Tampilkan postingan dengan label Republik Islam Iran. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Republik Islam Iran. Tampilkan semua postingan

Senin, 02 Desember 2019

Republik Islam Iran

Republik Islam Iran menurut Buku SMS

https://m.facebook.com/notes/abil-ghifari/republik-islam-iran-menurut-buku-sms/748826935200716/?refid=21


Anggelia Sulqani Zahra: Salam ustadz Sinar Agama, mau tanya tentang Republik Islam Iran yang termuat dalam buku Syi’ah Menurut Syi’ah pada halaman 342 – 343:

“hal penting yang kerap tidak diperhatikan ialah bahwa Republik Islam Iran tidak berarti islam telah menjadi sistem negara di Iran. Disebut Republik islam Iran, yang lebih tepat diartikan Republik Islami di Iran ( jomhouriye islami-te Iran atau Al-jumhuriyyah Al-Islamiyah Al-Iraniyyah), karena bersifat islam. “islam” objektif bukan substantif. Artinya, dalam republik (negara yang kedaulatannya dibangun dengan kontrak sosial melalui referendum) itu, islam merupakan sifat yang diprediksikan atas “Republik” sebagai subtansi, bukan islam menjadi substansi dan Republik menjadi predikat. Dengan kata lain, undang-undang negara Iran disarikan (melalui penafsiran) dari teks suci Alquran dan sunnah...

Sinar Agama: Salam dan terimakasih pertanyaannya, yang kalau sudah sampai masalah SMS ini, jantung berdebaran mata ingin menangis dada bergemuruh karena takut salah langkah. Akan tetapi, karena saya sudah sering menjelaskan bahwa bahasan kita di fb ini, hanya dan hanya masalah keilmuan dan tidak bernuansakan politik dan saya juga tidak menghalalkannya seperti itu, terutama perpecahan umat, maka saya beranikan terus menulis setegas mungkin tanpa taqiah sedikitpun.

Hal ini perlu, karena kita baru Syi’ah yang mana kalau tidak didudukperkarakan secara benar dalam keilmuan, maka akan mengekarkan pohon yang tidak diharapkan dari tunas-tunas seperti

kita ini di masa sekarang dan terutama masa mendatang, dan juga membuat selain Syi’ah bukan hanya salah memahami Syi’ah, akan tetapi bahkan akan terombang ambing.

Karena itulah, maka ajaran harus jelas dan gamblang, sementara persatuan umat dan keutuhan bernegara, mengikuti perintah dan fatwa para ulama dan marja’ yang tidak asing dalam sepanjang sejarah mereka sampai sekarang di seantero dunia ini dimana mereka selalu mengajarkan santun pada sesama muslimin dan bahkan sesama manusia (kafirin), seperti perintah imam Ali as kepada

Malik Astar ra ketika mengutusnya untuk menjadi wakil beliau as di Mesir. Karena itu, maka jawabanku terhadap pertanyaan antum adalah:

1- Untuk mengomentari masalah yang dinukilkan di atas itu, perlu memperhatikan beberapa hal.
Tapi saya tidak akan membahas terlalu rinci, sebab di samping sebagiannya sudah dibahas di diskusi sebelumnya, juga adanya berbagai hal. Semoga saja tidak terlalu mengecewakan.

2- Sepintas, tulisan di atas, berakar pada beberapa peristilahan yang perlu diketahui bersama hanya sebagai penegasan dengan merujuk ke Kamus Besar Bahasa Indoneisa –KBBI- dan Kamus Ilmiah Populer Kontemporer –KIPK-, seperti:

  • a- Ajektif. Antum menulisnya Objektif. Yang benar di bukunya yang saya juga punya, adalah Ajektif. Ajektif artinya adalah kata sifat; selalu disertai dengan sifat.
  • b- Substantif. Artinya adalah indipenden; berdiri sendiri; merdeka; hakiki; sesungguhnya.
  • c- Predikasi. Artinya adalah pendapat; pernyataan; ceramah tentang pelajaran (KPK).
  • d- Predikat. Artinya, gelar; sebutan; julukan; sifat; bagian kalimat yang menandai apa yang dikatakan oleh pebicara tantang subyek; sebutan; kehormatan; ..dan seterusnya.
  • e- Republik. Artinya bentuk negara yang pada umumnya dipimpin oleh presiden. Atau bentuk pemerintahan yang berkedaulatan rakyat dan dikepalai oleh seorang presiden.
  • f- Jumhuuriy (bahasa Parsi).

هديزگرب دودحم یارب روشک مدرم یوس زا نآ سيير هم یتموکح زا یعون :یروهمج :نيعم همان تغل -
یروهمج ،یسارکومد یروهمج ،یتسيلايسوس یروهمج ،یملاسا یروهمج :دراد فلتخم عاونا نآو دوش
هريغ و لاردف


Kamus Mu’iin: Jumhuuriy adalah bentuk pemerintahan yang pemimpinnya dipilih oleh rakyat untuk memimpin dalam waktu tertentu. Ia memiliki beberapa bentuk: Jumhuuriy Islaami; jumhuuriy Sosialis; jumhuuriy Demokrasi; jumhuuriy Federal.


ناونعب ینيعم تدم یارب مدرم فرط زا نت کي هاشداپ یاج هب هک یتموکحو ماظن -1 :ديمع همان تغل -
یروهمج :تسا مکاح نآ رد ماظن نيا هک یروشک }زاجم{ )مسا( 2 .دوش یم باختنا روهمج سيير
.ناريا یملاسا

Kamus ‘Amiid: 1- Sistem dan pemerintahan yang sebagai gantinya kerajaan, satu orang yang dipilih rakyat, untuk memimpin dalam batas waktu tertentu, dipilih sebagai presiden. 2- (nama) [majazi/tidak-hakiki] Sebuah negara yang sistem pemerintahan ini (makna no.1 di atas, yakni yang dari rakyat) berkuasa: Jumhuuriye Islaamiye Iran (Republik Islam Iran).

3- Untuk memahami makna kalimat di atas (yang dipertanyakan itu), perhatikan potongan-potongan berikut ini:

  • a- “Hal penting yang kerap tidak diperhatikan ialah bahwa Republik Islam Iran tidak berarti islam telah menjadi sistem negara di Iran.”
  • b- “ Disebut Republik islam Iran, yang lebih tepat diartikan Republik Islami di iran...karena bersifat islam”
  • c- “”Islam” ajektif bukan substantif.”
  • d- “Artinya, dalam republik .... itu, islam merupakan sifat yang diprediksikan atas “Republik” sebagai subtansi, bukan islam menjadi substansi dan Republik menjadi predikat.
  • e- “Dengan kata lain, undang-undang negara iran disarikan (melalui penafsiran) dari teks suci Alquran dan sunnah.”

4- Perkiraan makna dan maksud kalimat:

  • a- Mengingkari kesistemIslaman republik Islam di Iran. Hal itu, dapat diperhatikan melalui perakitan poin a yang jelas-jelas mengingkarinya. Dan poin d yang menerangkan bahwa Islam di Iran hanya “dipredikasikan”, artinya hanya dinyatakan dan dipendapatkan. Kasarnya, keIslamanrepublik di Iran, hanya sebagai dakwaan, pengakuan, pendapat (orang Iran) serta perkiraan dan penafsiran sesuai dengan poin e.
  • b- Mengingkari kehakikian Islam, dalam sistem yang dipakai oleh pemerintahan Iran pasca revolusi, dimana sangat tampak di poin c. Yaitu keajektifan Islam pada republik, bukan sebaliknya.

5- Perkiraan sasaran kalimat:

Melihat dari berbagai sisi di atas, maka sangat dimungkinkan bahwa kalimat itu memiliki sasaran seperti berikut:

  • a- Negara Islam di Iran itu, bukan hakiki. Karena itu, jangan dianggap sebagai suatu yang benar secara mutlak.
  • b- Apapun itu, mau hakiki kek atau tidak kek, kita orang Indonesia tidak harus mengikutinya. Karena ia adalah sebuah keIslaman yang dipredikasikan alias dipendapatkan alias dinyatakan orang Iran terhadap sistem pemerintahannya. Sementara ia adalah bukan sistem Islam yang substantif.
  • c- Meneruskan poin b, yang juga bisa menjadi sasaran penulis adalah, bahwa kalaulah substansifpun, maka itu urusan Iran dan bukan urusan kita bangsa Indonesia.
Terutama kalau dihubungkan dengan dua paragraf setelahnya yang memulai penulisannya dengan:

“Iran yang relatif homogen (terdiri dari jenis yang sama, SA) berbeda dengan Indonesia yang heterogen (terdiri dari jenis yang berbeda, SA). Karena itu, pengalaman negara Islam di Iran, tidak serta merta bisa diterapkan di Indonesia.......”

Yang kemudian dilanjutkan di paragraf ke tiga setelahnya, yaitu:

“Sebagai warga negara Indonesia ketaatan kepada wali faqih (bukan Rahbar) – yang saat ini sebagian besar percaya dipegang Ali Khamenei – adalah sebatas ketaatan dalam hal fikih atau ibadah, bukan ketaatan politis tentunya.”

