Tampilkan postingan dengan label Filsafat. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Filsafat. Tampilkan semua postingan

Kamis, 18 Maret 2021

Apa Betul Di Dalam Kajian Ma’rifatullah Ada Perbedaan Yang Cukup Signifikan Antara Filsafat Dan Kalam


Oleh Ustadz Sinar Agama http://www.facebook.com/groups/210570692321068/doc/325377277507075/ Oleh Anggelia Sulqani Zahra pada 3 Februari 2012 pukul 21:11

Ibnu Ahmad Khan: Salam ustadz, ana mau tanya. Apa betul di dalam kajian ma’rifatullah ada perbedaan yang cukup signifikan antara filsafat dan kalam. Mohon pencerahannya. !

Minggu, 28 Februari 2021

Makna Penyempurnaan Filsafat dan Mempertemukan Filsafat dengan Irfan oleh Mullah Shadra ra


seri tanya jawab Dedy Hadi dengan Sinar Agama http://www.facebook.com/groups/210570692321068/doc/324612974250172/ by Sinar Agama (Notes) on Thursday, December 1, 2011 at 1:59am


Dedy Hadi: Ustadz.....jika Mulla Shadra telah berjasa mempertemukan/menjembatani antara filsafat dan Irfan (akal dan kasyaf). Namun persoalannya, pembentangan wujud menjadi gradasi wujud Mulla Shadra. akan mengembalikan ketidakberadaan menjadi berada dalam pencapaian? Apabila Panteis dimana menyatakan ke-Tuhan-an alam/esensi dan Mulla Shadra bahwa alam itu wujud berarti juga menyatakan ke-Tuhan-an alam/esensi (dalam gradasi wujud). hal kedua pendapat ini akan sampai pada akhir yang sama , seperti pengakuan Al-Hallaj ”saya Tuhan”. Itu bagaimana ustad ?

Senin pukul 18:29 dekat Daerah Khusus Ibukota Jakarta

Rabu, 26 Agustus 2020

Pandangan Mullah Shadra Terhadap Kaum Shufi


Oleh Sinar Agama http://www.facebook.com/groups/210570692321068/doc/257649570946513/ Oleh Anggelia Sulqani Zahra pada 6 Oktober 2011 pukul 3:10


Dedy Hadi: Asalammualaikum wr wb....

(1) Ustadz... Apabila Mulla Shadra sudah membertemukan irfan dan filsafat....berarti adalah kesalahan dengan apa yang terjadi pada ajaran sufi,,,yang tidak mencapai Tuhan. tetapi menjadiNya ?

(2) Apakah kitab Mulla Shadra sudah diterjemahkan dalam bahasa Indonesia.... dan apa namanya?

(3) Apakah akal universal itu ialah pencapaian akal akhir (Tafakur) ? Dan bagaimana bisa ke akal satu ? Bimbinglah saya dalam mengkaji kandungan al Qur'an. Mohon petunjuk !

Senin, 03 Agustus 2020

Wahdatu Al-Wujud, bagian 16


seri tanya jawab: Giri Sumedang dan Sinar Agama http://www.facebook.com/groups/210570692321068/doc/250780354966768/ by Sinar Agama (Notes) on Saturday, September 17, 2011 at 7:01am


Giri Sumedang: Salam kak..mau nanya..

  1. Sejauh mana kita bisa menembus ke-Tuhan-an kita?
  2. Bagaimana (sedikit) gambaran alam ahadiyah?
  3. Bisakah ada pertemuan esensi kemanusiaan dan esensi keTuhanan? Sebelumnya terimakasih ya kak he..senang berteman dengan kakak ku yang pinter.

Dharma Narendra T P, Faqir Man, dan Giri Sumedang menyukai ini.

Sabtu, 11 Juli 2020

Logika (bgn 8): Konsep Kemahiyahan, Konsep Kefilsafatan dan Konsep Kelogikaan. 3 tipologi


Oleh Ustad Sinar Agama http://www.facebook.com/groups/210570692321068/doc/244652735579530/ Oleh Anggelia Sulqani Zahra pada 7 September 2011 pukul 3:26


Zulkarnain Syawal: Salam alaikum Ustad, afwan sahaya hendak nanya Ustad : dalam perdebatan kefilsafatan, Ayatullah Muhammad Taqi Mizbah Yadzi begitu menekankan urgennya memahami secara benar konsep kemahiyaan, konsep kefilsafatan, dan konsep kelogikaan. 3 tipologi konsep ini merupakan batu loncatan mensortir pemahaman yang ajek dan solid terhadap seabrek narasi. Bila Ustad berkenan sahaya sangat berterimakasih atas penjelasan tentang tripologi konsep itu secara luas dan sederhana. Sekali lagi terimakasih berat Ustad.

Selasa, 09 Juni 2020

Filsafat Tangis dan Air Mata Untuk Para Imam as dan Syuhada


seri curhat dan tanggapan: Timex Taurus dan Sinar Agama http://www.facebook.com/groups/210570692321068/doc/238484272863043/ by Sinar Agama (Notes) on Monday, August 22, 2011 at 7:20am


Timex Taurus: Saya juga selalu menangis kalo mendenger cerita sahidnya para aimah, tp kalo di dipikir-pikir bukan sesuatu yg layak di tangisi yah? kan mereka malah memperoleh kenikmatan dan kebahagiaan dalam mautnya,,,justru kitalah yang harus menangisi nasib kita yang belum tentu bisa mendapatkan lowongan sahid,,

Mukhtar Luthfi: Analogi: Jika kita punya guru di sekolah yang sangat kita cintai itu ditarik ke pusat & diangkat menjadi menteri, derajat yang lebih tinggi. Dia akan senang dengan derajat dan kedudukan itu. Tapi buat kita yang ditinggalkannya gimana, sedih gak? Kita senang karena dia naik derajat, tapi juga sedih karena harus berpisah secara fisik. Buat dia pribadi, gak ada kesedihan sedikitpun.

Jumat, 17 Januari 2020

Logika (bagian 7) Hubungan Sebab – Akibat dan Argumentasi Gerak


Oleh Ustad Sinar Agama http://www.facebook.com/groups/210570692321068?view=doc&id=220478367996967 Oleh Anggelia Sulqani Zahra pada 19 Juli 2011 pukul 12:35


Al Louna: Salam ustadz afwan, satu pertanyaan lagi... Tolong jelaskan:

1. Mengenai hubungan Sebab dan Akibat?
2. Tentang argumentasi Gerak?

Syukran ustadz, semoga amalan ilmu ustadz bisa membawa ustadz ke sebuah akhir yang di mimpikan,,, insya Allah....

Selasa, 10 Desember 2019

Reiki Dalam Tatapan Hakikat atau Filsafat dan Hukum Syariat


Seri tanya jawab Karim Kardi dengan Sinar Agama October 25, 2013 at 3:50 pm


Karim Kardi mengirim ke Sinar Agama: (12-4-2013) Salam..ustadz mau nanya, bagaimana pandangan/ hukumnya belajar reiki tummo menurut AB? Termasuk di dalamnya adalah teknik membuka hati agar semakin merasakan keagungan kasih Tuhan dan teknik penyembuhan penyakit sendiri melalui energi reiki, ilmu ini bisa diikuti oleh semua agama. Apakah kenikmatan hati ketika meditasi itu salah atau bagaimana tadz? ? Mohon pencerahannya. Jazakumullah.


Sinar Agama: Salam dan terima kasih pertanyaannya:

1- Secara global yang kita tahu tentang reiki ini adalah pengobatan yang memakai kekuatan ruhani yang diistilahkan juga dengan energi yang penyalurannya lewat tangan.

2- Penemu pengobatan ini adalah Mikao Usui, seorang pendeta Budha dari Jepang pada tahun 1922.

3- Ia menemukan hal tersebut setelah melakukan puasa tiga minggu di sebuah gunung.

4- Secara ilmiah, sampai sekarang belum terbukti adanya energi yang dipindahkan dari alam ke orang sakit melalu dokter atau tabib penyalur reiki ini.

5- Islam biasanya hanya menerima dari agama lain, apa-apa yang bersifat teknologi sekalipun dari orang kafir hingga karena itu Nabi saww bersabda :

“Tuntutlah ilmu walau ke negeri China”.

Tentu saja hadits ini akan dibrangkaskan wahabi karena jangankan teknologi tinggi, sepeda pancal/engkol saja dihukumi sebagai kendaraan syethan. Tapi tentu saja, selain senjata. Karena bagi mereka, senjata dari kafir itu wajib mereka miliki untuk melakukan pembunuhan dan teror bagi semua rakyat yang musyrik supaya mereka (wahabi) bisa kawin bersanding dengan bidadari di Surga.

6- Untuk ajaran yang berbau batin dan kejiwaan serta ruh, maka Islam sudah memiliki ajarannya sendiri yang mengajarkan sesuai dengan tujuanhidup manusia yang, sudah tentu membawa kepada keAgungan dan ketaatan pada Tuhan.

7- Islam terlalu tinggi ajaran ruhaniahnya. Hingga jabaran filsafat tentang apapun yang diajarkan Islam tentang hal-hal yang berhubungan dengan keruhaniahan manusia, sebegitu luasnya ditulis dan, yang belum diketahuinyapun masih jauh lebih banyak dari yang diketahuinya.

8- Saya sudah sering menjelaskan bahwa meningkatkan ruhaniah ruh atau jiwa manusia ini, bisa dengan berbagai cara. Bisa dengan cara taatpada Agama dan bisa dengan cara-cara lain yang membatasi aktifitas ruh kepada hal-hal badani dan materi. Karena itu, konsepnya: “Semakin kurang hubungan, kesukaan dan keterikatan ruhani pada badani dan materi, maka akan semakin kuat pula keruhaniahannya.”

