﷽
seri tanya jawab: Dicky Jalinus dan Sinar Agama https://www.facebook.com/notes/sinar-agama/takdirnasib-dalam-al-qur-an- seri-tanya-jawab-dicky-jalinus-dan-sinar-agama/270980869579135
by Sinar Agama (Notes) on Thursday, August 25, 2011 at 8:13am
Dicky Jalinus: Assalamu’alaikum ustadz, mau nambah pertanyaan mengenai takdir yang pernah dibahas, biasanya ayat-ayat di bawah ini adalah dalil yang dipakai untuk qadha dan qadar, bagaimana menurut ustads?
1. Artinya : “Dan Dia menciptakan segala sesuatu, lalu menetapkan ukuran-ukurannya dengan tepat.” (QS.Al-Furqan : 2).
2. Artinya : “Setiap bencana yang menimpa di bumi dan yang menimpa dirimu sendiri, semuanya tertulis dalam Kitab (Lauh Mahfuz) sebelum Kami mewujudkannya.” (QS.Al-Hadid: 22).
3. Artinya: “Allah menghapus dan menetapkan apa yang Dia kehendaki dan di sisi-Nya terdapat Ummul-Kitab (Lauh Mahfuz)”.(QS. Ar-Ra’d: 39).
4. Artinya:” Apabila ajalnya tiba, mereka tidak dapat meminta penundaan atau percepatan sesaat pun”. (QS. Yunus: 49).
Mohon pencerahannya ustad, apakah dalil-dalil itu berhubungan dengan qada dan qadar atau takdir?
Sinar Agama: Salam dan terimakasih pertanyaannya. Kirain sudah ngambek karena diminta nulis di dindingku ini (dari di group). Terimakasih karena mengampuniku dan memaklumiku:
Mukaddimah:
a. Yang dimaksud dengan takdir dalam pembahasan kita adalah yang dijadikan rukun iman bagi sebagian muslimin itu. Yang memiliki arti bahwa nasib manusia, dari jodoh, rejeki, umur dan semua baik-buruknya sudah ditentukan Tuhan.
b. Saya sudah sering sekali menerangkan hal-hal seperti ini, baik di tulisan/catatan (seperti "Pokok-pokok dan Ringkasan Ajaran Syi’ah, bag ke 2). Jadi, saya tidak akan membuktikan lagi kebenaran ikhtiar ini dari awal, tapi akan langsung masuk menanggapi ayat-ayat di atas sehubungan dengan ikhtiar manusia ini. Artinya, apakah benar ayat-ayat itu memaksudkan penasibannya manusia atau justru ikhtiarnya.
Keterangan ayat dan hadits:
1. Yang dimaksud dengan ukuran-ukuran di sini adalah ukuran alam tabiat dan semesta ini. Tidak ada hubungannya dengan ukuran rejeki, jodoh, umur, iman atau baik-buruk seseorang. Dan takdir yang berkenaan dengan manusia itu adalah seperti bahwa: "Manusia itu diberi akal." + "Manusia itu diberi tanggung jawab karena akalnya itu." + "Manusia itu dibebaskan memilih dalam kebaikan atau keburukan." + "Manusia itu dibantu dengan diberi agama." + "Manusia itu harus memahami agamanya ini dengan akalnya" + "Manusia itu bebas dalam taat dan tidaknya pada agamanya." + "Manusia akan dimintai tanggung jawab atas pilihan dan ikhtiarnya itu." + "Manusia bebas memilih jodohnya (karena itu agama menyuruhnya untuk mencari yang baik), memilih mati dan umurnya (karena itu agama menyuruhnya untuk berusaha panjang umur atau mati syahid dan melarangnya bunuh diri), memilih rejekinya (karena itu agama menyuruhnya berusaha, berdoa dan melarangnya untuk malas), memilih iman dan taqwanya (karena itu agama menyuruhnya taqwa dan akan menyiksanya kalau tidak taqwa).
