Tampilkan postingan dengan label Syi'ah. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Syi'ah. Tampilkan semua postingan

Minggu, 28 Maret 2021

Tata Cara Pernikahan Dalam Ajaran Syi’ah


Oleh Ustadz Sinar Agama http://www.facebook.com/groups/210570692321068/doc/326160654095404/ Oleh Anggelia Sulqani Zahra pada 4 Februari 2012 pukul 23:00


Sang Pecinta: Salam ustadz, tata cara nikah Syiah dengan Sunni berbeda? Bagaimana kalau sepasang orang tua tidak mengizinkan mengikuti menikah dengan cara Syiah? Terus bagaimana kalau orang tua tidak merestui hijrahnya seorang anak ke AB? Terimakasih.

Senin, 12 Oktober 2020

Metode Mempelajari Syi’ah


Oleh Ustadz Sinar Agama http://www.facebook.com/groups/210570692321068/doc/275886809122789/ Oleh Anggelia Sulqani Zahra pada 14 November 2011 pukul 22:53


Hidayatul Ilahi: Salam ustadz, semoga ustadz dan keluarga senantiasa dalam keberkahan.

Saya syiah sekitar 1 tahun ini, ustadz. Selama ini saya kebanyakan hanya belajar dari media buku dan media internet. Saya ingin belajar menurut jalur yang seharusnya. Belajar seperti layaknya gelas kosong, tapi saya tidak tahu harus mulai dari mana. Apa yang seharusnya saya lakukan, ustadz?

Mohon bimbingan, ustadz. Semoga ustadz mau membimgbing saya menurut yang memang sudah seharusnya saya lakukan. Terimakasih, ustadz.

Jumat, 14 Agustus 2020

Imam Husain as Memandikan dan Mengafani Imam Mahdi as ??!


Seri jawaban terhadap serangan akun bernama Kitab Syi’ah, oleh Sinar Agama http://www.facebook.com/groups/210570692321068/doc/254523184592485/ by Sinar Agama (Notes) on Monday, September 26, 2011 at 4:17am


Kitab Syiah: Tentang IMAM HUSSEIN AKAN MENGAFANI DAN MENYOLATKAN JENAZAH IMAM MAHDI????????

Fatwa tentang Imam ke 12 Al Mahdi oleh Ayatullah al Roohani:

http://www.istefta.com/question/6029

Foto Dinding

Saneskulon Saneswetan Freedomandirindependen: Alhamdulillah yah, sesuatu...

Abid Ikhwan: Itu kan ciri khas mereka...

Vaza Arrokhim: Tapi soal bohong ga da kapok’y... Syiah emang anjing..

Ghulam Ali Akhbar: KitabSyi’ah@ afwan sebelumnya yang di paparkan di situs ini kitab Syi’ah apa Sunni?

Vaza Arrokhim: minta ijinnya akhi buat tag semua tautan yang ada di akun ini ke teman-teman... Syukron...

Kitab Syiah: Dari situs syiah.

Nabi saww Lebih Kecil Dari Nyamuk ??!?


seri Menjawab Serangan Kitab Syi’ah oleh Sinar Agama http://www.facebook.com/groups/210570692321068/doc/254522774592526/ by Sinar Agama (Notes) on Monday, September 26, 2011 at 4:25am


Kitab Syiah: Tafsir al Qummi 1/48, cetakan Beirut Lebanon.

Imam Shadiq (as) berkata: Maka Allah yang paling tinggi mengatakan: Sesungguhnya Allah tidak malu untuk menyajikan contoh - yang dari nyamuk atau yang lebih kecil dari itu) Al Shadiq berkata: Ayah saya mengatakan kepada saya bahwa ia mendengar dari al Nudr bin Suwaid dari al Qasam bin Sulaiman dari Khanees Mu’ula bin dari Imam Abu Abdullah saw yang mengatakan: contoh ini disajikan dari Allah untuk Amir Ali saw, jadi nyamuk itu Amir Ali dan ”apa yang lebih kecil dari itu” adalah Nabi saw, dan bukti untuk ini adalah sabdanya (Dan orang-orang yang percaya tahu bahwa itu adalah kebenaran dari Tuhan mereka.) berarti Amir Ali .

Sabtu, 28 Desember 2019

Sekilas Tentang ‘Allaamah Thaba Thabai ra dan Tabarruk


Seri tanya jawab Sang Pencinta dengan Sinar Agama November 2, 2013 at 5:20 pm


Sang Pencinta: (23-4-2013) Salam, Mas Fahmi Husein bertanya, menurut cerita beliau RA (Allamah Thathaba’i) bercelak dengan debu peziarah, dan kepandaian/kejeniusan beliau RA didapat karena dipeluk oleh Imam Zaman AFS? Terimakasih bersama Sinar Agama.


Agoest D. Irawan, Zahra Herawati Kadarman, Yoez Rusnika dan 9 lainnya menyukai ini.


Armeen Nurzam: Menyimak.

Tebe TB: Ikut.

Fahmi Husein: Sang Pencinta; kok fotonya tidak di ikut sertakan? Takdzim.

Yoez Rusnika: Menyimak.

Sinar Agama: Salam dan terimakasih pertanyaannya:

Sepertinya saya sudah pernah menceritakan tentang ‘Allaamah Thaba Thabai ra. Beliau termasuk seorang yang kurang cerdas hingga dalam belajar kitab paling dasar bahasa Arab di hauzah, yaitu al Juruumiyyah, yang biasanya selesai dalam beberapa bulan saja, dipelajarinya dalam tiga tahun dan, itupun belum paham-paham dengan baik. Tapi beliau ra, jangankan dosa, hal-hal yang tidak perlu, juga tidak dilakukan. Setelah sekitar umur 16 tahun (kalau tidak salah ingat), beliau ra memimpikan Nabi saww dan mengeluhkan keadaannya serta minta disyafaati supaya bisa lebih baik. Nabi saww mengatakan bahwa telah membantunya sejak umur 14 tahun (seingatku). Beliau ra pun, mengingat-ngingat apa yang terjadi pada tahun itu. Beliau ra ingat, bahwa tahun itu, tahun pertama beliau ra memakai serban.

Sebagaimana maklum, memakai serban untuk para pelajar agama, biasanya dilakukan melalui peresmian dalam upacara nasihat dan doa oleh para ulama besar.

Hikmah Cerita:

Biasanya guru-guru akhlak sering membawakan cerita hikmah dari para tokoh. Dari cerita beliau ra di atas, biasanya penekanannya kepada menjauhi dosa dan hal-hal yang tidak perlu. Karena itu, dikatakan, sejak kecil ‘Allaamah Thaba Thabai ra, kalau berjalan di jalan, selalu menundukkan kepala supaya tidak menengok dosa dan supaya tidak menengok apapun yang tidak perlu, seperti melihat barang di toko padahal tidak mau membelinya.

Itulah yang dikatakan para pembesar ulama seperti imam Khumaini ra dan ayatullah Jawodi Omuli hf dan yang lainnya, bahwa hati/akal itu harus disehatkan dulu sebelum ditumpahi ilmu agama karena kalau tidak, maka sekalipun mendapatkan ilmu agama, maka akan digunakan untuk jalan dunia, bukan akhirat. Dan, kalau sudah disehatkan, yakni akalnya difungsikan supaya dapat mengontrol daya-daya lainnya seperti khayal, nafsu dan seterusnya, maka ia akan mendapat pertolongan Allah dalam memahami banyak hal dan, akan mendapat kekuatan lebih untuk lebih mengontrol daya-daya ruh lainnya itu.