9- Karena itu, saya sering membagi kekuatan batin ini menjadi dua: Kesaktian dan Karamah. Kesaktian adalah kekuatan batin yang didapat dengan dicari dan diusahakan, baik dengan cara yang Islami yang sudah benar seperti shalat dan puasa, atau dengan cara-cara seperti bertapa dan apapun juga yang intinya dapat mengurangi aktifitas ruh dengan badan.

Sedang Karamah adalah kekuatan batin yang didapat tanpa diupayakan, tanpa diminta dan juga tidak pernah dipakai kecuali memang ada benar-benar ilham dari Allah.

10- Kekuatan batin selain yang karamah itu, akan sirna setelah mati. Karena niatnya memang untuk mendapatkan kekuatan tersebut, baik dengan cara halal atau haram, yakni dengan cara Islami atau tidak Islami. Jadi, ketika semua ibadah Islaminya, atau semedi Budhisnya, dilakukan dengan niat untuk mendapatkan kekuatan itu di dunia ini, maka sudah tentu di kuburan dan akhirat, tidak akan kebagian. Karena setiap amalitu tergantung niatnya (innama al-a’maalu bi al-niyyah). Kalau dengan mati saja sudah sirna, maka tentu saja di kuburan dan akhirat, ia tidak akan pernah ada.

Beda dengan Karamah yang didapat karena semata-mata karunia Allah untuk memanjakan hambaNya dengan karuniaNya. Hamba ini, tidakakan pernah melirik karamahnya itu kecuali hanya kepada pemberinya. Seperti kalau kita dikasih bunga oleh kekasih, maka kita senang menerima bunganya itu tapi karena pengetahuan kita atas perhatian yang kita cinta itu. Jadi, bunga itu layu atau tidak, tidak menjadi perhatiannya sama sekali secara substansi.

Memang, bisa saja bunga itu dirawat, tapi semata-mata karena mengenang dan menghormati yang dicintainya itu. Begitu pula dengan karamah ini. Ia tidak akan pernah memakainya di depan masyarakat karena Allah tidak menganjurkannya dan, sudah tentu karamah itu hanya dijadikannya semacam sapu tangan kenangan dari Sang Yang Kuasa itu.

11- Dilihat dari filsafat dan hakikatnya, ruh dapat dikuatkan dengan cara apapun, baik Islami dan tidak Islami seperti reiki ini.

12- Dilihat dari boleh tidaknya, perlu kepada penelitian benar dan tidaknya dari kaca mata lahiriahnya. Dan karena reiki ini mengajarkan teori energi seperti Yoga yang ada pada manusia dan alam, maka apa yang dimaksudkannya. Kalau energi ini maksudnya daya panas, maka semua orang dan bahkan agama, dapat menerimanya. Tapi kalau lebih dari itu dimana hal tersebut dapat dirasakan dari pelajaran Yoga atau Reiki ini, maka hal itu jelas tidak bisa diterima. Yang dapat kita pahami dari dua ajaran energi ini, salah satunya, adalah pengambilan energi alam yang disalurkan melalui olah batin baik untuk kepentingan diri sendiri atau untuk menolong orang lain.

Hal seperti di atas ini, tidak bisa diterima akal karena memang tidak ada pembuktiannya sama sekali. Karena itu, syariat juga tidak akanpernah bisa meloloskannya sebagai ilmu dan yang benar dan, karenanya harus dihindari.

13- Mungkin ada yang bertanya:

“Kalau ia tidak benar, lalu mengapa bisa benar-benar mengeluarkan kekuatan diri atau penyembuhan?”

Jawabnya: Hal itu bukan dari energi yang diyakininya, baik energi diri atau alam. Akan tetapi ia merupakan kekuatan ruh itu sendiri.

Saya sudah sering menjelaskan dimana ulangannya di atas itu bahwa kapan saja ruh yang non materi itu dikurangi hubungannya dengan hal-hal badani dan materi seperti makan dan minum, maka ia akan lebih kuat dari sebelumnya. Persis seperti olah raga yang mengolah raga, maka olah batin juga mengolah dan menguatkan batin. Dan penguatan batin, adalah dengan mengurangi hubungannya dengan lahir/badani/materi.

14- Kalau kita menggunakan tenaga ruh tadi dan tidak memakai reiki atau yoga, tapi memakai cara-cara Islami, seperti puasa, shalat, dzikir, dan lain-lainnya, apakah boleh? Jawabannya adalah boleh. Tapi selama tidak masuk ke dalam sihir. Yaitu pemfokusan pada obyek manusia/seseorang untuk mempengaruhi jiwa/ruh atau badannya. Tapi ingat, ini yang saya sering sebut dengan karamat yang dicari yang,sudah tentu saja tidak akan bisa dibawa mati dan, apalagi ke akhirat.

15- Apakah Islam menentang ketenangan hati yang diajarkan dalam reiki atau semedi yoga itu? Jawabannya jelas Islam justru yang sangat menekankan ketenangan batin. Tapi ketenangan batin untuk mendapat kehidupan abadi, yaitu akhirat, bukan ketenangan sekedar untuk mendapatkan kekuatan batin dan kesehatan.

16- Atau apakah Islam menentang kesehatan? Jawabannya sudah tentu tidak menentang kesehatan. Tapi kesehatan yang tidak dijadikan tujuan dan niat dalam kehidupan. Kalau kesehatan tersebut dijadikan segala-galanya dan idola dalam perbuatannya, yakni diniatkannya, maka Islam sangat-sangat tidak menganjurkannya sama sekali walau, mungkin membolehkannya seperti orang yang olah raga hanya untuk sehat badani, bukan untuk taat padaNya.

17- Apakah ketenangan abadi itu tidak bisa dicapai dengan reiki dan yoga itu? Jawabannya tidak bisa karena niatnya untuk tenang dan sehat di dunia ini. Bukan seperti puasa, shalat ..dan seterusnya...yang untuk akhirat dan keridhaanNya sekalipun berefek sehat kepada badan di dunia ini.

Jadi, melakukan sesuatu untuk dunia tidak akan mendapatkan bagian akhirat, tapi melakukan kepentingan akhirat, sudah tentu akanmendapatkan kebaikan dunia juga. Tapi kalau hikmah dunianya ini yang dicarinya dan diniatkannya, maka di akhirat juga tidak akan mendapatkan hikmah atau barakahnya.

18- Lagi pula, kalau memang untuk kepentingan akhirat, lalu mengapa tidak memakai sistem dan ajaran yang diajarkan oleh pemilik dunia-akhirat itu sendiri?

Kesimpulan:

Dengan semua uraian di atas itu dapat dikatakan:

“Memakai cara manusia yang tidak ketahuan juntrungan batinnya itu, dan meninggalkan ajaran yang diajarkan kanjeng Nabi saww yang merupakan wakil Tuhan Pemilik Dunia-akhirat itu, maka jelas tidak bisa dikatakan sebagai pencari kebaikan, ketenangan dan kesehatan akhirat.”

Karim Kardi: Allahumma sholli ‘ala Muhammad wa Ali Muhammad....lengkap dan jelas Tadz..... oya tadz.. bagaimana kalo dengan reiki ini membuat sholat dan do’a lebih: khusuk dan dzikir lebih nikmat? Apakah ini hanya tipuan syetan ? Afwan kembali tanya untuk lebih meyakinkan hati.

Mohon do’a antum agar kami yang awam ini tidak terpisah dari jalan Rosul dan Makshumin.Saaw.

Sinar Agama:

Tambahan:

Kemarin memang mau ditulis tentang ketenangan yang dicapai dengan cara-cara seperti mendengar musik, yoga, fokus pikiran alias tapa atau penenangan jiwa seperti reiki ini. Yaitu:

Penentu terhadap hakiki atau tidaknya sesuatu yang terjadi pada jiwa/ruh kita, adalah sesuai akal atau tidaknya. Yakni sesuai dengan kebenaran hakiki atau tidak alias sesuai dengan kenyataan yang sebenarnya atau tidak. Dan kebenaran hakiki itu, adalah kebenaran yang tersusun rapi dalam silsilah sebab akibat terutama “Sebab Tujuannya”. Seperti tujuan penciptaan alam ini untuk apa, tujuan penciptaan manusia itu untuk apa.

Sedang dari sisi akal-nya, yang dimaksudkan adalah akal-gamblang atau akal-argumentatif- gamblang.

Di lain pihak, akal-gamblang sendiri mengatakan bahwa banyak sekali kerincian-kerincian yang tidak dapat dijangkau untuk dimengerti dengan akal demi mencapai “ sebab tujuan” itu. Karena itu, akal-gamblang ini sendiri, dengan akal-gamblangnya mengatakan, bahwa manusia ini memerlukan agama yang membimbingnya pada kerincian-kerincian itu agar dapat mencapai “sebab -tujuan” tersebut.

Akan tetapi, tidak sedikit juga, terkhusus dalam garis-garis globalnya kehidupan dan semesta, akal-gamblang dapat mengerti dengan argumentasi gamblang, hakikat-hakikat kebenaran yang bisa dijadikan untuk mencapai “sebab-tujuan” itu. Seperti mengerti dengan argumentatif gamblang/mudah, bahwa alam ini ada penciptanya. Penciptanya semestinya tidak terbatas. Penciptanya pasti sumber segala kebaikan hingga sangat kontras kalau penciptaan ini tidak ada tujuannya. Tujuan hidup yang tidak abadi ini, sudah pasti kebaikan abadi. Kebaikan abadi itu harus ditempuh dalam program terpadu seindah paduan susunan alam semesta ini. Akan tidak dapat mencapai kerincian-kerincian terpadu itu hinggakarena itu akal sendiri mengatakan bahwa akal ini memerlukan agama yang membimbingnya mengerti yang rinci dan terpadu itu sebelum kemudian menjalaninya (seperti shalat dengan cara-caranya, puasa dan cara-caranya, haji dan cara-caranya, menolong orang dan cara-caranya, berbuat baik dengan cara-caranya, berakhlak mulia dengan cara-caranya yang disebut fikih,......dan seterusnya).

