Rabu, 24 April 2019

Predikasi Antara Eksistensi dan Esensi


Seri tanya jawab Muhammad Zaranggi dengan Sinar Agama
by Sinar Agama (Notes) on Tuesday, April 2, 2013 at 9:57 am


Muhammad Zaranggi mengirim ke Sinar Agama: 5 Maret 2013 melalui seluler 

Salam ustadz..afwan... Mohon penjelasan kaidah wujud sebagai berikut : Di dalam akal wujud mensifati esensi. Oleh karenanya kita dapat memberikan atau menarik wujud dari esensi. Sedang di luar akal maka esensilah yang mensifati wujud. Oleh karenanya kita dapat mengabaikan esensi dan hanya memperhatikan ke-wujudan sesuatu. 


Terima kasih... 

Sinar Agama: Salam dan terima kasih pertanyaannya: Sepertinya ana sudah pernah menjawab soalan seperti ini. Ana tidak tahu yang bertanya itu antum atau orang lain. Kita tunggu dulu Sang Pencinta barangkali dapat membantu. 

Sang Pencinta: 1014. Wujud Tuhan dan Ketiadaan Esensi Oleh Ustad Sinar Agama = http://www.facebook.com/groups/210570692321068/doc/464411396936995/ 

Sang Pencinta: 1016. Posisi Eksistensi dan Esensi Oleh Ustad Sinar Agama = http://www.facebook.com/groups/210570692321068/doc/464412050270263/ 

Sang Pencinta: 996. Presepsi Dan Esensi yang Belum Dikenali Oleh Ustad Sinar Agama = http://www.facebook.com/groups/210570692321068/doc/464406786937456 

Sinar Agama: Sekedar meringkas mungkin (setelah antum baca nukilan Pencinta di atas): Di alam nyata, tidak ada yang bisa mendahului wujud, baik esensi atau lainnya. Karena itu, maka wujud dulu yang ada, baru esensinya. Karena esensi ini adalah batasan wujud itu. Jadi, yang dibatasi dulu harus ada, baru batasannya. Dahulu mendahului di sini, bukan dari sisi waktu. Tapi dari sisi tertib wujud. 

Dengan demikian, maka wujudlah yang harus selalu menjadi subyek dari predikat yang akan ditetapkan padanya. Yakni wujud harus jadi subyeknya dan esensi menjadi predikatnya. 

Akan tetapi di dalam akal, wujud dan esensi ini bisa dipisahkan. Karena akal dapat memahami bahkan yang tidak ada, yakni pahaman “tiada”. 

Yang ke dua, dalam akal, sepintas esensi dulu yang terlihat melebihi wujud atau eksistensinya. 

Misalnya kalau membayangkan pohon. Maka akal, pertama bisa membayangkan pohon tanpa wujud. Lalu ke dua, akal bertanya apakah pohon ini ada atau tidak? Lalu ia menjawab “ada” misalnya. Karena itu, maka di dalam akal, yakni dalam pahaman, seringnya esensi itu yang menjadi subyek dan wujud menjadi predikatnya. 

Padahal sebenarnya, yang benar, bukan “Pohon ini/itu ada”, tapi “Wujud ini berupa pohon.” 

Masih ada lagi yang lainnya hingga bagi kepahaman, wujud seperti nampak lebih jelas dari esensi seperti ketika melihat wujud dari jauh yang tidak jelas esensinya. Akal akan bertanya-tanya “apakah wujud itu?”. Ini tandanya, kurang perhatiannya akal pada beberapa kondisi, selain pada esensi itu sendiri. 

Itulah mengapa dikatakan bahwa wujud itu paling terangnya sesuatu tapi dalam pada itu, ia juga merupakan paling tidak diketahuinya sesuatu. Dan dikatakan bahwa saking terangnya wujud itu, hingga kurang diperhatikan atau kurang dipahami. 

Wassalam.


اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وآلِ مُحَمَّدٍ وعَجِّلْ فَرَجَهُمْ

Tidak ada komentar:

Posting Komentar