Jangan Salah Paham:

Dengan semua uraian itu, janganlah memahami cerita ajib atau karamah di Syi’ah, seperti sewaktu kita di Sunni yang mau terbang dengan kemalasan belajar dan hanya bertabarruk dengan ini dan itu lantaran percaya takdir Tuhan atas nasib manusia. Jalan dalam semua karamah dan keajaiban itu, adalah jalan Islam. Tidak lebih. Yaitu, usaha dalam mewujudkan potensi dalam diri dengan taqwa (menjauhi semua dosa dan melakukan semua kewajiban), lalu setelah itu barulah ia layak mendapatkan apapun pertolongan itu. Sementara salah satu jalan taqwa itu, yaitu yang menjauhkan kita dari dosa itu, adalah belajar fikih atau akidah dan mengamalkannya.

Karena itu jiwa tabarruk itu jangan dipahami negatif, yakni datang pada orang yang tidak potensial. Tapi harus dipahami secara positif, yaitu datang pada orang yang potensial. Tentu saja, kalau hanya pahala, maka dengan tabarruk sudah bisa didapatkan. Karena tabarruk itu sudah menandakan keimanan pada yang ditabarruki dan tawadhu padanya serta mencintai yang dicintai Tuhan. Semua ini, sudah cukup mendatangkan pahala. Tapi untuk hajat-hajatnya, seperti pandai, cerdas, taqwa, dan seterusnya harus dilengkapi dengan usaha keras melakukan semua mukaddimah-mukaddimahnya atau prasyarat-prasyaratnya, seperti belajar, menjauhi dosa, dan seterusnya sesuai dengan berbagai ragam hajat yang diinginkan dari tabarruk itu.

KARENA ITU, TABARRUK BUKAN INGIN MEMBUAT MANUSIA MENJADI MALAS. TAPI SEBALIKNYA, INGIN MEMBUATNYA OPTIMIS, BANGKIT DAN MELAMPAI (mencontoh) YANG DITABARRUKI UNTUK MENCAPAI HAJAT-HAJATNYA DI DUNIA INI ATAU DI AKHIRAT KELAK.


Penutup:


Cerita di atas, saya dengar sendiri dari guru akhlak saya walaupun mungkin saya bisa saja salah ingat dalam beberapa rinciannya. Dan, sudah tentu cerita itu tidak menolak adanya cerita lain tentang tabarruk beliau ra itu. Yang penting memahami kejiwaan dari makna tabarruknya.

Tambahan:

Kalau tidak salah ingat, beliau ra, dalam banyak puasanya, berbuka dengan debu yang menempel di maqam dari hdh Faathimah Makshuumah ra yang ada di Qom. Wassalam.


Fahmi Husein: Sinar Agama; Syukron atas penjelasannya, ada juga hubungan Sunni dan Syi’ah dalam cerita beliau RA? Afwan, debu (tanah yang dimaksud?) dalam fiqih Syi’ah tidak haramkah di konsumsi (buat berbuka)? Afwan, atau antum tidak salah dengar mungkin di pakai bercelak?

Sinar Agama: Fahmi: Yang haram itu tanah yang dikatakan tanah. Bukan atom-atom tanah yang tidak terlihat mata tapi hanya terlihat akal yang menempel di maqam kuburan. Karena maqam itu selalu dipegang orang dan diciumi. Jadi tidak pernah terlihat ada debunya. Kalau sampai ada terlihat debu, maka haram dimakan. 

Wassalam.




اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وآلِ مُحَمَّدٍ وعَجِّلْ فَرَجَهُمْ


Jumat, 13 Desember 2019

Hukum Orang Sunni Yang Mau Mut’ah


Seri diskusi Tina Goncharov dengan Sinar Agama October 25, 2013 at 5:30 pm


Tina Goncharov: (15-4-2013) Mut’ah dengan Putri Ulama Syiah menyebabkan Kekal di Neraka Bersama Iblis.


Sebuah Fatwa yang hanya menguntungkan ulama Syiah, dan merugikan awam Syiah dikeluarkan oleh kantor Samahah As-Sayyid Ayatullah Al-UzhmaSistani bertanggal 3/9/1421 H bernomor 333, berikut ini,

Penanya: Bagaimana hukumnya jika saya memut’ah anak Anda dan Anda memut’ah anak saya? Perlu diketahui anak saya telah berusia 6 (enam) tahun.

Jawaban: Mut’ah halal bagiku terhadap siapa saja yang saya mau. Karena saya termasuk Ahlul Bait. Saya punya hak untuk itu. Meskipun anak itu masih kecil, kami akan berikan dia wawasan tentang nikah mut’ah.

Adapun Anda memut’ah anak saya, maka itu tidak boleh! Bahkan ini termasuk dosa besar! Anda kekal di neraka bersama Iblis di Neraka. Dan Andawajib hilangkan pemikiran setan ini dari kepala Anda.

Fatwa oleh Sistani yang egois.

Sadarlah wahai Syiah. Anda cuma diperalat oleh ulama Anda. Para ulama Syiah itu mengambil wanita dan harta Anda lewat ajaran mut’ah dan khumusyang dibuat-buat. Mereka melakukan itu hanya untuk memuaskan hawa nafsu mereka.

(keterangan: Tulisan di atas disertai copy-an surat jawaban ayt Sistani hf yang berisi hal yang dipermasalahkan, sinar agama)


Sinar Agama: Salam dan terimakasih pertanyaannya:

Tulisan itu jelas sekali mbak maksudnya, bukan seperti yang diterjemahkan itu. Apakah mbak ini mengerti bahasa arab atau tidak?

Terjemahan yang benar:

Pertanyaan: “Apa hukumnya aku bermut’ah dengan anak anda.....” (Terjemahan pertanyaannya sudah benar).

Jawab:

“Halal bagiku untuk bermut’ah dengan yang aku mau karena madzhabku adalah Ahlulbait, karena itu aku bisa bermut’ah. Dan kalau dia seorang yang masih kecil, maka dia bisa diberi pengertian tentang kawin mut’ah itu. Akan tetapi terhadap dirimu maka tidak boleh dan hal ini termasuk dosa-dosa besar dan akan dimasukkan ke dalam neraka bersama iblis, karena itu maka hendaknya kamu membuang jauh-jauh pikiran syaitan ini dari akarnya”.

Keterangan (Sinar Agama): Maksudnya (saya tidak akan membahas palsu tidaknya surat di atas, tapi hanya ingin menjelaskan maksudnya kalau surat itu benar-benar ada dan tidak bohong) adalah:

“Halal bagiku untuk bermut’ah dengan yang aku mau (dengan syarat-syarat yang di fikih, seperti kalaupun sudah baligh tapi belum janda maka harus ijin wali-nya dan kalau masih kecil haram dikumpuli walau sudah seijin walinya) karena aku bermazdhab Ahlulbait yang menghalalkan mut’ah. Dan kalau dia anak kecil maka aku akan memberikan pengertian kepadanya, sejauh yang dia pahami karena dari awal tidak bisa dikumpuli walau sudah seijin walinya. Di fikih sudah ditulis, biasanya mut’ah seperti ini dipakai hanya untuk membuat kemuhriman keluarga yang terpaksa tinggal serumah dengan ibu dan nenek si anak itu seperti anak lelaki sepupu yang kos di suatu rumah atau karena miskinnya harus tinggal serumah dengan orang tua yang punya anak perempuan kecil, supaya ibu dan neneknya yang tinggal serumah itu, tidak mesti selalu berkerudung atau berkaos kaki di dalam rumahnya (lihat kitab-kitab fikih kami/Syi’ah).

