﷽
seri tanya-jawab, Ardhy Husain dengan Sinar Agama http://www.facebook.com/groups/210570692321068/doc/236087869769350/ by Sinar Agama (Notes) on Friday, August 19, 2011 at 3:10am
Ardhy Husain: Salam ustadz. Semoga selalu dalam keadaan sehat walafiat.
Saya mau bertanya. Apakah kesalahan terbesar saat kita meyakini bahwa takdir baik dan buruk itu berasal dari Allah?
Bukankah penetapan takdir baik dan buruk atas hidup seseorang, karena Allah yang maha tahu telah mengetahui bahwa seseorang itu dengan ikhtiarnya akan memilih antara kedua takdir tersebut?
Afwan ustadz. Mohon pencerahannya.
Sinar Agama: Salam dan terimakasih pertanyaannya:
(1). Kesalahan terbesarnya adalah memfitnah Tuhan. Artinya, orang yang meyakini bahwa nasib- nya sudah ditentukan Tuhan (seperti yang ada di agama Kristen dan Hindu), maka ia jelas sudah menfitnahNya, karena Ia tidak pernah menentukannya.
(2). Kalau seseorang meyakini nasib sudah ditentukanNya, maka ia telah menfitnah Tuhan telah melakukan kesia-siaan dengan menurunkan agamaNya yang penuh dengan perintah dan larangan itu. Habis, ngapain lagi manusia disuruh dan dilarang, kalau sudah ditentukan semuanya olehNya???
(3). Kalau seseorang itu meyakini nasibnya sudah ditentukanNya, maka ia akan selalu memfitnah- Nya dalam setiap gagalnya, sakitnya, celakanya, kecelakaannya dan seterusnya. Yakni ketika ia sudah berusaha dan hati-hati dan semacamnya. Padahal kegagalannya itu sangat-sangat belum tentu karenaNya. Sebab kegigihan usaha itu tidak menjamin teraihnya apa-apa yang diinginkannya. Karena bisa saja kurang profesional, atau bisa saja, terpengaruh lingkungan hingga kandas di tengah jalan.
(4). Kesalahan lainnya adalah orang yang gagal dalam usahanya (apa saja) yang telah dibarengi dengan usaha yang dianggapnya gigih dan profesional, adalah ketika ia gagal (disamping ia akan fitnah Tuhan sebagai penggagal di atas), ia akan segera menfitnahnya untuk ke dua kalinya, dengan mengatakan bahwa “pasti ada hikmahnya”. Yakni diyakininya bahwa ketidak sampaiannya itu karena semata-mata bahwaTuhan melihat hal itu tidak berhikmah untuknya, karena Ia tidak mengijinkannya mencapainya.
(5). Kesalahan lainnya di samping hal-hal yang sudah disebut di atas adalah, ketika ia gagal itu, ia juga tidak akan lagi berusaha mencapainya kembali dengan usaha baru yang lebih gigih atau lebih profesional. Hal itu disebabkan keyakinan dalam kesalahan ke duanya di atas itu. Yakni karena sudah menganggap bahwa gagalnya itu yang hikmah dan tercapainya itu tidak hikmah, maka ia tidak akan lagi berusaha mencapainya.
(6). Untuk masalah Tuhan yang tahu, memang Tuhan tahu dan bahkan tahu sebelum alam ini diciptakanNya. Tahu siapa yang berusaha dengan baik (secara hakiki), siapa yang berusaha dengan gigih secara hakiki, siapa yang akan terkendala karena merasa gigih tapi sebenarnya tidak, merasa profesional padahal tidak. Tuhan juga tahu siapa yang akan berhasil dan gagal. Walhasil Tuhan tahu semua secara rinci atas ikhtiar-ikhtiar manusia dan sebab-sebab berhasil dan gagalnya. Akan tetapi Tuhan tidak pernah menentukannya.
Jadi, siapa yang mau gigih berusaha untuk dunia atau akhiratnya, siapa-siapa yang mau berdosa dan betaubat, siapa yang mau berdoa denganmembaca saja tapi tidak mengaplikasikannya ...dan seterusnya...... semua dan semua itu, tergantung kapada kita masing-masing dan Tuhan tidak ikut campur di dalam pilihan-pilihan kita itu. Tuhan hanya membantu kita manakala kita memintanya atau bahkan sering juga membantu kita tanpa kita memintanya.
Jadi, semua yang sudah terjadi, yang sedang terjadi dan yang akan terjadi, semua merupakan tanggung jawab kita semua, bukan Tuhan.
Wassalam
25 people like this.
Alfi Ramadhan: tetapi jika seperti itu penjelasannya saya masih belum bisa menemukan kesejalanan ke-maha tahuan Tuhan atas yang lampau dan akan datang, dengan Tuhan tidak menentukan garis nasib manusia. terimakasih.
Sinar Agama: Alfi: Kalau menurut antum sejalan, mengapa antum sendiri mentidak sejalankan? Karena antum mengatakan, bahwapengetahuanNya tidak mungkin tidak sejalan dengan ilmuNya (menukil maksud, bukan leterlek)????!!!! Kan kalau menurut antum mengetahui dan menentukan itu adalah sama, maka semestinya antum tidak membedakan keduanya dalam pikiran dan tulisan???!!!
Dengan ini, maka sebenarnya sangat mudah memahaminya, bahwa mengetahui itu mengetahui dan menentukan itu adalah menentukan serta keduanya itu jauh berbeda.
Bisa-bisanya Tuhan dikatakan menentukan manusia menjadi taat atau maksiat, hanya karena Tuhan tahu sebelum diciptakannya bahwa ia akan taat atau maksiat? Bukankah yang Tuhan ketahui itu adalah bahwa “Ia akan melakukan taat atau maksiat itu dengan ikhtiarnya sendiri” ???!!!
Tuhan itu tahu kalau manusia itu taat atau maksiat, bukan hanya sebagai taat dan maksiatnya, tapi tahu juga bahwa taatnya dan maksiatnya itu dilakukan dengan ikhtiarnya.