Dengan semua penambahan keterangan di atas ini, dapat disimpulkan bahwa:

  • a- Apapun yang bersifat tidak memiliki tujuan abadi (seperti akhirat), maka ia bagian dari dunia ini dan, karena itu, umurnya tidak akan melebihi hitungan hari saja. Dan yang bersifat dunia ini, sudah pasti bukan tujuan dari hidup akal dan manusia serta alam semesta ini sendiri.
  • b- Apapun yang tidak bersifat argumentatif gamblang, maka ia tidak akan pernah dapat dijadikan alat menguak hakikat alam ini yang, termasuk tujuannya atau sebab-tujuannya itu. Karena itu, yang tidak benar, tidak akan pernah mengantar mencapai hakikat tujuan penciptaan itu walau, mungkin memberikan efek secara cepat di dunia ini, seperti ketenangan, kesabaran dan kecerdasan. Efek-efek itu, tidak lebih dari kenyangnyaorang sehabis makan dan hilangnya dahaga orang yang habis meminum air. Artinya, sesuatu efek yang tidak mengantarkan seseorang kepada keabadian yang terangkum dalam “sebab-tujuan” itu.
  • c- Ketenangan, kesabaran dan kecerdasan duniawi itu, yakni yang tidak sesuai dengan akal- gamblang dan agama itu, dikatakan seperti efek-efek yang diberikan langsung oleh makan makanan dan meminum minuman alias sementara. Mengapa? Karena ia sebenarnya bukan ketenangan yang abadi yang dituntut akal dan agama itu. Karena ketenangnanya tidak ditopang oleh kebenaran yang hakiki dan juga tidak disusun dan dirangkum untuk mencapai ketenangan abadi atau ukhrawi itu. Karena itu, maka ia juga sebenarnya, tidak bisa dikatakan kesabaran dan kecerdasan. Karena kalau mau dikatakan ketenangan, kesabaran dan kecerdasan, semestinya, tenang dan sabar serta cerdas dalam mencari kebenaran hakiki yang terangkum juga dalam berbagai susunan cara dan metode untuk pencapaian tujuan hidup abadi itu. Jadi, yang menyimpang dari kebenaran argumentatif dalam menguak hakikat alam semesta dan manusia dan, tidak tersusun dalam metode pencapaian yang abadi itu, maka jelas ia bukankebenaran yang hakiki dan, kalaulah memberi efek, maka ia bersifat sementara dan duniawi semata.
  • d- Sebenarnya, dengan kalimat-kalimat yang disusun di poin-poin di atas itu, terutama poin c, saya bermaksud mengajak antum kepada bahasan yang bisa mencerahkan kebenaran sesuatu tanpa ditakuti dengan penakut-penakut dari agama atau akhirat. Jadi, sebenarnya, setelah memahami segala argumentatif di atas itu, yang diwakili hanya dengan akal itu, karena akal ini juga mengatakan bahwa ia perlu kepada agama, maka dapat dikatakan:

“Apapun yang tidak didukung akal-gamblang dan yang tidak didukung agama yang dipahami dengan akal- gamblang juga, maka ia pasti bersifat dunia dan tidak abadi hingga karenanya, harus diabaikan dan mengganti agenda hidup ini dengan mencari kebenaran-kebenaran hakiki yang dicapai akal gamblang dari alam semesta ini dan, terutama agama yang diturunkan Tuhan Sang Pemilik Hikmah dan Kebenaran itu.”

  • e- Kasarnya, apapun ketenangan dan kekhusyukan serta kecerdasan, yang dicapai tidak diatasdasarkan pada kebenaran akal-gamblang tentang alam dan agama, maka ia adalah fatamorgana yang kemampuannya hanya memberikan kebahagiaan sementara.
  • f- Lebih kasar lagi, ketika sesuatu itu tidak berpijak di atas akal-gamblang tentang hakikat alam yang tersusun rapi termasuk tujuan-tujuannya dan cara-cara pencapaiannya, dan tidak berpijak pada pemahaman akal-gamblang tentang agama yang bersumber dari Yang Maha PandaiTerhadap Hakikat Alam dan Manusia Serta Tujuan-Tujuan Penciptaan Keduanya, maka sudah pasti KHAYALAN BELAKA yang, kemampuannya hanya hiburan sejenak.
  • g- Konsekuensi dari semua itu, maka apapun ketenangan dan kesabaran serta kecerdasan yang dicapai dengan tidak di atas jalan benar dilihat dari susunan alam dan agama yang keduanya dipahami dengan akal-gamblang, berarti bukan ketenangan, bukan kesabaran dan bukan kecerdasan yang, sudah tentu harus diabaikan dan menggantinya dengan pencarian terhadap kebenaran argumentatif gamblang.
  • h- Karena itu, bagi yang sudah mencapai ketenangan, kekhusyukan, kesabaran dan kecerdasan- kecerdasan di atas, yakni yang tidak melalui kebenaran hakiki sesuai akal-gamblang yang dipahaminya dari susunan semesta (yang sudah tentu termasuk susunan alam semesta ini adalahadanya tujuan penciptaan dan adanya cara-cara yang tersusun rapi untuk mencapainya) dan agama, harus dihancurkan lagi karena hanya tipuanfatamorgana. Jadi, jadilah tidak tenang lagi, gelisah lagi, tersiksa lagi, tidak enak makan lagi, gusar lagi, tidak cerdas lagi, ............... dan seterusnya....supaya dapat bangun dari candu khayalannya itu dan dapat mencapai yang sebenarnya. Sebab kalau terlena dengan tenangnya itu, sabarnya itu, cerdasnya itu, khusyuknya itu.............maka pasti akan celaka. Karena begitu umur menjemput dan ruh sudah dapat menataphakikat-hakikat akal-gamblang yang hanya bisa dipahami sewaktu hidup (dimana ia menghindari pencariannya di waktu hidup dan menggantikannya dengan kebenaran tidak hakiki seperti reiki, yoga, musik...dan seterusnya..itu), dimana pemahaman ruh itu sekarang menjadi hakiki karena sudah tidak dihalangi materi badaniahnya, maka kala itu ia akan tahu bahwa tenang, cerdas, sabar dan khusyu’ yang dimilikinya dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan akal-gamblang dalam memahami alam dan agama itu, sebenarnya, bukan kesabaran, bukan kecerdasan, bukan ketenangan dan bukan pula (kekhusyukan.
  • i- Tambahan penjelasannya:
    • - Ketika akal dan agama yang dipahami dengan akal gamblang mengatakan dan memerintahkan manusia untuk mencari kebenaran yang hakiki tentang alam yang tersusun rapi dimana termasuk sebab-tujuannya dan cara-cara pencapaiannya yang kalau diringkas menjadi ilmu yang benar tentang alam dan agama, tapi ia tidak menerimanya dan mengambil jalan-jalan pintas seperti reiki, yoga dan musik dan semacamnya, maka ini jelas bukan kesabaran, bukan kecerdasan, bukan ketenangan dan bukan kekhusyukan. Jadi, semuanya itu, sebenarnya hanyalah khayal yang beraneka ragam, kadang berupa kecerdasan, kadang berupa kekhusyukan, kadang berupa kesabaran dan ketenangan. Jadi, HANYA BERKHAYAL CERDAS, KHUSYUK, TENANG DAN SABAR.
    • - Karena itu, jadilah gusar dan tidak sabar serta tidak cerdas dan tidak khusyuk ala khayalannya itu. Semua ini supaya bisa bangkit dan merevolusi diri hingga mendapatkan kebenaran hakiki yang tersusun lengkap itu. Jadi, menjadi gelisah, tidak sabar, tidak khusyuk dan tidak tenang bagi orang-orang yang sudah menjalani khayal-khayal itu, merupakan keharusan. Karena ia sebenarnya kan tidak cerdas, tidak sabar, tidak tenang dan tidak khusyuk???!! Jadi, jadilah kebalikannya supaya ada revolusi diri dan mampu menepis segala tipuan yang menghalanginya mencari kebenaran hakiki yang tersusun rapi sampai pada pemahaman sebab-tujuan dan cara-cara pencapaiannya itu.

Kalau antum dan teman-teman memahami tulisan-tulisan di atas itu, maka ketahuilah bahwa ia dengan ijin Allah, sebenarnya banyak mengandungi jurus-jurus hidup yang menggeliat dengan daya penghancur dan membangunnya. Yakni penghacur terhadap khayalan-khayalan yang telah menelan jutaan atau milyaran korban dan, memberi daya pendorong secara profesional penuh kesadaran, untuk membangun apa-apa yang semestinya dibangun setelah penghancuran itu. Ringkasnya, semoga Tuhan mengampuniku dalam mengatakan nikmatNya ini (dan semoga bukan khayalan nikmat), ia termasuk hiriz-hiriz yang perlu dilestarikan dalam diri. Karena ia, salah satu intisari dari apa-apa yang telahdijabarkan akal-gamblang yang selalu diinayahkanNya kepada para ahli hikmat dan juga, yang telah dijabarkan oleh para nabi as dan washi as yang telah dipahami dengan akal-gamblang.

Ya Allah, syukur padaMu yang telah tidak bosan-bosannya memberikan kesempatan kepada kami semua untuk terus bangkit memperbaiki diri. Semoga pada akhirnya, kami semua dapat memeluki ampunan dan ridhaMu, dengan mensyukuri semua nikmat ilmu ini dengan aplikasi yang sangat tinggi, ketat, santun dan di atas pijakan profesionalisme dan keikhlasan tanpa batas, amin.

