Tampilkan postingan dengan label Mengenal Tuhan. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Mengenal Tuhan. Tampilkan semua postingan

Kamis, 01 Juli 2021

Penjelasan Tentang Tuhan Yang Transenden Dan Tuhan Yang Imanen


Oleh Ustadz Sinar Agama http://www.facebook.com/groups/210570692321068/doc/326177264093743/ Oleh Anggelia Sulqani Zahra pada 4 Februari 2012 pukul 23:29


Hudan Doank: Salam ustadz mohon penjelasan tentang Tuhan yang Transenden dan Tuhan yang Imanen? Terimakasih.

Jumat, 11 September 2020

Cara Mengenal Tuhan



Oleh Ustadz Sinar Agama http://www.facebook.com/groups/210570692321068/doc/272651062779697/ Oleh Anggelia Sulqani Zahra pada 8 November 2011 pukul 15:59


Abuzahra Gagah: Salam, ustadz sinar. Afwan, mungkin ini adalah pertanyaan anak TK. Bagaimanakah cara kita mengenal Tuhan? Apakah jika kita tidak mengetahui tentang Tuhan, bisa di anggap insan beragama ?

Mohon penjelasan ustadz, baik dengan dalil aqli dan naqli.Salam..

Rabu, 02 September 2020

Metode Mengenal Tuhan


Oleh Ustadz Sinar Agama http://www.facebook.com/groups/210570692321068/doc/272667122778091/ Oleh Anggelia Sulqani Zahra pada 8 November 2011 pukul 17:31


Fatimah Zahra: Salam ustadz yang kita cintai. Apakah benar akidah syiah itu berdiri di atas 5 perkara, yakni: Tauhid, Keadilan Ilahi, Nubuwah, Imamah dan Ma’ad? Apakah hanya dengan metode filsafat orang bisa mempelajari ini? Bagaimana dengan orang-orang yang mengenal syiah melalui sejarah tanpa mempelajari Tauhid? Bukankah secara jelas-jelas Tuhan katakan, awal beragama kenali Tuhan-mu?

Jumat, 03 Mei 2019

Kewajiban Mengetahui Dzat dan Sifat-Sifat Tuhan


Seri tanya jawab Peter Sondakh dengan Sinar Agama
by Sinar Agama (Notes) on Tuesday, April 2, 2013 at 10:30 am

Peter Sondakh: 6 Maret 2013, Peter mau nanya nih.. benar gak sih dalam islam itu “kalo mempertanyakan tentang Tuhan sama halnya mengejekNya?” 

Sepeda Ontel: Ya justru Tuhan itu harus kita kenal bukan hanya bertanya tentang Tuhan, 

Arief Fadhillah: Setahuku, yang dilarang hanyalah pembahasan mengenai dzatNya. Aku belum pernah menjumpai pelarangan dalam membahas sifat dan perbuatanNya. 

Sinar Agama: Salam dan terimakasih pertanyaannya: 

Bertanya itu ada berbagai tujuan. Ada yang bertanya tapi maksudnya mengejek, misalnya “Apa Tuhan itu?” yang biasanya disertai dengan nada mengejek. Ini yang jelas tidak boleh. 


Tapi kalau bertanya ingin tahu, maka bukan lagi tidak dikatakan tidak mengejek, dan tidak lagi dikatakan boleh, tapi bahkan wajib dilakukan. 

Saya sudah sering menulis di facebook ini bahwa Tuhan sendiri mewajibkan kita untuk mengetahuinya. 

Banyak ayat yang memerintahkan kita mengetahui DiriNya dan sifat-sifatNya, seperti: 

- QS: 2: 209: 

فَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ عَزِيزٌ حَكِيمٌ 

“Maka ketahuilah oleh kalian, bahwa Allah itu Maha Mulia dan Bijaksana.” 

- QS: 5: 34: 

فَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ 

“Maka ketahuilah bahwa Allah itu Maha Pengampun dan Kasih” 

........... dan seterusnya... 