Nah, keMaha Benaran Ilmu Tuhan yang seperti ini jelas, tidak akan pernah menjadi penentu bagi taat dan maksiatnya seseorang.
Erna Maruf: Allahumma sholli ala Muhammad wa aali Muhammad.
Singgih Djoko Pitono: Allahumma shalli ala Muhammad wa aali Muhammad...
Nursyam Yahya: Afwan ust. Yang dimaksud takdir itu sebenarnya apa?
1. Apa hubungan ikhtiar manusia dengan Tuhan?
2. Semua tindakan manusia tidak ditentukan, pencapaian atas tindakan manusia yang berlandas- kan atas ikhtiarnya sendiri, apakah ada hubungannya dengan Tuhan?
3. Posisi doa kaitannya dengan ikhtiar manusia?
4. Hubungan manusia dengan Tuhan,kaitannya dengan deterministic dan free will?
5. Hubungan antara Tuhan dan manusia, itu hubungan yang seperti apa? Mohon pencerahannya ustadz
Singgih Djoko Pitono: Saya memahami bahwa ada wilayah Allah dan ada wilayah manusia. Maksud dari wilayah Allah adalah Qodo Allah atauketentuan Allah. Dimana, apa saja yang mutlak menjadi ketentuan Allah, maka akal manusia dengan tanggung jawabnya tidak tidak terkena beban hukum Allah. Seperti contohnya, saya terlahir menjadi anak bapak/ibu saya, bermata hitam (tidak biru), berambut demikian, lahir di jawa, berjenis kelamin laki laki, sudah sangat berhati hati dalam mengendarai mobil, eh tiba-tiba dari arah depan mobil dengan kencang menabrak sehingga mengakibatkan kematian, dll..
Saya memahami yang demikian ini, manusia tidak akan dimintai pertanggungjawaban kelak di yaumul hisab...
Sedangkan wilayah manusia, yaitu area dimana manusia akan dimintai pertanggungjawaban kelak oleh Allah atas bagaimana manusia memfungsikan karunia teragung dari Allah yaitu “akal”.
Yang mana, hanya dengan memfungsikan akalnya dengan benar saja, seorang manusia bisa membedakan antara yang terpuji dan tercela,mana perintah Allah mana yang bukan, mana yang haram, halal, makruh dll...
Bagaimana menurut ustadz ...mohon penjelasan please...
Radenmas Murdianto: ustadz cuma sedikit berpendapat, jika para saudara/saudari percaya al Qur'an itu ada ilmu sejarah, tak ubah sejarah itulah takdir yang sudah tertulis, nah sedang diri kita dari pandangan itu diminta untuk berikhtiar, maaf jika ada kesalahan.
Untuk masalah memfitnah coba dilihat lagi, apakah al Qur'an cuma hanya sejarah.jika membahas iman yang terakhir kesinambungan/hubungan dengan rukun yang lain juga di lepas
Nursyam Yahya: Afwan… apakah pada diri manusia dan seluruh yang ada di alamini tidak ada ketetapan Tuhan, ataukah tidak adanya ketetapan Tuhan konteksnya hanya pada apa yang di alami manusia, seperti yang ustadz contohkan di atas? Afwan ustadz.
Alfi Ramadhan: jika dalam konteks ke-maha tahuan Tuhan itu, mengetahui yang lampau dan yang akan datang. berarti jika pengetahuan Tuhan tentang manusia adalah “Ia akan melakukan taat atau maksiat itu dengan ikhtiarnya sendiri”, maka itu telah membatasi pengetahuanTuhan...
Sinar Agama: Yahya:
(1). Takdir yang tidak berhubungan dengan detail-detail perbuatan-perbuatan dan capaian- capaian manusia yang biasa disebut nasib, maka bermakna ketentuan-ketentuan Tuhan tentang makhluk sesuai dengan Hikmah, Ilmu dan BijakNya serta KuasaNya. Ini tidak ada pembahasan. Tapi takdir yang menyangkut manusia yang dikatakan nasib manusia itulah yang diperdebatkan dimana di Islam hal ini ditolak.
Dalilnya banyak sekali, diantaranya adalah diturunkannya agama oleh Tuhan dimana taqwa diwajibkanNya, mencari rejeki dan menjaga kesehatan untuk umur panjang atau mati syahid diperintahkanNya, atau mencari pasangan yang baik dan taqwa diperintahkanNya... dan seterusnya. Kalau ingin yang lebih rapi, maka rujuklah tulisanku yang berjudul “Pokok-pokok dan Ringkasan Ajaran Syi’ah” bagian dua (a dan b).
(2). Hubungan ikhtiar manusia dengan Tuhan adalah bahwa hak berikhtiar itu dariNya. Yakni Tuhanlah yang memberikan hak ikhtiar dan memilih itu kepada kita. Karena itu, Tuhan tidak menentukan nasib manusia.
(3). Semua pilihan dan perbuatan manusia itu sudah jelas tidak ditentukan oleh Tuhan. Tapi apakah tidak berhubungan denganNya lagi seperti sebagian orang meyakininya itu seperti yang dinukilkan ke kita tentang free will itu?
Sudah tentu tidak demikian. Apa saja yang ada di alam wujud ini adalah makhlukNya, baik langsung atau tidak. Karena akibatnya akibat,akibat juga bagi sebabnya. Karena itu, perbuatan manusia yang merupakan akibat manusia, juga merupakan akibat dariNya, karena manusia adalah akibat dan makhlukNya. Inilah hubungan pilihan dan perbuatan dengan Tuhan. Jadi, perbuatan manusia itu adalah akibatmanusia dan sekaligus akibat dan makhluk Tuhan juga.