6- Komentar terhadap penafsiran-penafsiran di atas:

  • a- Dalam bedah buku SMS itu, dimana lebih tepat dinamai SMTPABI (Syi’ah Menurut Tim Penulis Ahlulbiat Indonesia) yang dilakukan di UIN Jakarta, dikatakan bahwa orang-orang yang tidak tahu Syi’ah, diminta diam. Saya tahu maksud utamanya adalah wahabi-wahabi atau yang bukan Syi’ah walau, mungkin juga selain golongannya. Akan tetapi, menurut saya, obyek tergamblang dari pernyataan itu, adalah tim penulis sendiri. Karena di samping tidak tahu Syi’ah, telah menyombongkan diri dengan mengatasnamakan Syi’ah dan telah sangat tidak mengormati ulama Syi’ah di dalam sepanjang sejarahnya hanya karena mereka mengajarkan bahwa imamah Makshum itu meliputi vertikal dan horisontal, dengan diperintah-perintah dan diejek dengan gontok-gontokan, seperti yang ditulis di hal. 357:

“Selanjutnya para pemikir kedua kelompok (ulama Syi’ah dan Sunni, SA) ini harus mengubah energi gontok-gontokan menjadi energi saling mendukung dan membahu mencerdaskan akar rumput dan awamnya serta membuang semua isu elementer yang menjadi biang kebencian mutual (imbal-balik, SA).”

Perhatikan kalimat yang sangat tidak sopan di atas itu. Para ulama dan bahkan para imam Makshum as yang selalu dipenjara dan dibunuh sampai sesadis di Karbala karena mengajarkan kemencakupan imamah untuk hal-hal vertikal dan horisontal itu, disalah- salahkan dan diperintah-perintahkan serta diolok sebagai penggontok-gontokan dan, sudah tentu juga sebagai tidak mencerdaskan akar rumput. Na’uzhubillah. Semoga Tuhan menghidayahi mereka kalau masih mau menerimanya, dan mengembalikan semua ini kepada mereka sendiri, kalau tidak mau menerima hidayahNya, amin.

Emangnya para ulama kedua belah pihak, di samping tetap bersikokoh dengan pendapatnya masing-masing, selalu gontok-gontokan dan tidak bersatu dan saling toleran? Emangnya kalau kita lihat di ilmu hadits, para masyaayiikhulhadiits (guru besar, sumber perawi dan penghafal ribuan hadits) tidak saling menghormati yang sama-sama tsiqah di antara mereka.

Emangnya di dalam berabad tahun ini, para ulama dari kedua belah pihak itu saling perang?

Emangnya murid imam Ja’far as dan murid-murid pada imam Makshum as yang lain itu semuanya adalah orang Syi’ah???!!! Bukankah yang saling perang itu secara globalnya hanya wahabi yang kebiasaannya main kafir dan paksa atau para raja-raja Bani Umayyah dan Bani Abbas yang berkepentingan politis dan kekuasaan? Emangnya persahabatan para ulama itu tidak terjalin dari seribu tahun lebih itu sampai detik hari ini??? Emangnya di Iran itu ulama dan umat golongan Syi’ah dan Sunni saling berperang, begitu pula di Iraq, Pakistan, Hindia, Libanon, Mesir, Libia, Suriah, Turki, .................dan semua negara? Bukankah yang ribut memerangi itu hanya wahabi dan, segelintir ulama dan umat madzhab-madzhab yang tidak pernah merusak keutuhan mayoritas ulama dan umat masing-masing dalam seribu tahunan lebih ini???!!!

DIMANA ADA AJAKAN DAN DENGUNGAN PERSATUAN DENGAN MENGORBANKAN AJARAN MASING-MASING DALAM SEPANJANG SEJARAH MANUSIA DAN ISLAM KECUALI OLEH ORANG-ORANG TIDAK TAHU TAPI MERASA TAHU SERAYA MENYERU KEPADA KETIDAKTAHUANNYA ITU DAN MEREKAPUN TIDAK MENYERU KEPADA APA DAN DARI MANA??!! BUKANKAH LEBIH BAIK PARA PENGAJAK INI BELAJAR BAIK-BAIK HINGGA JADI ALIM DAN BARU MENYERU KEPADA YANG DIWAJIBKAN TUHAN, BUKAN KEPADA YANG DIWAJIBKAN KETIDAKTAHUANNYA DAN KEPENTINGANNYA???!!!

  • b- Mengingkari keIslaman sistem pemerintahan di Iran, sama dengan mengingkari adanya matahari di siang bolong. Dan, sudah tentu bertentangan dengan semua marja’ dan wali faqih sendiri serta para Makshumin as.
  • c- Saya sudah sering menjelaskan sesuai dengan terlalu cetek dan relatif dari informasi yang saya dapatkan dari “belajar di hauzah” bahwa mengikuti dan menaqlidi marja’ itu adalah perintah Tuhan dalam Qur an, Nabi saww dalam Hadits dan perintah para imam Makshum as dalam Hadits-hadits mereka as. Itulah mengapa dalam pendapat semua ulama sepanjang sejarahnya, dengan mengambil dari Qur an dan hadits-hadits serta akal dan ijma’ itu, selalu menfatwakan bahwa AMALAN SEORANG HAMBA YANG TIDAK SAMPAI KE TINGKAT MUJTAHID DAN MUHTAATH, KALAU TIDAK BERTAQLID, MAKA AMALNYA BATAL. AMALAN dalam fatwa mereka itu, bukan hanya ibadah-ibadah seperti shalat, puasa dan semacamnya. AKAN TETAPI MENCAKUP SEMUA KEGIATAN HIDUP BERBUDAYA, BEREKONOMI, BERSOSIAL DAN BERPOLOTIK.
KARENA ITU, YANG BERAMAL APAPUN, APAKAH IBADAH KHUSUS SEPERTI SHALAT, ATAU IBADAH UMUM SEPERTI POLITIK, KALAU TIDAK BERTAQLID, MAKA SEMUA MENJADI BATAL.

Tentu masih ada kerinciannya (taqlid) di kitab fikih. Saya hanya menukilkan pokok-pokoknya saja karena tujuannya hanya ingin menerangkan bahwa dasar keabsyahan atau kebenaran dan penerimaan Tuhan, Nabi saww dan imam Makshum as, terhadap perbuatan manusia yang bukan mujtahid dan muhtaath, adalah taqlid kepada marja’ dan tidak bisa tanpa taqlid.

KARENA ITU, MENGINGKARI KEISLAMAN SISTEM NEGARA DI IRAN DAN MENGINGKARI KEWAJIBAN SEORANG MANUSIA UNTUK MENAATI WALI FAQIH (marja’, baik mutlak atau tidak, baik marja’ atau ulama seperti di golongan Akhbariah) DALAM SEGALA HAL SEPERTI POLITIK, BUKAN HANYA MENGINGKARI DHARURIAT AGAMA (yang mudah dipahami dan bagian mesti ciri agama Islam), AKAN TETAPI JUGA MENGINGKARI –SECARA KONSEKUENSI- KEWENANGAN PARA IMAM MAKSHUM as, NABI saww DAN WILAYAH TUHAN ITU SENDIRI.

  • d- Hubungan Islam dan Negara Islam. Islam sebagai ajaran yang meliputi akidah, ibadah, fikih, ekonomi, sosial, akhlak dan politik, sudah tentu lebih luas cakupannya dibanding dengan Negara Islam yang “boleh dikata secara global” hanya mengatur secara politisnya, baik politisnya politik, politisnya ekonomi, politisnya pertanian, politisnya pertahanan, politisnya kepemimpinan, politisnya budaya, politisnya pendidikan, politisnya kenelayanan, pertanian, pertamabangan.....dan seterusnya.
Dengan demikian, maka Islam dan Negara Islam atau Sistem Kenegaraan, hubungannya adalah “Lebih Umum dan Lebih Sempit”. Yakni lebih umum Islam dan lebih sempit pemahaman Negara Islam atau Sistem Negara Islam.

Kalau kita sudah mengerti hal ini, yakni melihatnya dari ilmu logika tentang pengertian dan hubungan keduanya, maka kita sekarang bertanya, apakah keduanya adalah substansi (substantif) atau keduanya aksident (ajektif) atau salah satunya aksident dan yang lainnya substansi?!!

Sebelum menjawab hal itu, perlu diberikan isyarat, apakah setiap subyek kalimat itu berupa substantif dan predikat itu ajektif, atau sebaliknya, atau bebas-bebas saja. Dengan melihat benarnya kalimat-kalimat berikut ini:

“Manusia itu binatang rasional” + “Husain itu adalah manusia” + “Manusia itu berpendidikan” + “Yang berpendidikan itu adalah manusia” + “Berpendidikan itu adalah baik” + “Kebodohan itu jelek” + ............ dan seterusnya =

Maka subyek dan predikat itu, yakni mubtada’ dan khabar itu, keduanya bebas-bebas saja, apakah sama-sama ajektif seperti dua kalimat terakhir, atau sama-sama substantif seperti dua kalimat pertama, atau campuran seperti kalimat ke tiga dan ke empat (dengan saling bergantian posisisi dimana kalimat yang ke tiga subyeknya yang subsntantif dan di kalimat yang ke empat, predikatnya).

Sekarang mari kita lihat maksud dari Jumhuuriye Islaamiye Iran atau Republik Islam Iran.

Penulis SMS (SMTPABI, baca: bukan semua anggota ABI) menuliskan bahwa Republik yang menjadi obyek dan dipredikati dengan Islam, dipahaminya bahwa Islam di sini, adalah ajektif dan Republiknya adalah subtantif.

Padahal bisa saja keduanya adalah substantif, yaitu kalau dilihat dari bahasa Indonesianya, Republik Islam. Dan bisa juga satu substantif dan lainnya adalah ajektif sebagaimana dikatakan tim penulis, yaitu manakala melihat ke bahasa Parsinya.

Keduanya tidak penting, karena tidak membawa kepada esensi masalah. Sebab inti masalahnya adalah apakah keIslaman sistem negara di Iran itu hakiki atau tidak.