Kalau tidak ada akal dan ikhtiar manusia, maka buat apa lagi agama, surga dan neraka itu diciptakan? Lucu amat kalau Nabi saww sudah tahu bahwa jodoh manusia itu sudah ditentukanNya, tapi beliau saww sendiri masih menyuruh kita untuk memilih istri yang baik. Rinciannya lihat penjelasan-penjelasan terdahulu di tempat lain.
2. Untuk hadits lauhu al-Mahfuzh itu, juga ada dukungan ayatnya. QS: 6: 59:
a. Yang dimaksud dengan takdir dalam pembahasan kita adalah yang dijadikan rukun iman bagi sebagian muslimin itu. Yang memiliki arti bahwa nasib manusia, dari jodoh, rejeki, umur dan semua baik-buruknya sudah ditentukan Tuhan.
b. Saya sudah sering sekali menerangkan hal-hal seperti ini, baik di tulisan/catatan (seperti "Pokok-pokok dan Ringkasan Ajaran Syi’ah, bag ke 2). Jadi, saya tidak akan membuktikan lagi kebenaran ikhtiar ini dari awal, tapi akan langsung masuk menanggapi ayat-ayat di atas sehubungan dengan ikhtiar manusia ini. Artinya, apakah benar ayat-ayat itu memaksudkan penasibannya manusia atau justru ikhtiarnya.
Keterangan ayat dan hadits:
1. Yang dimaksud dengan ukuran-ukuran di sini adalah ukuran alam tabiat dan semesta ini. Tidak ada hubungannya dengan ukuran rejeki, jodoh, umur, iman atau baik-buruk seseorang. Dan takdir yang berkenaan dengan manusia itu adalah seperti bahwa: "Manusia itu diberi akal." + "Manusia itu diberi tanggung jawab karena akalnya itu." + "Manusia itu dibebaskan memilih dalam kebaikan atau keburukan." + "Manusia itu dibantu dengan diberi agama." + "Manusia itu harus memahami agamanya ini dengan akalnya" + "Manusia itu bebas dalam taat dan tidaknya pada agamanya." + "Manusia akan dimintai tanggung jawab atas pilihan dan ikhtiarnya itu." + "Manusia bebas memilih jodohnya (karena itu agama menyuruhnya untuk mencari yang baik), memilih mati dan umurnya (karena itu agama menyuruhnya untuk berusaha panjang umur atau mati syahid dan melarangnya bunuh diri), memilih rejekinya (karena itu agama menyuruhnya berusaha, berdoa dan melarangnya untuk malas), memilih iman dan taqwanya (karena itu agama menyuruhnya taqwa dan akan menyiksanya kalau tidak taqwa).
Kalau tidak ada akal dan ikhtiar manusia, maka buat apa lagi agama, surga dan neraka itu diciptakan? Lucu amat kalau Nabi saww sudah tahu bahwa jodoh manusia itu sudah ditentukanNya, tapi beliau saww sendiri masih menyuruh kita untuk memilih istri yang baik. Rinciannya lihat penjelasan-penjelasan terdahulu di tempat lain.
2. Untuk hadits lauhu al-Mahfuzh itu, juga ada dukungan ayatnya. QS: 6: 59:
"Dan Dia memiliki kunci-kunci keghaiban yang tidak diketahuinya kecuali oleh Dia. Dan Dia tahu apa-apa yang ada di darat dan lautan. Dan tidakjatuh satu daunpun kecuali Dia mengetahuinya. Dan tidaklah sebuah biji -yang jatuh- di kegelapan bumi dan tidak pula yang basah dan kering, kecuali sudah ada ada di kitab yang nyata (lauhu al-mahfuzh)."