Akan tetapi, walaupun pilihan dan perbuatan manusia itu adalah makhluk Tuhan juga,karena sebelum munculnya perbuatan manusia itu, telah melewati ikhtiar manusia tersebut, maka sudah jelas yang akan bertanggung jawab itu adalah manusia itu sendiri, bukan Tuhan.
(4). Doa itu adalah hakikat ikhtiar manusia. Artinya, justru ketika manusia itu memiliki kebebasan berbuat maka ia berdoa. Kalau manusia itusudah ditentukan nasibnya, maka doa disini sudah tidak akan bermakna lagi. Karena mau berdoa atau tidak, dikabul atau tidak, akantergantung kepada takdirnya. Tapi pada kenyataannya tidak demikian. Karena ketika orang itu berdoa, maka ia benar-benar mengharap pertolongan Tuhannya. Jadi, ikhtiarlah yang melogiskan adanya doa.
Kemudian, dengan doa itu justru manusia merasa bahwa dalam ikhtiar-ikhtiarnya, bisa salah pilih karena kekurangan ilmu dan pengetahuan serta kekuasaan. Karena itulah, maka ia memintaNya untuk membantunya dalam memilih dan dalam berusahanya itu agar supaya kalau salah pilih, Ia bisa membantu meluruskannya, kalau ia salah jalan, Ia bisa meluruskannya, kalau salah pilih teman, Ia bisa melindunginya ...dan seterusnya. Tapi kalau sudah ditentukan semuanya olehNya, maka semua itu tidak akan terjadi kecuali sudah ditentukanNya. Lalu dimana posisi doa itu?
(5). Hubungan antara manusia dan Tuhan itu tidak deteerminis (sudah ditentukan nasibnya seperti yang ada di sebagian rukun iman sebagian muslimin) dan tidak juga free will seperti yang dinukilkan dari Mu’tazilah. Tapi kalau Islam (Syi’ah) adalah di antara keduanya. Penjelasan ringkasnya di point 3 di atas, dan sedikit rincinya di catatan yang sudah disebut judulnya di atas itu.
(6). Pertanyaan no 6 itupun, intinya sudah dijawab di point 3 di atas itu.
Sinar Agama: Singgih:
Saya tidak terlalu memahami maksud antum tentang wilayah Tuhan yang namanya qodho itu. Karena qodho itu adalah pewujudanNya. Jadi, ketika manusia memilih zina atau shalat, maka ketika keduanya terwujud itulah dikatakan telah diqadhaa’ oleh Tuhan. Yakni telah diijinkan secara ciptaan untuk wujud. Jadi, qadhaa’ itu justru sangat berhubungan dengan ikhtiar dan perbuatan manusia. Karena itu qadhaa’ Tuhan itu adalah mewujudkan pilihan manusia. Lihat point 3 jawabanku pada Yahya.
Tentang kelahiran dan kebermacaman rupa dan suku kita itu, memang bukan pilihan kita. Karena itu kita tidak akan dimintai tanggung jawabnya. Akan tetapi bukan pula ketentuan Tuhan, hingga kalau ada yang kulit hitam menuntutNya. Begitu pula kalau ada yang cacat danseterusnya. Karena Tuhan tidak pernah menentukan kita seperti itu dan seperti sekarang ini.
Kejadian kita-kita ini adalah hasil ikhtiar kedua orang tua kita. Begitu pula mereka hasil dari ikhtiar lingkungannya. Kalau mereka-mereka itu tidak memilih untuk berbahasa Melayu maka kita tidak akan berbahasa Melayu. Begitu pula kalau mereka-mereka itu tidak kawin, maka kita-kita yang satu gen dengan mereka-mereka itu tidak akan lahir dan tidak akan sama bentuk-bentuknya.
Jadi, tentang kita-kita dan bentuk-bentuknya ini memang kita tidak akan ditanyakannya, tapi kedua orang tua kita dan lingkungan sebelum kita,akan dimintai tanggung jawabnya oleh Tuhan. Misalnya, kalau orang tuanya dengan syahwat kepada orang lain tidur dengan istrinya hingga anaknya yang lahir jadi banci (seperti dalam hadits), atau orang tua yang pemabok dan lingkungan yang koruptor. Semua itu akan dimintaitanggung jawab olehNya karena telah membuat peluang besar bagi kita-kita untuk lebih tergoda kepada kebejatan-kebejatan itu.
Tapi kalau kita ikutan bejat, kita juga akan dimintai tanggung jawab olehNya. Karena peluang yang ada itu tidak sampai membunuh akal kita yang mengerti mana yang baik dan mana yang jelek. Karena itu kita juga akan tetap akan dimintai tanggung jawab atas pilihan-pilihan kita.
Akan halnya tabrakan itu juga demikian. Kita yang sudah hati-hati itupun tetapi akan dimintai tanggung jawabnya nanti. Karena, kalau kita hati-hati, tapi kita tahu bahwa malam minggu ada pemuda-pemuda yang kebut-kebutan, dan kita masih saja keluar dan lewat jalan itu, maka bisa saja akan dimintai tanggung jawab nanti di akhirat kalau tabrakan dan mati. Tapi kalau sudah logis beneran tentang hati-hatinya itu, maka sudah pasti kita akan lepas dari dosa dan siksa.
Untuk yang berkenaan dengan apa yang antum istilahkan dengan wilyah manusia itu, kira-kira sudah benar.
Sinar Agama: RM: takdir yang antum tulis itu adalah takdir yang baru yang tidak dikenali siapapun. Karena antum mengatakan bahwa takdir itu adalah sejarah yang ditulis di Qur'an itu. Bukan itu yang kita bahas. Itu bukan takdir. Takdir itu adalah tulisan Tuhan tentang nasib manusia yang ditulis sebelum alam ini dicipta. Nah, siapa yang percaya ini maka ia adalah Sunni yang menerangkan kepercayaan kepada takdir baik-buruk ini sebagai rukun iman ke enam. Tapi kita- kita yang Syi’ah ini tidak mempercayai takdir itu. Kita meyakini bahwa takdir itu hanya ada di agama-agama Kristen atau Budha.