Dimana semua ayat-ayat yang banyak itu mewajibkan kita mengetahuiNya. Jadi, sudah tentu, bagi yang belum tahu tentangNya atau belum tahu banyak tentangNya, boleh bertanya. Ingat, perintah-perintah di atas itu perintah untuk mengetahui, bukan kata-kata gertakan. Tapi perintah suruhan untuk mempelajariNya. 

Zee Segaf: Tuhan itu tidak ada dan tidak akan pernah ada. 

Andre Nan Sabatang: “Tuhan itu ada dan tetap ada adaNYA”,,,,,, 

Andre Nan Sabatang: “Bila anda berkata tuhan itu dimana berarti anda menghendaki IA mempersempit keadaanNYA,,,padahal IA tak terjamah oleh ruang dan waktu,,,,bila anda berkata kenapa,, bagaimana,, berarti anda menyamainya dengan makhluk,,,,bila anda mengatakan tidak,,berarti anda menghendaki selainNYA,,,,,”,,,,,,itu yang dimaksud ranah tentang dzat,,,,bila begitu bagaimana kita mengenalNYA? Pahami sifat sifatNYA,,,sebab dzat dan sifat tak berlainan,,,,,,,semoga manfaat yah brooo,,,,,spiriittt om,,,,hehehe,,,, 

Hanifan Prasna Verdi: Ada dua kemungkinan : Apakah niatnya seperti nabi Musa atau Nabi Ibrahim yaitu mencari kebenaran, maka akan diberikan jalan untuk mengenalNYA, atau niatnya seperti kaum kafir hanya mengejek..maka disambar halilintar. Dalam artian malah dijauhkan untuk bisa mengenalNYA. semakin jauhhh. 

Zee Segaf: Sesungguhnya orang-orang tauhid (yang mempelajarinya) menciptakan Tuhan dari pikirannya sendiri dan bukan Tuhan sesungguhnya. 

Sinar Agama: Arief dan Zee: Mengenal DzatNya juga diwajibkan oleh Allah. Ayat-Ayat yang sudah saya kutip di atas itu, sudah menunjukkan hal ini. Karena ketika diwajibkan mengetahui bahwa “Allah itu Maha Pengampun”, tandanya harus tahu dulu siapa Allah itu. Kalau kita tidak tahu Dzat Yang Disifati, maka jelas tidak akan tahu sifatNya dan tidak akan pernah tahu bagaimana pensifatanNya itu. Tahu sifat tanpa tahu dzat, jelas sifatnya akan jauh dari dzat. Artinya, akan bisa membuat sifat tersebut, bahkan yang menentang dan merendahkan dzat yang disifatinya. 

Apalagi QS: 47: 19: 

فَاعْلَمْ أَنَّهُ لَ إِلَهَ إِلَّ اللَّهُ 

“Maka ketahuilah bahwa tiada Tuhan kecuali Allah!!” 

Jadi kita diwajibkan tahu yakni diwajibkan berilmu dimana ilmu mesti dengan argumentasi, bahwa tiada Tuhan kecuali Allah. Yakni mengapa seperti itu. Yakni harus tahu makna Tuhan dan harus tahu pula bahwa Tuhan itu hanya dan hanya Allah. 

Tentu saja, pengetahuan ini, yakni tentang Allah dan Sifat-SifatNya ini, yakni yang diwajibkan Tuhan untuk diketahui ini, semua dan semua, hanya seukuran kemampuan maksimal manusia. 

Artinya, hanya diwajibkan tahu, bukan mencapai. Karena itu, tidak usah bingung dengan perkataan bahwa bagaimana bisa tahu Tuhan yang tidak terbatas dengan akal yang terbatas? Karena yang diwajibkan tahu adalah tahu maksud dan maknanya, bukan mencapainya. 

Apa lagi ketika seseorang mengatakan seperti diatas itu, maka sudah pasti ia tahu makna tidak terbatas. Lah, kok bisa ia mengerti makna tidak terbatas, sementara melarang untuk mengerti Tuhan Yang Tidak Terbatas???!!! 

Karena itulah maka yang kita tahu itu adalah pahaman kita saja yang kita buat sesuai melalui argumentasi gamblang sesuai dengan perintah-perintahNya di ayat-ayatNya di atas itu dan, sudah tentu pahaman ini adalah buatan kita sendiri. 