Tapi sebaliknya kalau kamu. Jelas sekali bahwa kamu tidak boleh melakukan mut’ah. Karena kamu Sunni/wahabi yang mengharamkan mut’ah ini dan mengatakannya lebih jahat dari zina. Nah, sudah tentu, kalau kamu melakukannya, SESUAI DENGAN AKIDAHMU, maka kamu akan masuk neraka dengan iblis seperti yang kamu katakan dan yakini. Karena itu, mut’ah yang bagi kamu perbuatan iblis ini, mesti kamu singkirkan jauh-jauh dari pikiranmu sejak awal dan dari akar-akarnya.”

Salam bagi yang mencari dan menerima hidayah.


Tina Goncharov: Yang tanya bukan orang Sunni mas tapi sama-sama orang agama syiah karena si penanya mau mut‘ah-swap, alias tukeran mut‘ah. Dan anda yang pura-pura bertanya tentang syiah tapi sebenarnya syiah nyamar janganlah bersilat lidah tentang wali, karena dalam hal mut‘ah tidak diperlukan wali. Silahkan cross check di situs syiah sendiri.

http://www.schiiten.com/backup/AhlelBayt.com/www.ahlelbayt.com/articles/mutah/mutah- fatwas.html

Ahlel Bayt " Articles " Fatwas: Permission of Wali Not Required for Mutah; Shia Guy Can Take Sunn

www.schiiten.com

…It is allowed to conclude a temporary marriage with a virgin if she is an adult...


Sinar Agama: he he....mana ada orang Syi’ah bertanya seperti itu kepada wakil imam Mahdi as dan marja’ bagi dirinya. Seperti kalau ada orang tanyakepadamu yang punya suami, “kalau kamu menghalalkan kawin poligami, apa kamu mau saya poligami?” Nah pertanyaan seperti ini tidak akan muncul dari muslim, sudah pasti kristen yang mengharamkan poligami.

Tidak ada orang Syi’ah di dunia ini, yang tidak memahami maksudnya. Baik maksud penanya atau penjawabnya. Sangat jelas. Mana ada mut’ah tukeran mbak? Bukankah kalau sudah kawin dengan anak kita, maka ia sudah menjadi mertua kita dan muhrim bagi kita dan anak-anak kita.

Lah kok bisa mertua itu mengawini anak kita mbakkkkk????

Tina Goncharov: Mana ada orang syiah yang gak taqiyah. Nikah seorang MUSLIMAH dengan orang kafir mana boleh mas? Apalagi muslimah yang sudah nikah untuk poligami?

Sinar Agama: Lah.... itu dia mbak................ Kok mbak jadi pintar kalau diserang kristen, tapi kok tidak mau paham kalau mau dijelasin tentang hakikat maksud kata-kata Syi’ah???????

Di jaman yang serba canggih ini kok masih bicarakan takiah? Kitab-kitab Syi’ah tersebar dimana- mana. Mbak ini bisa cek tentang semua yang kutulis itu di fikih-fikih Syi’ah.

Nah, ketika kristen tanya tentang poligami seperti itu, maka jawaban mbak pasti banyak kan, seperti tidak boleh kawin dengan kafir lah, saya punya suami lah....dan seterusnya...?

Nah, begitu pula dengan pertanyaan di atas itu. Ketika seseorang sudah kawin dengan perempuan, maka ayah perempuan itu sudah jadi muhrim bagi dirinya dan anak-anaknya, lah ...kok bisa ayah mertuanya itu kawin dengan anak menantunya sekalipun dari istri yang lain???????????????????????

Sudah saya terangkan bahwa pertanyaan itu pertanyaan yang nakal yang, karena itu tergantung pemberi jawabannya mau menjawabnya dengan logika orang tersebut, atau dengan adem-adem. Karena penjawab bagi soalan-soalan itu adalah wakil-wakilnya, bukan dirinya sendiri. Kalau mbak perhatikan tanda tangannya, maka atas nama “Kantor Sistani”, bukan Sistaninya sendiri.

Nah, mungkin karena ia merasa bahwa yang diwakilinya itu dikurang ajari oleh Sunni/ wahabi yang mengharamkan mut’ah ini (karena tidak ada orang Syi’ah yang akan bertanya seperti itu, seperti tidak ada orang muslim yang bertanya seperti pertanyaan di atas itu), maka ia pun menjawab dengan membalikkan logikanya dan tidak memilih menjelaskan hukum-hukumnya dengan cara biasa, seperti kalau dengan anak kecil harus ijin wali, tidak boleh dikumpuli dan kalau sudah jadi mertua tidak boleh kawin dengan anak-anak kita karena sudah jadi muhrim....dan seterusnya. Jadi, wakil Sistani itu menjawab dengan logika penanya. Yakni kalau kamu yang mut’ah, maka apalagi dengan muhrimnya sendiri, maka sudah pasti itu pekerjaan iblis yang akan dikumpulkan dengannya di neraka.

Mbak, kalau ingin tahu tentang mut’ah dan dalil-dalilnya, walau ringkas, silahkan main-main ke catatan-catatanku, di sana sudah ada sekitar 4 seri tentang mut’ah ini. Tidak ada takiah dalam ilmu. Ratusan buku Syi’ah bisa dipelajari di dunia ini, dicetak di berbagai negara, seperti Iran, Libanon, Pakistan, India, Indonesia, .................................. dan lain-lain negara.

Maz Nyit Nyit-be’doa: Trimakasih ilmunya ustadz , , , salam.

Muhammed Almuchdor: Tinaa oh tina..

Syed Musyaiyah Baabud: Bagi saya, akan saya cek fatwa tersebut, dan sudah saya copy, akan saya tanyakan kepada yang bersangkutan, karena banyak kitab-kitab yang dicetak oleh orang yang ingin memecah belah, (kitab-kitab kuning, kitab hadis, dikurangi dan ditambah menurut selera,

Sinar Agama: Adzar: Terima kasih telah membantu menarik jawaban-jawabanku dari tempatnya ke sini, semoga diterimaNya, amin.

Sinar Agama: Sy.M.B: Ahlan wa sahlan. Banyak cara menanggapi berbagai hal seperti surat dan pernyataan itu. Ada yang dengan cara mencari dulu ke sumbernya apakah ada surat seperti itu atau tidak. Ada juga, yang tidak perlu karena kalaulah benarpun, tidak berpengaruh apapun. Kalau melihat suratnya dan dibesarkan, seperti nampak ada blok pada semua tulisannya, seperti penumpangan. Akan tetapi dilihat dari bunyinya, walau agak janggal, tapi masih bisa dimungkinkan terjadi. By the way, kita-kita sih untuk hal ini memilih jalan menerangkan maksud suratnya, sekalipun sudah dikatakan di atas bahwa “terlepas dari benar-tidaknya surat tersebut”.

By the way, kalau antum sudah cek dan ada hasil, tolong di tag ke kita-kita wa sa’yukum masykuraa.

Oh iya, surat itu tidak ada alamat kantor mananya. Jadi, mungkin akan sedikit merepotkan antum. Apakah salah satu dari puluhan kantor yang ada diIraq, puluhan kantor yang ada di Iran, puluhan kantor yang ada di Libanon, puluhan kantor yang ada di Pakistan, puluhan kantor yang ada di Eropa, puluhan kantor yang ada di India..............dan puluhan kantor yang ada di negara-negara lain. By the way, selamat berusaha dan tolong hasilnya diberitakan ke kita. Masykuuriin....

