Selasa, 12 Mei 2020

Musafir dan Hukumnya


seri tanya jawab Mad Joger, Doeble Do dan Sinar Agama http://www.facebook.com/groups/210570692321068/doc/?id=231338490244288 by Sinar Agama (Notes) on Tuesday, August 9, 2011 at 5:53am

Mad Joger: Salam ustadz mau tny...kalau kita lagi shafar kita harus membatalkan puasa...trus kita wajib menqodho saja atau ada kewajiban lain selain menqodho...trus kalau kita di siang hari pas puasa kita sakit terus kita batalkan puasa tersebut...kita wajib menqodho saja atau ada tambahan lain selain menqodho ustadz...afwan

Sinar Agama: Salam dan terimakasih pertanyaannya:

(1). Kalau safarnya (bukan shafar seperti yang amtu, tulis) itu, yaitu keluar dari batas kotanya itu (bukan rumah), diwaktu adzan zhuhur atau setelahnya, maka puasanya tidak boleh dibatalkan. Kalau dibatalkan maka dosa dan qodho serta kaffarah. Begitu pula kalau safarnya itu sebelum adzan zhuhur dan sampai ke kotanya juga sebelum adzan zhuhur, tapi di batas rukhshahnya tidak membatalkan puasa, maka puasanya juga wajib diteruskan. Kalau dibatalin maka dosa, qadhaa' dan kaffarah. Begitu pula kalau safarnya ke kota yang berdempetanperbatasannya.

Masih banyak lagi rincian safar ini yang sudah diterangkan kemarin. Nah, kalau memang sudah safar dan sudah pula membatalkan dibatas rukhshah itu (yaitu 2 km dari batas kota, atau bagusnya menembus dulu satu kota yang berdampingan), maka tidak dosa dan hanya wajib bayar qadhaa’.

(2). Kalau sakit yang mudharat melakukan puasa, maka tidak boleh puasa dan kewajibannya membayar qadhaa’ di lain bulan.

Doeble Do: Salam. Semoga ustadz dalam lindungan-rahmat Allah SWT...

Mohon izin untuk bertanya Fiqih Rahbar hf, tentang jarak berpergian/musafir, dari Jakarta ke Wonogiri. Ana berangkat mudik, dari rumah-kota Jakarta sekitar jam 11.00, dengan kendaraan bus sampai perbatasan Jakarta di Cikampek jam 1 siang. Perjalanan -/+ 18 jam, jadi jika dari Jakarta jam 1 siang, sampai Wonogiri jam 6 pagi. Pertanyaannya adalah;

1. Batasan kota Jakarta ke kota-wilayah lain sampai mana ?

2. Apakah Cikampek sdh menjadi perbatasan ?

3. Apakah selama diperjalanan kita tidak berpuasa dan mengqodho shalat ?

4. Apakah Bogor sudah menjadi lain wilayah Jakarta ?

5. Dengan niat 1 Minggu ke Wonogiri. Jika sudah sampai Wonogiri, apakah selama 1 Minggu kita melakukan qodho shalat dan tidak puasa?

Mohon penjesannya, syukran katsiran.

Ali Al-ausath dan Giri Sumedang menyukai ini.


Sinar Agama: Salam dan terimakasih pertanyaannya:

(1). Saya kurang tahu batas Jakarta. Pedomannya kalau sudah masuk kabupaten lain, maka ia sudah menjadi batas kota Jakarta. Artinya, kalau ada perbatasan kota Jakarta dan cikampek (sementara cikampek ini terhitung kota lain yang bukan bagian Jakarta), maka jelas itu sudah menjadi batas Jakarta. Nah, kalau antum sudah zhuhur keluarnya dari batas itu, maka wajib puasa.

(2). Dengan penjelasan di jawaban no: 1, maka soalan ke dua ini juga sudah terjawab.

(3). Puasanya jelas puasa, karena antum keluar dari perbatasan Jakartanya setelah zhuhur. Dan apa hubungannya safar dengan qadhaa’ shalat? Orang safar tetap wajib melakukan shalat pada waktunya dan tidak boleh meninggalkannya dan kalau meninggalkannya adalah dosa besar walaupun tetap saja wajib qodho.

