidayat konsen, maka semua yang terpampang di sini adalah sudah didukung dengan argumen akal-gamblang dan pasti itu. Dan semua pertanyaan antum bisa dijawab. Namun demikian, saya tetap mengharap pertanyaan kalau dirasa belum dipahami dengan baik, dan mengharap keritikan kalau dirasa belum terargumeni dengan akal-gamblang, karena bisa saja salah tulis atau sayanya yang salah menyimpulkan atau salah berargumentasi. 

Sinar Agama: Kunci satu-satunya pada pertanyaan bapak Fajar-Hisayat adalah meresapi apa makna mutlak itu, dan apa makna relatif itu. Jangan mencukupkan kepada istilah umum, tapi meresapi apa makna sebenarnya. 

Jadi, kalau maksud mutlak itu adalah benar secara pasti (dan ini yang memang kita inginkan) maka betapa mudahnya mencapai banyak kebenaran mutlak bagi kita, walaupun dalam kebertingkatan obyek2nya(obyrk-obyeknya) itu, atau dalam kebertingkatan kedalaman masing-masing obyeknya, seperti air dan ayat Qur'an pada contoh di atas. Tapi kalau yang dimaksudkan adalah tidak terbatas, karena Tuhan adalah Wujud Mutlak (dimana ini jarang dipakai dalam peristilahan), maka kita sudah pasti tidak akan pernah mencapainya. 

Anwar Mashadi: gabungan poin 1, 8, 10, 11: hasilnya adalah tugas manusia ialah membuktikan setiap info yang diterimanya, sehingga cocok dengan hakikat nyata dengan menggunakan akal (argumentasi gamblang) dan/atau dgn ilham, kasyaf sebagai hasil membersihkan jiwa, yang mana pembersihan jiwanya itu dilakukan melalui upaya sekuat tenaga, setelah apa-apa yang akan dilakukan itu diakui kebenarannya (olehnya) dengan argumentasi gamblang, meskipun ia belum tentu tahu hakikat seluruhnya dari yg diperbuatnya itu. (mohon koreksi) 

Fajar Hidayat: Ya syukron ustadz, sy belum mencermati setiap kalimat tp sudah semangat bertanya. 

Sinar Agama: A-M: Hampir benar. Mungkin saja benar, tapi belum terukir dengan lengkap. Pembuktian kebenaran itu harus dilakukan dengan akal-gamblang dan pasti. Begitu pula tentang ilham dan kasyaf juga harus bisa dibuktikan dengan akal-gamblang maka baru bisa diterima sebagai kebenaran. Dan kalau belum bisa dibuktikan maka tidak bisa dikatakan sebagai kebenaran, sekalipun sangat mungkin ia benar. Oleh karenanya menilai ilham dan kasyaf bisa dengan bertanya kepada para makshum as, atau kalau tidak berdekatan dengan mereka, maka jalan satu2nya(satu- satunya) adalah argumentasi akal-gamblang itu. 

Sinar Agama: F-H: Dari awal saya yakin itu. Yakni karena adanya sikit keterburuan, maka itu saya tidak lansung menjawab. Tidak ada usaha melebihi pemfokusan diri pada Allah dan akhirat dalam segala hal dalam kehidupan ini, hingga kejernihan jiwa bisa mengkilau dan semua kebenaran dan ilmu bisa terserap dengan baik. Dan tiada kerugian yg paling besar bagi kita, kecuali tidak melezati ke-Tuhanan dan kedimensian ukhrowian dari semua aktifitas kita. Hiruplah udara sekalipun, atau staterlah motor ojekan, atau bukalah pintu menuju tempat kerja.....dst dengan hirupan maknawiah Ilahiah dan kekarenaanNya. Menangislah dalam motor ojekan atau dalam langkah menuju kerja dan dalam kerja, dan janganlah menunggu mendungnya mata hanya di perayaan doa, tahajjut ...dst. Nikmatilah hidup ukhrawi dalam semua aktifitas duniawi. Yakni berilah ruh itu pada semua aktifitas kita. Dan mendongkel kecintaan kepada dunia, adalah pintu pertama menuju peruhanian dan pengukhrowian aktifitas dunia kita. Ya...demi Amirulmukminin as, suburkanlah kehidupan ukhrowi kita dalam dunia kita, amin. 

Fajar Hidayat: Apa diijinkan bahasan disini disimpan/dicopy/diunduh/diprint out untuk kemudian dibahas/didiskusikan bersama teman-teman pada suatu waktu ? 

Sinar Agama: F-H: Semua tulisanku di fb, asal untuk kebaikan dan bukan bisnis, maka silahkan saja mau diapakan. Semoga selalu dalam semangat menyelimuti diri dengan selimut Ilmu dan HidayahNya. 

Ammar Dalil Gisting: Allahumma shalli ’ala muhammad wa aali muhammad wa ’ajjil farajahum. 

Aby Faqir To Maradeka: syukron dah ditag... 

Rizal Alwy: Syukron katsir Ustad. 

Agoest D. Irawan: Syukran ya Ustadzi... 

Sinar Agama: Salam dan terimakasih untuk semua teman yang telah menjempoli dan mengo- mentari/menanggapi kiriman dan tulisanku ini. 

Husein Assegaff: Syukron ya akhi..Allahumma shalli ala Muhammad wa aali Muhammad. 

Agas Radityha Cahaya Abadi: Alhamdulillah, syukron antum..jazakalloh hu khoiron khatsiron.. 

Yonan Heri: Hatur nuhun kang ustadz..sukron! 

Saeful Hidayat: Terima kasih Pak Ustadz. 

Murtiadi Caraka: Sukron ustadz..sudah di tag! Sangat bermanfaat. 

Sinar Agama: Salam dan terimakasih untuk semua teman yang telah menjempoli dan mengo- mentari dan telah senang dengan tagku, smg (semoga) Tuhan selalu menjamu kita dengan Hidayah dan LembutNya yang memang tidak putus itu, amin. 

Gazali Rahman: Syukran Ustadz semoga antum selalu dalam lindungan Tuhan yang Maha Kuasa. 

Sinar Agama: G-R: Semoga Tuhan mendengarkan do’amu, dan semoga Ia seribu kali lipat mengembalikannya untukmu, amin 

Kariza Syahnimar: Syukran ya ustadz atas tagnya aq senang sekali sbb aq butuh pencerahn seperti ini sampe aq copi banyak ustad aku kliping (izin ya ustad) terimakasih atas curahan ilmunya. 

Sinar Agama: R-S: Silahkan saja asal demi kebaikan dan bukan untuk bisnis. Kamu juga bisa ambil di catatan-catatan dan komentar-komentar lainnya dari aku. Semoga bermamfaat bagiku dan kamu dan segenap teman-teman lainnya, amin



اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وآلِ مُحَمَّدٍ وعَجِّلْ فَرَجَهُمْ