Coba renungkan, betapa lembutnya Tuhan membimbing kepahaman kita akan maksud ayatNya yang berbunyi "sudah ada di Lauhu al-mahfuzh itu" itu. Semua dari awal sudah dikatakan bahwa semua itu diketahuiNya. Apa saja yang terjadi di dunia ini diketahuiNya. Lalu setelah itu Ia mengatakan ada di kitab lauhu al-mahfuzh. Dengan demikian dapat dipahami dengan jelas, bahwa maksud dari kitab lauhu al-mahfuzh itu adalah IlmuNya, bukan ketentuanNya akan nasib manusia.
Bisa-bisanya pengetahuan ini dimaknai dengan ketentuanNya? Padahal puluhan ayat atau ratusan, yang memberikan makna bahwa manusia ini berikhtiar dan tidak dipaksa, atau kalau berbuat satu atom saja kebaikan atau keburukan akan dimintai tanggung jawab olehNya, atau diwanti-wantinya supaya tidak masuk neraka, atau diwajibkannya ini dan itu, atau dilarangnya berbuat ini dan itu. dst.Semuanya itu sangat jelas bahwa lauhu al-mahfuzh itu bukan ketentuanNya, akan tetapi ilmuNya.
Jadi, Allah sudah tahu apapun yang terjadi sekarang dan akan datang itu, sebelum tercipatanya alam ini sendiri.
Tapi ingat, bahwa pengetahuanNya dan kepastian benarnya ilmuNya tentang perbuatan manusia itu, bukan ketentuanNya. Karena Ia tahu bahwa si Fulan itu akan berbuat taat atau tidak, pada jam tertentu itu, atau akan kawin dengan si Fulan atau tidak pada tahun itu, atau iaakan berusaha dan berdoa lalu doanya dikabulkan atau tidak..........dst................................................................................................................................................ semuanya dan semuanya itu, diketahuiNya LENGKAP dengan ikhtiar dan pilihannya sendiri. Jadi, Tuhan bukan hanya tahu si Fulan itu akan shalatpada waktu jam 13.00, tanggal 17, bulan 8, tahun 2011 itu, akan tetapi juga diketahuiNya DENGAN IKHTIARNYA SENDIRI.
Jadi, kebenaran ilmuNya, tidak melahirkan determinisme/jabariah, karena diketahuiNya lengkap dengan ikhtiar masing-masing makhlukNya yang bernama manusia tersebut.
3. Yang ayat ke tiga itu juga demikian. Lauhu al-mahfuzh itu adalah ilmuNya tentang semua hal. Yakni pengetahuan yang tidak berubah dan sudah akhir serta pasti benar. Tapi di tingkatan yang lebih bawah, yakni yang juga dikenal “Qadhaa' dan Qadr”, atau “TingkatanPenghapusan dan Penetapan” yang dikehendaki, adalah tingkatan ilmu yang di bawah Lauhu al-Mahfuuzh yang biasanya dibawa oleh para malaikat pengurus alam semesta ini.
Misalnya si Fulan itu murtad. Maka Tuhan menetapkannya masuk neraka. Yakni menetapkan melalui malaikat yang menuliskan bahwa dosa itu adalah dosa besar yang memestikannya masuk neraka. Tapi kalau besoknya atau seminggu setelahnya, ia taubat, maka Tuhan merubah ketentuan ke nerakanya itu menjadi ke surga. Tentu sekali lagi melalui malaikat pencatat amal yang menghapus ketentuan sebelumnya yang ke neraka, dengan ketentuan berikutnya yang ke surga.
Inilah yang dimaksud “Penetapan dan penghapusan ketentuan-ketentuan sesuai dengan kehendakNya”.
Nah, semua asal-usul atau liku-liku di maqam qadhaa' dan qadr itu sampai pada pilihan dan hasil akhirnya, semua sudah diketahui di maqam yang lebih atas, yaitu di maqam lauhu al- mahfuzh itu.