Karim Kardi: Allahu akbar walillahil hamdu....Bismillaah ma’as sholawat....semoga Allah memberi yang terbaik bagi ustadz Sinar Agama atas jawaban yang sangat dalam..menyentuh dan membangunkan akal dan membuyarkan tipuan....bi Haqqi Muhammad wa ali Muhammad .... astaghfirullah.

Mata Jiwa: Maaf pak ustadz, no 12 di atas : daya pasas....pasas itu apa ya pak ustad ? saya gak ngerti, mohon arti pasas-nya...

Mata Jiwa: Saya mohon koreksi pak ustadz, sebelum membaca-baca tulisan, agama serasa sangat mudah, tapi setelah banyak membaca, usai membaca menjadi serasa sulit.

Sang Pencinta: MJ : Setahu saya tentang reiki, maksud ustadz itu pasas>panas

Mata Jiwa: oooo...gituuuuu.....dari tadi bingung..kirain istilah apaaa gitu...makasih mas akhi bro...!

Sang Pencinta: Semoga manfaat,

http://www.facebook.com/notes/sang-pencinta/kabah-langit-dan-bumi-dn-pandangan-thp-yoga- dan-energi/494118627304715

Ka’bah Langit dan Bumi dan Pandangan terhadap Yoga dan Energi 
Ka’bah Langit dan Bumi dan Pandangan terhadap Yoga dan Energi 

April 3, 2013 at 8:18am

Bismillaah

Sofyan Hossein:

Assalaamu alaikum wr wb ustadz.. Semoga Allah senantiasa mencurahkan rahmatNya kepada ustadz.. amin.. Ingin bertanya : Apakah di Langit juga ada Ka’bah layaknya ka’bah kita di Makkah al Mukarramah??

Sempat membaca artikel bahwa Para astronot telah menemukan bahwa planet Bumi itu mengeluarkan semacam radiasi, secara resmi mereka mengumumkannya di Internet, tetapi sayang nya 21 hari kemudian website tersebut raib yang sepertinya ada alasan tersembunyi dibalik penghapusan website tersebut. Setelah melakukan penelitian lebih lanjut, ternyata radiasi tersebut berpusat di kota Mekah, tepatnya berasal dari Ka’bah. Yang mengejutkan adalah radiasi tersebut bersifat infinite (tidak berujung ), hal ini terbuktikan ketika mereka mengambil foto planet Mars, radiasi tersebut masih berlanjut terus. Para peneliti Muslim mempercayai bahwa radiasi ini memiliki karakteristik dan menghubungkan antara Ka’bah di planet Bumi dengan Ka’bah di alam akhirat. Mohon Pencerahan.. Jazakumullah khairan katsiraan ustadz ^_^

Sinar Agama: Salam dan terima kasih pertanyaannya:

1- Di langit itu jelas ada pusat seperti Ka’bah. Karena perintah tawaf di Ka’bah itu justru meniru tawafnya malaikat di ‘Arsy tujuh kali hingga mereka bisa kembali ke maqam aslinya setelah “semacam” memprotes Tuhan dengan halus ketika mau menciptakan khalifah di bumi.

2- Tapi ‘Arsy atau semacamnya itu, sudah tentu bukan materi. Tapi bisa saja memiliki tajalli seperti keabadian Tuhan yang bertajalli dengan lingkaran yang tanpa ujung itu.

3- Hati-hati dengan mafia materialis yang ingin membawa urusan non materi yang diajarkan dalam agama, kepada materi. Salah satu kecurigaan saya terhadap Black Hole itu, juga untuk mematerikan akhiratnya kaum muslimin yang ada dalam Qur'an.

4- Kalau ada grafitasi Ka’bah yang memang merupakan dataran pertama setelah sebelumnya bumi ini berupa air, dimana karenanya menjadi pusat bumi, semua itu adalah materi dan, hanya merupakan tajalli dari alam non materi.

Sufyan Hossein: tentang Ka’bah yang memancarkan gelombang elektromagnetik yang berasal dari energi manusia yang beribadah di sekitar ka’bah. Karena tubuh manusia merupakan kumpulan bio elektron yang selalu berputar-putar di dalam orbitnya di setiap atom-atom penyusun tubuh manusia.. Dengan kumpulan elektron dari tubuh manusia yang thawaf dan beribadah di sekitar ka’bah, ditambah hajar aswad yang mempunyai memiliki daya hantaran elektromagnetik yang sangat tinggi dan berfungsi sebagai konduktor listrik yang baik, mengingat- kan kita pada suatu kaidah yang disebut Kaidah Tangan Kanan.

Kaidah Tangan Kanan mengatakan :

Jika ada sebatang konduktor (logam) dikelilingi oleh listrik yang bergerak berlawanan dengan jarum jam, maka di konduktor itu akan muncul medan gelombang elektromagnetik yang mengara ke atas. Hal ini, dalam Kaidah Tangan Kanan, digambarkan dengan sebuah tangan yang menggenggam empat jari, dengan ibu jari yang tegak ke arah atas. Empat jari yang menggenggam itu digambarkan sebagai arah putaran arus listrik, sedangkan ibu jari itu digambarkan sebagai arah medan elektromagnetik.

Sehingga ketika ada jutaan orang berthawaf mengelilingi Ka’bah, dan ketika seluruh mu’min shalat menghadap ka’bah, seperti ada sebuah arus listrikyang sangat besar berputar-putar berlawanan dengan arah jarum jam mengitari Ka’bah..

Di tengahnya, di Ka’bah khususnya lagi di Hajar Aswad makan terjadi medan elektromagnetik yang mengarah ke atas, sesuai dengan kaidah fisika Tangan Kanan diatas.

Lalu apa fungsi medan elektromagnetik yang mengarah ke atas tersebut, dan apakah medan elektromagnetik tersebut mengarah ke Ka’bah Langit atau Arsy’Nya Allah??

Sinar Agama: Sufyan: Bahasa energi itu berasal dari ajaran Yoga. Saking pandainya para Yogawan itu menerangkan kebenarannya sesuai dengan bahasa modern dan teknologi, maka tidak jarang orang-orang wahabipun banyak ikut tarikat-tarikat bela diri dan pengobatan energi, padahal sebelum kelompok paling nomer satu dalam mengkhurafatkan takhayyul-takhayyul itu (bagi pendapat mereka sebelumnya). Saya punya teman, tokoh Muhammadiah, tapi uwwah, karena kena kibulan energi ini, dia bukan hanya berubah dari prinsip khurafatnya, tapi malah jadi dukun yang bahkan ngobati orang dengan energi itu bahkan sekalipun orangnya jauh dari tempatnya.

Jadi, jangan terpancing kepada ajaran Hindu yang salah satunya ajaran energi yang ada di Yoga itu. Dan jangan terpengaruh pada kibulan para teknolog yang sering mencampur teknologi dan puisi hingga keluar dari teknologi itu sendiri dan keluar pula dari puisi dan agamanya.

Kita diajarkan Tuhan untuk melakukan ibadah hanya dan hanya untukNya. Kita tidak boleh perduli dengan apa-apa yang menyimpangkan kita kepada selainNya, apakah itu kesaktian, karamat atau -dengan bahasa yang mau mematerikan non materi- energi.

Ajaran energi ini sangat kejam mencabik-cabik Islam dari dalam seperti wahabi yang mencabik- cabik agama selama ini. Kalau wahabi dengan penentangannya, tapi kalau ajaran energi ini dengan dukungannya. Para petapa Hindhu pada ketawa terbahak-bahak, karena kaum muslimin hanya tinggal lahiriahnya saja dalam ibadahnya, yaitu menghadap Ka’bah, tapi keyakinannya sudah milik Hindu yang mengajarkan energi. Mereka tertawa, karena muslimin sudah tinggal kepompong saja.

Sinar Agama: Saya juga teringat pada teman china yang jadi muslim. Dengan meyakinkan dia katakan bahwa mustahil shalat jamak seperti yang ada di Syi’ah ini, dapat dibenarkan. Karena energi matahari itu memuncak di kala zhuhur dan mati di waktu ashr. Sayapun, senyum-senyum mendengarkannya tanpa bisa berbuat apa-apa, karena dia dengan keyakinan penuh yang menurut saya, tidak akan ada gunanya menasihatinya alias tidak mungkin bisa terpengaruh sedikitpun. Jadi, syarat amar makruf dan nahi mungkarnya sudah tidak ada lagi alias sudah tidak wajib lagi secara fikihnya.

Teringat juga seorang muslim yang china yang sekalipun sudah Syi’ah, masih saja mengajarkan ajaran energi “im” dan “yang” yang mau ditafsirkan kepada Jalal dan Jamal mirip seperti Tangan Kanan dan Kiri itu.

Walhasil, lama-lama mukjizat para nabi as dan karamat para aulia, berputar-putar di teknologinya barat, materialisnya wahabi dan energinya Hindu.

Boleh saja air dan alam terpengaruh dengan ruh orang shalih, secara materi yang tidak nampak mata yang, barangkali mau dikatakan energi-yoga atau aliran listrik-teknologi atau apa saja, tapi Islam tidak mengajarkan manusia untuk bercikutat di materi walau tidak dapat dilihat mata karena halus dan kecilnya.

Kalau shalat yang ada rukuk dan sujudnya itu menyehatkan badan, kalau puasa itu menyehatkan badan, kalau tawaf dan apa saja ibadah itu mengeluarkan energi atau listrik, kalau Qur'an dan do’a-do’a itu mempengaruhi susunan sel-sel alam, ..............dan seterusnya....semua itu hanya dan hanya materi. Itupun kalau penemuannya itu sudah benar. Artinya, merupakan hikmah-hikmah yang tidak diajarkan dalam agama untuk difokus dan dicitakan dan bahkan untuk dibayangkan sekalipun. Nggak ada ajaran Islam yang menyuruh kita berfikiran sehat manakala sedang rukuk dansujud. Tidak ada ajaran Islam yang mengajarkan bahwa kita boleh berfikir sehat atau diet kala berpuasa. Ini yang sudah jelas benarnya dari sisi hikmat materi dari ibadah yang bertujuan non materi (baik Allah, iman atau surga). Apalagi yang tidak jelas seperti energi hingga didapat ajaran Islamnya yang mengajarkan bahwa kita sedang menumpuk energi manakala shalat di waktu- waktu tertentu dan menghadap ke kiblat atau hajaraswad............................dan seterusnya.