Tapi buatan ini wajib dilakukan. Tapi dalam menyembah, kita tidak boleh menyembah pahaman ini tanpa sifat Allah Lebih Besar (Allahu Akbar), yakni Allah Lebih Besar Dari Pahamanku ini. 

Kalah Tuhan tidak diketahui sama sekali, lah...trus kita menyembah apa ketika menyembah?! 

Kalau kita disuruh memikirkan alam, maka berarti ketika shalat harus memikirkan alam, baik dalam tegak, rukuk dan sujud. Lah....bukankah ini namanya menyembah alam?! 

Jadi, sembahlah Allah yang, tentu saja sesuai dengan yang kita pahami itu, akan tetapi dengan pensifatan bahwa Allah Lebih Besar Dari Yang Kita Tahu itu. 

Semua ilmu ini tidak mudah tanpa ajaranNya yang disalurkan melalui kitabNya dan hadits-hadits NabiNya saww serta hadits para imam makshumNya as. 

Wassalam. 


Sciita Ali: Bagaimana memahami makna dari firman Allah SWT, “Aku sebagaimana persangkaan hambaKu” (mudah-mudahan saya tidak salah kutip) jika dihubungkan dengan penjelasan ustadz pada paragraf ke-4 dari bawah? 

Sebelum dan sesudahnya, makasih banyak ustadz.... 

Sinar Agama: Sciita: Alinea 4 dari bawah itu menjelaskan tentang Tuhan dan sifat-sifatNya yang wajib diketahui dengan penambahan bahwa Ia lebih besar dari yang kita tahu. Sedang baik atau buruk sangka pada kita, merupakan bayangan terhadap apa yang akan dilakukanNya terhadap kita dan, hal ini jelas beda dari yang kita bahas. 

Sciita Ali: Bisa ustadz jelaskan lebih lanjut kata-kata, “Sedang baik atau buruk sangka pada kita, merupakan bayangan terhadap apa yang akan dilakukanNya terhadap kita”?



اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وآلِ مُحَمَّدٍ وعَجِّلْ فَرَجَهُمْ

Minggu, 18 November 2018

Allah itu di Langit?



Seri status Sinar Agama
by Sinar Agama (Notes) on Wednesday, December 19, 2012 at 11:15 pm

Sinar Agama: 17 September, 

Bismillaah: Yang menatap Allah di atas langit, maka takwa padaNya untuk mengejarNya ke ketinggian dan kemuliaan. Karena itu, semakin ia merasa lebih baik, maka semakin merasa lebih tinggi dari yang lainnya. Di sini mereka akan teruji tentang kesombongan, yakni apakah akan menyepelekan orang lain yang diyakini berada di bawahnya atau tidak. 

Tapi yang menatap Allah sebagai Wujud/Zat Tak Terbatas, maka takwa padaNya untuk mengkikis kemerasaberadaan dan kemuliaan dirinya sendiri. Karena itu, semakin ia menyembahNya, sema- kin tidak melihat diri dan kebaikannya serta melihat dirinya yang tersisa, lebih buruk dari yang lainnya. Di sini, dia tidak akan pernah terganggu dengan kesombongan. Karena dia semakin meniada, lalu apa yang akan dijadikan kesombongan? 

Dialectics Syari’ati, Rahim Ibrahim, Syuber Ali dan 89 lainnya menyukai ini. 

Adzar Alistany Kadzimi: Sawak Ustadz Sinar Agama. 

Cholif Farida Ida: Nyimak. 

Lembayung Senja: Allahumma shalli’ala Muhammad wa aali Muhammad wa aajil farajahum... 

Hidayat Fajarاللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مَُمَّدٍ وآلِ مَُمَّدٍ 

Asrullah Sitory: Sinar@ betul betul betul. 