Jadi, ayat ini juga tidak bisa dijadikan sebagai dalil penasiban manusia. Dan bahkan sebaliknya, justru dalil bagi ikhtiar manusia itu sendiri.Karena sangat tidak masuk akal kalau perubahan- perubahan atau penetapan-penetapan itu diartikan sebagai penentuan atau pengencelan nasib manusia. Karena, akhirnya betul-betul Tuhan itu seperti pegang remot kontrol, lalu menyetel-nyetel kita mau kemanasaja.
Keyakinan seperti ini pasti ditentang fitrah dan semua orang waras. Karena, saling ributnya mereka dalam perbedaan pendapat dll-nya,saling hujat dan hukum lewat pengadilan, adanya surga neraka sendiri dst merupakan dalil yang lebih terang dari matahari di siangbolong, bahwa manusia tidak dikontrol pakai remot oleh Tuhan. Karena kalau disetir Tuhan, maka sudah semestinya dunia ini sepi dari segala macam pertengkaran, perebutan, peperangan, pertandingan, pengadilan dst. Karena semuanya akan menuntut Tuhan, bukan lawan permasalahannya atau lawan debat, atau lawan pengadilannya itu.
4. Ayat ke empat itu adalah menjelaskan tentang Ajal. Ajal itu adalah batas kehidupan atau kematian. Jadi, kalau mati itu sudah datang) maka iatidak bisa dimundurkan atau dimajukan. Artinya, kalau mati itu sudah datang.
Nah, ini apa hubungannya dengan ketentuan bahwa umur itu ditentukan Tuhan? Kalau dikatakan bahwa "Kalau waktu yang sudah ditentukan Tuhan itu habis, maka ia tidak bisa dimajukan atau dimundurkan sedetikpun." maka jelas menunjukkan bahwa waktu kematiannya ditentukanNya.
Tapi dalam ayat itu dikatakan bahwa "Kalau ajal atau kematian itu sudah datang, maka. ".
Jadi, kematian di sini tidak ada hubugannya sama sekali dengan ketentuan umurnya.
Mengapa sebagian mulimin mengartikan KEMATIAN itu sebagai KETENTUAN UMUR DARI TUHAN? Karena mereka dari awal sudah terinterfensi oleh keimanan kepada ketentuan- ketentuan Tuhan bagi nasib manusia itu.
Sedang datangnya mati itu bisa saja bentuknya bermacam-macam. Bisa dengan bunuh diri, berhomo dan kena AIDS, berjuang dan mati syahid, ngebut-ngebut dan tabrakan, hati-hati tapi ditabrak yang tidak hati-hati, rokok dan paru-parunya jebol, morfin, bersih hingga sehat dan umur panjang, ................ dst. semuanya dan semuanya, tergantung kepada ikhtiar dan pilihan manusia itu sendiri.
Wassalam.
Bati Naya: Kata takdir (taqdir) terambil dan kata qaddara berasal dari akar kata qadara yang antara lain berarti mengukur, memberi kadar atau ukuran, sehingga jika Anda berkata, "Allah telah menakdirkan demikian," maka itu berarti, "Allah telah memberi kadar/ukuran/batas tertentu dalam diri, sifat, atau kemampuan maksimal makhluk-Nya."
Sinar Agama: Acung, antum salah menerapkan takdir itu. Takdir itu, kalau untuk manusia dalam contoh antum itu, adalah bahwa manusia adalah dirinya sendiri, bersifat dan berkemampuan. Tapi dirinya akan memiliki rupa seperti apa, sifat seperti apa, dan kemampuan apa,. dst tidak ditentukan Tuhan. Karena itu, rupa manusia, laki dan perempuannya, tinggi pendekanya, suku bangsanya dst ditentukan ikhtiar orang tuanya. Sedang kecenderungannya tergantung pada gen yang diwarisi dari orang tuanya (jadi ada hubungan dengan ikhtiar orang tuanya). Tapi gen ini sudah saya bahas panjang lebar bahwa iahanya sebatas mewaswasi dan mencenderungi tapi tidak sampai membunuh akal yang akan melahirkan ikhtiarnya sendiri. Saya hanya menyebut ini karena antum menyebut sifat. Begitu pula seperti lingkungannya.