Karena itulah, kalau ada yang mengatakan bahwa nasib manusia ini sudah ditentukan olehNya atau sudah ditulis dalam qadha dan qadarNyya, maka ia telah memfitnahNya. Karena Ia tidak pernah menulisnya dan/atau menentukannya.
Sinar Agama: Yahya: Ketetapan tentang manusia ini sudah tentu ada. Seperti bentuk badan yang seperti sekarang ini (bukan warna kulit, tinggi,suku ...dan seterusnya karena hal-hal ini bisa sangat bersangkutan dengan ikhtiar orang tuanya). Atau seperti ketentuannya yang berbunyi, misalnya: “Bahwa manusia itu berbuat sesuai dengan pilihannya sendiri dan akan dimintai tanggung jawab nanti di akhirat dimana kalau baikakan dimasukkan surga dan kalau tidak maka akan dimasukkan neraga dan seterusnya”
Jadi, yang kita tolak itu HANYALAH takdir yang disebut dengan nasib itu, bukan sembarang ketentuan-ketentuan yang lainnya.
Sinar Agama: Alfi:
(1). Antum ini sulit keluar dan memahami tulisan-tulisan kita kalau antum tidak keluar dulu dari keyakinan antum sebelumnya yang bisa dipatok di rukun iman ke enam itu.
Semua yang terjadi ini pasti dengan ijinNya dan penciptaanNya. Tapi tidak semuanya terjadi dengan ikhtiarNya secara langsung. Tuhan beriktiar atau menentukan bahwa manusia harus memilih sendiri perbuatannya. Nah, ketika manusia memilih, maka ia memilih sesuai dengan ikhtiarnya dan sesuai pula dengan ikhtiarNya yang mengikhtiari bahwa manusia itu berbuat sesuai dengan pilihannya.
Jadi, biar putaran atompun terjadi karena kehendakNya. Begitu pula daun yang jatuh. Tapi kehendak ini, bisa langsung dan bisa juga tidak.Daun yang jatuh karena kita petik atau karena angin, adalah sesuai dengan kehendakNya. Tapi tidak langsung. Yang satu lewat ikhtiar manusia dan yang lainnya lewat angin yang tidak punya akal dan yang tidak akan dimintai tanggung jawab nantinya.
Nah, ketika ikhtiarNya itu tidak langsung dan bertemu dengan ikhtiar manusia, maka manusialah yang memilih perbuatannya itu, bukan Tuhan. Karena Tuhan hanya mengikhtiari bahwa perbuatan manusia itu melalui ikhtiar manusia.
Antum ini juga ada anehnya. Kok bisa kalau Tuhan tahu pilihan manusia dengan ikhtiarnya itu, dikatakan membatasi ilmuNya. Apa hubungannya? Sudah tentu dong, bahwa Tuhan itu tahu berbagai pilihan yang akan dihadapi manusia, tapi Tuhan juga tahu apa yang akan menjadi pilihan akhir dari manusia si Fulan itu. Tuhan tahu dengan pasti bahwa si Fulan itu akan berbuat dosa dengan pilihannya dan akan taubat setelah itu juga dengan ikhtiarnya. Lalu setelah itu melakukan dosa itu lagi dengan ikhtiarnya sendiri juga, lalu bertaubat lagi berdoa lagi dan seterusnya sampai akhir.
(2). Ketika antum mengatakan bahwa kalau Tuhan tahu pilihan manusia yang dilakukannya dengan ikhtiarnya itu sama dengan peramal, nahtambah lucu saja. Karena peramal itu
tidak tahu secara pasti. Tapi pengetahuan Tuhan itu adalah pasti. Yang ke dua, peramal bukan pencipta alam dan manusia itu sendiri. Sementara Tuhan adalah pencipta alam dan manusia dimana termasuk peramalnya itu sendiri. Kemudian, peramal itu tidak menentukan ikhtiar manusia, tapi Tuhan menentukan ikhtiar manusia itu. Karena itu, sangat lucu kalau dikatakan bahwa kalau Tuhan tahu akan pilihanmanusia maka berarti Tuhan itu nganggur dan pensiun.
Allah itu Maha Akrif setiap sepersejuta detik sekalipun. Karena itu Ia tidak pernah pensiun dan nganggur. Kalau bukan karenaNya, maka alam ini tidak akan bertahan walau sepersejuta detikpun. Hanya karenaNyalah alam ini tersusun dan berputar dengan indahnya dankokohnya.
Semua itu tidak bertentangan dengan ikhtiar manusia. Karena ikhtiar manusia ini justru karena ketentuanNya dan terus berjalan sesuai dengan Kuasa dan kontrolNya. Karena itu, maka tidak ada manusia yang terpaksa di muka bumi ini. Kalau bukan karena kontrolNya, maka manusia ini sudah pasti akan menjadi robot-robot yang tidak berikhtiar.
Cermati point ke 3 jawaban pada Yahya di atas itu, hingga antum memahami bahwa betapa Tuhan itu Maha Aktif. Karena Ia adalah sumber dari semua akibat-akibat yang tidak pernah berhenti di alam ini.
Akan tetapi, kebersumberanNya atas semua yang terjadi di alam ini, bukan berarti nasib manusia itu ditentukanNya atau pilihan manusia itu adalah pilihanNya. Jadi, Tuhan hanya menjadikan atau mengqadhaa’ dari pilihan-pilihan manusia-manusia itu dan, sudah tentu yang akan bertanggung jawab itu adalah manusia itu sendiri.
(3). Pengetahuan pasti Tuhan itu, benar-benar tidak ada hubungannya dengan ketentuanNya. Memang bisa saja ketentuan itu sejalan dengan pengetahuan. Karena kalau menentukan sudah pasti mengetahuinya. Tapi tidak sebaliknya. Yakni tidak berarti yang mengetahuinya itu telahmenentukannya.