Sebagaimana saya sudah pernah menulis sebelum ini, tim penulis sepertinya tidak fokus dalam beberapa atau banyak tulisannya. Alur tata arugmentasinya agak tidak teratur. Seperti yang sekarang ini. Karena tim penulis ingin membuktikan bahwa di Iran itu bukan bersistem negara Islam, lantara Islam di sini, adalah ajektif. Padahal, tidak ada hubungannya antara keajektifan Islam di sini atau kesubstantifannya.

Karena ketika menjadi ajektif dan sifat sekalipun bagi nizhaam atau sistem atau pemerintahan negara di Iran, maka tidak serta merta menjadikannya relatif dilihat dari sisi keIslamannya atau kepastian Islamnya.

Saya sudah sering menjelaskan bahwa kalau yang dimaksudkan relatif itu, selain makshum, maka tidak ada pemerintahan atau ilmu siapapun, yang tidak relatif dan tidak predikatif.

Artinya, walaupun belajar kepada Makshum atau sedang menjalankan pemerintahan Makshum, maka akan tetap bersifat predikasi atau penafsiran.

Kalau maksud penulis adalah mentidakhakikatkan Islam pada sistem negara di Iran lantaran Islam pada penyebutan negara Islam itu predikasi dan penafsiran, di hadapan Islam substantif yang makshum, maka jelas tidak hanya di Iran sekarang, akan tetapi di jaman Nabi saww dan para imam Makshum as serta pada pemerintahan imam Mahdi as sekalipun, yang memahami dan mengikuti Islam substantif.

Kehakikatan Islam itu, bukan hanya dilihat dari kemakshuman pemahamannya. Akan tetapi, bisa dilihat dari beberapa sisi sebagai berikut:

    • d-1- Dari sisi kewajiban memahaminya dan mengaplikasikannya sekalipun pada hal-hal yang bersifat relatif atau predikasi (pendapat, penafsiran). Saya sudah sering menerangkan bahwa belajar agama itu wajib kifayah untuk jadi panutan umatnya kalau sudah menjafi faqih (maksudnya bab taqlid dan umat tidak mesti umat tertentu dan faqihnya mesti a’lam sebagaimana dirincikan dalam hadits-hadits dan akal sehat serta gamblang), sebagaimana yang ada di QS: 9:122:

“...mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya.”


Nah, di sini, yang belajar dan ditaati, atau yang menaatinya, jelas merupakan nash Qur an yang gamblang dan muhkamaat. Tidak ada keraguan sedikitpun. Sementara dari satu sisi, Islam juga menerangkan bahwa yang makshum dalam ilmu dan amal itu (ilmunya tentang Islam lengkap dan benar seratus persen) hanya Nabi saww dan Ahlulbait as beliau saww.

Ini berarti, bahwa belajar sampai pada tingkatan faqih/mujtahid dan mengeluarkan pengajaran dan perintah serta fatwa, serta mengikuti mujtahid dan faqih, adalah hakikat Islam sekalipun mujtahidnya tidak makshum alias relatif dan predikasi serta penafsiran. Persis seperti kalau belajar ke Makshum as atau menerima perintah dalam pemerintahan Makshum as. Sebab bagaimanapun, yang namanya tidak makshum, ilmu dan kepahamannya untuk dijadikan pedoman taatnya dalam suatu pelajaran dan pemerintahan Makshum as, tetap bersifat tidak makshum dan tetap bersifat relatif dan penafsiran serta predikasi.

ITULAH MENGAPA SAYA KATAKAN BAHWA YANG MENGINGKARI KEHAKIKATAN ISLAM DI PEMERINTAHAN IRAN, YANG APALAGI DITAMBAHI DENGAN MENGINGKARI KEWAJIBAN TAAT PARA MARJA’ WALI FAQIH (baik mutlak atau tidak, baik marja’ atau ulama seperti di Akhbari) DALAM POLITIK LANTARAN BEDA NEGARA DAN SEMACAMNYA, ADALAH MENGINGKARI YANG SANGAT JELAS DAN MERUPAKAN CIRI YANG TIDAK BISA TIDAK, DARI AGAMA ISLAM. KALAULAH PENGINGKARNYA MUNGKIN TIDAK SAMPAI KE TINGKAT NAJIS, AKAN TETAPI, SUDAH SAMPAI KE TINGKAT SANGAT BERBAHAYA.

AKAN TETAPI KALAU TENTANG WALI FAQIH YANG MUTLAK, MAKA MENGINGKARI KETAATAN PADANYA, DARI SEORANG YANG BUKAN MUJTAHID YANG JUGA BUKAN KARENA TAQLID PADA MARJA’ YANG TIDAK MEWAJIBKAN TAQLID MUTLAK (dalam segala urusan seperti politik) KEPADA SEORANG WALI FAQIH, MAKA SANGAT BISA MASUK KE DALAM MURTAD DARI AGAMA DAN MENJADI NAJIS. PERHATIKAN FATWA BERIKUT INI:


اديلقت وا اداهتجا اهب داقتعلاا مدعف هيلعو ‘لقعلا هديؤي يدبعت يعرش مكح هيقفلا ةيلاو :71 ةلأسم

ملاسلاا نع جورخلاو دادترلاا بجوي لا


MASALAH KE 17 (dari kitab fatwa Rahbar hf, Muntakhabu al-Ahkaam):


“WALI FAQIH ITU (yang mutlak/muthlaq) ADALAH HUKUM SYARI’AT YANG BERSIFAT KETAATAN (kepada agama) YANG JUGA DIDUKUNG AKAL. KARENA ITU, BAGI YANG TIDAK MEYAKININYA SECARA IJTIHADI (bagi yang sampai ke ijtihad dan sudah menjadi mujtahid) ATAU TAQLID KEPADA MUJTAHID YANG TIDAK MEWAJIBKAN HAL ITU (taat mutlak dalam segala bidang kepada wali faqih), MAKA TIDAK MENYEBABKAN KEMURTADAN DAN KELUAR DARI AGAMA ISLAM.”

ITU TANDANYA, KALAU TIDAK MEWAJIBKAN TAAT PADA WALI FAQIH DAN DIA BUKAN MUJTAHID DAN TIDAK TAQLID PADA MUJTAHID YANG TIDAK MEWAJIBKAN TAAT MUTLAK KEPADA WALI FAQIH TERSEBUT, MAKA BISA DIANGGAP DAN DIHUKUMI, MURTAD DAN TELAH KELUAR DARI AGAMA ISLAM.

    • d-2- Dari sisi banyaknya hukum Islam yang bersifat nash yang muhkaamaat atau gamblang atau jelas. Dari sisi ini, maka sistem negara Iran yang telah dirumuskan oleh marja’ dan bahkan dibantu oleh para mujtahid-mujtahid yang lain, setidaknya di dalam masalah-masalah yang muhkam dan gamblang ini, seperti wajib mengikuti mujtahid adil, wajibnya qishaash (hukum rajam), cambuk bagi penzina, keadilan uang negara, dan ribuan hukum lainnya, adalah pasti merupakan hakikat Islam.
    • d-3- Kalau dalam yang tidak muhkaamaat sekalipun, tetap bisa dikatagorikan hakikat hukum Islam. Hal itu karena di samping dilihat dari kewajiban berusaha tahu sampai mencapai faqih dan kewajiban memimpin umat dan kewajiban taatnya umat seperti yang sudah dijelaskan di atas itu, juga dari sisi bahwa seringnya, para marja’ itu, mengambil jalan yang paling hati-hati yang mana maknanya adalah dapat diyakini sebagai kepastian benarnya. Misalnya, kalau tidak jelas apakah membaca dzikir dalam rukuk itu tiga atau cukup satu, maka dihati-hatikan tiga. Hal ini, jelas merupakan kepastian benarnya. Sebab satu itu dikandung dalam tiga. Sementara pentigaannya, tidak dikatakan wajib, sehingga kalau salah dikatakan bid’ah dan menambah hukum, melainkan dikatakan hati-hati atau ihtiyath. Begitu pula dalam hukum-hukum pemerintahan. Seperti tidak memerangi kafirin kecuali kalau diperangi mereka.
    • d-4- Saya tidak mau berkata bahwa sistem di Iran sudah sempurna seperti yang dipahami dan dibuat Makshum as. Akan tetapi saya hanya mau berkata bahwa sistem pemerintahan Islam di Iran itu, sekalipun ia berupa tafsiran dan predikasi serta relatif, akan tetapi ia adalah hakikat Islam yang wajib dihormati, dicintai, dibelai dan ditaati. Sebab, sekalipun kelak imam Mahdi as sudah keluarpun (semoga dipercepat keluarnya beliau as, amin), tetap saja pemahaman kita dari pengajaran beliau as dan perintah beliau as dalam pemerintahan dan sistemnya, adalah predikasi, relatif dan tafsiran. Karena itu, kehakikatan Islam itu, tidak melulu apa yang dipahami dan diamalkan secara makshum.
    • d-5- Jangan lupa, bahwa yang saya bicarakan di sistem pemerintahan Iran, adalah sistemnya, bukan pelaksanaanya. Sebab dalam pelaksanaannya, sebagaimana di jaman Nabi saww, imam Ali as, imam Hasan as, imam Husain as, dan kelak di jaman imam Mahdi as, bisa saja ada kekurangan, kesalahan atau bahkan pelanggaran. Hal seperti ini, akan selalu ada kecuali kelak di surga.
7- Penutup:

Sekali lagi, tulisan ini hanya dalam rangka menjawab pertanyaan dan merupakan tanggapan keilmuan saja. Tidak ada hubungannya dengan sisi lainnya, seperti politisnya. Tulisan saya ini, tidak mewakili siapa-siapa dan bisa saja telah terjadi kesalahan yang kalau nampak dengan jelas di kemudian hari, apakah kesalahan tulisan atau materinya, in syaa Allah akan dirubah.