Khommar Rudinاللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مَُمَّدٍ وآلِ مَُمَّدٍ 

Rizky Sattya Ramadhanاللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مَُمَّدٍ وآلِ مَُمَّدٍ 

I’am Lanzاللَّهُمَّے صَلِّے عَلَى مُحَمَّدٍ وآلِے مُحَمَّدٍ وعَجِّلْے فَرَجَهُمْ

Ummi Jawad: Allahumma shalli ala Muhammad wa aalli Muhammad..syukron ustadz. 

Eman Sulaeman: Allahumma Sholli ‘Ala Muhammad Wa Ali Muhammad. 

Daris Asgar 

اللَّهُمَّے صَلِّے عَلَى مُحَمَّدٍ وآلِے مُحَمَّدٍ وعَجِّلْے فَرَجَهُمْ

Irawati Vera

اللَّهُمَّے صَلِّے عَلَى مُحَمَّدٍ وآلِے مُحَمَّدٍ وعَجِّلْے فَرَجَهُمْ

Fadly Ilyas: Dg Liwang Mohon ijin share ustadz... Semoga Allah selalu melimpahkan cahaya ilmu buat ustadz, ilahi aamiin. 

Wassalam.


اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وآلِ مُحَمَّدٍ وعَجِّلْ فَرَجَهُمْ

Konsekuensi Mengabdi Tuhan Yang Tidak Terbatas



Seri status Sinar Agama
by Sinar Agama (Notes) on Wednesday, December 19, 2012 at 10:58 pm


Sinar Agama: 15 September, Bismillaah: 

Kita semua mengakui dengan seyakin-yakinnya bahwa Allah itu tidak terbatas dalam segala- galanya di mana menjadikanNya -dalam keyakinan kita- sebagai Satu Wujud Yang Tidak Terbatas. 

Akan tetapi, beranikah kita menyembahNya sebagai Yang Tidak Terbatas?????!!!! 

Akan tetapi, beranikah kita mencari ilmu, fadhilah dan keutamaan-keutamaan di hadapan Yang Tidak Terbatas????!!!! 

Akan tetapi, beranikah kita melakukan semua kebaikan, baik kebaikan pribadi atau sosial-politik atau budaya, di hadapanNya Yang Tidak Terbatas????!!!!!! 

Atau kita selalu berebut ilmu, kebaikan, bantuan, fadhilah, keutamaan ...dan seterusnya denganNya Yang Tidak Terbatas itu hingga sebenarnya telah menjadikanNya dalam hati/akal kita sebagai Yang Terbatas?????????!!!!!!!! 

Cahaya Hati, Indah Kurniawati, Yosep Kurnia Pratama dan 84 lainnya menyukai ini. 

Hikmat Al Isyraq: Syukron katsir sudah diingatkan. 

Denny Siregar: Keterbatasan hati dan akal dalam memandang hubungan dengan manusia lain sebenarnya adalah bagian dari keterbatasan memandang Tuhan. 

Ridho Fakhru Ridho: Mohon dijelaskan, ustadz saya tidak paham. 

Firman Asyhari Bin Masyhudi: Bahkan dengan menyebut NamaNya maka juga telah membatasi hakikatnya, memang secara syariat begitu adanya, tetapi tanpa syariat bagaimana bisa mengenal- Nya, jadi syariat adalah sarana menuju hakikat yang tak terbatas.

Sinar Agama: Salam dan terima kasih atas jempol dan komentar-komentarnya. 

Sinar Agama: Ridha, saya sudah sering menjelaskan di catatan-catatan, karena itu, kalau ada waktu kunjungilah dan pilihlah yang sesuai dengan topik di atas.

Ringkasnya, kalau Tuhan itu diyakini tidak terbatas, maka jelas tidak akan ada wujud lain sekalipun terbatas. Jadi, semua makhluk ini hanya esensi saja dan, karena itu penyembahan kita (esensi) bisa diniatkan sebagai menumpuk kebaikan dan pahala di mana hal ini boleh-boleh saja dan juga akan selamat di akhirat kelak, tapi bisa diniatkan sebagai peniada dari perasaan ada. Karena kita sebagai esensi, jelas bukan eksistensi. Tapi kemerasaeksistensian ini selalu meliputi diri kita sendiri karena keterhijaban kita. Karena itu, ketaatan itu, akan diperuntukkan untuk meniadakan perasaan ada tersebut. Jadi, semakin taat padaNya akan semakin merasakan ketiadaan dirinya dan kehanyaesensian dirinya. Beda kalau golongan pertama itu maka semakin taat ia akan merasa semakin sempurna dalam wujudnya dan merasa akan semakin tinggi. 