Kita saja banyak mengetahui hal pasti, tapi sudah pasti bukan kita yang menentukannya. seperti kalau orang terkena penyakit tertentu, dokterpun bahkan bisa memperkirakan umur pasiannya. Apakah pengetahuan dokter itu adalah menentukan di pasien mati? Atau kita tahu pasti bahwa kalau si Fulan itu menyuntikkan obat yang ada virus penyakitnya, maka ia akan kena penyakit tersebut (seperti aids). Dan kalau sudah kena, maka akan mati dalam waktu beberapa tahun. Nah, apakah kita yang tahu itu berarti menentukan si Fulan itu mati????!!!
Jadi, kalau menentukan, maka sudah pasti sejalan dengan mengetahuinya. Tapi kalau menge- tahui, belum tentu sejalan dengan menentukan. Wassalam
Singgih Djoko Pitono: Afwan ustadz,,,
Wilayah Tuhan yang saya maksud adalah area dimana manusia tidak akan dimintai pertanggung- jawaban oleh Tuhan, dan saya ngertinya itulah yang namanya Qodo Allah, yaitu “Ketentuan Allah”...yang mana biasanya itu adalah bahasan-bahasan yang menjadi hak penuh Tuhan untuk mengetahuinya...manusia tahu tapi sedikiiiiitt...bahkan sangat-sangat sedikit dan akal manusia tak akan mampu menyentuh hakikat dariKetentuan Allah ini. atau Allah sering bilang dalam firmanNya ..itu adalah urusanKu...sesuatu itu tidak terjangkau oleh akal manusia...jadi akal manusia bisanya hanya tunduk patuh pada “Ketentuan Allah” ini...sami’na wato’na..
Mungkin contoh gampangnya, ketika Allah memerintahkan kepada iblis dan malaikat untuk bersujud ke adam, maka malaikat melakukannya tapi iblis tidak. Perintah tuhan itu adalah “Ketentuan Allah”, yang mana seharusnya sami’na wato’na saja, maka ketika “Ketentuan Allah” dipertanyakan, diotak atik nilai kebenarannya, jadinya ya kaya Iblis...dilaknat..
Sebuah contoh terjadi beberapa hari kemarin di Melbourne, Seekor anjing piaraan milik seseorang terlepas dari pantauan pemiliknya (hal yang tak pernah terjadi puluhan tahun sebelumnya) dan masuk kerumah tetangga sebelahnya, kemudian menyerang anak kecil 4 tahun yang sedang menonton TV, yang mengakibatkan kematiannya.
Kejadian yang benar-benar diluar kendali akal manusia...
Nah. bagi saya merupakan pelajaran bahwa yang seperti itu adalah sangat mudah bagi Allah (pengetahuan Allah), tapi kejadian tersebut bukan disetting Allah, saya yakin itu..Tetapi kemudian saya menyebut itu sebagai “Qodo Allah”. siapa sih yang pernah bayangin, bahwa kematian anak kecil itu ternyata ketika dia sedang menjalankan rutinitas sederhananya. nonton tv ditempat yang benar-benar terjaga, dipantau, dikendalikan oleh orang tuanya...
Mohon ustadz pencerahannya kepada yang miskin ilmu ini. syukron
Singgih Djoko Pitono: Saya tetap berkeyakinan seperti yang ustadz sering paparkan, bahwa segala kebaikan datangnya dari Allah dan Allah tidak pernah mendatangkan keburukan kepada manusia... Semua keburukan yang menimpa manusia adalah akibat dari ulah manusia itu sendiri... Sungguh arrahman arrahim..pun meski begitu Allah selalu memberikan obat pada setiap keburukan yang dicipta manusia...
Yetty Fathimah: Afwan.. Masih ikut nyimak.. Penjelsan yang sangat mencerahkan.. Syukran ustadz, syukran semuanya..
Sinar Agama: Singgih:
(1). Antum sudah merambat kemana-mana: Qodho dan Qadar itu sulit karena Sunni meyakini bahwa semua tentang nasib manusia itu sudahditentukan Tuhan. Kalau mereka ditanya, kalau begitu tidak ada gunanya agama diturunkan, tidak ada gunanya neraka surga diciptakan, tidak ada gunanya akal dicipta, tidak ada ada gunanya ikhtiar dicipta, tidak ada gunanya anjuran mati syahid, tidak ada gunanya perintah mencari istri yang baik, tidak ada gunanya perintah mencari rejeki ....dan seterusnya. ?????? Nah, ketika mereka tidak bisa menjawab ini, maka mereka biasanya berkata bahwa Qodho dan Qadar itu daerah yang hanya khusus Tuhan dan tidak ada orang yang mengetahuinya.
Lah ini kan tidak bisa diterima. Bagaimana mungkin ada ajaran tentang iman kepada qodho dan qadarnya tapi tidak dipahami. Terus yang diimani itu apa?
Ketahuilah bahwa Qadar itu adalah ketentuan-ketentuan Tuhan tentang alam dan manusia. Tapi kalau tentang nasib manusia makaketentuannya itu adalah bahwa manusia harus memilihnya sendiri dan berusaha sendiri. Artinya, Kuasa Tuhan itu akan diselaraskan dengan pilihan manusia. Kalau manusia ingin zina dan sudah keputusan pasti, maka Tuhan mengiringinya mewujudkan itu. Begitu pula kalau maumalas dan miskin, malas dan bodoh ...dan seterusnya..
Nah, ketika ikhtiar manusia itu sudah wujud sesuai pilihan manusia dan Kuasa Tuhan yang mengantarkannya ke alam wujud, maka itulah yang dikatakan Qadhaa’. Qadhaa’ yakni keputusan akhir. Karena itu hakim pengadilan itu dikatakan Qodhi, atau “Yang memutus”. Nah, maksud Qadhaa’ ini adalah pengejawantahan dari pilihan-pilihan manusia oleh Kuasa Tuhan yang tersalur lewat manusia, seperti tenaganya, pikirannya, ikhtiarnya, nafasnya, nafsunya ...dan seterusnya..