Apalagi saya sering tidak memeriksanya lagi, karena di samping seringnya kelelahan, juga mengandalkan mas Daris yang selalu setia mengedit dan memeriksa tulisan-tulisanku dengan sabar.

Saya tidak rela, kalau tulisan saya yang ditujukan secara ilmiah ini, atau setidaknya ingin ilmiah ini, dipergunakan di jalan-jalan politis yang terutama kalau membuat perpecahan di tengah-tengah umat muslimin atau bangsa tercinta Indonesia. Wassalam.

Irsavone Sabit “WALI FAQIH ITU (yang mutlak/muthlaq) ADALAH HUKUM SYARI’AT YANG BERSIFAT KETAATAN (kepada agama) YANG JUGA DIDUKUNG AKAL. KARENA ITU, BAGI YANG TIDAK MEYAKININYA SECARA IJTIHADI (bagi yang sampai ke ijtihad dan sudah menjadi mujtahid) ATAU TAQLID KEPADA MUJTAHID YANG TIDAK MEWAJIBKAN HAL ITU (taat mutlak dalam segala bidang kepada wali faqih), MAKA TIDAK MENYEBABKAN KEMURTADAN DAN KELUAR DARI AGAMA ISLAM.”

ITU TANDANYA, KALAU TIDAK MEWAJIBKAN TAAT PADA WALI FAQIH DAN DIA BUKAN MUJTAHID DAN TIDAK TAQLID PADA MUJTAHID YANG TIDAK MEWAJIBKAN TAAT MUTLAK KEPADA WALI FAQIH TERSEBUT, MAKA BISA DIANGGAP DAN DIHUKUMI, MURTAD DAN TELAH KELUAR DARI AGAMA ISLAM.

......................................

Afwan Ustadz, saya belum paham betul antara paragraf pertama dan kedua diatas meskipun saya membacanya berulang-ulang takutnya saya salah memahaminya, apakah bisa diuraiakan dan dijelaskan lagi...kalau saya bisa memahami nya, paragraf pertama dan kedua diperuntukkan pada tingkatan orang yang berbeda, atau bagaimana?

Sinar Agama:

I.S, kalau antum baca atau ingat catatan-catatan sebelumnya, maka wali fakih itu setidaknya dibagi dua, mutlak (yang meliputi semua hal) dan tidak mutlak (seperti yang tidak memasukkan hal-hal politik dan semacamnya). Nah, wali faqih sebelum dua paragraf yang antum tanyakan itu, mencakup keduanya dan bahkan ditambah sosok keulamaan di Akhbariah yang tidak mayakini ijtihad dan hanya memakai sosok keulamaan.

Akan tetapi, di dua paragraf yang antum tanyakan itu, maka keduanya membaha wali faqih muthlaqah atau mutlak saja. Yang hukumnya, kalau tidak mengimaninya, sementara ia bukan mujtahid yang berpandangan lain (tidak wajib adanya dan menaati wali faqih yang umum seperti politik) tentang wali faqih mutlak ini, atau dia bukan mujtahid dan tidak taqlid pada mujtahid yang berpandangan lain tersebut, maka bisa terancam murtad dan kafir.

Sinar Agama: Jadi, paragraf pertama itu fatwanya, yang menuturkan tentang tidak murtadnya orang yang tidak mayakini wali faqih mutlak (bagi yang Syi’ah tentunya) kalau disebabkan karena ia sendiri mujtahid dan berpandangan tidak adanya wali faqih mutlak dan tidak wajibnya taat pada yang diangkat dan dianggap wali faqih mutlak, atau disebabkan ia taqid kepada mujtahid yang beda ini.

Nah, kalau ketidakmurtadan itu disyarati dengan ijtihad dan taqlid, maka konsekuensinya, bagi orang Syi’ah yang tidak meyakini wali faqih mutlak ini, sedang dia bukan mujtahid dan juga bukan karena menaqlidi mujtahid yang beda tersebut, maka ia murtad. Tapi saya, menghaluskan konsekuensi ini dengan mengatakan “bisa terancam murtad”.

https://www.facebook.com/photo.php?fbid=860827723968198&set=a.427089434008698.120077.100001229357851&type=1




Artikel Lainnya:
=================

Minggu, 10 November 2019

Fb dan Parabola di Iran


by Sinar Agama (Notes) on Monday, May 20, 2013 at 3:32am
seri tanya jawab Irsavone Sabit dengan Sinar Agama 


Irsavone Sabit: (13-3-2013) Salam Ustadz, hanya ingin tahu saja, apa motivasi Iran memblokir fb, google dan media global lainnya bahkan melarang penggunaan 3G? 

Menurut hemat saya, kalau ditakuti provokasi dari media tersebut, saya kira masyarakat Iran adalah masyarakat yang sudah tercerahkan dan tidak akan mudah terpengaruh dengan berita-berita luar yang sifatnya profokatif, apalagi kehidupan masyarakat Iran sudah mapan, ditambah lagi Iran mempunyai tokoh besar sekaliber Ayatullah Sayyed Ali Khamenei hf yang merupakan pemimpin tertinggi Iran, sang inspirator mereka, jangankan masyarakat Iran , masyrakat di luar Iran pun yang bermarja pada beliau hf saya kira juga tidak akan mudah diprofokasi oleh media barat — bersama Sinar Agama.  

Corgas Niesta: lebih pada alasan politis aja bang..bukan pada alasan profokatif...tapi lebih pada menghindari terlalu banyaknya informasi tentang Iran yang jadi konsumsi publik dunia.  

Irsavone Sabit: CN, mungkin juga bro.  

Faisol Farid: Tapi kok temen-temen kita di Iran masih bisa berfesbuk ria. Update-update Statusnya masih bisa kita lihat.  

Irsavone Sabit: FF, ini menurut info TV, apa info itu palsu ya?  

Faisol Farid: @Irasavone, iya tadi pagi juga ane liat d running text TV One, ”Pertama Mengaburkan”.  

Rudianto Rosneng: Ismail amin masih buat status..... 

Sinar Agama: Salam dan terimakasih pertanyaannya:  Hal ini sudah dibahas di catatan yang membahas fikih Fb. Silahkan rujuk ke sana. 

Ringkasnya, sangat tidak masuk akal kalau ada negara Islam mengijinkan import majalah misalnya, yang semua halamannya membahas Qur'an, tapi satu halaman ada foto pornonya.  Iran kalau takut berdebat dengan orang, maka tidak mungkin jadi yang seperti sekarang ini dan tidak mungkin rakyatnya begitu setia membelanya sampai sekarang dengan sepenuh raga dan jiwa.  

Kalau majalah yang perlu pengeluaran uang jauh lebih banyak dari sekedar pulsa fb-kan, dan walau hanya satu halaman saja terdapat satu pornonya sudah tidak masuk akal dan tidak lucu negara Islam melakukan seperti itu, apalagi kalau seperti fb yang ratusan atau ribuan porno dan lain-lain-nya apalagi kalau ditambah bisa masuknya link fb ke link-link yang memuat foto dan film porno.  

Kalau antum bayangkan negara Islam itu tetap dengan semua kebebasan seperti itu, maka sudah mesti membersihkan diri dulu dari semua informasi Islam itu, dan mulai menyusun dari baru apa 
itu Islam dan negara islam.  

Khommar Rudin: Allahumma sholli 'Ala Muhammad wa Aali Muhammad Wa ajjil farajahum 

Aep Fadhlurrahman: mencegah lebih baik daripada mengobati. 

Sinar Agama: Aep: Pencegahan itu masalah ke dua atau ke tiga atau ke berapa. Tapi ketika negara Islam mengimpor satu foto porno saja, sudah haram dan sudah keluar dari agama dan negara Islam, sekalipun foto itu tidak ada yang melihatnya lantaran semua rakyatnya sudah seperti malaikat semua. 

Nah, kalau ditambah dengan keyakinan akan ada yang melihat dan apalagi akan membuat keharaman seperti pacaran, zina dan seterusnya, maka haramnya jadi berlipat.

Pertama keharaman mengimpor barang haram itu, ke dua membantu orang-orang yang akan menjadikan alat maksiat baik dengan dilihat atau dijadikan batu loncatan atau sebab bagi kemaksiatannya yang lain.

Ikhwan Abduh: Ustadz: Apakah ini hampir sama dengan masalah antena Parabola? Saya baca di buku fatwa Ali Khamenei ra bahwa Parabola tidak boleh di pasang / di simpan di rumah, karena channelnya tidak bisa di kontrol dan bisa menangkap siaran yang tidak baik dari negara lain. 

Kemudian saya tanya ke ustadz AB yang tempo hari saya temui. Katanya pelarangan itu hanya ada di Iran sebagai negara Islam. Jadi kalau di Indonesia ya boleh-boleh aja. 

Coz saat kita gak pake Parabola, kalau niat kita emang kotor, kita gampang aja buka konten porno d internet (misalnya). Bagaimana ustadz? Terimkasih.  

Sinar Agama: Ikhwan A: Saya sudah pernah menjelaskan tentang  hukum Fb ini, silahkan simak rinciannya di sana. Ringkasnya, kalau di Iran, harus disesuaikan dengan negara Islam, jadi tidak bisa mengimport sembarang alat atau teknologi. 

Seperti parabola yang memang haram di Iran, karena orang setidaknya bisa menonton joget-joget atau tarian-tarian dimana menonton hal seperti itu adalah haram, apalagi porno.

Sedang di negara lain seperti di Indonesia, maka kalau suatu alat itu digunakan kepada yang halal, maka halal dan kalau tidak, maka sebaliknya. Jadi, tergantung niat dan amal dari si pemakai. Tapi hukum menjual alat-alat seperti itu, yakni yang lebih banyak ke haram, seperti lagu-lagu, tariantarian...dan seterusnya...maka menjualnya haram kecuali kalau dijual kepada orang yang diyakini seratus persen tidak akan menggunakannya kepada yang haram.

