Minggu, 18 November 2018

Konsekuensi Mengabdi Tuhan Yang Tidak Terbatas



Seri status Sinar Agama
by Sinar Agama (Notes) on Wednesday, December 19, 2012 at 10:58 pm


Sinar Agama: 15 September, Bismillaah: 

Kita semua mengakui dengan seyakin-yakinnya bahwa Allah itu tidak terbatas dalam segala- galanya di mana menjadikanNya -dalam keyakinan kita- sebagai Satu Wujud Yang Tidak Terbatas. 

Akan tetapi, beranikah kita menyembahNya sebagai Yang Tidak Terbatas?????!!!! 

Akan tetapi, beranikah kita mencari ilmu, fadhilah dan keutamaan-keutamaan di hadapan Yang Tidak Terbatas????!!!! 

Akan tetapi, beranikah kita melakukan semua kebaikan, baik kebaikan pribadi atau sosial-politik atau budaya, di hadapanNya Yang Tidak Terbatas????!!!!!! 

Atau kita selalu berebut ilmu, kebaikan, bantuan, fadhilah, keutamaan ...dan seterusnya denganNya Yang Tidak Terbatas itu hingga sebenarnya telah menjadikanNya dalam hati/akal kita sebagai Yang Terbatas?????????!!!!!!!! 

Cahaya Hati, Indah Kurniawati, Yosep Kurnia Pratama dan 84 lainnya menyukai ini. 

Hikmat Al Isyraq: Syukron katsir sudah diingatkan. 

Denny Siregar: Keterbatasan hati dan akal dalam memandang hubungan dengan manusia lain sebenarnya adalah bagian dari keterbatasan memandang Tuhan. 

Ridho Fakhru Ridho: Mohon dijelaskan, ustadz saya tidak paham. 

Firman Asyhari Bin Masyhudi: Bahkan dengan menyebut NamaNya maka juga telah membatasi hakikatnya, memang secara syariat begitu adanya, tetapi tanpa syariat bagaimana bisa mengenal- Nya, jadi syariat adalah sarana menuju hakikat yang tak terbatas.

Sinar Agama: Salam dan terima kasih atas jempol dan komentar-komentarnya. 

Sinar Agama: Ridha, saya sudah sering menjelaskan di catatan-catatan, karena itu, kalau ada waktu kunjungilah dan pilihlah yang sesuai dengan topik di atas.

Ringkasnya, kalau Tuhan itu diyakini tidak terbatas, maka jelas tidak akan ada wujud lain sekalipun terbatas. Jadi, semua makhluk ini hanya esensi saja dan, karena itu penyembahan kita (esensi) bisa diniatkan sebagai menumpuk kebaikan dan pahala di mana hal ini boleh-boleh saja dan juga akan selamat di akhirat kelak, tapi bisa diniatkan sebagai peniada dari perasaan ada. Karena kita sebagai esensi, jelas bukan eksistensi. Tapi kemerasaeksistensian ini selalu meliputi diri kita sendiri karena keterhijaban kita. Karena itu, ketaatan itu, akan diperuntukkan untuk meniadakan perasaan ada tersebut. Jadi, semakin taat padaNya akan semakin merasakan ketiadaan dirinya dan kehanyaesensian dirinya. Beda kalau golongan pertama itu maka semakin taat ia akan merasa semakin sempurna dalam wujudnya dan merasa akan semakin tinggi. 

Ridho Fakhru Ridho: Syukran, ustadz. Wassalam.


اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وآلِ مُحَمَّدٍ وعَجِّلْ فَرَجَهُمْ

Tidak ada komentar:

Posting Komentar