Jadi, tidak ada yang ruwet. Tapi kalau mengimani qadhaa’ dan qadarNya (baik-buruknya), maka sudah pasti akan ruwet dan tidak akanpernah selesai walaupun di akhirat atau bahkan dengan Ilmu Allah sendiri. Karena hal itu jelas bertentangan dengan Ilmu dan Adil serta BijakNya.
(2). Antum semakin kacau manakala mengatakan tentang perintah Tuhan pada malaikat (dimana iblis di dalamnya). Karena itu bukan ketentuan Tuhan atau Qadar Tuhan. Bukan ya akhi. Jadi, contoh antum ini semakin jelimet kalau dilihat dari bahasan kita tentang qadha dan qadar ini. Karena yang dikatakan sebagai Qadar atau ketentuan itu, adalah ketentuan-ketentuan terhadap sesuatu yang akan terjadi. Jadi, dalam ilmuTuhan, semua yang akan diadakan, baik itu keberadaan makhluk atau perintah atau syariat dan seterusnya, sudah ditentukan olehNya.
Jadi, nafas Qadar ini adalah ketentuan sebelum terjadi. Jadi, sebelum Tuhan memerintah iblis atau bahkan sebelum alam ini terjadi, Tuhansudah menyusun semua itu. Nah, susunan itulah yang dikatakan qadar atau ketentuan.
Karena itu ketika semua terjadi atau terwujud, seperti adanya nabi Adam as atau turunnya perintah Tuhan untuk sujud itu, adalahQadhaa’Nya, atau keputusan akhirNya atau pewujudan- Nya. Jadi, sangat jauh berbeda dari yang antum katakan.
(3). Antum semakin tambah kehilangan fokus ketika mencontohkan anjing itu. Karena kalau antum yang punya anak itu, maka antum sudah pasti tidak akan berkata seperti itu. Antum sudah pasti akan menuntut si empunya anjing. Karena tidak terlepasnya anjing puluhan tahun dari kandangnya itu, bukan dalil bagi terlepasnya sekarang. Kalau anjing itu tidak dipelihara di rumah tersebut, atau dipelihara tapikandangnya selalu diperiksa (sesuai umur), atau menjaga makannya supaya tidak liar, ...dan seterusnya. maka semua itu tidak akan terjadi.
Kontrol manusia itu ada yang dekat ada yang jauh, ada yang langsung ada yang tidak langsung, ada yang berupa kemungkinan dekat, ada yang berupa kemungkinan jauh. dan seterusnya.
Karena itulah dalam filsafat, mau tidak mau, orang yang memelihara anjing itu dikatakan memaukan penyerangan itu. Tapi dengan kemauan filosofi dan bukan perasaan. Karena akal tetap memungkinkan bahwa memelihara anjing liar tersebut akan memangsa orang atau tetangga.
(4). Nah, ketika kita sudah bisa mengerti tentang Pemelihara Anjing itu, yang melakukannya dengan ikhtiarnya dan melampaui semua kemungkinan-kemungkinan akalnya, hingga masih tetap saja memeliharanya, maka kunci terbunuhnya anak kecil itu sudah ketahuan.
Artinya ia dibunuh orang atau anjing. Bukan ditentukan Tuhan. Inilah yang saya katakan fitnah pada Tuhan yang pasti akan dimintaitanggung jawab nanti di akhirat. Enak saja, Tuhan yang Maha Kasih menentukan anak makshum tak berdosa itu, dicabik-cabik anjing gilapunya tetanggganya. Tuhan macam apa itu?!
Karena itu yang akan dimintai tanggung jawab olehNya nanti di akhirat, adalah si pemilik anjing itu.
Lagi pula, ketidak terkontrolnya akal kita itu bukan berarti hal tersebut adalah ketentuanNya. Akan tetapi karena ikhtiar kita itu juga berurusan dengan alam dan sosial kita. Orang tua si anak yang sudah semacam menjaga anaknya (saya katakan semacam karena kalau tutup pintu maka anjing itu tidak akan bisa masuk), tidak bisa menentukan semua yang terjadi itu atas kontrolnya. Karena ia hidup berlingkungan yang sudah tentu bergesekan dengan ikhtiar- ikhtiar orang lain yang ada dalam lingkungannya itu.
Karena itu, maka setiap hal harus dilihat secara teliti dan menyeluruh. Jangan hanya ikhtiar satu orang yang trus dilawankan dengan Qadar Tuhan. Itulah mengapa agama atau bahkan hukum di setiap negara, selalu mengatur ikhtiar-ikhtiar sosial itu. Karena itulah, maka ada pengadilan dan semacamnya.
Kalau semua hanya dipilih antara ikhtiar satu orang dan Qadar Tuhan, maka buat apa pengadilan-pengadilan itu? Atau kalaulah berfungsi, hanya berfungsi untuk mengadili satu orang yang memang berikhtiar ingin membunuh, tapi tidak bisa mengadili orang ngantuk yang tetapnyetir, orang mabok yang tetap nyetir, orang yang punya anjing di atas ...dan seterusnya. Karena dilihat dari sisi yang dianiaya atau dibunuh atau ditabrak ...dan seterusnya semua itu adalah Qadar Tuhan. Lah enak banget???!!!
Dan bahkan, sekalipun seseorang itu sudah dengan sengaja membunuhpun, kalau dilihat dari kaca mata qadar dan takdir ini, maka dari dua-duanya sisinyapun ditentukan Tuhan. Baik yang membunuh atau yang mati terbunuh.
Lah ... trus buat apa pengadilan???? trus buat apa surga neraka????!!!
(5). Untuk keburukan juga begitu. Allah memang benar tidak menurunkan keburukan, tapi Tuhan juga tidak pernah menurunkan kebaikan. Ingat yang kita bahas ini adalah ikhtiar manusia itu. Bukan manusianya, bukan alamnya, bukan keindahan alamnya, bukan (dan seterusnya.