Jadi, hukum menjualnya beda dengan pemakaiannya. Kalau untuk 3G itu bukan hanya boleh di Iran, tapi bahkan Hp buatan Iran pun sudah 3G. Dan kartu telponnya sudah lebih beberapa bulan ini pemancarnya sudah jalan dan sudah dinikmati oleh para pelanggannya (di tahun editing catatan ini, yakni tahun 2015, Iran sudah memakai 4G).

Tapi mungkin di Iran tidak akan terlalu laku, karena ngobrol sambil bertatap wajah di tv hp itu, kalau bukan muhrim, orang Iran pada umumnya tidak suka, apalagi bisa direkam dan semacamnya. Btw sudah beberapa bulan ini kartu hp seperti itu, sudah dinikmati masyarakat Iran yang menjadi pelanggannya. Wassalam.


Sabtu, 15 Desember 2018

‘Allaamah Hilli dan Sulthaan Muhammad Khudaabandeh



Seri menjawab Fitnahan Ilham Kadir
by Sinar Agama (Notes) on Monday, March 18, 2013 at 10:43 pm


Ilham Kadir: Sayang ya tak dimuat, kalau dimuat kan pasti saya tanggapi lagi, padahal saya ingin sekali menulis cerita di bawah ini: Mohammad Reza Pahlavi, Shah Iran yang lahir di Tehran, Iran, 26 Oktober 1919 – meninggal di Kairo, Mesir, 27 Juli 1980 pada umur 60 tahun adalah kaisar Iran dari 16 September 1941 hingga Revolusi Iran pada 11 Februari 1979. Beliau pernah berhasrat untuk mendamaikan Syiah dan Sunni, maka diundanglah para ulama kedua aliran yang tidak akan pernah akur itu. Sampai waktu dimulainya acara pertemuan, ulama Syiah sudah para datang, namun sayang dari pihak Sunni belum ada yang terlihat kecuali satu orang tua bungkuk menjepit sandal jepit diketiaknya. Ulama-ulama Syiah bertanya kepada ulama Sunni itu. Apa yang kamu jepit di ketiakmu? “Sandal” jawabnya. “Kenapa Kamu bawa-bawa sandal jepit kesini?” tanya ulama Syiah kembali. “Karena saya mendengar di zaman Rasulullah ada orang Syiah pernah mencuri sandal!”, jawab ulama Sunni itu. Mendengar pernyataan itu, para ulama syiah serentak menjawab, “Mana ada Syiah di zaman Rasulullah?”, ulama Sunni yang bijak itu berkata,”Cukuplah, selesai sudah pertemuan ini. Darimana kalian mengambil agama kalian?” 

Ismail Amin: Akhi ust. Ilham, antum peneliti ilmiah, dari mana sumbernya cerita antum di atas? Kita sudah terlalu banyak dicekoki berita-berita tanpa sumber, dan itu tanpa beban disebar sedemikian mudahnya apalagi jika itu berkaitan dengan Iran dan syiah. Syah Reza baru puluhan tahun lewatnya, belum ratusan tahun. 

Dimasanya sudah ada koran, tv dan media-media lainnya sehingga apapun kegiatan penting yang dia lakukan bisa dengan detail diketahui. Kapan pertemuan itu terjadi? Di mana? Siapa orang tua bungkuk yang mewakili sunni itu? Dan siapa juga nama ulama-ulama yang mewakili syiah? Di media mana berita tentang pertemuan itu dimuat dan seterusnya... Jangan berdalih dengan menggunakan ‘katanya’, sebagaimana kebanyakan ikhwan yang sering menyebar fitnah negatif tentang Iran, tapi tidak mampu membuktikan... Silahkan, ada baiknya kita diskusinya di sini saja, jika antum berkenan dan punya waktu.. 

Ilham Kadir: Saya pernah baca di salah satu majalah berbahasa Arab, saya sedang berusaha carikan nama majalahnya, karena barang itu ada di Sinjai, rumah salah seorang ustadz... saya sudah pesan 2 minggu yang lalu tapi belum ada kabar... insya Allah apa yang saya sampaikan itu bisa saya pertanggungjawabkan. 

Sinar Agama: Salam dan terimakasih tag-annya. Saya sebenarnya, karena banyak pertanyaan di dinding dan inbox yang sampai puluhan pertanyaan tiap hari, tidak ingin ikut campur urusan diskusi antara akhi Ismail dengan akhinaa Ilham ini. Akan tetapi karena cerita karangan dari Ilham sepintas dipercaya oleh akhi Ismail, maka saya perlu membantu keduanya mendapatkan cerita yang sebenarnya. Saya katakan sepintas karena saya memang tidak membaca semua diskusinya. 

Bantuanku untuk mereka adalah

1- Cerita yang ditulis oleh Ilham itu jelas merupakan dikarang Ilham sendiri dan kalaulah ia menukil, maka menukil dari pengarang cerita yang jelas-jelas tanpa bukti. 

2- Kepalsuan cerita itu tampak dari isi ceritanya yang tampak dari jawaban ulama syi’ah terhadap dalil si bungkuk yang mengatakan bahwa ia membawa sandalnya karena di jaman Nabi saww ada orang syi’ah mencuri sandal. Lalu ulama syi’ah mengatakan bahwa di jaman Nabi saww tidak ada syi’ah. Ini jelas jawaban syi’ah ala khayalan si Ilham. Karena jangankan di hadits- hadits syi’ah, di hadits-hadits sunnipun dinyatakan bahwa kata-kata syi’ah itu, pertama kali dikatakan oleh Nabi saww Saya sering kali menukil hadits-hadits sunni ini, misalnya: 
  • 2-a- Rasul saww bersabda +/-: (a): “ Engkau (Ali) dan syi’ahmu (pengikutmu) mendatangiku di telaga (di akhirat)”, dan yang semacamnya (al-Majma’ dari Thabari: 9:131; Kunuzu al- Haqoiq 188; al-Isti’ab2:457; Mustadrak 3:136; Tarikh Baghdad 12:289; al-Shawaiqu al- Muhriqoh 66;). 
  • 2-b- Rasul saww bersabda: “ Engkau (Ali) dan syi’ahmu di surga.”, dan semacamnya (Hilyatu al-Auliya’ 4:329; e): Tarikh Baghdad, 12:289, 358; Majma’ 9:173 dari Abu Hurairah; al- Shawaiqu al-Muhriqoh 96; al-Ryadhu al-Nadhrah karya Thabari 2:209; Kanzu al-‘Ummal, 2:218; al-Muntukakhob min Shehhatu al-Sittah 257;). 
  • 2-c- Rasul saww bersabda: “Mereka adalah kamu -Ali- dan syi’ahmu.” ketika menjelaskan khairu al-bariyyah (paling bagusnya manusia QS: 98:7). (Lihat di: Syawahidu al-Tanzil 2:356-366 hadits ke: 1125 – 1149; al-Shawaiqu al-Muhriqoh 96; Tafsir al-Durru al-Mantsur 6:379; Tafsir Thabari, 30:146; dan lain-lain). 
Dan banyak lagi kata-kata syi’ah (pengikut) dimana sekitar 200 kata-kata “Syi’ah Ali as” (Pengikut Ali as) yang keluar dari lisan suci Rasul saww dan yang ada di riwayat-riwayat sunni yang mana Nabi saww mengabarkan tentang barbagai hal, seperti Paling afdhalnya manusia, masuk surga, diridhai, yang ...dan seterusnya. Yaitu di kitab-kitab sunni di bagian yang menerangkan sekitar tentang ayat atau kata yang berbunyi “Khairu al-Bariyyah”, “al- Faaizuun”, “Radhiallah ‘Anhum”, yakni dari yang terjangkau saya. Dan diantaranya seperti kitab-kitab: Tafsir al-Durru al-Mantsur; Tafsir al-Muharriru al-Wajiz; Tafsir al-Alusiy; Tafsir Thabari; Tafsir Haqqu; Tafsir Ruhu al-Ma’ani; Tafsir Fathhu al-Qodir; Bashairu al-Tamyiz; al-Shawaiqu al-Muhriqoh; al-Muntukaqa; Nazhmu Durari … dan seterusnya. 

3- Dengan semua penjelasan itu, maka jelas bahwa Pengasas dan pendiri syi’ah Ahlulbait yang makshum, adalah Allah melalui kenjeng Nabi saww. Karena itulah, maka keterlaluan sekali khayalan si Ilham yang mengatakan bahwa di jaman Nabi saww tidak ada syi’ah, sementara Nabi saww sendiri mengatakan bahwa syi’ah Ali as (Ahlubait as) adalah yang akan selamat dan akan mendatangi beliau di telaga yang berada di surga, atau syi’ah itu paling afdhalnya manusia, atau yang akan selamat ...dan seterusnya. seperti yang hadits-haditsnya sudah dinukilkan di atas. 

4- CERITA YANG SEBENARNYA

Sebenarnya, siapapun pengarang cerita di atas itu, mau meniru kejadian sejarah masuknya raja Iran yang masuk syi’ah yang tadinya sunni. Si pengarang itu sakit hati, hingga mengarang apa yang dinukilkan si Ilham itu. 

Suatu jaman Iran dipimpin oleh raja sunni yang bernama Sulthaan Muhammad Khudaabandeh. Ia merupakan raja ke 11 dari silsilah Ilkhaaniyaan yang masuk syi’ah di tangan ‘Allaamah al- Hilliy di tahun 709 H. 