Tina Goncharov: Saya gak minat mut‘ah & taqiyah.

Sinar Agama: Tina: Tidak minat itu tidak masalah. Boleh tidak minat daging kambing, tapi tidak boleh mengharamkan yang dihalalkan Allah. Tidak mau mut’ah juga tidak masalah, apalagi punya suami yang pasti haram bermut’ah dan menjadi zina, tapi tidak boleh mengharamkan yang dihalalkan Tuhan (QS: 4: 24). Tidak taqiah juga tidak masalah, tapi tidak boleh mengingkari ayat taqiah (QS: 16: 106).

Tina Goncharov: Setahu saya mut‘ah gak ada di Quran mas, ada di sunnah. Dan sudah dibatalkan oleh sunnah pula...kecuali kalo mas ada Quran versi lain saya gak tau itu.

Wibi Wibo de Bowo: Diskusi agama berbasis “sejarah”.

Sinar Agama: Tina: QS: 4: 24:

فََمااْستَْمتـَْعتُْم بِِهِ منـُْهَّن فَآتُوُهَّن أُُجوَرُهَّن فَِري َضةً

“Kalau kalian menggunakan harta kalian untuk bermut’ah dengan para wanita itu, maka berikanlah upahnya (maskawinnya) sebagai suatu kewajiban”

Saya sudah sering menjelaskan tentang hukum mut’ah ini sebelumnya, kalau kamu ingin tahu, maka bacalah catatan yang sudah 4 seri atau 5 seri (lihat di jendela catatan). Kalau tidak mau, ya.... tidak cocok dengan sifat seorang muslim kalau tidak tahu masalah, terus ngomong tentang yang tidak diketahuinya itu dan sadar lagi kalau tidak tahu. Mending kalau merasa tahu dan punya dalil walau salah. Tapi kalau tidak punya dalil dan sadar kalau tidak tahu lalu banyak bicara tentangnya, maka sudah tentu di samping keluar dari sifat-sifat seorang muslim dan bahkan dari sifat seorang yang sempat sekolah walau tidak tinggi sekalipun, juga akan dimintai tanggung jawab kelak di akhirat oleh Allah. By the way, ini hanya nasehat saja. Kan mending ada kami yang Syi’ah yang siap memberikan penjelasan. Dari pada bicara di belakang. Lah, sekarang sudah ada kami, mengapa tidak menanyakannya kepada kami. Kok bisa orang yang bukan Syi’ah lebih tahu tentang Syi’ah dari orang Syi’ah?

Tina Goncharov: Owh jadi,

اْستَْمتـَْعتُْم

[ista’mta’tum] di 4:24 itu mutah ya mas? Bagaimana dengan َمتَـٌع (mta) di ayat 3:197 Barangsiapa yang melakukan mutah tempatnya di neraka? Saya setuju!!!!!

Harjuno Syafa’at: Tina Goncharov : Kalau anda tidak mampu mempersatukan ummat Islam setidaknya jangan memecah belah kaum muslimin..! Ingat dosa mbak, ingat..!

Tina Goncharov: lah sudah saya katakan Syiah bukan Islam akidahnya saja beda kok mau disatukan apanya?

Sinar Agama: Tina: Kamu ini lucu amat. Ayat mut’ah itu jelas ada dan kamu katakan masuk neraka. Lah, berarti Tuhan mengajarkan mut’ah supaya masuk neraka???????

Istamta’a di ayat mut’ah itu jelas untuk ayat mut’ah, sebab: Pertama, dikatakan di ayat itu sebagai famaa istamta’tum bihi min hunna, yakni “Kalaukalian bersenang-senang dengan para wanita itu dengan menggunakan harta”. Nah, di sini jelas dikatakan bersenang-senang dengan perempuan. Ke dua, semua mufassir Sunni sekalipun, menyatakan bahwa ayat ini untuk mut’ah mbaak. Tidak ada tafsir Sunni yang tidak menyebut tentang keterangan mut’ah ini di ayat ini.

Sedang QS: 3: 197 itu, kamu mengkorupsinya. Karena ia tidak akan dipahami tanpa menyebut ayat sebelumnya.



“Dan janganlah kamu sekali-kali terperdaya dengan kebebasan orang kafir yang bergerak di dalam negeri (yakni kelancaran dan kemajuan dalam perdagangan...). Itu hanya kesenangan sementara kemudian tempat tinggal mereka ialah jahannam dan seburuk-buruk tempat kembali.”

Kalau kamu wahai Tina, di dunia dengan kesadaran tidak mengerti agama dan tidak mempelajari agama secara spesifik saja, sudah berani-beraninya mengkorupsi ayat-ayat Tuhan, lalu apa yang bisa kamu bawa menghadap Tuhanmu kelak?

Ajib banget, Tuhan mengatakan bahwa yang masuk jahannam itu adalah orang kafir dengan kesenangannya yang sementara itu, lah...kamu maknai dengan kesenangan kawin mut’ah. Kan kata-kata seperti ini tidak akan pernah keluar dari orang yang sadar ketidakpahaman dirinya.

Semua mufassir mengatakan bahwa kesenangan di sini maksudnya adalah kesenangan kebebasan dan kemajuan ekonomi yang bebas tanpa terikat dengan agama Tuhan, lah....malah dikatakan olehmu sebagai kesenangan menaati Tuhan dalam melakukan mut’ah yang ada ayatnya tersebut. Kok lucu amat cara berfikirmu itu? Semoga masih ada kesempatan bertaubat untukmu.

Orang-orang kafir itu senang karena tidak terikat dengan hukum Tuhan dan senang dengan kemajuan mereka. Itulah yang dimaksudkan ayat tersebut, karena itu dikatakan Tuhan sebagai kesenangan yang sedikit, BUKAN KESENANGAN KETIKA KUMPUL DENGAN ISTRI YANG DIIKAT DENGAN FIKIH TUHAN SEPERTI DI AYAT MUT’AH ITU. Wassalam.




اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وآلِ مُحَمَّدٍ وعَجِّلْ فَرَجَهُمْ

Rijsun Adalah Semua Dosa, Besar Atau Kecil, Lahir Atau Batin


Seri tanya jawab Inbox Pr.T dengan Sinar Agama October 25, 2013 at 4:50 pm


Percakapan dimulai 28 September

PrT. (saya -SA- singkat nama penanya karena takut orangnya tidak rela): 28/09/2013 05:16

Salam ustadz..saya mau tanya...saya dari Malaysia...saya ingin menanyakan 1 soalan dalam page ustadz yaitu Sinar Agama...saya udah register jadi members... habis itu gimana ingin menanyakan soalan?


Sinar Agama:

30/09/2013 19:21

Kalau cuma soalan, bisa di sini atau di dinding atau di situs itu sendiri. Bisa juga melalui akun Sang Pencinta, untuk diteruskan ke dinding saya kalau antum ingin dimuat di dinding/wall.


PrT.:

01/10/2013 06:06

Salam ustadz...saya dari Malaysia ingin menanyakan 1 soalan tentang bab Ar rijs..

ArRijs Dalam Al Quran terdapat cukup banyak ayat yang menggunakan kata rijs, diantaranya adalah sebagai berikut.

“Sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah perbuatan keji (rijs) termasuk perbuatan syaitan” (QS Al Maidah: 90).

