Tampilkan postingan dengan label Aqad Nikah. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Aqad Nikah. Tampilkan semua postingan

Jumat, 06 Desember 2019

Shighat Aqad-Nikah



Seri tanya jawab Sang Pencinta dengan Sinar Agama October 25, 2013 at 2:53 pm


Sang Pencinta: (10-4-2013) Salam, ini pertanyaan di berlangganan, assalamu alaikum wr wb. afwan ustadz, sekaitan dengan tulisan antum ini. Ada 2 hal yang perlu kami ketahui:

  • 1. Mengenai sighah/formula aqad nikah, bagaimanakah bacaan ijab-kabul dalam bahasa arabnya?
  • 2. Mohon dituliskan teks khutbah nikah (secara lengkap) yang meliputi hal-hal yang antum sebutkan itu?

Sebelumnya kami ucapkan terima kasih. Semoga Allah melimpahkan rahmat-Nya kepada antum, amiiin ya Rabbal ‘alamin...! — bersama Ibnu Ahmad Khan dan Sinar Agama.

Indah Kurniawati, Ibnu Ahmad Khan, Zahra Herawati Kadarman dan 16 lainnya menyukai ini.

Astra Jingga: Belajar ah.

Kiran Haniyah Hussaina: Salam,,, ikut nyimak akh,, Syukron.

Ibnu Ahmad Khan: Sang Pecinta: itu memang pertanyaan ana ke ustadz.SA. Syukran akhi...

Perlu ana sampaikan, untuk yang no 2, ustadz udah menuliskannya. Kalo ga salah lewat inbox. Belum ana hapus. Tapi kalau beliau mau jawab lagi di sini ga apa-apa. Terus untuk yang no 1 ustadz belum menjawabnya. Afwan wa syukran.

HenNy Chie-Cwityy: Salam ikut nyimak ya ustadz:)

Yayan Iyay: Ngilmu ah..

Dealova Zahra: Nyimak.

Sinar Agama: Salam dan terima kasih pertanyaannya:

Sebagaimana maklum, wanita yang mau kawin dan ia belum janda (sekalipun tidak perawan karena zina misalnya), yaitu yang belum pernah kawin dengan benar dan dikumpuli setelah itu lalu cerai dengan benar atau ditinggal mati suaminya, maka wajib ijin dulu kepada walinya dengan jelas dan tidak basa basi. Jadi, harus diterangkan siapa calon suaminya, berapa maskawinnya, tanggal berapa kawinnya dan kalau mut’ah juga dijelaskan tanggal berapa berakhirnya. Kalau sudah dapat ijin dengan jelas dan bukan diplomatik, dan terjelaskan juga kawin apa, maka boleh melakukan aqad nikah. Tidak boleh seseorang hanya mengatakan bahwa ia ingin kawin dengan putrinya, lalu setelah direstui, langsung kawin mut’ah atau daim. Karena belum dijelaskan tanggal kawin dan/atau juga berakhirnya. Karena yang dipahami calon mertuanya itu adalah kawin nanti setelah pinangan dan kawin di KUA sebagaimana umumnya. Jadi, memahami ijin seperti ini, kepada kawin sesuka-suka baik dari sisi tanggal kawin atau dari jenis kawin (mut’ah atau daim), adalah jelas-jelas membuat dirinya lebih jahat dari syaithan dan, sudah tentu kawinnya menjadi batal.

Kalau sudah diijinkan dengan jelas itu, maka boleh melangsungkan perkawinannya dimana saja, baik dihadiri walinya itu atau tidak. Karena yang penting adalah ijinnya. Baik juga ada saksi atau tidak. Karena saksi kawin itu hanya sunnah.

Setelah dapat ijin jelas itu, dan menentukan maskawinnya, maka si perempuan mengucapkan dengan bahasa arab yang dipahaminya terlebih dahulu dan memaksudkan maknanya itu:

Zawwajtuka nafsiy (nafsii) ‘alaa al-mahri al-ma’luum” (“Kukawinkan diriku kepadamu dengan maskawin yang sudah ditentukan”)

Lalu yang lelaki mengucap dengan bahasa arab yang juga harus dipahaminya terlebih dahulu dan memaksudkan maknanya:

Qobiltu” (“Aku terima”).

Kalau kawin mut’ah, maka setelah dapat ijin dengan jelas dari walinya itu dan sudah menentukan maskawin dan waktunya, maka wanita membaca dengan bahasa arab kalimat berikut ini setelah dipahami terlebih dahulu maknanya dan memaksudkan maknanya:

Zawwajtuka nafsiy (nafsii) ‘alaa al-mahri al-ma’luumi wa fiy (fii) al-muddati al-ma’luumati” (“Kukawinkan diriku kepadamu dengan maskawin yang sudah disepakati dan dalam waktu yang sudah disepakati”).

Dan lelakinya mengucap dengan bahasa arab yang sebelumnya dipahami terlebih dahulu maknanya dan memaksudkan maknanya:

Qobiltu” (“Aku terima”).



Kiran Haniyah Hussaina: Syukron,,, ilmuna Ustadz Sinar Agama,,

Ibnu Ahmad Khan: Sinar Agama: Ustadz, ana ucapkan syukran katsiran atas penjelasan gamblangnya... Semoga Allah swt memanjangkan dan memberkahi umur antum, amiin ya Rabb!

Ibnu Ahmad Khan: Sinar Agama: oya ustadz, afwan, kalo pengantin perempuannya diwakilkan, sighah ijab-kabul dalam bahasa arabnya bagaimana (nikah da’im dan mut’ah)?

Sinar Agama: Ibnu: Pewakilan itu harus diucapkan dulu oleh si istri, atau minimal menjawab “iya” dikala wakilnya bertanya kepadanya. Tapi harus jelas. Pertama tentukan dulu maskawinnya, lalu berkata, misalnya:

“Apakah saya wakil Anda untuk mengawinkan Anda dengan saudara Fulan/nama, secara daim dengan maskawin yang sudah disepakati tadi??”

Lalu yang calon pengantinnya harus menjawab dengan suara, minimalnya: “Iya”. Baru setelah itu wakilnya mengucapkan kepada pengantin lakinya, misalnya: 

Zawwajtuka muwakkilatiy (muwakkilatii) Fulaanah/nama ‘alaa al-mahri al-ma’luum
(“Kukawinkan wakilku yang bernama “......” kepada Anda dengan maskawin yang sudah ditentukan”) 

Dan lelakinya menjawab:

Qobiltu” (“Aku terima”).


Siti Ruqoyah: ٍاَللَُّهَّم َص ِّل َعلَى ُم َحَّمٍد َو آِل ُم َحَّمٍد 

Ibnu Ahmad Khan: Sinar Agama: Syukran katsiran atas penjelasannya ustadz... Allahu yubarikukum!

Wassalam.



اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وآلِ مُحَمَّدٍ وعَجِّلْ فَرَجَهُمْ