Sejarah ini ada di setiap kitab sejarah dan kitab ulama yang menerangkan tentang Iran dan kerajaan-kerajaan Islam yang ada di sana. Suatu hari sang raja, karena emosi, mencerai istrinya tiga kali sekaligus. Setelah, marahnya hilang, ia sedih. Karena ia tidak bisa kembali lagi ke istrinya tanpa dikawinkan dulu dengan orang lain dan orang lain itu mencerainya atau mati. Sebagaimana maklum ketika istri dicerai tiga kali, maka suaminya tidak boleh kembali lagi kecuali kalau istrinya itu kawin dengan orang lain dan menjadi janda setelah itu (baik dicerai atau ditinggal mati suami barunya itu). 

Akhirnya ia memanggil semua ulama 4 madzhab sunni yang merupakan mayoritas madzhab yang dianut di Iran kala itu. Semua ulama madzhab sunni, karna ikut Umar dalam tiga kali cerai dalam satu majils ini, maka mereka semua mengatakan bahwa memanglah harus dikawinkan dulu dengan orang lain dan baru setelah cerai maka bisa kembali lagi, karena cerainya itu sudah dikatakan cerai Baain sebagaimana ditentukan di fikih. 

Sebagaimana dimaklumi dalam sejarah cerai tiga kali sekaligus ini, adalah ciptaan Umar bin Khathab ketika jadi khalifah. Dengan tujuan supaya para suami tidak gampang-gampang mengucapkan cerai ketika marah. Padahal, di Qur'an, diwajibkan adanya 2 orang saksi adil kalau mau cerai (QS: 65: 2). Begitu pula, cerai tiga kali ini dimana suami tidak bisa lagi rujuk kecuali kalau istrinya sudah kawin lagi dengan orang lain dan menjadi janda setelah itu, dan dimana diistilahkan sebagai “Cerai Baain”, harus diselangi dengan rujuk sang suami yang menceraikannya dalam setiap kali cerai. Artinya, cerai pertama harus ada rujuk dulu dari suaminya sebelum iddahnya habis. SEtelah rujuk, kalau cerai lagi, maka bisa lagi rujuk sebelum iddahnya habis. Tapi cerai ke tiga, maka tidak boleh lagi rujuk dan harus menunggu istrinya kawin dengan orang lain dan menjadi janda, baru setelah itu ia bisa kawin lagi dengannya (bukan rujuk yang tidak pakai aqad nikah). 

Karena si Sulthaan ini pusing, maka tanya-tanya lagi ke penasehatnya apakah masih ada lagi golongan lain dari Islam yang bisa ditanyai pendapatnya. Akhirnya dipresentasikannyalah sang ‘Allaamah al-Hilliy ra yang merupakan orang alim syi’ah kala itu. 

Ketika beliau ra diundang untuk dipertemukan dengan para ulama sunni itu, maka terjadilah peristiwa membawa sandalnya di jepitan ketiaknya itu. 

Ketika ditanya mengapa beliau ra membawa sandal, ia berkata takut dicuri sunni, karena dulu sandal Nabi saww dicuri Abu Hanifah (imam madzhab sunni Hanafiah). Sang ulama Hanafiah yang sudah datang duluan itu marah-marah dengan mengatakan “Tidak mungkin Abu Hanifah mencuri sandal Nabi saww karena ia belum lahir kala itu.” ‘Allaamah Hilli ra mengatakan: “Oh saya salah, yang benar dicuri Ahmad Bin Hanbal (imam madzhab sunni Hanbaliah).” Karuan saja ulama yang dari madzhab sunni Hanbali marah-marah dan berucap seperti yang dikatakan ulama sunni Hanafiah itu. Begitu seterusnya ‘Alaamah Hilli menyebutkan satu persatu dua imam lainnya dari imam madzhab sunni, yakni imam Maalik dan Syaafi’ii yang sudah tentu diiringi dengan kemarahan mereka dan pengulangan dalil ulama pertama yang mewakili Hanafiah itu. 

Akhirnya ‘Allaamah Hilli mengatakan kepada Raja

“Nah, itulah raja, mereka telah mengatakannya sendiri bahwa mereka telah mengikuti imam yang tidak pernah melihat Nabi saww. Bid’ah apa ini hingga mereka mengatakan bahwa 4 orang imam itu yang harus diikuti hingga kalau ada orang lain yang lebih alimpun kalau berfatwa beda dengan mereka maka tidak diikutinya? Sementara kami orang-orang syi’ah, berimam kepada imam Ali as yang merupakan jiwa Nabi saww sendiri dan saudaranya serta washinya.” 

Setelah itu sang Sulthaan bertanya: “....apakah talaq tiga dalam satu majlis itu telah jatuh talaq tiga? 

‘Allaamah Hilli bertanya: “Apakah ada saksinya waktu itu? ” Sulthaan menajawab: “Tidak.” 

‘Allamah berkata: “Kalau begitu talaq Anda batal karena tidak memenuhi syarat.” dan seterusnya. 

Akhirnya Sulthaan menyuruh ‘Allamah Hili ra untuk berdiskusi dengan mereka berempat. 

Akhir sejarah, sang Sulthaan masuk syi’ah dan sejak saat itulah maka syi’ah di Iran menjadi tumbuh kembali dan akhirnya menjadi mayoritas di Iran. 

Saya mungkin tidak akan masuk lagi dalam diskusi ini, ‘Allaahu A’lam. Semoga saja catatan kecil ini bermamfaat bagi semuanya. 

Wassalam.



اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وآلِ مُحَمَّدٍ وعَجِّلْ فَرَجَهُمْ

Minggu, 09 Desember 2018

Pesawat Tempur Terbaru Iran

PESAWAT TEMPUR TERBARU IRAN
QAAHIREH 313


( PERKASA 313 ) 

Mampu terbang dengan sangat rendah dan tetap dalam kecepatan tinggi serta bisa landing di atas landingan pendek.



by Sinar Agama (Notes) on Saturday, February 2, 2013 at 1:04 pm




Yosep Kurnia Pratama and 64 others like this. Willy Dozan: Hebat,,

Ammar Dalil Gisting: Luar biasa..! Mantaaap...!!

Rosmaladewi: Alhamdulillah..

Ki Shantang: IRAN WALAU KUAT TIDAK MAU JUAL DULUAN BUKAN NISTA MAJA UTAMA TAPI RAHMATAN L A “ISLAM”

Ki Shantang: KESADARAN DAN CINTA HIDUP BERSATU DENGAN SANG KEKASIH YU’ KITA SHALAWAT.....

Ki Shantang: THE SUPER POWER TAPI BAIK TIDAK SOMBONG ANTI KEJAHATAN

Ali Rajali: Iran kini sebaris negara-negara maju dunia dan Iran akan terus di hadapan bersama al imam al Mahdî ä’s shalawat; Ällah hummä shölli äla Muhammad waäli Muhammad waäjjil farojahom ä›s.

Daris Asgar: Ällah hummä shölli äla Muhammad waäli Muhammad waäjjil farojahum.

Zaqee Habsee اَللّهُمَّ صَلِّ عَلى مُحَمَّد وَآلِ مُحَمَّد وعجل فرجهم

Akmaludin Fajri: Alhamdulillah, Allahuakbar.

Lordd Erlan: Iran kalah perang dan hancur (karena tidak didukung negeri-negeri muslim lainnya) baru deh imam Mahdi muncul.

Edo Saputra: Iran adalah satu satunya negara islam, yang meyakini shoibul zaman / khalifah fiil ardy..Mustahil tsuma mustahil Iran di kalakan kaum zionis.

Sinar Agama: Salam dan terimakasih semua jempol dan komentar-komentarnya.

Sinar Agama: Erlan: saya tidak mengerti apa maksudmu, tapi kalau yang dimaksud adalah bahwa Iran kalah perang, maka ana merasa aneh. Karena dimana Iran pernah kalah perang?

Sinar Agama: Teman-teman mungkin ada yang tidak mengerti kelebihan bisa terbang rendah. Perlu diketahui bahwa radar, biasanya tidak bisa menangkap pesawat yang terbang di bawah ketinggian 500 meter. Karena itu, bisa terbang rendah dengan kecepatan tinggi dan kelincahan terbang walau dengan membawa bom-bom yang biasanya sangat berat itu, merupakan salah satu kelebihan pesawat tempur.

Ali Rajali: Ustadz nmpaknya Erfan tuh baru bangun tidur la heh heh.

Hanif Ali: @erlan : Dulu ungkapan sirik tanda tak mampu pernah ada. dengan perubahan zaman, ungkapan itu pun ikut berevolusi. SIRIK TANDA TAK BERPENDIDIKAN.

Lordd Erlan: Jangan gitu dunk, damai aja lah.. Maksud ane, bisa jadi nanti Iran benar-benar perang lawan semua negara pro zionis (Arab bisa termasuk). Nah pas nanti hampir putus asa/ kalah, barulah turun sang imam. IMHO. Wallahu alam ..

Edo Saputra: Hiduup Iran, jaya jayalah terus wahai negara shoibul jaman...! Mampus syaithan besar..! Mampus Israel...!

Sinar Agama: Erfan: Kalau main kalau-kalauan, maka akan lupa tanggung jawab hari ini. Apalagi kalau mengkalaukan kerja besar orang atau negara lain yang sudah terlalu ke depan hingga tidak bisa kita kejar dengan khayalan kita sekalipun, maka kita sendiri yang akan rugi.

Biarlah novel antum yang antum lukis dalam pikiran antum dengan pengkalauan itu, berhenti di situ saja dan jangan diteruskan supaya antum dapat melihat diri antum, lingkungan dan negara kita ini dan, berbuat maksimal untuk diri kita di dunia ini dan akhirat kelak. Selamat berjuang lahir-batin.