“Maka jauhilah olehmu berhala-berhala yang najis (rijs) dan jauhilah perkataan-perkataan dusta” (QS Al Hajj: 30).

“Dan adapun orang orang yang di dalam hati mereka ada penyakit, maka dengan surat ini bertambah kekafiran (rijs) mereka, di samping kekafirannya (yang telah ada) dan mereka mati dalam keadaan kafir” (QS At Taubah: 125).

“Maka berpalinglah dari mereka, karena sesungguhnya mereka itu adalah najis (rijs)” (QS At Taubah: 95). “Dan Allah menimpakan kemurkaan (rijs) kepada orang-orang yang tidak mempergunakan akalnya” (QS Yunus: 100).

Dari semua ayat-ayat ini dapat ditarik kesimpulan bahwa rijs adalah segala hal boleh dalam bentuk keyakinan atau perbuatan yang keji, najis yang tidakdiridhai dan menyebabkan kemurkaan Allah SWT. Asy Syaukani dalam tafsir Fathul Qadir jilid 4 hal 278 menulis, “… yang dimaksud dengan rijs ialah dosa yang dapat menodai jiwa jiwa yang disebabkan oleh meninggalkan apa-apa yang diperintahkan oleh Allah dan melakukan apa-apa yang dilarangoleh-Nya. Maka maksud dari kata tersebut ialah seluruh hal yang di dalamnya tidak ada keridhaan Allah SWT”.

Kemudian ia melanjutkan, “Firman `… dan menyucikan kalian… ‘ maksudnya adalah: `Dan menyucikan kalian dari dosa dan karat (akibat bekas dosa) dengan penyucian yang sempurna.’ Dan dalam peminjaman kata rijs untuk arti dosa, serta penyebutan kata thuhr setelahnya, terdapat isyarat adanya keharusan menjauhinya dan kecaman atas pelakunya”.

Lalu ia menyebutkan sebuah riwayat dari Ibnu Abbas sebagaimana yang diriwayatkan oleh Al Hakim, At Turmudzi, Ath Thabarani, Ibnu Mardawaih, dan Al Baihaqi dalam kitab Ad Dalail jilid 4 hal 280, bahwa Nabi saw. bersabda dengan sabda yang panjang, dan pada akhirnya beliau mengatakan “Aku dan Ahlul BaitKu tersucikan dari dosa-dosa”. (kami telah membahas secara khusus hadis ini di bahagian yang lain)

Ibnu Hajar Al Haitami Al Makki dalam kitab Ash Shawaiq hal 144-145 berkata, “Ayat ini adalah sumber keutamaan Ahlul Bait, kerana ia memuat mutiarakeutamaan dan perhatian atas mereka. Allah mengawalinya dengan innama yang berfungsi sebagai pengkhususan kehendakNya untuk menghilangkan hanya dari mereka rijs yang berarti dosa dan keraguan terhadap apa yang seharusnya diimani dan menyucikan mereka dari seluruh akhlak dan keadaan tercela.”

Jalaluddin As Suyuthi dalam kitab Al lklil hal 178 menyebutkan bahwa kesalahan adalah rijs, oleh kerana itu kesalahan tidak mungkin ada pada AhlulBait. Semua penjelasan di atas menyimpulkan bahwa Ayat tathiir ini memiliki makna bahwa Allah SWT hanya berkehendak untuk menyucikan Ahlul Bait dari semua bentuk keraguan dan perbuatan yang tercela termasuk kesalahan yang dapat menyebabkan dosa dan kehendak ini bersifat takwiniyah atau pasti terjadi.

Selain itu penyucian ini tidak berarti bahwa sebelumnya terdapat rijs tetapi penyucian ini sebelum semua rijs itu mengenai Ahlul Bait atau dengan katalain Ahlul Bait dalam ayat ini adalah peribadi- peribadi yang dijaga dan dihindarkan oleh Allah SWT dari semua bentuk rijs.

Jadi tampak jelas sekali bahwa ayat ini telah menjelaskan tentang kedudukan yang mulia dari Ahlul Bait yaitu Rasulullah SAW, Imam Ali as, Sayyidah Fathimah Az Zahra as, Imam Hasan as dan Imam Husain as.

Penyucian ini menetapkan bahwa Mereka Ahlul Bait sentiasa menjauhkan diri dari dosa-dosa dan sentiasa berada dalam kebenaran. Oleh keranyatepat sekali kalau mereka adalah salah satu dari Tsaqalain selain Al Quran yang dijelaskan Rasulullah SAW sebagai tempat berpegang dan berpedoman umat islam agar tidak tersesat.

Kemuliaan Ahlul Bait Dalam Hadis Rasulullah SAW, Rasulullah SAW bersabda: “Kutinggalkan kepadamu dua peninggalan (Ats Tsaqalain), kitab Allah dan Ahlul BaitKu"

Sesungguhnya keduanya tak akan berpisah, sampai keduanya kembali kepadaKu di Al Haudh“ (Mustadrak As Shahihain Al Hakim juz III hal 148 Al Hakim menyatakan dalam Al Mustadrak As Shahihain bahwa sanad hadis ini shahih berdasarkan syarat Bukhari dan Muslim).

Hadis-hadis Shahih dari Rasulullah SAW menjelaskan bahwa mereka Ahlul Bait AS adalah pedoman bagi umat Islam selain Al Quranul Karim. Mereka Ahlul Bait sentiasa bersama Al Quran dan senantiasa bersama kebenaran. Bahwa Rasulullah SAW bersabda:

“Wahai manusia sesungguhnya Aku meninggalkan untuk kalian apa yang jika kalian berpegang kepadanya niscaya kalian tidak akan sesat ,Kitab Allah dan Itrati Ahlul BaitKu”.(Hadis riwayat Tirmidzi, Ahmad, Thabrani, Thahawi dan dishahihkan oleh Syaikh Nashiruddin Al Albany dalam kitabnya Silsilah Al Hadits Al Shahihah no 1761)

Hadis ini menjelaskan bahwa manusia termasuk sahabat Nabi diharuskan berpegang teguh kepada Al Quran dan Ahlul Bait. Ahlul Bait yang dimaksud dijelaskan sendiri dalam Hadis Sunan Tirmidzi di atas atau Hadis Kisa’ yaitu Sayyidah Fathimah AS, Imam Ali AS, Imam Hasan AS dan Imam Husain AS.

Selain itu ada juga hadis Hanash Kanani meriwayatkan “aku melihat Abu Dzar memegang pintu ka’bah (baitullah)dan berkata ”wahai manusia jika engkau mengenalku aku adalah yang engkau kenal, jika tidak maka aku adalah Abu Dzar. Aku mendengar Rasulullah SAW bersabda “Ahlul BaitKu seperti perahu Nabi Nuh, barangsiapa menaikinya mereka akan selamat dan barangsiapa yang tidak mengikutinya maka mereka akan tenggelam”.(Hadis riwayat Hakim dalam Mustadrak Ash Shahihain jilid 2 hal 343 dan Al Hakim menyatakan bahwa hadis ini shahih).

Hadis ini menjelaskan bahwa Ahlul Bait seperti bahtera Nuh dimana yang menaikinya akan selamat dan yang tidak mengikutinya akan tenggelam. Mereka Ahlul Bait Rasulullah SAW adalah pemberi petunjuk keselamatan dari perpecahan. Ibnu Abbas berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda:

”Bintang-bintang adalah petunjuk keselamatan penghuni bumi dari bahaya tenggelam di tengah lautan. Adapun Ahlul BaitKu adalah petunjuk keselamatan bagi umatKu dari perpecahan. Maka apabila ada kabilah Arab yang berlawanan jalan dengan Mereka niscaya akan berpecah belah dan menjadi partai iblis”. (Hadis riwayat Al Hakim dalam Mustadrak Ash Shahihain jilid 3 hal 149, Al Hakim menyatakan bahwa hadis ini shahih sesuai persyaratan Bukhari Muslim).