Kalau para nabi as dan aulia as/hf mengajarkan bahwa lebih afdhal untuk tidak mencari selain Allah dan jangan mencari surga, lah ....malah mau cari energi yang hanya dan hanya, bersifat materi dan dunia walau, tidak dapat dilihat mata karena kecilnya (disamping belum tentu benarnya).

Ajaran Yoga ini sudah sampai menjarah daerah tertinggi ajaran Islam yang diistilahkan dengan ilmu Irfan itu. Bayangin, Irfan yang mengajarkan kesyirikan kalau menyukai apapun selain Tuhan sekalipun surga, karamat dan mu’jizat karena semua itu adalah TajalliNya saja dan bukanlah sesuatu yang wujud nyata, lah .....si mas Yoga ini malah mengatakan bahwa Jamal dan Jalal itu adalah “Im” dan “Yang” atau “Yan”. Kalau wahabi hanya pandai mengobrak abrik kuburan, tapi mas Yoga ini sudah mengobrak-abrik makrifatullah dan paling tingginya ajaran Islam.

Kalau wahabi kacau dalam memahami hadits “Jangan jadikan kuburan itu sebagai masjid” dengan mengatakan “tidak boleh ibadah di kuburan”, tapi mas Yoga ini kacau dalam memahami inti dan hakikat seruan Islam yang setidaknya ke surga yang non materi dan apalagi ke yang lebih tinggi yaitu Allah itu sendiri, menjadi materi semuanya yang, disebutnya energi.

Wahabi sengaja tidak mau baca hadits-hadits lain yang mengartikan makna hadits pertama di atas itu, karena memang hobi dan karakternya menjadikan pandangannya itu sebagai agama hingga mengagamakan pandangannya dan tidak memandangkan diri dengan agama, maka mas Yogaini juga seperti itu, yaitu karena hobi dan karakternya kepada kekuatan materi tidak kasat mata yang berada di balik materi kasat mata ini hingga mengenergikan semua ajaran suci Islam yang mesti dibersihkan dari berbagai pamrih dan riya’, dan bahkan menggembar-gemborkan ajarannya yang mengajarkan bahwa ibadah-ibadah itu alat yang dapat menumpuk segala kekuatan energi dimana hal ini adalah keriya’-an dan pamrih yang nyata. Mereka sebegitu canggih dan gencarnya mengajarkan ajarannya itu hanya dengan modal yang sangat sederhana, yaitu mengganti kata- kata lama yang dikenal dengan katakanlah “tenaga dalam”, dengan kata yang lebih trendi dan untuk masa teknologi ini, yaitu “Energi”.

Sebagaimana kita tidak boleh shalat untuk sehat walau shalat itu menyehatkan badan secara pasti dan benar-benar terbukti, maka kalaulah energi ini benar, maka sangat-sangat tidak boleh seseorang memperhatikannya dalam segala ibadah dan dalam kehidupannya. Bahkan, sebagaimana mengajak dan mengajarkan kesehatan dengan melakukan shalat itu sebagai suatu ketabuan akal dan agama, maka begitu juga membahas energi di kehidupan kita ini. Beda kalau orang mau membahas hikmah-hikmah ibadah. Tapi itupun harus dengan yang sudah pasti terbukti benar dan, sudah tentu tidak membuat tarikan kepadanya hingga manusia kehilangan keikhlashannya kepada Allah dan agamaNya. Jadi teringat pada satubintang film wanita Indonesia yang dengan gamblang berkata di media, bahwa dia diet dengan cara berpuasa senin kamis.

Tambahan:

Kalau Nabi saww mengatakan: “Jangan jadikan kuburan itu sebagai masjid (atau mushalla di hadits yang lain)”, maksudnya masjid dan mushalla ini adalah arah sujud, bukan masjid/mushalla yang berarti tempat ibadah sekalipun juga memiliki makna tersebut. Karena itu, beribadah di kuburan tidak masalah sama sekali dan sudah dilakukan sejak di jaman Nabi saww dan setelahnya yaitu, pada jaman shahabat, tabi’iin dan...dan seterusnya sampai sekarang. Hal ini, sangat mudah dipahami karena banyak hadits yang menerangkan maksud hadits di atas itu, seperti sabda Nabi saww berikut ini:

لا تصلُّوا إِلَى الْقبوِر ولا تجلِسوا علَيـها


“Jangan shalat menghadap ke kuburan dan jangan duduk di atasnya.” (shahih Muslim hadits ke: 1614 dan 2295).

Jadi, maksud masjid dan mushalla itu adalah arah shalat sebagaimana para kafir jahiliyyah yang mengarah pada kuburan kalau beribadah, atau seperti yang beribadah mengarah ke salip atau patung Budha misalnya.

By the way Wassalam.

Sinar Agama: Mata: Benar yang dikatakan Pencinta, yakni energi yang diambil dari tenaga atau daya panas, seperti panasnya matahari dan semacamnya.

Sinar Agama: Pencinta, terima kasih bantuan selalunya, semoga diterimaNya, amin. Wassalam.



اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وآلِ مُحَمَّدٍ وعَجِّلْ فَرَجَهُمْ

Minggu, 12 Mei 2019

Filsafat Vs Fikih ?!


Seri tanya jawab Muhammad Dudi Hari Saputra dengan Sinar Agama
by Sinar Agama (Notes) on Thursday, April 11, 2013 at 9:40 pm


Muhammad Dudi Hari Saputra mengirim ke Sinar Agama: Senin (11-3-2013) sekitar Kota  Yogyakarta 

Salam ustad. Apa kabar ustad? Semoga ustad selalu dalam keadaan yang baik dan sehat. Ustad, dalam proses belajar filsafat saya, saya kadang mendapatkan cibiran bahkan tak jarang dari kalangan pencinta AB sendiri, seperti ungkapan: jangan belajar filsafat nanti fiqihnya tidak dijalankan, orang-orang yang belajar filsafat itu sombong-sombong, dan sebagainya. 

Sedangkan menurut pemahaman saya, belajar filsafat itu penting karena filsafat adalah salah satu solusi untuk memahami ajaran islam sebenar-benarnya islam. 

Mohon pendapatnya ustad, terkait: 

1. Apa yang mendasari beberapa ulama, sebut saja al-gazhali sangat anti-pati terhadap filsafat bahkan mengharamkannya? 

2. Sadra pernah menyindir akan adanya para filsuf yang palsu, mohon sekiranya dijelaskan ustad filsuf yang palsu dan filsuf yang sebenarnya itu seperti apa? 

Terimakasih.. ^_^ 

SangPencinta: Salam, 652. Ada Apa Dengan Filsafat??!! (Mengapa Sebagian Muslimin Anti Filsafat?), Oleh Ustad Sinar Agama = 
http://www.facebook.com/groups/210570692321068/doc/379026705475465/ 

Muhammad Dudi Hari Saputra: Terima kasih sang pencinta, anda memang luar biasa.. 

SangPencinta: Dalam file ‘PDF serba filsafat’ ust sinar sudah lengkap mas. 

Muhammad Dudi Hari Saputra: hhe,,, saya hanya ingin sekedar melepas rindu saja dengan ustad,, kalau merujuk ke semua catatan, maka saya tidak akan silaturahmi lagi,, karena catatan-catatan beliau sudah sangat lengkap. Tapi saya masih mencari-cari pertanyaan lagi ini,,hhe 

Sinar Agama: Salam dan terimakasih pertanyaannya yang dimaksudkan silaturrahim. Tapi untung ada Pencinta yang bisa menukil Kalau tidak, maka jemariku akan semakin kram mengulang-ulang topik yang sama, semoga Tuhan mengganjarnya dengan ganjaran yang tidak terbatas, amin. 

Filsafat kalau di Indonesia, yang biasa dikaji di kampus-kampus dalam istilah hauzah disebut dengan Falsafah, yakni belajar tentang sejarah pemikiran filsafat para filosof, bukan filsafat itu sendiri dimana mempelajari wujud dari kacamata wujud. Kalau tidak belajar filsafat, tentu tidak akan membahas fikih yang termasuk wujud itu dan, apalagi dari mana dan untuk apanya. Justru orang yang pandai filsafat yang akan mengerjakan fikih sepenuh hati karena ia mengerti dengan akal gamblangnya esensi fikih itu sendiri. Beda dengan orang yang belajar Falsafah yang hanya asyik dengan sejarah para pemikir dan tidak tahu ia dari mana, hidup dimana dan hendak kemana. 

Filosof palsu adalah yang tidak memperlajari filsafat dengan cermat dan sok tahu serta tidak aplikatif. Ghazali termasuk diantaranya. Karena ia gagal belajar filsafat dan meninggalkan di tengah jalan karena beratnya dan memutuskan untuk tidak meneruskan belajar dan melihat ketidakurgennya dan bahkan bertentangannnya dengan lahiriah agama. Karena itulah ia menulis kitab yang berjudul “Kerancuan Filsafat”. Tentu saja karena ia tidak tuntas belajar. Karena filsafat itu bukan hanya tidak bertentangan dengan syariat, akan tetapi justru tulang punggung bagi pemahaman syariat secara dalam. Karena itu Ibnu Rusyd menulis jawaban kita itu dengan judul 

“Kerancuannya Kerancuan”. 