Jadi, yang kita bahas ini adalah keburukan karakter atau nasib manusia.
Ketahuilah bahwa Tuhan disamping tidak menurunkan nasib buruk, juga tidak menurunkan dan tidak menentukan nasib baik. Yang ada dariketentuanNya, adalah “Bahwa manusia untuk jadi baik dan buruknya harus berikhtiar sendiri” Ini yang ada dari qadarNya.
Allah tidak pernah menentukan manusia itu kaya hingga kemudian manusianya itu yang merubah jadi miskin. Allah tidak pernah menentukan manusia itu punya istri shalihah lalu dia sendiri yang merubahnya dengan istri muda yang reseh (tidak baik). Allah tidak pernah menentukan seseorang itu mati syahid, hingga dia sendiri yang merubah hingga mati karena aids. Allah tidak pernah menentukanmanusia itu sehat hingga ia merubahnya jadi sakit. Allah tidak pernah menentukan manusia itu beriman hingga ia sendiri yang merubahnya jadi kafir. Allah tidak pernah menentukan manusia itu Syi’ah hingga ia jadi selain Syi’ah. Allah tidak pernah bahkan menentukan bahwabangsa Indonesia itu Indonesia hingga mereka sendiri merubahnya entah jadi apa. Allah tidak pernah menentukan saya sebagai anak ayah saya hingga dikatakan bahwa ayah saya merubahnya. Allah tidak pernah menentukan anak negro itu hitam hingga dikatakan ayahnya yang tidak merubahnya jadi putih. Allah tidak pernah menentukan anak cebol itu cebol hingga dikatakan bahwa ayahnya tidak merubahnya jadi normal. BEGITU PULA SEBALIKNYA DARI CONTOH-CONTOH ITU.
Semua itu adalah hasil ikhtiar manusia. Apakah ikhtiar manusianya secara langsung, seperti kafir dan tidaknya, taqwa dan tidakya, atau tidak langsung dan merupakan akibat dari ikhtiar orang lain, seperti si cebol, si negro dan seterusnya.
Yang ada dari Qadar Tuhan adalah, bahwa manusia kalau kawin dan tidak mandul maka akan melahirkan anak. Anaknya akan mirip dengan ayahnya. .........dan seterusnya. Tapi bukan menentukan bahwa saya lahir dari ayah saya. Si cebol Fulan itu harus lahir tanggal sekian dari ayahnya itu dan seterusnya. Tidak demikian.
Tapi Tuhan hanya memberikan ikhtiar dan qadar-qadar umum tadi. Nah, karena ayah saya memilih kawin dengan ibu saya, dan tidak adapenghalang dari sisi kesehatan dan seterusnya untuk hamil dan melahirkan saya, maka lahirlah saya ini. Jadi, saya lahir ini bukan ketentuan Tuhan, tapi karena merupakan akibat dari ikhtiar kedua orang tua saya (semoga Tuhan selalu menghangati kedua orang tua saya itu dengan perlindungan dan rahmatNya).
Dan tentu saja, setiap akibat dari manusia itu, juga merupakan akibat dari Tuhan (sebagaimana sering saya jelaskan di atas). Karena itu maka Tuhan itu Maha Aktif (tapi tanpa perubahan, jadi tidak seperti aktifnya makhluk). Karena Tuhan selalu mengiringi keakibatan perbuatan manusia dan, karena itulah maka yang terwujud dari ikhtiar manusia itu, karena sudah diiringi dengan ijin ciptaanNya (walau mungkin tidak diijinkan secara syariat seperti membunuh), maka dikatakan sebagai Qadhaa’ atau Putusan Akhir Tuhan. wassalam
Cut Yuli: Sangat mencerahkan, izin share ustadz. Syukron.
Radenmas Murdianto: nyampein kok kayak kitiran
Singgih Djoko Pitono: Ustadz. terima kasih telah mengurai sedemikian rupa hingga memaksa saya harus mengomentari ulang apa-apa yang ustadz sampaikan. Maafkan atas kekurangpandaian saya mengemas kalimat sehingga yang saya maksudkan dalam kalimat-kalimat saya, sepertinya sampai ke ustadz tidak seperti yang saya harapkan.
Dari awal saya meyakini bahwa tentang Qodho dan qodar adalah seperti yang ustadz paparkan. Bahwa Allah tidak ikut campur di wilayah manusia. Bahwa Allah tidak pernah menentukan nasib manusia. Bahwa baik dan buruk tidaklah datang dari Allah. Sungguh saya meyakini itu. Ada perbedaan mendefinisikan apa itu qodho dan apa itu Qodar.
Saya memahami qodho adalah Ketentuan Allah... yaitu sebuah wilayah yang akal manusia mustahil untuk merambahnya. maka bahasa gampangnya manusia tidak akan dimintai pertanggungjawaban kelak oleh Allah. Saya tidak mendifinisikan bahwa Qodho adalah sebagai Allah yang menentukan nasib manusia, menentukan setiap kejadian, menentukan pilihan manusia, sekali lagi tidak. melain- kan sebuah wilayah dimana manusia tidakdimintai pertanggungjawaban kelak.
Kemudian tentang Qodar adalah Ketetapan Allah...
Kita ketahui bahwa di setiap ciptaan Allah ada ketetapan-ketetapan yang pasti berlaku, selanjutnya ketetapan tersebut bisa kita sebut sebagai khasiat...misal : api ...khasiat api adalah untuk membakar... air khasiatnya yang paling tampak adalah menyiram. dll. Kemudian pertanyaannya,
Ketetapan apa yang telah Allah tetapkan pada diri setiap manusia? Ternyata disetiap manusia ada ketetapan-ketetapan seperti bahwa manusia mempunyai nafsu nafsu, seperti nafsu beragama, nafsu mempertahankan diri, nafsu sex...