INI PERTANYAANNYA:

Baik, Jika penyucian dari ar-rijs di sini bermaksud penyucian dari dosa maka macam mana pula dengan ayat al-an-Anfal 8 :11 berikut:


Terjemahan: Ingatlah: “Ketika Allah menjadikan kamu mengantuk sebagai suatu penenteraman daripada-Nya, dan Allah menurunkan kepadamu hujan dari langit untuk mensucikan kamu dengan hujan itu dan menghilangkan dari rijs al- syaitan dan untuk menguatkan hatimu dan memperteguh dengannya telapak kaki (mu).”

Ayat di atas jelas menggunakan perkataan rijs bahkan lebih SPESIFIK dari ar-Rijs dalam surah al-Ahzab 33 yakni rijs yang disebabkan oleh syaitan Kalau kita kan penyucian ar-Rijs membawa maksud kemakshuman maka kita juga perlu katakan penyucian di atas telah ‘memakshumkan’ sahabat.

Kami tahu Ada yang membidas dengan mengatakan ar-Rijs di atas gangguan syaitan bukannya dosa, saya katakan jikapun ia gangguan syaitan, maka apakah para sahabah telah bebas sepenuhnya dari gangguan syaitan dan tidak sekali-kali melakukan dosa akibat gangguan syaitan??

Diharap ustadz dapat menjawab bertanyaan saya ini.. wassalam ustadz.

Hari Ini (6-10-2013)


Sinar Agama:

17:52

Salam, ada dua masalah yang perlu diperhatikan:

1- Ayat di atas, terasa kurang lengkap. Karena ayat pensucian itu diartikan dengan pensucian, padahal artinya adalah PENGHINDARAN. Karena Allah memakai kata “adzhaba ‘anhu” pada kata “liyudzhiba ‘ankum”, dimana kata-kata ini dipakai untuk menghindarkan sebelum menem- pel, bukan membersihkan atau melepaskan yang sudah menempel.

2- Ayat pensucian pada Ahlulbait as, jauh beda dengan pensucian umum pada ayat: 11, dari surat al-Anfaal itu.

Karena pada pensucian Ahlulbait tidak diqorinahi atau tidak dikondisikan dengan apapun. Artinya, pensucian mutlak. Padahal di ayat 11 di surat al-Anfaal itu, pensucian yang diakibatkan oleh air. Jadi, air inilah yang menjadi penjelas dari maksud pensucian rijs di ayat tersebut. Artinya, air yang diturunkan Allah itu untuk mensucikan apa-apa yang bisa disucikan dengan air. Karena itu, ia/air itu hanya bisa mensucikan hal-hal seperti najis dan hadats.

Jadi, rijs yang bisa disucikan itu adalah dosa-dosa yang diakibatkan oleh najisnya makanan karena haram, najisnya badan dan baju dalam shalat yang karena akan membatalkan shalat, begitu pula mensucikan dari rijs yang berupa hadats kecil dan besar hingga terhindar dari rijs yang berupa shalat yang batal, atau dosa yang diakibatkan memegang tulisan Qur'an yang tanpa wudhu atau tanpa mandi besar. By the way, rijs di sini adalah dosa-dosa yang diakibatkan oleh tidak difungsikannya air atau tidak difungsikannya dengan benar dimana hal itu juga merupakan godaan syethan.

Akan tetapi dosa-dosa seperti syirik, riya, sombong, zina, menyembah berhala, membunuh, membakar manusia hidup-hidup (seperti Khalid Bin Walid sewaktu menjadi panglima Abu Bakar dalam penyerangan ke satu suku shahabat dari suku Bani Tamiim), kesesatan ilmu dan amal, kemusyrikan, ......dan seterusnya,....sama sekali tidak bisa disucikan dengan air yang diturunkan Tuhan tersebut.

Jadi, pensucian rijs terhadap Ahlulbait as, atau yang lebih benar, penghindaran rijs dari Ahlulbait as, bersifat mutlak dan tanpa kondisi hingga Ahlulbaitas terhindar dari segala macam rijs, baik yang diakibatkan dari berkah air atau apa saja, seperti berkah ilmu, ketaatan, shalat itu sendiri, puasa itusendiri, haji, ikhlsh, tawadhu’, dzikir...dan seterusnya...dari amal-amal yang berfungsi menghindarkan dari segala macam rijs.

Sedang penghindaran dari rijs di ayat 11 surat al-Anfaal itu, adalah penghindaran yang hanya diakibatkan oleh air saja dan meliputi semua orang, baik makshumin atau bukan, baik shahabat atau kita-kita di jaman selain shahabat.

Tambahan-1: Dari penjelasan di atas itu, dapat dipahami bahwa karena penghindaran umum dari rijs yang diinginkan Tuhan itu diwasilahkan atau diperantarakan melalui air, maka dapat dipahami bahwa hal tersebut, tidak akan terjadi kalau tidak ada air. Jadi, hal ini merupakan pembatasan ke dua. Karena itu, kalau makanan belum dibersihkan dari najis, seperti darah, yang disebabkan tidak adanya air, maka rijs di sini tidak akan dapat dihindarkan. Jadi, manusia akan terpaksa memakan yang najis. Begitu pula kalau tidak punya air ketika berhadats yang mana tidak bisa shalat.

Nah, karena Islam itu rahmat dan bukan beban, maka Tuhan memakai rahmatNya, untuk menghapus rijs yang tidak disucikan dengan air karena tidak adanya air tersebut. Karena itu, kita dibolehkan makan yang haram, kalau terpaksa dan disuruh tayammum kalau tidak punya air kala mau shalat.

Karena itu, air ini, menunjukkan batasan yang lain hingga di luar batasnya, ia sudah tidak bisa berbuat apa-apa yang, karena itulah Tuhan menggunakan kaidah dan hukum lain untuk menepiskan rijs tersebut manakala tidak ada air.

Akan tetapi, di dalam penghindaran rijs dari Ahlulbait as, di sana tidak ada pembatasan dan pengkondisian apapun, baik air atau yang lainnya seperti shalat, puasa, ikhlash, ilmu yang benar, tawadhu’, menghindari dosa itu sendiri....dan seterusnya.

Tambahan-2: Selain yang sudah dijelaskan di atas itu, maka perlu diketahui bahwa Rijsun yang di QS: 33:33 yang untuk mensucikan Ahlulbait as, bukan Rijzun yang ada di QS: 8:11 di atas. Rijsun (siin) bukan Rijzun (zaa’). Rijsun segala keburukan sedang Rijzun waswas.

Jadi, rijzu al-syaithaan di ayat yang antum bawa itu adalah waswas syaithan. Jadi, katika manusia mensucikan diri, baju dan makanannya dari najis dengan air, lalu berwudhu’ dan mandi besar dengan air, maka dalam keadaan suci itu, ia bisa terbentengi dari waswas syaithan.

Wassalam. 07/10/2013 01:45


PrT.:

Terima kasih ustadz...