Lain-lain simak nukilan Pencinta itu. 

Muhammad Dudi Hari Saputra: Syukron ustad sinar agama... amin semoga mas sang pencinta mendapat ganjaran yang tak terbatas dari Allah. Wassalam. 

Ammar Dalil Gisting: Salam. Afwan, mungkin yang di maksudkan ust adalah Ibnu Rusyd, yang menulis “Kerancuannya kerancuan”... 

Sinar Agama: Ammar: Benar yang antum katakan. Sudah diperbaiki. Terimakasih atas koreksinya.


اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وآلِ مُحَمَّدٍ وعَجِّلْ فَرَجَهُمْ

Jumat, 03 Mei 2019

Kewajiban Mengetahui Dzat dan Sifat-Sifat Tuhan


Seri tanya jawab Peter Sondakh dengan Sinar Agama
by Sinar Agama (Notes) on Tuesday, April 2, 2013 at 10:30 am

Peter Sondakh: 6 Maret 2013, Peter mau nanya nih.. benar gak sih dalam islam itu “kalo mempertanyakan tentang Tuhan sama halnya mengejekNya?” 

Sepeda Ontel: Ya justru Tuhan itu harus kita kenal bukan hanya bertanya tentang Tuhan, 

Arief Fadhillah: Setahuku, yang dilarang hanyalah pembahasan mengenai dzatNya. Aku belum pernah menjumpai pelarangan dalam membahas sifat dan perbuatanNya. 

Sinar Agama: Salam dan terimakasih pertanyaannya: 

Bertanya itu ada berbagai tujuan. Ada yang bertanya tapi maksudnya mengejek, misalnya “Apa Tuhan itu?” yang biasanya disertai dengan nada mengejek. Ini yang jelas tidak boleh. 


Tapi kalau bertanya ingin tahu, maka bukan lagi tidak dikatakan tidak mengejek, dan tidak lagi dikatakan boleh, tapi bahkan wajib dilakukan. 

Saya sudah sering menulis di facebook ini bahwa Tuhan sendiri mewajibkan kita untuk mengetahuinya. 

Banyak ayat yang memerintahkan kita mengetahui DiriNya dan sifat-sifatNya, seperti: 

- QS: 2: 209: 

فَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ عَزِيزٌ حَكِيمٌ 

“Maka ketahuilah oleh kalian, bahwa Allah itu Maha Mulia dan Bijaksana.” 

- QS: 5: 34: 

فَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ 

“Maka ketahuilah bahwa Allah itu Maha Pengampun dan Kasih” 

........... dan seterusnya... 

Dimana semua ayat-ayat yang banyak itu mewajibkan kita mengetahuiNya. Jadi, sudah tentu, bagi yang belum tahu tentangNya atau belum tahu banyak tentangNya, boleh bertanya. Ingat, perintah-perintah di atas itu perintah untuk mengetahui, bukan kata-kata gertakan. Tapi perintah suruhan untuk mempelajariNya. 

Zee Segaf: Tuhan itu tidak ada dan tidak akan pernah ada. 

Andre Nan Sabatang: “Tuhan itu ada dan tetap ada adaNYA”,,,,,, 

Andre Nan Sabatang: “Bila anda berkata tuhan itu dimana berarti anda menghendaki IA mempersempit keadaanNYA,,,padahal IA tak terjamah oleh ruang dan waktu,,,,bila anda berkata kenapa,, bagaimana,, berarti anda menyamainya dengan makhluk,,,,bila anda mengatakan tidak,,berarti anda menghendaki selainNYA,,,,,”,,,,,,itu yang dimaksud ranah tentang dzat,,,,bila begitu bagaimana kita mengenalNYA? Pahami sifat sifatNYA,,,sebab dzat dan sifat tak berlainan,,,,,,,semoga manfaat yah brooo,,,,,spiriittt om,,,,hehehe,,,, 

Hanifan Prasna Verdi: Ada dua kemungkinan : Apakah niatnya seperti nabi Musa atau Nabi Ibrahim yaitu mencari kebenaran, maka akan diberikan jalan untuk mengenalNYA, atau niatnya seperti kaum kafir hanya mengejek..maka disambar halilintar. Dalam artian malah dijauhkan untuk bisa mengenalNYA. semakin jauhhh. 

Zee Segaf: Sesungguhnya orang-orang tauhid (yang mempelajarinya) menciptakan Tuhan dari pikirannya sendiri dan bukan Tuhan sesungguhnya. 

Sinar Agama: Arief dan Zee: Mengenal DzatNya juga diwajibkan oleh Allah. Ayat-Ayat yang sudah saya kutip di atas itu, sudah menunjukkan hal ini. Karena ketika diwajibkan mengetahui bahwa “Allah itu Maha Pengampun”, tandanya harus tahu dulu siapa Allah itu. Kalau kita tidak tahu Dzat Yang Disifati, maka jelas tidak akan tahu sifatNya dan tidak akan pernah tahu bagaimana pensifatanNya itu. Tahu sifat tanpa tahu dzat, jelas sifatnya akan jauh dari dzat. Artinya, akan bisa membuat sifat tersebut, bahkan yang menentang dan merendahkan dzat yang disifatinya. 

Apalagi QS: 47: 19: 

فَاعْلَمْ أَنَّهُ لَ إِلَهَ إِلَّ اللَّهُ 

“Maka ketahuilah bahwa tiada Tuhan kecuali Allah!!” 

Jadi kita diwajibkan tahu yakni diwajibkan berilmu dimana ilmu mesti dengan argumentasi, bahwa tiada Tuhan kecuali Allah. Yakni mengapa seperti itu. Yakni harus tahu makna Tuhan dan harus tahu pula bahwa Tuhan itu hanya dan hanya Allah. 

Tentu saja, pengetahuan ini, yakni tentang Allah dan Sifat-SifatNya ini, yakni yang diwajibkan Tuhan untuk diketahui ini, semua dan semua, hanya seukuran kemampuan maksimal manusia. 

Artinya, hanya diwajibkan tahu, bukan mencapai. Karena itu, tidak usah bingung dengan perkataan bahwa bagaimana bisa tahu Tuhan yang tidak terbatas dengan akal yang terbatas? Karena yang diwajibkan tahu adalah tahu maksud dan maknanya, bukan mencapainya. 

Apa lagi ketika seseorang mengatakan seperti diatas itu, maka sudah pasti ia tahu makna tidak terbatas. Lah, kok bisa ia mengerti makna tidak terbatas, sementara melarang untuk mengerti Tuhan Yang Tidak Terbatas???!!! 

Karena itulah maka yang kita tahu itu adalah pahaman kita saja yang kita buat sesuai melalui argumentasi gamblang sesuai dengan perintah-perintahNya di ayat-ayatNya di atas itu dan, sudah tentu pahaman ini adalah buatan kita sendiri. 

Tapi buatan ini wajib dilakukan. Tapi dalam menyembah, kita tidak boleh menyembah pahaman ini tanpa sifat Allah Lebih Besar (Allahu Akbar), yakni Allah Lebih Besar Dari Pahamanku ini. 

Kalah Tuhan tidak diketahui sama sekali, lah...trus kita menyembah apa ketika menyembah?! 

Kalau kita disuruh memikirkan alam, maka berarti ketika shalat harus memikirkan alam, baik dalam tegak, rukuk dan sujud. Lah....bukankah ini namanya menyembah alam?! 

Jadi, sembahlah Allah yang, tentu saja sesuai dengan yang kita pahami itu, akan tetapi dengan pensifatan bahwa Allah Lebih Besar Dari Yang Kita Tahu itu. 

Semua ilmu ini tidak mudah tanpa ajaranNya yang disalurkan melalui kitabNya dan hadits-hadits NabiNya saww serta hadits para imam makshumNya as. 

Wassalam. 


Sciita Ali: Bagaimana memahami makna dari firman Allah SWT, “Aku sebagaimana persangkaan hambaKu” (mudah-mudahan saya tidak salah kutip) jika dihubungkan dengan penjelasan ustadz pada paragraf ke-4 dari bawah? 

Sebelum dan sesudahnya, makasih banyak ustadz.... 

Sinar Agama: Sciita: Alinea 4 dari bawah itu menjelaskan tentang Tuhan dan sifat-sifatNya yang wajib diketahui dengan penambahan bahwa Ia lebih besar dari yang kita tahu. Sedang baik atau buruk sangka pada kita, merupakan bayangan terhadap apa yang akan dilakukanNya terhadap kita dan, hal ini jelas beda dari yang kita bahas. 

Sciita Ali: Bisa ustadz jelaskan lebih lanjut kata-kata, “Sedang baik atau buruk sangka pada kita, merupakan bayangan terhadap apa yang akan dilakukanNya terhadap kita”?



اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وآلِ مُحَمَّدٍ وعَجِّلْ فَرَجَهُمْ

Rabu, 24 April 2019

Predikasi Antara Eksistensi dan Esensi


Seri tanya jawab Muhammad Zaranggi dengan Sinar Agama
by Sinar Agama (Notes) on Tuesday, April 2, 2013 at 9:57 am


Muhammad Zaranggi mengirim ke Sinar Agama: 5 Maret 2013 melalui seluler 

Salam ustadz..afwan... Mohon penjelasan kaidah wujud sebagai berikut : Di dalam akal wujud mensifati esensi. Oleh karenanya kita dapat memberikan atau menarik wujud dari esensi. Sedang di luar akal maka esensilah yang mensifati wujud. Oleh karenanya kita dapat mengabaikan esensi dan hanya memperhatikan ke-wujudan sesuatu. 


Terima kasih... 

Sinar Agama: Salam dan terima kasih pertanyaannya: Sepertinya ana sudah pernah menjawab soalan seperti ini. Ana tidak tahu yang bertanya itu antum atau orang lain. Kita tunggu dulu Sang Pencinta barangkali dapat membantu. 