Tapi kalau yang antum maksud itu adalah qashr, yaitu menjadikan shalat 4 rokaat menjadi 2 rokaat, maka di pertengahan jalan itu antum harus qashr sekalipun tetap puasa lantaran keluar Jakarta setelah zhuhur itu.

(4). Kalau Bogor saya tahu dengan yakin bahwa ia bukan bagian Jakarta.

Yang saya sendiri ragu itu adalah Depok, Cikampek, Tangerang ...dan sekitaran Jakarta itu. Tapi kalau benar dikatakan bahwa mereka adalah kabupaten sendiri dan bukan Jakarta di hitungan pemerintah yang menentukan perdaerahan, maka tentu saja daerah-daerah itu bukan Jakarta.

(5). Kalau Wonogiri itu watan antum, maka kalau di jalan setelah subuh itu tidak makan apapun (dan tidak melakukan apa-apa yang membatalkan puasa), maka pada hari pertama itupun antum sudah harus puasa, karena sampainya sebelum zhuhur. Tapi kalau sampainya setelah zhuhur, maka tidak bisa puasa.

Begitu pula kalau Wonogiri itu bukan watan (tempat tinggal antum atau tempat lahir antum yang masih ada orang tua disana dan masih adawarisan dan belum berniat meninggalkannya sebagai watan), akan tetapi antum mau tinggal disana 10 hari, maka dihukumi sebagai watan seperti di atas.

Tapi kalau tidak dua-duanya, maka sejak awal itu antum tidak boleh puasa seterusnya selama di Wonogiri itu.


Doeble Do: Afwan, jika rumah tersebut rumah istri. Dan juga istri dan ana mudik 1 tahun sekali.

1. Apakah ana bisa atau boleh niatkan menjadi rumah sendiri ?

2. Apakah dalam waktu 1 tahun mudik masih sebagai tempat tinggal ?

3. Bagaimana jika identitas seperti alamat KTP-Kartu Keluarga sudah jadi warga Jakarta, apakah tidak mempengaruhi taklif kita ?

4. Bagaimana jika mudik itu rumah saudara; baik dari saudara kandung, paman, atau saudara dari pihak istri. Apa taklif kita ?

Syukran katsir...


Zahra Sahab: rahbar hf itu siapa?dimana?bisa di telp enggak?

Sinar Agama: Zahra: Rahbar hf itu adalah Sayyid Ali Khamenei hf pemimpin tertinggi Iran sekarang. Tentu saja sulit menelponnya, akan tetapi kantor-kantor perwakilannya tersebar di seluruh kota Iran sebagaimana para marja' yang lain. Dan untuk yang internasionalnya yang bahkan untuk pertanyaan-pertanyaan berbahasa Indonesianya, bisa dilakukan lewat email kepada kantor pusat beliau yang ada di Qom.

Sinar Agama: Do:

(1). Kalau antum memang mau menjadi penduduk tempat tinggal istri mengapa tidak boleh? Tapi mana ada tempat tinggal tidak ditinggali dan hanya setahun dikunjungi dimana itupun mengunjungi rumah orang lain (istri)? Tapi kalau mau menetap di situ, maka jelas boleh dan akan menjadi watan antum. Jadi, dalam kontek antum, jawabannya tidak boleh.

(2). Pertanyaan ini untuk antum atau istri? Kalau istri maka dia bisa tetap menjadikan rumah orang tua yang dia lahir di situ itu sebagai watan, karena watan adalah tempat lahir yang masih ditinggali atau yang masih memiliki seperti warisan disana (dengan syarat memang tidak ingin ditinggalkan kependudukannya). Tapi kalau antum ya... jelas tidak bisa.

(3). Kalau kita itu maksudnya antum berkenaan dengan rumah istri itu, maka sudah dijawab di atas. Tapi kalau untuk istri, asal dengan syarat-syarat yang ada di atas itu, maka tidak mempengaruhi.

Yakni tidak mempengaruhi kewatanan istri.