Menurut riwayat dalam kitab syiah daripada imam, ia penyucian khusus tersebut ialah bebas dari keraguan ( ﻚشلﺍ وﻫ ﺲﺟرلﺍ ) Rujuk Basair Darajat (1/232), Ma’ani al-Akhbar (1/171) dan lain-lain rujukan. Saya tahu ada ulama syiah yang menakwilkannya sebagai penyucian dosa tapi apa yang saya fokuskan ialah kata- kata imam syiah sendiri, bukan takwilan para pengikutnya agar sesuai dengan hawa nafsu mereka. Mungkin ustadz boleh bawakan riwayat yang menjelaskan maksud ar-Rijs di sisi imam-imam syiah. Maka saya berpendapat penyucian dari ar- Rijs tidak kira samada dari syaitan ataupun dari keraguan tidak membawa arti kemakshuman.

Maksud saya ar rijs dari ayat penyucian untuk ahlul bait yang kalian dakwakan... bukan ar rijs dari mana-mana surah lain...

14/10/2013 01:38

Pr. T.:

Salam ustadz....izinkan saya bertanya 1 lagi soalan.

Adakah benar mencaci sahabat adalah sebagian rukun islam syiah?


Sinar Agama:

Salam:

1- Sebelum membaca riwayat-riwayat Syi’ah yang tidak kamu percayai itu, maka sebaiknya kamu baca dulu Qur'an yang telah menerangkan makna dari rijs itu sendiri, seperti:


  • a- Bermakna najis lahiriah, seperti di surat al-An’aam, 154:

أو لحم الخنزير فإنه رجس

“Atau daging babi, maka sesungguhnya ia adalah rijs/najis.”


  • b- Bermakna najis batin seperti syirik, kafir dan amal-amal buruk, seperti di surat al-Taubah, 152:

و أما الذين في قلوبهم مرض فزادتهم رجسا إلى رجسهم و ماتوا و هم كافرون

“Sedang orang-orang yang ada penyakit di hatinya, maka mereka diperbanyak oleh rijs mereka ke atas rijs mereka dan mereka mati secara kafir.”


  • c- Bermakna batin akan tetapi dari jenis umum dan bukan hanya kafir, tapi seluruh kesesatan, seperti al-An’aam, 152:

و من يرد أن يضله يجعل صدره ضيقا حرجا كأنما يصعد في السماءكذلك يجعل اهلل الرجس على الذين
ال يؤمنون

“Dan barang siapa yang ingin disesatkanNya, maka harinya dibuat sempit sengsara seperti orang yang naik ke langit. Begitulah Allah menjadikan rijs kepada orang-orang yang tidak beriman.”


  • d- Di QS: 5:90, bermakna mencakup semua dosa-dosa:



“Wahai orang-orang yang beriman, sesungguhnya minuman keras, berjudi, berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah rijs dari perbuatan syaithan, karena itu, hindarilah agar kalian selamat.”


2- Di ayat pensucian itu, selain masalah rijsun ini, dilengkapi dengan firmanNya yang berbunyi:
“...dan membersihkan kalian sebersih-bersihnya...”.

Jadi, di samping rijsun itu semua dosa dimana sudah dihindarkan dari Ahlulbait, juga dikuatkan dengan pembersihan sebersih-bersihnya itu. Jadi,dakwaan bahwa ayat ini bukan kemakshuman dan hanya pensucian dari ragu, maka hanya dakwaan kebingungan dalam memahami ayat- ayatTuhan dan, sudah tentu merasa lebih tahu Syi’ah dari orang Syi’ah itu sendiri.

3- Ketika imam-imam makshum as, yang kamu tidak percayai itu, menjelaskan maksud rijsun itu, bisa disebabkan oleh asbab wurudnya sebagaimana ayat yang sering disesuaikan dengan sebab turun/nuzul-nya. Karena itu, maka hadits-hadits itu, seperti ayat-ayat di atas yang menjelaskan rijsun itu. Apakah bisa kita hanya mengambil satu penjelasan lalu menolak makna lainnya? Misalnya memaknainya dengan bangkai dan babi, lalu menolak makna syirik, kafir, berhala, judi, mabok,.....dan seterusnya???!!!!

Jadi, penjelasan imam as tentang rijsun yang pembersihan dari ragu itu, adalah merupakan penjelasan dari salah satu maknanya, seperti ayat di atas yang saling beda menerangkan makna rijsun itu.

4- Semua perbedaan itu, karena memang tidak saling bertentangan, maka bisa dipadukan dengan menggabungnya. Karena itu, maka rijsun itu bukan hanya bangkai dan babi seperti yang diterangkan dalam satu ayat, akan tetapi juga semua dosa dan kekafiran seperti yang dijelaskan di ayat-ayat lainnya.

5- Kalau kamu memahami bahasa apapun, baik arab atau melayu atau indonesia dan jawa atau apa saja, maka sangat beda ketika ada orang yang berkata “rijsun itu keraguan” dan mengatakan “rijsun itu hanya keraguan”. Atau yang berkata “Pensucian dari ragu” atau “Pensucian hanya dari ragu”.

Artinya, ketika ayat atau hadits itu, tidak menyebutkan “hanya”, baik dalam kata atau dalam isyarat-isyaratnya, maka jelas bahwa penyebutan satuekstensi atau satu makna dari berbagai maknanya, tidak berarti menolak makna-makna yang lainnya.

6- Kamu ini semakin lama menjadi semakin lucu. Karena kalau ada hadits dari imam yang bertentangan dengan keyakinanmu langsung dikatakan sesat dan keluar dari Qur'an tapi kalau DIKIRA sama dengan prinsipmu maka dikatakan benar walau, bisa dipertentangkan dengan Qur'an (yakni kalau dimaknai dengan “hanya pensucian dari ragu” dan bukan “pensucian dari ragu”). Tentu saja riwayat Syi’ah yang kamu nukil itu tidak bertentangan dengan Qur'an karena ia hanya menjelaskan salah satu bagian dari makshum dan pensucian dari rijsun itu. Tapi karena kamu menginginkan “hanya pensucian dari ragu” itu, maka ia bisa bertentangan dengan Qur'an itu sendiri dan, kamupun menyukainya walau bertentangan dengan Qur'an.

7- Saya juga heran dengan cara belajarmu, selain heran terhadap cara kamu memahami ucapan dan tulisan dan bahasa apapun seperti yang sudah diterangkan di atas itu. Di sini, saya heran dengan cara belajarmu karena belajarmu seperti caramu yang mengherankan dalam memahami bahasa itu. Dalam memahami bahasa/ucapan, perkataan yang tidak disertai “hanya”, kamu maknai dengan “hanya”. Lah di sini, kamu menemukan satu hadits saja, lalu menghanyakannya bahwa tidak ada pernyataan imam yang mengartikan bahwa makshum itu dari dosa. Di rumahku ada sekitar 45.000 jilid kitab Syi’ah dan 40.000 jilid kitab Sunni, sudah berapakah yang sudah kamu baca hingga semudah itu berkata “hanya” sementara kamu hanya memiliki khayalanmu sendiri itu?

8- Kalau kamu mau belajar, maka ini kukutipkan hadits-hadits lain yang, sekali lagi, salinan yang kamu nukil itu, seperti:

و في رواية عن علي بن الحسين ع: “ قيل له يابن رسول اهلل، فما معني المعصوم ؟ فقال “ :هو المعتصم
”. بحبل اهلل .و حبل اهلل هو القرآن، اليفترقان الي يوم القيامة 

Dari imam Ali bin al-Husain as, beliau as ditanya: “ Wahai putra Rasulullah, apa makna makshum itu?”