Nah ..ketetapan Allah yang ada pada manusia, yang berupa keinginan, nafsu-nafsu inilah, yang akan dimintai pertanggungjawaban kelak...tergantung manusia itu bagaimana memfungsikan akalnya untuk mengendalikan nafsu-nafsu yang dipunyai tersebut... JIka benar sesuai dengan perintah Allah maka perbuatan tersebut adalah terpuji dan bisa dipastikan Surga yang diciptakan Allah akan berfungsi dan demikian halnya neraka.
Maafkan atas kekurangcerdasan saya...saya akui itu..
Tentang analogi yang saya sampaikan atau dengan mengambil contoh yang tidak sesuai dengan bahasan kita, itulah kekurangtahuan saya. Sekali lagi jangan pernah bosan menasehati saya... Terima kasih pencerahannya...Semoga Allah melimpahkan kebaikan pada ustadz. aminnnn
Radenmas Murdianto: maaf ustadz memberi sedikit pendapat dari pernyatan saudara joko. nafsu bisa terjadi karena kebiasaan dan naluri nah fungsi di turunkan alQur'an untuk itu sebagai patokan atau aturan. jika didalam diri ibadah menjadi kebiasaan akan timbul suara didalam da...
Sinar Agama: Singgih:
(1). Adikku yang kucintai dan selalu ada dalam doa-doaku tiap hari tanpa putus (begitu juga teman-teman yang lainnya), ketahuilah bahwa saya ini kalaulah telah mendapatkan didikan dari guru-guru besar, ketahuilah bahwa sekalipun yang kudapat itu mungkin tidak seperseribu atom sekalipun, tapi benar-benar aku ingin membaginya untuk antum dan yang lainnya. Yakni, membaginya saja, tanpa perduli apakah ada yang menerima atau menolaknya. Yang penting bagiku adalah aku harus membagi apa-apa yang kucintai kepada semua saudaraku. Tentu saja yang harus disampaikan itu kadang harus dengan tukar pikiran, perdebatan dan mungkin pertengkaran (pertengkarannya saudara, bukan musuh) yang tetap dalam selimut saling cinta. Jadi, jangan pernah sungkan untuk berdiskusi, karena mungkin aku sendiri yang salah. Tapi biasanya aku tidak akan menyerah kalau belum dikalahkan argumentku. Karena tugas dari Tuhan adalah demikian. Yakni dalam akidah dan keimanan-keimanan, kita tidak boleh taqlid.
(2). Untuk masalah kita, maka maafkan aku yang kurang menangkap apa-apa yang antum katakan. Jadi, antumlah yang jangan bosan memaafkan saya atas kekurang pahaman saya dimana menyebabkan salahnya saya berkomentar.
(3). Secara pokok, sepertinya semua pihak sudah jelas akan esensi ikhtiar ini dan tidak adanya takdir yang berupa ketentuan nasib manusia.
(4). Tapi ijinkan saya membenahi apa-apa yang antum katakan: Yaitu, bahwa pahaman terhadap suatu peristilahan agama itu sudah semestinya merujuk kepada akar kata dan pembahan yang sudah lumrah dilakukan dalam agama selama ini. Jadi, kita tidak boleh mencipta istilah baru.
Karena itu dalam ilmu Kalam, Qadar itu adalah ketentuan-ketentuan Tuhan seperti yang sudah dijelaskan di atas itu (jawaban-jawaban sebelumnya).
Sedang Qodho itu adalah pelaksanaannya. Ibarat hakim yang mengketok hukuman pada terdakwa. Dan ketokan Tuhan terhadap pilihan-pilihan manusia ini adalah setelah manusia itu benar-benar melakukannya. Dan ketokan Tuhan akan qadar-qadar lainnya yang tidak menyangkut manusia, adalah manakala benda-benda itu sudah masuk ke dalam alam wujud. Yakni pada masa pewujudannya.
Jadi, sebelum kejadian itu dikatakan Qadar/ketentuan/ketetapan, tapi setelah kejadian itu, dikatakan Qadhaa’/pewujudan/pelaksanaan.
Jadi, antum tidak akan rugi (he he) mengganti pahaman antum atau istilah antum ini dengan(yang sudah terbiasa dipakai di kitab-kitab yang sudah disesuaikan dengan dasar katanya, ayat- ayatnya dan Hadits-haditsnya.
Radenmas Murdianto: Tuhan maha mengetahui lagi maha penyayang, jika muslim saudara, dalam surat wal ashri sudah di uraikan jelas
Sinar Agama: RM: Terimakasih simpatinya dalam kolom komentar ini. Tapi afwan, saya kurang bisa memahami maksud tulisan antum. Walhasil, yang namanya nafsu itu maksudnya bukan kebiasaan, tapi nafsu-nafsu seperti lapar, sex dll yang ada sudah dari sononya.
Tentang agama dan Qur'an itu, memanglah semua itu adalah pedoman hidup dimana kita harus hidup atau menyalurkan semua nafsu, akaldan badan-badan kita ini sesuai dengan aturan-aturan tersebut dimana kalau tidak sesuai maka akan mendapat adzab, dan kalau sesui makaakan dapat surga dan keridhaan.
BTW, terimakasih atas semuanya. dan juga maaf sekali lagi kalau ada kekurang pahaman saya dan semacamnya. Tolong jangan bosan memaafkan alfakir ini. Saya tidak akan memanjakan diri dengan menyalah gunakan maaf antum semua, karena biasanya hati-hati dan kadangmengulang- ngulang bacaan walau waktu tidak terlalu banyak. Tapi semua itu tidak menutup kemungkinan salah paham dan semacamnya. Jadi, sekali lagi, maafkan dan ampunkan alfakir terhadap hal-hal yang telah berlalu atau yang akan datang..
August 20, 2011 at 11:12am · Like
اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وآلِ مُحَمَّدٍ وعَجِّلْ فَرَجَهُمْ
Tidak ada komentar:
Posting Komentar