Kemudian sehubungan dengan sifat-sifatnya yang akan dimilikinya nanti, karena sifat itu adalah hasil dari kebiasaan seseorang, maka sifat itu terbentuk dari pilihan manusia itu sendiri yang dibiasakannya. Jadi, tidak ditentukan Tuhan sama sekali. Kalau didorong dengan lingkungannya dari kecil, seperti pembiasaan yang didiktekan selalu oleh orang tuanya, maka ia adalah hasil dari ikhtiar orang tuanya dan, itupun tidak sampai membunuh akal anaknya setelah dewasa dan mengerti hingga dikatakan sudah terdeterminisme oleh didikannya dari kecil.
Dengan demikian, maka yang ditentukan Tuhan itu bahwa manusia berjati diri yakni memiliki keberadaan, dan memiliki sifat-sifat. Tapi semua itu secara umum. Dan secara khususnya, tetap kembali kepada ikhtiar masing-masing orangnya atau diefeki oleh lingkungan sejak dari gen sampai pendidikan bayi dan anak-anak kecil (tapi ingat tidak sampai membunuh akal dan ikhtiarnya setelah dewasa).
Kalau tertarik akan hal ini, coba renung-renungilah apa yang sudah ditulis sebelum ini, seperti tentang gen, ka-Adilah Tuhan (di catatan Pokok-pokok dan Ringkasan Ajaran Sy'ah), dan lain-lain tulisan. s'lamat.
Tambahan: Jangan dikira bahwa penjelasan di atas itu menandakan bahwa Allah itu pensiun seperti yang kadang diutarakan satu orang (tempo hari). Tp yang kita bahas itu hanya dalam masalah jati diri, sifat dan kemampuan-kemampuan kita secara khusus. Kalau secara umumnya, makasudah tentu dikadar Tuhan. Seperti, misalnya: "Dua orang negero yang kawin yang bibitnya kuat, maka akan melahirkan anak negero." Atau "Lelaki yang bibit maninya lebih kuat dan lebih banyak bibit perempuannya, maka anaknya yang akan lahir adalah perempuan.". Atau "Lelaki yang kekuatan maninya sama-sama kuat, tapi istrinya ditaruh di atas, maka akan jadi akan lelaki karena bibit lelaki sudah ditentukan lebih agresif dari bibit perempuan yang lemah gerakannya." .....................dst.
Nah, kalau dua calon orang tua negero itu kawin dengan ikhtiarnya, maka akan lahir anaknya negero. Begitu yang lain-lainnya itu. Tentu kalau tidak ada sebab-sebab lain atau penghalang- penghalang lain yang bisa terjadi yang kita tidak tahu tapi bagiNya sangat jelas dan detail.
Jadi, jangan dikira bahwa anak negero itu sudah ditentukan Tuhan lahir tanggal dan tahun tertentu itu, dengan kulit hitamnya itu, denganwajahnya yang seperti itu. dst. Karena Tuhan memang benar-benar tidak menentukannya. Begitu pula yang akan lahir lelaki dalam contoh di atas itu, begitu pula dengan contoh-contoh lainnya,seperti sukunya, cacatnya, IQ-nya, kecerdasannya, .............dst. Semua itu tidak ditentukan Tuhan. Tapi berhubungan dengan ikhtiar lingkungannya seperti orang tuanya dan lain-lainnya itu.