Sang Pencinta: 1014. Wujud Tuhan dan Ketiadaan Esensi Oleh Ustad Sinar Agama = http://www.facebook.com/groups/210570692321068/doc/464411396936995/ 

Sang Pencinta: 1016. Posisi Eksistensi dan Esensi Oleh Ustad Sinar Agama = http://www.facebook.com/groups/210570692321068/doc/464412050270263/ 

Sang Pencinta: 996. Presepsi Dan Esensi yang Belum Dikenali Oleh Ustad Sinar Agama = http://www.facebook.com/groups/210570692321068/doc/464406786937456 

Sinar Agama: Sekedar meringkas mungkin (setelah antum baca nukilan Pencinta di atas): Di alam nyata, tidak ada yang bisa mendahului wujud, baik esensi atau lainnya. Karena itu, maka wujud dulu yang ada, baru esensinya. Karena esensi ini adalah batasan wujud itu. Jadi, yang dibatasi dulu harus ada, baru batasannya. Dahulu mendahului di sini, bukan dari sisi waktu. Tapi dari sisi tertib wujud. 

Dengan demikian, maka wujudlah yang harus selalu menjadi subyek dari predikat yang akan ditetapkan padanya. Yakni wujud harus jadi subyeknya dan esensi menjadi predikatnya. 

Akan tetapi di dalam akal, wujud dan esensi ini bisa dipisahkan. Karena akal dapat memahami bahkan yang tidak ada, yakni pahaman “tiada”. 

Yang ke dua, dalam akal, sepintas esensi dulu yang terlihat melebihi wujud atau eksistensinya. 

Misalnya kalau membayangkan pohon. Maka akal, pertama bisa membayangkan pohon tanpa wujud. Lalu ke dua, akal bertanya apakah pohon ini ada atau tidak? Lalu ia menjawab “ada” misalnya. Karena itu, maka di dalam akal, yakni dalam pahaman, seringnya esensi itu yang menjadi subyek dan wujud menjadi predikatnya. 

Padahal sebenarnya, yang benar, bukan “Pohon ini/itu ada”, tapi “Wujud ini berupa pohon.” 

Masih ada lagi yang lainnya hingga bagi kepahaman, wujud seperti nampak lebih jelas dari esensi seperti ketika melihat wujud dari jauh yang tidak jelas esensinya. Akal akan bertanya-tanya “apakah wujud itu?”. Ini tandanya, kurang perhatiannya akal pada beberapa kondisi, selain pada esensi itu sendiri. 

Itulah mengapa dikatakan bahwa wujud itu paling terangnya sesuatu tapi dalam pada itu, ia juga merupakan paling tidak diketahuinya sesuatu. Dan dikatakan bahwa saking terangnya wujud itu, hingga kurang diperhatikan atau kurang dipahami. 

Wassalam.


اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وآلِ مُحَمَّدٍ وعَجِّلْ فَرَجَهُمْ

Predikat Wujud Harus Berwujud Pula



Seri tanya jawab Muhammad Zaranggi dengan Sinar Agama
by Sinar Agama (Notes) on Tuesday, April 2, 2013 at 9:55 am

Muhammad Zaranggi mengirim ke Sinar Agama: 5 Maret 2013 melalui seluler, Salam ustadz. 


Mohon penjelasan dan contoh dari kaidah wujud sebagai berikut: Setiap yang mengiringi wujud dari sifat-sifat dan hukum-hukum atau berita -berita maka semua itu tidak keluar dari zatnya. Karena di luar zat-wujud adalah ketiadaan. Afwan ustadz... 



Sinar Agama: Salam dan terimakasih pertanyaannya: 

Wujud atau eksistensi, adalah keberadaan. Keberadaan ini, kalau dipredikati, apapun predikat itu, maka harus juga ada. Karena kalau mempredikati atau mengabarkan wujud dengan sesuatu yang tidak wujud (tiada), berarti telah membuat kontradiksi yang nyata. Karena itulah, maka wujud, tidak bisa dikabari atau dipredikati dengan sesuatu yang tidak wujud. 

Mungkin ada yang bertanya, bagaimana mungkin yang tidak wujud bisa dijadikan predikat atau berita? Jawabnya, sesuatu yang dijadikan berita itu tidak seutuhnya tiada. Dia hanya tiada di alam nyata atau di alam realitas, tapi ada di akal dan pahaman kita seperti pahaman tiada itu sendiri, atau sekutu Tuhan, atau ayah nabi Isa as...dan seterusnya....dimana hal-hal itu tidak ada di alam nyata, tapi ada di pahaman kita. 

Bahkan, yang tiada di alam nyata dan hanya ada dalam pahaman kita itu, bisa dijadikan subyek, seperti: “Sekutu Tuhan itu mustahil adanya” atau “Tiada itu tidak bisa dijadikan predikat.” atau “Kontradiksi itu mustahil terjadi”.....dan seterusnya. 

Dengan penjelasan-penjelasan di atas itu, maka dapat dipahami bahwa kalau yang diinginkan sebagai subyek itu adalah keberadaan, maka predikat-predikat atau berita-beritanya, harus pula berupa keberadaan. Karena selain keberadaan adalah tiada yang akan kontradiktif dengan keberadaan kalau mau dijadikan predikatnya hingga membuat pemberitaannya atau pempredikatannya, akan menjadi salah. Yakni proposisi atau kalimat berita atau subyek predikat itu, akan menjadi salah kalau dipredikati dengan hal-hal yang tiada. 

Karena itulah maka wujud atau keberadaan, hanya bisa dipredikati atau dengan kata lain diiringi, dengan hal-hal juga ada juga. 

Misalnya: “Ada itu adalah ada”, atau “Ada itu adalah substansi dan aksidental”, atau “Substansi itu adalah substansi”, atau “Substansi itu ada lima macam”, atau “Substansi itu sesuatu”, atau “Substansi itu sesuatu yang keberadaannya tidak perlu kepada pondasi/partner”, atau “Aksidental itu adalah aksidental”, atau “Aksidental itu perlu kepada substansi kalau ingin eksis/ nyata”....................... dan seterusnya. 

Atau seperti “Manusia itu manusia”, atau “Manusia itu rasional”, atau “Manusia itu beradab”, atau “Manusia itu memiliki ruh”, atau “Manusia itu memiliki ilmu”, atau “Manusia itu ada yang sarjana”, ....dan seterusnya. 

Semua berita atau predikat-predikat dari ada atau sesuatu yang ada itu, harus juga berupa ada dan keberadaan, tidak bisa dari hal-hal yang tiada, seperti “Ada itu adalah tiada”, atau “Ada itu sekutu Tuhan”, atau “Substansi atau Aksident itu adalah ayah nabi Isa as atau ayah nabi Adam as.”, atau “Ada/substansi/aksidental itu adalah ayah Tuhan”, atau “Isa adalah anak Tuhan”....dan seterusnya. 

“Tiada”, “Sekutu Tuhan”, “Ayah nabi Isa/Adam as” dan “Ayah Tuhan” dan “Anak Tuhan”, adalah hal-hal yang tiada. Karena itu, tidak bisa dijadikan predikat atau berita atau iringan, terhadap hal-hal yang ada seperti yang disebut dalam contoh di atas tersebut. 

Sang Pencinta: Logika (bgn 6 ): seri Tanya jawab Status Ustadz. Muhsin Labib 

(status) :Muhsin Labib: sebelum ada subjek, penilaian (predikat) apapun tidak berlaku.. = http://www.facebook.com/home.php?sk=group_210570692321068&view=doc&id=212301118814692 

Wassalam.


اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وآلِ مُحَمَّدٍ وعَجِّلْ فَرَجَهُمْ

Senin, 22 April 2019

Sulitnya Pertanyaan “Tuhanmu Siapa?” di Alam Kubur/ Akhirat



Seri tanya jawab Bande Husein Kalisatti dengan Sinar Agama
by Sinar Agama (Notes) on Tuesday, April 2, 2013 at 9:25 am

Bande Husein Kalisatti mengirim ke Sinar Agama: 4 Maret 2013, Salam, dalam hadits-hadits diberitakan akan ada pertanyaan dalam alam kubur, misal : Siapa Tuhanmu, siapa Nabimu, siapa Imammu..dan lain-lain..pertanyaannya “Apakah Ruh serta merta dapat menjawab pertanyaanpertanyaan tersebut atau apakah argumentasi-argumentasi yang dibangun dengan akal saat dunia tentang Tauhid, Kenabian, Imamah bisa membantu Ruh dalam menjawab pertanyaan tersebut..? Atau bila salah dalam membangun akidah maka apakah Ruh akan kesulitan menjawab pertanyaan dalam alam kubur tersebut..? Afwan. 

Sinar Agama: Salam dan terimakasih pertanyaannya: 
Ilmu di dunia itu ada dua macam: Hushuli dan Hudhuri. 

1- Ilmu Hushuli adalah ilmu yang belum menyatu dengan ruh, yaitu ilmu-ilmu yang dibangun karena dalil-dalil dan argumentasi. Tentu saja argumentasi-argumentasi yang sudah benar. Sebab kalau argumentasinya salah, maka ia bukan ilmu atau bukan tahu, tapi justru ketidaktahuan ganda (jaahil murakkab). 

Nah, ilmu-ilmu yang dibangun dengan panca indra, baik yang tanpa premis-premis atau dalil-dalil argumentasi, atau dengan aturan premis-premis yang disusun hingga menjadi argumentasi yang kuat, semua itu, adalah ilmu Hushuli. 

Ilmu-ilmu Hushuli ini, jangankan di kuburan dan akhirat, di masa tua saja biasanya sudah dilupakan dan bahkan dalam beberapa jam atau hari, bisa terlupakan. 