Sukaenah Azzahro:  اَللّهُمَّ صَلِّ عَلى مُحَمَّد وَآلِ مُحَمَّد وعجل فرجهم

Edo Saputra: Berani meluncurkan satu tembakan ke negara islam Iran, akan di balas sembilan kali lipat tembakan rudal Iran (rahbar). Hidup iran. Jaya jaya lah terus. Mampus syaithan besar... mampus Israel..!

Edo Saputra: Mayoritas penduduk di negeri islam Iran, bermadzhab ahlulbayt, dan perjuangan mereka jelas!memerangi kaum penindas yang haus dengan kekuasaan. Mampus zionis..!!

Ibra Hendoone: Bisa terbang rendah itu bukan berarti tidak bisa terbang tinggi . Jet tempur modern biasanya sulit untuk terbang rendah. Nah salah satu kelebihan QAHER-313 bisa terbang rendah.

Ibra Hendoone: Sebagai umat islam apapun madzhabnya harus bangga dengan pencapaian tinggi Republik Islam Iran dalam meraih teknologi mutakhir hingga sejajar dengan negara barat yang maju.

Ibra Hendoone: Menciptakan jet tempur Siluman Super canggih ini menggunakan teknologi yang sangat rumit.

Komar Komarudin: Allah humma sholli Ala Muhammad Wa Ali Muhammad

Ibra Hendoone: Bayangkan jika pecah perang. Lalu Iran Mengirim QAHER-313 ke Israel dengan membawa Rudal QASHED (BOM PINTAR) di dua sayapnya. Bagaimana guncangnya jantung Israhell?

Ibra Hendoone: Ustadz nuruddin, harga pesawat itu berapa?

Sinar Agama: Usquut, uwwwah ana tidak tahu harganya berapa, yang jelasnya ia lincah untuk menghindari radar dan bisa tetap dengan membawa bom-bom berat. Kita tidak suka perang, tapi lebih tidak suka dijajah dan dipermainkan.

Ibra Hendoone: Wah... hebat. Bisa buat bawa pria ber igal di sayapnya.

Pakmazomzoer Abu Fatih Assawity: Kapan mau buat serang Yahudi?

Khommar Rudinاَللّهُمَّ صَلِّ عَلى مُحَمَّد وَآلِ مُحَمَّد وعجل فرجهم

Sinar Agama: P.A.F.A: Kalau serang sekarang, sudah tentu Indonesia dan semua negara muslim lainnya akan menyerang Iran. Karena akan dipakai Amerika dan Israel melalui majlis PBB dan akan menggunakan tentara PBB dimana semua muslimin ada di situ di samping kafirin. By the way, serangan yang mungkin yang bisa dilakukan, seperti memberikan teknologi roket yang kemarin hanya dengan 3 hari sudah bisa mengalahkan serangan Israel.

Karena itu, serangan fisik itu harus diimbangi dengan serangan diplomatik. Kalau seperti Indonesia dan negara-negara muslim lainnya (bukan negara Islam), masih tunduk pada PBB dan takut pada Amerika dan tidak mengecam habis-habisan pendudukan Israel terhadap Palestina, malah berhubungan bisnis dengan Israel (seperti membeli pesawat mata-mata sesuai informasti Liputan6 beberapa tahun lalu), maka sudah pasti serangan fisik itu akan semakin sulit dilakukan.

Itulah gunanya hubungan-hubungan itu, hingga apapun kecaman dan hinaan yang kita atau Iran lakukan terhadap Israel, tetap saja Israel cengengesan dan merasa aman di Palestina. Karena ketika kebanyakan negara muslim masih taat pada PBB dan berhubungan dengan Israel, maka apapun yang mengancam Israel, dengan sendiri sudah menjadi tertepis. Karena negara manapun tidak akan sanggup melawan seluruh dunia yang diorganisir di PBB dengan semua tentara gabungan seluruh dunia itu.

Itulah mengapa kecaman pada Israel di setiap masa, setidaknya tiap juma’at akhir bulan Ramadhan, harus dibudayakan hingga negara kita, pemerintahan kita dan negara-negara lainnya, suatu saat memutus hubungan secara total dengan Israel dan bersama-sama bergandeng tangan untuk mengusir israel dari Pelestina.

Jadi, sebelum kita membuat pemerintahan masing-masing negara mengecam secara sempurna Israel dan bergandengan tangan untuk membuat keputusan di PBB untuk mengusir Israel dari Palestina, dan membuat keputusan itu tidak bisa dirobohkan dengan Veto-nya Amerika dan antek-antek lainnya, maka meminta Iran menyerang Israel, sama dengan meminta Iran untuk berperang melawan kita sendiri.

Memang masih tersisa jalan-jalan kecil yang rumit yang, tentu saja, perlu waktu dan kesabaran, seperti pemberian roket dan teknologinya itu kepada Palestina hingga mereka sendiri yang mengusir Israel dengan perkasa. Nah, kita sementara ini berusaha memperkasakan Palestina, karena kalau Palestina yang mengusir Israel, maka Israel dan Amerika akan sulit untuk campur tangan sekalipun mau menggunakan PBB dan tentara PBB-nya.

Satu lagi: Kalau kita untuk turun ke jalan melakukan demo damai untuk memprotes pendudukan Israel terhadap Palestina saja sudah enggan dan malas-malasan, begitu pula malas untuk mengecam Israel dalam setiap kesempatan, begitu pula enggan membantu Palestina dengan harta dan apapun kemampuan, maka meminta Iran menyerang Israel sama dengan meresmikan kita untuk jadi PENONTON perjuangan, sementara kita ingin masuk surga yang diinginkan para pejuang seperti Iran itu.

February 6 at 10:45pm



اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وآلِ مُحَمَّدٍ وعَجِّلْ فَرَجَهُمْ

Sabtu, 01 Desember 2018

Hukum Menegakkan Negara Islam



Jajang Kl mengirim ke Sinar Agama
by Sinar Agama on Saturday, January 5, 2013 at 3:26 pm


Jajang Kl mengirim ke Sinar Agama: 2 November 2012 
Salam Ustadz, semoga sehat sehat aja. Maaf mau tanya. 
  1. Apakah hukumnya menegakkan negara Islam di negeri sendiri, merupakan kewajiban fardu ain bagi setiap muslim?
  2. Bagaimana proses penegakkannya menurut ajaran AB , apa dibutuhkan figur seperti ayatullah yang ada di Iran atau independen negeri sendiri?
  3. Bagaimana hukumnya orang muslim yang enggan menegakkan negara Islam menurut madz- hab jafari? 
Sang Pencinta: Hukum Menegakkan Negara Islam dan Kepemimpinan Tunggal Dunia, Oleh Ustadz Sinar Agama : http://www.facebook.com/groups/210570692321068/doc/354008774643925/

Sang Pencinta: Melanggar Peraturan di Negara Islam dan Non Islam Oleh Ustadz Sinar Agama: http://www.facebook.com/groups/210570692321068/doc/326183390759797/

Sang Pencinta: Syarat-Syarat Seseorang Menjadi Pemimpin/Imam Negara Oleh Ustadz Sinar Agama: http://www.facebook.com/groups/210570692321068/doc/331117046933098/

Sinar Agama: Salam dan terimakasih pertanyaannya: 

1- Mengimani ajaran Islam sepenuhnya, merupakan kewajiban aini bagi setiap muslim. Akan tetapi, tidak boleh membuat pemaksaan kepada muslimin yang tidak meyakini agama Tuhannya secara menyeluruh ini, apalagi kepada selain muslim (la iqraaha fi al-diin), selama di dunia ini. 

2- Apapun bentuk dan jalannya selama berhubungan dengan mujtahid (baca: wilayatulfaqih), maka diperkenankan. Tapi tetap harus ingat bahwa tidak boleh ada paksaan. Hizbullah Libanon yang merupakan anak yang sah dari hizbullah Iran, sekalipun mereka sudah berjasa mengusir Israel sekalipun dan senjata tetap di tangan, tetap saja tidak boleh memaksakan negara Islam kepada penduduk Libanon. 

3- Meyakini dan membela Agama Islam yang Kaaffah dan menyeluruh itu bukan hanya kewajiban Syi’ah, tapi kewajiban semua kaum muslimin dengan seluruh madzhab dan pemikiran- nya.

Wassalam


اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وآلِ مُحَمَّدٍ وعَجِّلْ فَرَجَهُمْ

Minggu, 25 November 2018

Dua Keta’ajjuban



Seri status Sinar Agama
by Sinar Agama (Notes) on Sunday, December 23, 2012 at 10:27 am

Sinar Agama: 13 Oktober 2012, Bismillaah: Dua Keta’ajjuban Dengan Makna Berbeda

  1. Pesawat mata-mata Hizbullah dapat berkeliling di Israel dalam jarak ratusan km, sementara Israel dikenal kuat pertahanan radarnya dan, terlebih lagi radar pertahanan NATO ada di sana. Akhirnya, setelah menyelesaikan tugas memotret tempat-tempat strategis Israel dan mengirimkan foto-fotonya ke markas Hizbullah di Libanon, salah satu dari pesawat tanpa awak itu ditembak oleh pesawat tempur Israel. Artinya, tidak dijatuhkan oleh rudal pertahanan- radar yang menjaga perbatasan. Akhirnya, GEGER. Terlebih operasi itu ditayangkan di TV al-Manaar milik Hizbullah. Lebih geger lagi, ketika Sayyid Hasan Nashrullah mengumumkan bahwa pesawat tersebut bukan buatan Rusia (seperti yang dikira dunia sebelumnya), akan tetapi pesawat buatan Hizbullah sendiri yang melicense teknologi Iran di mana onderdilnya juga didatangkan dari Iran. Yang ini, heran bermakna kagum. 
  2. Setelah Persatuan Eropa menghancurkan Libya dan membantai rakyatnya serta menyedot minyaknya; setelah Eropa saling menghancurkan ekonominya (seperti Yunan yang salah satu korbannya); setelah para kawula muda Eropa berdarah-darah di jalanan dipukuli para polisi hanya karena menuntut agar mereka tidak diwajibkan mengecilkan perutnya untuk menjaga tidak bangkrutnya perusahaan-perusahaan para konglomerat; setelah mereka menghancurkan umatnya sendiri dimana sudah setahunan ini demo-demo di Eropa tidak pernah berhenti; setelah Eropa menjajah Afghanistan; setelah Inggris sendiri sudah puluhan tahun -sampai sekarang- menjajah Irlandia; setelah pemerintahan kerajaan Inggris yang tentu anarkis non demokratis dan yang sudah ratusan tahun berkuasa itu didemo rakyatnya yang meminta demokrasi; setelah dan setelah ....., masih juga diberikan hadiah nobel yang subyeknya tidak tanggung-tanggung, yaitu HADIAH PERDAMAIAN. Yang ini, heran bermakna aneh atau raksyih. 