Karena itu tidak heran kalau Tuhan dalam agama Islam ini sangat menekankan untuk membentuk anak itu sejak dari memilih istri dan sejak berniat untuk kawin (karena Allah atau karena syahwat yang dibolehkan). Begitu juga tidak heran kalau Islam memakruhkan orang tua yang hamil untuk melakukan hubungan tanpa wudhu'. Atau Islam menyuruh membacakan doa dan Qur'an pada anak sejak dalam kandungan. Begitu pula menyuruh memberikan rejeki halal, pendidikan yang baik dst. Karena semua itu adalah dapat membantu anak untuk tidak jatuh ke dalam kebinatangan. Memang, semua itu tetap tidak sampai membunuh akalnya hingga menjadi terpaksa dan diterminis. Tapi lingkungan yang baik memudahkan anak, dan lingkungan yang jelekpun sebaliknya. Dan lingkungan yang dimaksud adalah sejak orang tuanya memilih pasangan, melakukan hubungan, merawat kehamilan, pendidikan, situasi dst.
Tambahan lagi:
Dengan penjelasan di atas itu, ditambah lagi dengan dalil ketauhidan dll tentang bahwa tidak ada pencipta hakiki selain Allah, dan bahwasannyasemua akibat atau keberadaan apapun di dunia ini, baik alami atau perbuatan manusia dan hasil-hasilnya, semua dan semua adalah berakhirkepada Tuhan, maka dapat dipastikan bahwa Tuhan itu Maha Aktif (tapi bukan bermakna perubahan).
Artinya, semua yang ada itu tidak akan pernah terjadi, kecuali dengan sistem yang telah Tuhan buat itu. Itulah yang dikatakan sebagai ijin Allah.
Tentu saja selain sistem itu, yang membuat semua keberadaan alami atau perbuatan manusia itu menjadi ada, juga disebabkan ketergantungan selalu semua akibat kepada sebabnya.
Di tulisan-tulisan terdahulu sudah sering dijelaskan bahwa yang namanya akibat tidak pernah bisa lepas dari sebabnya, seperti badan kita yang selalu tergantung pada mani-ovum yg telah menjadi badan kita ini, seperti tembok yang selalu perlu kepada semen di dalam tembok itu.
Dengan demikian, maka bukan hanya yang sudah dikatakan itu, yakni bukan hanya karena sistem yang dibuat Allah itu, maka semuakeberadaan ini menjadi terikat padaNya dan ada dalam kontrolNya, tapi juga karena setiap akibat itu tidak bisa berpisah dari sebabnya.
Karena itu, apapun yang ada di dunia ini, baik alami, seperti adanya bumi, atau berupa perbuatan manusia, maka semua itu adalah akibat darisebabnya yang juga merupakan akibat dari sebab sebelumnya dan begitu seterusnya sampai kepada Allah sebagai sebab akhir. Nah, karena akibatnya akibat itu akibat pula bagi sebabnya, maka apapun di dunia sekarang, baik yang alami atau perbuatan manusia, juga merupakan akibat dan makhluk Tuhan. Inilah yang dikatakan bahwa Tuhan itu Aktif setiap saat (tapi tanpa berarti ada perubahan dalam DiriNya, karena kalau ada perubahan berarti makhluk sebagaimana sudah dibahas dalam tauhid).
Tambahan lagi:
Dengan penjelasan di atas itu, jangan katakan bahwa kalau begitu hasilnya sama saja. Yakni bahwa wajah, sifat dan kemampuan-kemampuan kita ini diciptakanNya dan karena itu telah ditakdirkanNya.
Jangan katakan hal itu, karena di atas sudah dijelaskan bahwa keberadaan yang sekarang ini adalah akibat dari akibatNya.
Nah, kalau kita lihat perbuatan manusia, yang melahirkan anak tertentu, dalam kondisi tertentu, dalam rupa tertentu, atau melihat manusia dalam perbuatan sehari-harinya dimana sudah dijelaskan di atas itu bahwa semua itu dilakukan dengan ikhtiar manusia langsung atau karena gesekan (seperti pilihan orang tua yang mengakibatkan kita), maka jelas hasilnya bahwa perbuatan manusia ini adalah akibat manusia danpilihannya.