Beliau as menjawab: “Yaitu yang menjaga diri dengan tali Allah. Dan tali Allah itu adalah Qur'an. Mereka (orang makshum dan Qur'an), tidak saling berpisah sampai hari kiamat.” (Bihaaru al- Anwaar, 25/194).

Nah, menyatu dengan Qur'an tanpa berpisah sampai hari kiamat, tandanya mengerti seluruhnya dengan benar dan mengamalkan seluruhnya juga dengan benar.

Atau hadits ini:

Dari Abi Abdillah as (imam Ja’far as): Makshuum itu adalah mencegah diri dengan Allah dari semua yang diharamkan Allah. Karena itu Allah berfirman: ‘Dan barang siapa menjaga diri dengan Allah maka dia telah dihidayahi ke jalan yang lurus.’.” (Biharu al-Anwaar, 25/194).

9- Tentang mencaci shahabat itu, bisa ditanya kepada yang membuat fitnah tersebut, dimana didapat penjelasan Syi’ah yang ada menerangkan bahwa pencacian kepada shahabat itu sebagai rukun Islam? Emangnya ajaran islam yang sudah sempurna di jaman Nabi saww itu masih perlu ditambahi lagi dengan ajaran yang aneh-aneh seperti yang difitnahkan itu?

Tambahan:

Ini riwayat yang kamu maksudkan di Ma’aanii al-Akhbaar, 1/171:

1 -

حدثنا أبي، ومحمد بن الحسن بن أحمد بن الوليد -رضي اهلل عنهما -قاال :حدثنا عبداهلل بن جعفر الحميري، عن محمد بن الحسين بن أبي الخطاب، قال :حدثنا النضر بن شعيب، عن عبدالغفار الجازي، عن أبي عبداهلل
عليه السالم في قول اهلل عزوجل “ :إنما يريد اهلل ليذهب عنكم الرجس أهل البيت ويطهركم تطهيرا “ (1) قال:
 . الرجس هو الشك

Ketika Abu ‘Abdillah as menerangkan ayat “innamaa yuriidullaahu lisyudzhiba ‘ankum al-rijs ahlalbait .....” beliau as berkata: Rijs itu adalah Syak.”

Nah, di hadits ini, hanya berkata “syak” dan tidak berkata “hanya syak”. Karena itu, maka jelas tidak bermaksud menafikan atau menolak makna-makna lain yang juga datang dari para imam makshum as itu sendiri seperti yang sudah dinukil sebagiannya di atas itu. Kalaupun mau dipaksakan hanya syak, maka jelas akan bertentangan dengan hadits-hadits lain dan, sudah tentu dengan Qur'an sebab Qur'an telah menerangkan banyak maknanya seperti yang sudah dinukilkan di atas.

Lagi pula, apapun yang menyebabkan dosa seseorang, seperti maksiat besar atau kecil, maka disebabkan keraguannya. Coba seseorang itu, yakin padaAllah, yakin pada neraka seperti yakinnya seorang pencuri yang saling melihat polisi, maka sudah pasti tidak akan mencuri dan tidak akan maksiat.Karena itu, syak itu, memiliki makna yang dalam. Coba kita yakin pada kebenaran firman- firman Allah sebenar-benar keyakinan yang tidak ada sedikitpun keraguan, maka sudah pasti, tidak akan berbuat maksiat sedikitpun. Jadi, dosa itu tanda dari ragu dan, karenanya, yakin tanda dari makshum.

22/10/2013 01:55


PrT.: Terima kasih ustadz Wassalam.

2 Shares

Ramlee Nooh and 21 others like this.


Win Panay: Ijin copas Ustadz.

Wasroi Aja: Nyimak

Heri Widodo: ALLAH HUMMA SHOLI ALA MUHAMMAD WA ALI MUHAMMAD.

Sinar Agama: Salam dan terima kasih untuk semua jempol dan komentarnya.

Sinar Agama: Win, semua tulisanku di facebook ini gratis selama untuk kebaikan walau dalam bentuk apa saja asal, tidak diedit, tidak dirubahnamanya dan tidak dibisniskan walau dengan nilai yang amat murah sekalipun.

Sinari Beta: Ustadz Sinar Agama ada pertanyaan ana di inbox belum dijawab-jawab. Mohon dibantu.

Sinar Agama: Sinari, doakan ya...hingga aku ini memiliki tenaga berlimpah dan penuh berokah, hingga tidak terlalu sering keteter menjawab inbox. Sepertinya ana baru menjawab yang tgl 16 atau 17-an bulan Oktober ini, afwan banget. Tapi kalau darurat dan buru-buru, beri tahu lagi di salah satu komentar di dinding ini, supaya ana bisa dahulukan.

Sinari Beta: Ga pa pa ustadz sesempatnya aja, pertanyaannya udah di dinding Sang Pencinta juga. Semoga Allah selalu menganugerahi antum kesehatan dan kekuatan serta umur yang barokah., amin wassalam.

October 28 at 8:08pm via mobile · Like · 1



اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وآلِ مُحَمَّدٍ وعَجِّلْ فَرَجَهُمْ

Kamis, 05 Desember 2019

Syi’ah Yang Baru Atau Syi’ah Yang Lama ?!



Seri tanya jawab Dwi Juliati Bearland dengan Sinar Agama October 25, 2013 at 2:30 pm


Dwi Juliati Bearland mengirim ke Sinar Agama: (9-4-2013) Berkeyakinan boleh dan silahkan tapi kalau menjadi baru lebih baik disebutkan baru dari pada membawa-bawa agama yang lain, silahkan jadi agama atau kepercayaan yang baru.Tq.

Sinar Agama: Salam dan terima kasih pernyataannya. Tapi saya benar-benar tidak paham maksudnya. Begitu pula tentang baru itu. Baru yang dimaksud itu baru dari apa? Kalau yang dimaksud itu Syi’ah, maka dia sudah tentu jauuuuuuhhhhh lebih lama dari Sunni yang muncul abad ke dua dan, apalagi wahabi yang muncul abad 11 H yang lalu. Sedang kemunculan Syi’ah itu, yaitu yang mengajarkan imamah makshum, sudah didirikan Allah dan Nabi saww sendiri sejak awal tabligh Islam di Makkah bahkan sebelum menyebar Islam ke umat secara terbuka.

Kalau Syi’ah di Indonesia, juga demikian. Karena Syi’ah-lah yang pertama kali masuk ke Indoneisa di abad ke 2 Hijriah atau bahkan akhir abad satu. Bahkan mereka setelah sekitar dua ratus tahun bertabligh di Perlak/aceh, mereka berhasil membuat kerajaan dan pemerintahan Islam, sebelum kemudian kerajaan Bani Abbas mengirim orang-orang Sunni dan memeranginya hingga pada akhirnya lama kelamaan Syi’ah tidak tersisa selain budaya tepuk dada di aceh, tabut imam Husain as di beberapa daerah di Sumatra.

Antum tinggal merujuk ke sejarah pribumi. Jangan merujuk ke sejarah Syi’ah kalau takut terbarui. Silahkan rujuk sejarah-sejarah yang ditulis para ahli sejarah pribumi, seperti prof Abu Bakar Aceh .........dan seterusnya....yang kitab-kitab mereka banyak di Indonesia walau, mungkin sudah jarang tercetak lagi. Tapi kalau antum ke perpustakaan-perpustakaan Islam, pasti dapat menjumpai kitab-kitab sejarah itu.

Wassalam.




اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وآلِ مُحَمَّدٍ وعَجِّلْ فَرَجَهُمْ