(4). Saya tidak paham pertanyaan antum yang ini dalam kondisi yang sudah antum ketahui dari beberapa hukum safat itu.

Wassalam


Danesh: mo tanya ustadz....saya berada di depok untuk cari nafkah baru 4 bulan belum mempunyai ktp depok...orangtua saya baru setahun pindah rumah di magelang, mulanya di jogja, saya paling lama pernah tinggal di rumah orang tua saya 4 bulan, saya juga tidak punya ktp alamat rumah baru tersebut...nah, kemarin awal ramadan saya posisi di rumah orangtua, ketika berangkat tidak niat untuk tinggal lama, saya hanya 10 hari. jadi saya sholatnya qoshor/qashr... tapi saya selama di sana puasa...pertanyaan saya...

1. yang menjadi tempat tinggal untuk saya depok atau magelang...

2. apakah benar saya mengqoshor/qashr sholat...

3. puasa saya sah atau tidak ...

4. yang benar bagaiman ustadz...terima kasih


Sinar Agama: Salam dan terimakasih pertanyaannya:

(1). Kalau antum belum berkeluarga, maka bisa ikut dengan orang tua. Artinya, antum bisa berniat tinggal (bc: menjadi penduduk tetap) denganorang tua, tapi karena kerja maka tinggal sementara di depok. Dalam kondisi ini, maka antum setiap ke orang tua maka tidak qoshor/ qashr dan terus puasa walau tidak sampai 10 hari. Dan sebaliknya, ketika antum ke depok, maka harus berniat tinggal 10 hari tidak kemana-mana (bc: tidak musafir) kalau ingin puasa dan shalat penuh.

Tapi bisa juga tidak berniat untuk menjadi masyarakat di tempat orang tua, dan berniat menjadi orang/masyarakat depok. Dalam kondisi inimaka antum harus melakukan kebalikan dari yang di atas itu.

Tapi bisa saja antum benar-benar beniat mau menjadi masyarakat tetap di dua tempat itu. Dalam kondisi ini maka antum puasa dan shalat penuh (tidak qoshor/qashr) di kedua tempat itu. Tapi saya tidak menganjurkan yang ke tiga ini karena sepertinya masih ada syarat-syarat lainnya seperti harus menempati tempat antum yang di orang tua itu dalam waktu-waktu tertentu. Karena tempat orang tersebut bukan tempat lahir antum.

(2). Dalam kondisi apapun, ketika antum di rumah orang tua itu 10 hari, yakni berniat tinggal 10 hari sejak awal (atau ke depannya), maka antum harus puasa dan shalat penuh. Jadi, shalat qoshor/qashr antum itu adalah salah.

(3). Puasanya syah.

(4). Yang benar yang sudah saya jelaskan di atas.


Danesh: terimakasih ustadz...lalu sholat yang salah itu bagaimana?

Sinar Agama: Ya ... harus diqodho lah, ghitu. Yang dimaafkan kalau salah dalam masalah musafir ini hanya orang yang tidak tahu kalau ada hukum musafir. Tapi kalau tahu tapi salah memahami atau salah dalam penerapan dan semacamnya, maka kesalahan yang ada tidak dimaafkan dan shalat dan puasanya yang salah mesti diulang atau diqadhaa’.

Danesh: ooh....ya ya baiklah...

Uus Husni Sofyan: Salam ustadz. Seseorang menetap di Bandung. Melakukan perjalanan dinas kerja dari bandung jam 8 pagi dan sampai Tasikmalaya sebelum dzuhur, lantas dia pulang jam 5 sore dari tasikmalaya (pulang hari - waktu maghrib, berada diperjalanan pulang ke Bandung... See More

Sinar Agama: Uus: jelas shalat di tasikmalaya dan di jalan dengan qoshor/qashr dan puasanya jelas batal

Sinar Agama: artinya tidak bisa puasa, dan kalau puasapun tetap harus diqodho nantinya.

August 9, 2011 at 12:11pm · Like



اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وآلِ مُحَمَّدٍ وعَجِّلْ فَرَجَهُمْ

Tidak ada komentar:

Posting Komentar