Karena itu perbuatan manusia ini adalah akibat manusia itu, tapi sekaligus juga akibat Tuhannya. Jadi, Tuhan tidak menentukannya. Ini sekedar ulangan dari yang di atas.
Tambahannya: Bahwa perbuatan yang dilahirkan atau diakibatkan manusia ini adalah merupakan tanggung jawab manusia. Jadi, walaupun dapat dikatakan dan harus dikatakan bahwa perbuatan manusia itu adalah makhluk Tuhan juga, akan tetapi yang bertanggung jawab hanyalah manusia saja. Karena, sebelum perbuatan itu muncul, telah dipilih oleh manusia yang bersangkutan.
Kesimpulannya:
Bahwa makhluk yang bernama perbuatan manusia ini adalah makhluk yang dicipta Tuhan melalui pilihan manusia itu. Karena itulah makamanusia itu yang harus bertanggung jawab terhadapnya, bukan Tuhan. Jadi, boleh dikatakan bahwa Tuhan ketika menciptakan perbuatan manusia yang lahir dari pilihan manusia itu, adalah mengijinkan untuk ada dan terwujud.
Inilah yang dikatakan dalam ayat bahwa apapun di alam ini tidak akan terjadi kecuali kalau Allah mengijinkannya. Atau kadang dikatakan kecuali Tuhan menghendakinya. Yakni mengijinkan dan menghendaki wujud dari hasil ikhtiar manusia tsb.
Wassalam.
Bati Naya: Oke tadz.
Sinar Agama: Acung, demi Tuhan, tidak akan kita dapatkan hakikat agamaNya kecuali dengan menuntut ilmuNya secara telaten, lama, tidak bosan, tidak jenuh, terbuka, cinta padaNya, memohon padaNya, menjauhi dosa, bertawassul pada makshumin as, mencatat, menghafal, diskusi, berdebat dengan akal (bukan dengan hati yang saling panas), niat tulus, karena Allah.... dst. Karena itu, ayo kita sama-sama sabar dan menangis padaNya, semoga sebelum kita mati kita dapat menggapai RidhaNya, amin. Karenasungguh ya akhi, akhirat itu berat, tanpa ampun sidang tutuntan umumnya. Karena itu, jangan lupakan aku dalam doa-doa antum.
Bati Naya: Al-Quran tidak menggunakan kata rukun, bahkan Al-Quran tidak pernah menyebut kata takdir dalam satu rangkaian ayat yang berbicara tentang kelima perkara lain di atas. Perhatikan firman-Nya dalam surat
Al-Baqarah (2): 285, gitu tadz.
Sebenarnya cukup sederhana memahami konsep takdir dalam Islam, tidak rumit dan bertele-tele. Memang benar bahwa Allah SWT telah menetapkan segala sesuatu yang di atas muka bumi ini dalam takdirnya. Akan tetapi ada satu hal yang perlu kita ingat. Bahwa kita tidak pernah tahu isi takdir yang telah ditetapkan oleh Allah SWT kepada kita. Gimana tadz?
Ketidaktahuan kita akan isi takdir Allah SWT, bahkan hanya mengendusnya sekalipun, atau barangkali membayangkannya, merupakan hal yang pasti. Tidak ada satupun di antara kita mengetahui apa yang ditakdirkan oleh Allah kepada kita kecuali kita sudah melewatinya. Nah yang kemudian bisa kita lakukan adalah menjemput takdir. Allah SWT sendiri mentakdirkan segala sesuatu dengan sunatullahNya. Seorang anak tidak akan muncul kecuali atas pertemuan sperma dengan ovum yang menghasilkan zygot. Di sinilah kemudian peran yang kita lakukan. Menurut pendapat ustadz gimana?
Sinar Agama: Bati, kok antum kembali lagi???!!! Komentar pertama dari dua komentar di atas, sudah benar. Tapi di komentar ke dua, antum telah kembali lagi. Kalau penyederhanaan antum itu kepada : "Tidak mungkin kita ditakdirkan olehNya karena hal itu membuat tidak berartinya agama dan surga-neraka.", maka penyederhanaan ini benar adanya.
