Sabtu, 06 Juni 2020

Hubungan Konsep Imamah dan Wilayatul Faqih


Oleh Ustad Sinar Agama http://www.facebook.com/groups/210570692321068/doc/236089899769147/ Oleh Anggelia Sulqani Zahra pada 20 Agustus 2011 pukul 21:38


Ardhy Husain: Salam ustadz. Sebelumnya saya minta maaf kalau sudah terlalu banyak merepot- kan ustadz dengan pertanyaan-pertanyaan saya.

Saya mau tanya lagi ini ustadz.

Syi'ah meyakini bahwa masalah kepemimpinan/imamah setelah rasulullah ditentukan berdasar- kan wasiat beliau.

Tetapi kenyataannya berbeda dengan konsep wilayatul faqih yang dimana dalam masalah kepemimpinan itu ternyata ditentukan berdasarkan hasil musyawarah.

Tidak mungkinkah imam Mahdi as menunjuk wakilnya secara langsung? Afwan ustadz. Mohon penjelasannya.


Sinar Agama: Salam dan terimakasih pertanyaannya:

(1). Pemimpin setelah Rasul dan pemimpin seperti shalat jama'ah, revolusi, taqlid dan lain-lainnya itu jauh berbeda. Karena yang pertama itu harus maksum, terpandai, terberani, terpilih Tuhan dan seterusnya. Tetapi untuk imam shalat, taqlid dan lain-lain itu tidak harus demikian.

(2). Untuk imam shalat, taqlid dan lain-lainnya itu, ada kriterianya sendiri, seperti adil (tidak melakukan dosa besar dan kecil) dan semacamnyayang berbeda dengan ukuran-ukuran yang ada pada imam maksum.

(3). Nah, ketika dalam kehidupan ternyata dalam satu masjid itu banyak yang mempunyai kriteria, maka sudah pasti agama dan akal jugamenganjurkan dipilih yang terbagus. Karena itu dipillih yang paling alim, tampan, sayyid ...dan seterusnya. Jadi kalau ada yang alim itu adabeberapa, maka dipilih yang sayyid. Dan kalau sayyid alimnya itu ada beberapa, maka dipilih yang paling tampan...dan seterusnya. Ini contoh acak saja, tidak serapi yang disebut dan diurut di fikih.

(4). Nah, ketika imam shalat itu sulit ditentukan, maka sudah tentu dimusyarawahkan. Ini juga anjuran agama dan akal. Karena supaya tidak terjadi perpecahan dan keributan yang tidak perlu. Karena itu, kalaulah dalam musyawarah itu tidak ketemu mufakat, maka dengan sangat terpaksa divotingkan.

(5). Kepemimpinan suatu negara Islam juga begitu. Ketika ayatullahnya banyak (mujtahid), maka sudah tentu dipilih yang terbaik dan terlayak. Dan karena penilaian orang itu tetap relatif, maka Islam dan akal menyuruh kita untuk memusyawarahkan dan memilih yang terlayak dari yang memiliki kriteria itu.

(6). Di Iran, mungkin sampai akhir jaman nanti, tidak akan bisa disaingi oleh negara Islam manapun, selain negaranya imam Mahdi as. Karena apa?Karena, sekalipun dalam keyakinan syi’ah ulama dan marja’ itu diyakini sebagai wakil umum imam Mahdi as, akan tetapi tetap seja, masyarakat itu dihormati. Karena itu, sekalipun mereka tidak bisa memilih langsung yang terpandai atau terlayak dari para ayatullah yang ada untuk menjadi pemimpin tertinggi, karena mengetahui hal itu perlu pengetahuan yang dalam tentang ilmu-ilmu agama secara kaaffah, akan tetapi mereka tetap diberi hak untuk memilih ulama yang akan memilih pemimpin tertingginya itu. Nah, apakah ada kesantunan melebihi ini?

Ulama dan marja’, ketika memutusi sesuatu, maka yang taqlid tinggal ikut saja. Tetapi betapa santunnya mereka para ulama dan marja’ itu.Karena walaupun otoritas itu ada pada mereka, tetapi mereka tetap memanusiakan rakyatnya. Karena itu, mereka diberi hak dalam pemilu pemilihan ulama pemilih pemimpin tertinggi, dalam pemilu yang diselenggarakan dalam 4 atau 5 tahun sekali.

Nah, negara yang berdiri seperti ini, bukan hanya memenuhi kriteria Islam (yang memberi kedaulatan pada para marja’ itu), akan tetapi jugamemenuhi kriteria akhlak dan kemanusiaan serta akal sehat. Karena itulah, maka ia bukan hanya Islam, tetapi Islam kaafah dan menyeluruh yang meliputi nilai sosialnya sekalipun.

(7). Tidak ada yang tidak tahu bahwa dalam ghaib Kubra, imam Mahdi as tidak lagi menunjuk wakilnya secara langsung. Akan tetapi menunjukkan secara tidak langsung, yakni melalui kriteria, seperti mujtahid, adil dan sebagainya.

(8). Kemungkinan penunjukan langsung itu adalah mungkin secara akal filosofis, tetapi tidak mungkin dilihat dari keputusan Tuhan yang telah diucapkan oleh imam Mahdi as itu. Karena beliau as sudah mengatakan bahwa dari ghaib kecil, yakni setelah masuk ghaib besar, maka tidak ada wakil khusus lagi sampai keluarnya beliau as sendiri.

Wassalam.



Chi Sakuradandelion, Khommar Rudin dan 6 orang lainnya menyukai ini.


Khommar Rudin: Allah humma shalli alla muhammad wa alli muhammad 


9 Juni 2012 pukul 4:06 · Suka



اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وآلِ مُحَمَّدٍ وعَجِّلْ فَرَجَهُمْ

Tidak ada komentar:

Posting Komentar