Karena itu, ilmu-ilmu yang kuat sekalipun, seperti dengan dalil-dalil filsafat sekalipun, atau dalil-dalil irfan sekalipun, akan tetap ditinggalkan di dunia dan tidak akan pernah dibawa ke alam kubur. 

Jadi, jangan kira bahwa karena kita di dunia ini sudah alim, pandai dan kuat argumentasiargumentasinya, dan bahkan sudah menulis buku atau memiliki jutaan murid, lalu sudah aman dan di kuburan/akhirat pasti bisa menjawab pertanyaan-pertanyaan mudah seperti “Siapa Tuhanmu?” dan seterusnya. Karena ilmu argumentasi tersebut, tidak akan pernah bisa dibawa ke kuburan atau akhirat.
2- Ilmu Hudhuri adalah ilmu yang menyatu dengan ruh, seperti ilmu tentang keberadaan diri kita sendiri, ilmu kita tentang kondisi kita seperti marah, cinta, benci, ridha, senang....dan seterusnya. Ilmu-ilmu ini, akan selalu menemani kita kemana saja karena ia sudah merupakan bagian dari substansi diri kita atau ruh kita. 

Sedangkan ilmu-ilmu Hushuli di atas itu, bisa dijadikan ilmu Hudhuri juga dengan proses gerak-substansi. 

Sebagaimana sudah sering dijelaskan di catatan-catatan, bahwa gerak itu, yaitu perubahan dari titik potensi ke titik defacto (yang dipotensi-i), ada dua macam: Gerak Aksidental (seperti gerak volume mangga kecil ke besar, kualitas mangga masam ke manis...dan seterusnya, atau gerak ruh dari tidak tahu ke tahu seperti dalam ilmu-ilmu Hushuli itu) dan Gerak Substansial (seperti gerak mani ke darah, ke daging, ke janin dan ke bayi sempurna dan ke manusia sempurna). 

Dan sudah dijelaskan juga bahwa gerak Aksidental itu bisa menjadi Gerak Substansial, seperti sifat-sifat manusia yang sudah mengakar dan mengkarakter. Nah, ilmu Hushuli-Hushuli itu, kalau diproses dengan Gerak Substansial, maka ia akan menyatu dengan ruh manusia itu dan selamanya akan menyertainya. 

Mensubstansikan ilmu Hushuli menjadi Ilmu Hudhuri, adalah dengan cara mengaplikasikannya. 

Aplikasi ini, juga tidak bisa hanya sekali dua kali, karena ia akan tetap menjadi sifat atau aksiden. Misalnya, shalat yang dilakukan sekali dua kali, apalagi shalat yang tidak khusyu’ hingga mungkin belum masuk ke dalam kategori shalat secara hakiki, tidak akan membuat pelakunya berkarakter dengan “Pelaku Shalat”. Jadi, dia baru menjadi orang yang memiliki sifat “Pelaku Shalat”. Tapi kalau sudah dilakukan sebegitu rupa hingga mustahil ditinggalkan, maka ia akan menjadi “Binatang Rasional Pelaku Shalat” atau bisa diringkas dengan “Binatang Rasional Shalat.” 

Sudah tentu, mutu shalat yang terkarakterkan itu akan memiliki ribuan macam. Ada shalat yang tidak khusyu’, ada shalat yang agak khusyu’, ada yang shalat riya’ (karena ingin dipuji orang atau ingin sehat), ada yang shalat salah fikihnya, ada shalat.......dan seterusnya. 

Saya hanya mencontohkan satu masalah yang bisa berubah dari Aksidental/sifat menjadi Substansial/dzat. Itu saja, dan tidak membahas apa yang pada hakikatnya telah menjadi substansialnya itu. 

Begitu pula sifat-sifat lain, baik ia sifat baik seperti jujur, penolong, pemaaf (pada tempatnya), atau ia sifat buruk seperti riya’, sombong, tidak menghargai orang lain, ingin jadi pemimpin orang lain, menggunakan teman sendiri, menjual derita orang untuk kepentingan diri dan golongannya, korupsi, pemakan riba, ................dan seterusnya. 

Ringkasan: 

Dengan semua penjelasan itu dapat dipahami bahwa Ilmu Hushuli itu, yakni Ilmu yang sudah benar tentang Tuhan dan keimanan-keimanan lainnya dan sudah dibuktikan dengan panca indra dan akal argumentatif, dapat dijadikan Ilmu Hudhuri dengan mengamalkannya secara istiqomah hingga aplikasi tersebut mustahil terpisahkan dari kita hingga dengan hal tersebut aplikasi itu menjadi bagian dari substansi/dzat diri kita. 

Misalnya ilmu yang mengatakan “Tuhan itu ada”. Ketika kita mengaplikasikan ilmu ini, yaitu bahwa aturan hidup harus dari DiriNya, baik aturan pribadi, rumah tangga dan sosial-politik dan kita mengamalkannya dengan baik, profesional serta ikhlash dan istiqamah sampai mengkarakter kepada kita, maka ilmu Hushuli tersebut, akan menjadi Ilmu Hudhuri dan bagian dzat kita. 

Tapi kalau ilmu “Tuhan itu ada” tersebut tidak dibarengi dengan aplikasi, misalnya tidak meyakini bahwa Ia mengatur kita atau bahkan tahu kalau mengatur kita tapi kita malah menentangnya atau tidak menaatinya, sudah jelas keyakinan dan perbuatan seperti ini bertentangan dengan ilmu “Tuhan itu ada”. Karena keyakinan dan perbuatan seperti ini, jelas sama dengan menganggap bahwa “Tuhan itu tidak ada”. 

Ketika seseorang mengaplikasikan ilmu “Tuhan itu ada” dengan baik, profesional (melalui fikih dari mujtahid yang mengambil dari makshumin as yang mengambil dari Nabi saww yang mengambil dari Allah swt) dan ikhlash yang luar biasa, maka akan menjadi substansinya dan, karenanya, tidak akan pernah berpisah dari dirinya. Karena dirinya tidak akan berpisah dari dirinya sendiri, yaitu hakikat sesuatu itu adalah dirinya itu. Karena itu, ia akan dapat dengan mudah menjawab pertanyaan “Apakah Tuhan itu ada?” atau pertanyaan “Siapa Tuhanmu”. 

Ia akan menjawab “Tuhan itu ada”, dan “Tuhan itu Allah”, atau “Tuhan itu Maha Segala-galanya hingga Ia yang berhak mengatur kita dan berhak ditaati sepenuhnya tanpa menoleh dan mengambil prinsip lain walau nampak indah sekalipun.”.............dan seterusnya. 

Tapi kalau tidak mengaplikasikan ilmu itu, maka ia akan kebingungan tentang apakah Tuhan itu ada, atau atau apa fungsi keberadaan Tuhan bagi manusia di dunia, atau apa tanggung jawab manusia kepadaNya.....dan seterusnya. 

Ayatullah Jawodi hf sampai-sampai mengatakan bahwa saking bingungnya, bisa saja mengatakan bahwa si penanya itu sendiri tuhannya, yakni si malaikat penanya itu dan menjawab “Kamu adalah tuhanku”. Maksud beliau hf, kira-kira, bisa karena saking bingungnya menjawab hal tersebut, bisa juga menyebut siapa-siapa yang ia ikuti di dunia, bisa saja yayasan yang selalu diperjuangkannya, ormas yang diperjuangkannya, partai yang diperjuangkannya, posisi dan harga diri yang diperjuangkannya ...dan seterusnya. Jadi, bisa saja ia akan menjawab “Aku tuhan itu”, yakni kalau ia selalu mengikuti dirinya sendiri di dunia dan tidak mengikuti Tuhannya. Bisa saja ia akan menyebut partainya, organisasinya atau kekasih yang selalu dipuja dan diikutinya. Na’udzubillah. 

Penutup: Walhasil, dengan semua itu, maka jelas kita tidak bisa enteng-entengan tentang kuburan dan akhirat itu. Jangan sesekali merasa sudah mantap bisa menjawab pertanyaan yang diajukan dan diberitakan di hadits itu, yakni seperti pertanyaan “Siapa Tuhanmu”. Sebab kalau hanya enteng seperti itu, maka Nabi saww dan Tuhan, tidak perlu mewajibkan kita taat secara hebat dan luar biasa kepadaNya. Karena pertanyaan-pertanyaan itu sudah diberitakan sebelumnya dan semua manusia sekalipun kafir, sangat bisa mempersiapkan jawabannya dari sekarang. Yakni kalau masalahnya, hanya masalah ilmu Hushuli atau ingatan dan argumentatif itu. 

Dengan demikian, maka tidak ada jalan untuk selamat, kecuali dengan amal. Tentu saja amal yang profesional dan tepat. Karena itu, harus dengan ilmu akidah yang benar yang bisa dibuktikan dengan argumentasi mudah atau gamblang, lalu diaplikasikan secara profesional seperti harus dengan taqlid kepada marja’ yang mengambil dari para makshumin as, lalu harus dengan ikhlash yang luar biasa yang tidak bercampur selainNya sedikitpun hingga menjadi karakter kita (karakter taqwa secara profesional dan tepat itu) yang tidak terpisahkan selamanya, baik di dunia, kuburan dan akhirat. Wassalam. 

Bande Husein Kalisatti: Jad maksudnya, pertanyaan-pertanyaan itu bisa terjawab atau mudah dijawab saat ilmu dan amal sudah menjadi karakter atau mensubstansi, hingga menjadi diri... afwan. 

Sinar Agama: Bande: Benar begitu dan ilmu-ilmu itu akan hilang sebelum menjadi aplikatif yang mengkarakter tersebut. Wassalam.


اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وآلِ مُحَمَّدٍ وعَجِّلْ فَرَجَهُمْ