Tapi penyederhanaan antum ini, membuat semua yang saya tulis itu mentah semua. Karena antum mempercayai ketentuan atau nasib itu. Padahal yg(yang) diterangkan jauh beda dari itu. Karena itu, jangan sesekali menganggap enteng urusan-urusan agama, terlebih masalah takdir ini. Karena kalau tidak, maka kita akan masuk ke determinis, baik terang-terangan, atau tidak sengaja seperti antum ini.
Untuk komentar ke tigamu itu, jelas memperburuk keadaan pahamanmu. Afwan, tolong baca dengan cermat dari awal lagi.
Bati Naya: Oke tadz ana faham deh...terus ana mau nanya ilmu laduni apa she tadz?
Sinar Agama: Bati, syukur kalau sudah paham, tapi benar-benar ya...he he he. Untuk hal yang antum tanyakan ini, tolong tulis di dindingku saja karena sudah pindah topik. Afwan dan terimakasih.
Ahmad Haidar: Berarti Allah hanya menciptakan sistemnya dan setelah itu semua tergantung dari ikhtiar manusia dan lingkungannya, begitu yaa ust?
Sinar Agama: Ahmad, kan sudah diterangkan di atas itu, bahwa selain sistemnya adalah pewujudannya. Karena tidak akan terwujud tanpaNya. Inilah yang dalam istilah ilmu Kalam disebut dengan Qadha'Nya. Tapi ingat, untuk perbuatan manusia ini, yang bertangung jawab, adalah manusia itu, karena dipilihnya, sekalipun akhir dari sebab keberadaan itu adalah DiriNya.
Singgih Djoko Pitono: Jadi..pemahamnku selama ini bahwa, Hidup, Mati, rejeki, jodoh di tangan Tuhan adalah salah...begitu kan ustadz?
Sinar Agama: Singgih, iya, salah. Tapi ingat bahwa Tuhan itu sumber segalanya. Tapi penanggung jawabnya adalah kita sendiri. Jadi, antum bisa katakan bahwa wajah antum yang mirip ayah, misalnya, itu dari Tuhan, sekalipun antum adalah hasil ikhtiar kedua orang tua antum. Karena apapun yang terjadi ini, tanpa ijinNya, maka tidak akan terjadi. Begitu pula rejeki, pasangan ..dll.
Jadi, intinya Allah itu hanya merestui dan mengijinkan pilihan-pilihan kita itu terwujud (dikala mengijinkan, karena terkadang tidak mengijinkannya), akan tetapi penanggung jawabnya adalah kita sendiri.
Jadi, kita manusia ini seperti para malaikat yang menjadi tangan Tuhan. Bedanya, kalau malaikat tidak dimintai tanggung jawab karena tidak adapilihan. Jadi, kalau Tuhan menyuruhnya mengambil nyawa orang, maka ia tidak akan dihisab di akhirat. Tapi manusia, akan dimintai tanggung jawab karena ada pilihannya. Misalnya membunuh orang itu. Kalau manusia memilih membunuh orang, dan terjadi, berarti Tuhan telah mengijinkannya secara ciptaan dan keberadaan (bukan ijin syariat). Peristiwa ini seperti layaknya malaikat di atas yang mencabut nyawa itu. Akan tetapi manusia ini akan dihisab dan diperhitungkan kelak di akhirat.
Sinar Agama: Bagus, kalau antum baca bolak balik tulisan di catatan itu, i-Allah akan ketemu inti sarinya dan kuncinya dimana.
Putra Persada Bwi Laros: Bahasan yang sangat berguna.
April 4 at 7:42am via mobile · Like
اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وآلِ مُحَمَّدٍ وعَجِّلْ فَرَجَهُمْ
Tidak ada komentar:
Posting Komentar