Ridho Fakhru Ridho: Syukran, ustadz. Wassalam.


اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وآلِ مُحَمَّدٍ وعَجِّلْ فَرَجَهُمْ

Kamis, 04 Oktober 2018

Apakah Tuhan Dapat Dikenali



Seri Tanya Jawab Poeput Maniez dan Ustadz Sinar Agama 
Oleh Anggelia Sulqani Zahra pada 2 Juli 2011 pukul 13:44


Poeput Maniez: Salam ustadz, ana mau bertanya, dikatakan bahwa Tuhan itu tidak bisa dikenali, jika ia dikenali maka Tuhan itu terbatas, dan berarti itu bukan Tuhan. Hal ini bertolak belakang dengan hadis Imam Ali, kenalilah dirimu maka engkau akan mengenal Tuhanmu. Apakah ini berarti pengenalan kita pada diri sendiri merupakan lawan dari pengenalan terhadap Tuhan? Lalu dikatakan pula, bahwa Tuhan tidak memiliki sifat, jika ia memiliki sifat maka tidak bedanya kita mengobjekan Tuhan (brarti Tuhan terbatas), lalu bagaimana dengan sifat-sifat / asmaul husna ? Apakah sifat-sifat tersebut sifat Tuhan atau bagaimana penjelasannya? 


Sinar Agama: salam dan terimakasih atas pertanyaannya: 

(1). Kalau ingin tahu rincian jawaban pertanyaanmu ini, maka rujuklah catatanku yang berjudul “Pokok-Pokok dan Ringkasan Ajaran Syi’ah” bagian pertama. 

(2). Ringkasnya: Tuhan itu wajib dikenali. Karena akal sendiri yang mewajibkannya. Begitu pula agama Islam. Akal mengatakan, kalau kamu tidak tahu Tuhanmu, bagaimana kamu bisa mensyukuri pemberianNya, mengabdiNya dan/atau memilih agamaNya di antara banyak agama, dan bahkan bagaimana kamu bisa memilih Tuhanmu dari berbagai penawaran tentang Tuhan sepanjang sejarah manusia ini. 

Kalau kamu tidak menggunakan akalmu, dan tidak wajib mengenal Tuhanmu, lalu mengapa kamu nekat memilih Tuhan yang satu? Mengapa tidak memilih yang dua tuhan atau lebih? 

Dan kalau kamu tidak wajib mengenal Tuhanmu, mengapa ketika kamu memilih agama Islam (dari keturunan) di Qur'an Tuhan banyak sekali mengatakan “Ketahuilah bahwa Tuhanmu itu Maha ini dan itu”. Bukankah bahwa perintahNya itu wajib dilakukan? Dan bukankah melakukan perintah Tuhan di ayat ini adalah mengetahuiNya? 

Nah, kalau Tuhan itu tidak bisa dikenali, maka sudah pasti akal kita dan Qur'an kita (bagi yang beriman) harus pula ditinggalkan. Yakni tidak boleh memilih Tuhan manapun. Karena kita tidak kenal Tuhan manapun. Jadi memilih salah satu diantaranya adalah kekonyolan yang nyata. 

Dan bagi yang beragama Islam maka Tuhan telah sia-sia memerintahkan kita semua untuk mengetahui dan mengenaliNya. 

(3). Dengan demikian maka Tuhan wajib dikenali, baik dengan dalil akal atau apa saja yang bisa disaring dengan akal. Apakah Qur'an atau Injil. 