Rahmat Jaka Umbaran, Sirol Mufham, Muhammad Abdul Aziz dan 97 lainnya menyukai ini. 

Bara Mulya: Semoga Allah swt selalu mencurahkan sholawat kepada baginda Rasulullah saaw beserta keluarganya. 

Abaw Maulana Cakra: Allahumma shalli ala Muhammad wa aali Muhammad. 

Sirol Mufham: Allahumma shalli ala Muhammad wa aali Muhammad. 

Ahmad: Syukron hidup Hizbullah......! Semoga ALLAH SWT selalu memberikan kesehatan kepada Sayyid Hasan Nasrullah........amiin.... Wassalam.


اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وآلِ مُحَمَّدٍ وعَجِّلْ فَرَجَهُمْ

Sabtu, 17 November 2018

Teleskop Dan Hilal



Seri tanya jawab Merah Hitam dengan Sinar Agama
by Sinar Agama (Notes) on Thursday, December 13, 2012 at 11:00 pm


Merah Hitam berbagi album Ayatullah Sayyid Ali Khamenei (ra) : 19 Agustus, (ADA FOTO PARA PENGHILAL IRAN DENGAN TELESKOP-TELESKOPNYA) 

Merah Hitam: ustadz ini lihat bulannya pake teleskop? 

Sinar Agama: Salam, teleskop itu biasanya untuk mempermudah pencarian saja, bukan penentu wujudnya hilal. Di Iran itu, karena negara Islam, yakni mampu dengan biaya besar, malah ada yang pakai pesawat hanya untuk masalah hilal ini. Yakni melihat dari langit. Akan tetapi bukan untuk penentuannya, tapi hanya untuk memudahkan pencarian dan mengabarkan kepada yang di bumi, karena penangkapan bulan tersebut hanya dalam beberapa menit atau bisa detik (dalam kondisi tertentu). Jadi, yang tidak uruf, hanya sebagai pelengkap dan mempercepat penangkapan bulan. 

Afrianto Afri: Ustadz Sinar Agama saya baca dalam fatwa-fatwa Rahbar soal 839 hal 319, penerbit Al huda, disebutkan melihat dengan teleskop dan mata telanjang sama hukumnya dan bisa digunakan dan diakui. 

Sinar Agama: Afri: Di sana dikatakan bahwa kalau penglihatan teleskopnya itu bisa dikatakan melihat bulan secara uruf. Artinya bisa dikategorikan melihat bulan dengan mata. Nah, teleskop yang bisa dikatakan orang-orang umum bahwa ia adalah sama dengan penglihatan mata, berarti yang tidak menembus awan, yang tidak membesarkan yang tidak tampak ..dan seterusnya. Semoga Allah sudi melindungi kita dari kesalahan. Memang, bisa saja maksud beliau hf itu seperti yang antum bayangkan itu, akan tetapi, pemahaman yang wajar dari persyaratan beliau hf sebagaimana bisa dikatakan melihat bulan secara umumnya orang-orang, maka bisa dipahami seperti yang sudah saya terangkan ini. 

Khommar Rudin: Allahumma shalli alaa Muhammad wa aali Muhammad. 

Afrianto Afri: Bagaimana membesarkan yang tidak tampak, apa yang mau dibesarkan. Mana bisa teleskop menembus awan, kan benda kelihatan jika benda itu memancarkan/ memantulkan cahaya, setahu saya sih teleskop adalah alat untuk melihat benda yang jauh agar lebih dekat kelihatannya... sehingga pengamatannya lebih teliti/ detail. 

Sinar Agama: Saya sudah jelas dalam menjelaskan tentang teleskop itu, jadi cukup keterangan di atas. 

Ilustrasi: Suatu hari ada kerumunan tanpak dari kejauhan. Saya mendekatinya. Ternyata orang- orang sedang mengerumuni teleskop dan bergiliran melihat ke langit. Katanya melihat bintang Fulan (saya sudah lupa nama bintang yang disebutkan mereka). Sayapun tertarik mengintipnya. Karena itu saya antri. Sayapun bertanya kepada mereka ”Bintang yang mana yang mesti dilihat”. Maklum banyak bintangnya di langit. Orang-orangpun berkata ”Yang itu”, sambil menunjuk. 

Sayapun langsung mengintip sebab ingin tahu akan membesar seperti apa kalau dilihat dengan teleskop. Sebab saya juga berpandangan seperti yang dikatakan mas Afri itu. Eh saya kaget sekali. Ternyata bintang yang tadi saya lihat dengan mata telanjang itu, tidak bergeming dari sisi besar- kecilnya. 

Sayapun bertanya kepada orang-orang sekitar ”Kok tidak membesar, lalu apa gunanya teleskop ini?” Merekapun menjawab ”Untuk kejernihan.” 

Yang saya tangkap dari hal tersebut adalah bahwa sekalipun teleskop itu bisa untuk mendekatkan akan tetapi kalau untuk benda yang sangat jauh kurang terasa dan tidak beda dengan mata selain di masalah kejernihannya. Memang ketika itu ikat pinggang si bintang bisa nampak dengan teleskopnya itu. Btw dan apapun itu, apa yang dapat kita pahami dari fatwa Fahrbar hf yang membolehkan teleskop itu dengan syarat bisa secara umum dikatakan sebagai ru’yat mata. Jadi, kalau ada teleskop super gede yang dapat membesarkan bulan, maka hal itu kita pahami keluar dari pembolehan beliau hf. 

Sang Pencinta: Afri, teleskop itu bisa untuk memperbesar dan memperkecil, lensanya bisa diset untuk memperjelas objek yang diamati, coba antum lihat aslinya. Nah yang dikatakan ustadz fungsi memperbesar dan memperkecil ini, sehingga teleskop ini tidak bisa digunakan untuk melihat hilal. Antum kalau mengikuti dengan teliti tulisan ustadz dan tidak mengikuti kecenderungan, antum akan mudah memahami esensi tulisannya. 

Afrianto Afri: Kalau tidak bisa mendekatkan/ memperbesar bukan teleskop namenye om, kacamata saja berfungsi seperti itu. Fatwa rahbar kan jelas itu bahwa teleskop dihukumi sama dengan mata telanjang. Jika diharuskan tidak memperbesar itu bukan teleskop namenye tapi botol .. 

Sang Pencinta: Awalnya antum mengajukan fatwa Rahbar ke Ustadz terkait teleskop, lalu ustadz menjelaskan dan antum menolaknya sesuai kecenderungan antum, ini namanya mbulet. Mas Afri, coba antum liat Ajwibah Istita’at no 835, Pengambilan gambar hilal dengan menggunakan alat komputer dan sarana semacamnya yang TIDAK DAPAT DIPASTIKAN SEBAGAI PERBUATAN RUKYAT(melihat) adalah BERMASALAH (ISYKAL). Ustadz sudah menjelaskan detail di atas. 

Sang Pencinta: Asdedpn Ferskadn Iran lebaran menurut info di metro tv jatuh hari senin. 

Sinar Agama: Asddpn: Tidak, pada jam sekitar 24.00 sudah diumumkan lebaran juga. Itu tandanya sulitnya melihat bulan di sana seperti di Indonesia. Padahal Rahbar hf sudah mengutus petugas- petugas di sana ke 180 titik strategis dan di sana bukan daerah mendung dan pegunungan (karena padang pasir kecuali di beberapa daerah utara). Tapi dari sekian ratus orang di 180 titik itu, ada yang dapat melihat bulan dan memenuhi syarat fikih. Karena itu, pengumumannya tertunda sampai jam sekitar 24.00 jam setempat. Saya kemarin belasan jam mencoba dengan seluruh keterbatasan ini, mencari informasi dalam dan luar negeri untuk mendapat keyakinan, tapi sampai shubuh waktu Indonesia dan bahkan sampai saat sekarangpun belum bisa meyakini informasi yang ada. Dan karena hal ini kembali kepada masing-masing mukallaf, yaitu untuk meyakini informasi yang ada yang tidak muttafakun ‘alaihi dari sisi cara ru’yat, kondisi peru’yat ...dan seterusnya..., maka yang sangat lemah dan banyak kekurangan ini, tidak mampu lagi membantu memudahkan antum kecuali dengan menganjurkan puasa (karena itulah memang kewajiban hari syak) dan/ atau lari ke batas musafir (kalau belum zhuhur). Afwan banget deh ya ... mohon maaf dan mohon doanya. 

Wassalam.


اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وآلِ مُحَمَّدٍ وعَجِّلْ فَرَجَهُمْ