(4). Apapun yang akan dipakai untuk mengenali Tuhan, baik Qur'an atau Injil atau Weda ...dan seterusnya, semuanya harus berakhir pada akal. Karena akal lah yang akan menerima salah satunya dan menolak yang lainnya. Karena dalam membandingkan kitab-kitab itu, tidak mungkin dengan mengikuti kitab-kitab itu. Karena kalau harus mengikuti kitab-kitab itu, berarti semua salah, karena saling menyalahkan, atau satu benar dan yang lainnya salah. Kalau yang pertama berarti kekacauan yang nyata. Dan kalau yang ke dua, maka kerancuan yang gamblang. Karena setiap orang bisa tunjuk satu kitab lalu baca dan ikuti lalu mengatakan kitab itu benar dan yang lainnya salah. 

(5). Dengan semua penjelasan di atas, maka baik mau memilih Tuhan, atau memilih agama dan kitab-kitab suci atau tidak suci, tetap berpulang kepada akal. Karena itulah akal mendahului agama dan kitab manapun, karena dalam memilihnya saja harus ikut akal dulu sebelum ikut Tuhan, agama atau kitab yang akan dipilhnya. 
Mungkin ada orang bertanya: “Kalau Tuhan itu tidak terbatas dan akal terbatas, maka bagaimana bisa mengenaliNya”. 

Jawabnya: “Lah ... kok antum tahu bahwa Tuhan itu tidak terbatas? Bagaimanakah antum memahmi kata-kata antum tentang tidak terbatas itu?” 

Kalau dia menjawab: “Tidak terbatas itu adalah yang tidak memiliki batasan, baik ujung atau pangkal, baik volume atau waktu ...dan seterusnya “ 

Maka jawaban kami: “Nah.. dengan itu berarti terbuktilah kebenaran kami, bahwa tidak terbatas itu bisa dikenali”. 

Untuk selanjutnya, yakni untuk menjawab detail-detail hal ini dan sifat-sifatNya, maka rujuklah catatan saya itu. Kalau tidak bisa di akun yang sinar ini, maka ambillah di akun ke duaku yang bernama Mekar Sari Dua Belas, wassalam. 

Syaiful Bachri: Ustadz bisa tolong add ana di Mekar Sari Dua Belas, ana sudah add tapi belum diconfirm, terimakasih. 

Sinar Agama: Syaiful: Ana sengaja tidak terima pertemanan, seperti tidak masuk tulisan-tulisan lainnya disitu hingga mengotorinya dan menyulitkan orang mendapatkan catatanku. Tapi semua tulisannya untuk semua orang, jadi diapain aj bisa in syaa Allah, artinya tidak harus berteman untuk mengambil catatan dan berkomen, walau kuanjurkan untuk komen di sini saja, jangan di sana, afwan dan terimakasih. 


Khommar Rudin: Allah humma shalli alaa Muhammad wa aali Muhammad wa ajjilfarajahum. 

Alia Yaman: Maaf... Ada celah di Notes ini buat orang lain untuk meng-edit isi notes sesuka hati... Bisa diumpetin gak “ Edit Doc” di atas? 

Hendy Laisa: Alia Yaman>gimana caranya mas supaya gak sembarang orang bisa mengedit dokumen di grup ini? Mohon pencerahannya. 

Hendy Laisa: Atau akhi Alia Yaman bisa langsung info caranya ke sang kreator notes-notes ini si Anggelia Sulqani Zahra ? 

Alia Yaman: Ana sama sekali gak tahu... Afwan. 

Alia Yaman: Sepertinya Privacy Settings atau sejenisnya. Yang bisa Setting cuma Admin... 

Hendy Laisa: Sepertinya gak ada settingannya akhi Alia Yaman... sebab saya juga lagi utak atik salah satu grup yang saya jadi adminnya gak ketemu settingannya. 

Sang Pencinta: Mas-mas, memang grup ini ga bisa dihilangkan edit note-nya. Tenang aja, Angelia selalu menimpa file-file yang terekam sudah diedit oleh orang lain. 

Hendy Laisa: Semoga web yang diasuh akhi Sang Pencinta bisa menyimpan file-file asli notes grup ini.. karena kalau sudah di web gak akan mungkin orang lain bisa mengedit..bukan begitu akhi..? Afwan.


اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وآلِ مُحَمَّدٍ وعَجِّلْ فَرَجَهُمْ