﷽
Seri status Sinar Agama
by Sinar Agama (Notes) on Thursday, December 13, 2012 at 10:45 pm
by Sinar Agama (Notes) on Thursday, December 13, 2012 at 10:45 pm
Sinar Agama: 18 Agustus, Bismillaah:
1 Syawal belum tentu besok:
Salam bagi semua ikhwan dan akhwat. Alfakir dulu termauk orang yang mengandalkan ru’yat NU karena ketradisionalannya (sunnah Rasul saww). Tapi baru sekarang tahu kalau ru’yat bagi mereka itu sudah tidak seperti dulu lagi yang menggunakan mata. Jadi, perukyatan sekarang ini, sebenarnya dari rumusan NU itu sendiri yang memakai konsep imkaanurru’yah. Menurut info TV tadi petang, Bapak Din Syamsudin malah mengisykal NU mengapa dulu NU menetapkan imkaanurru’yah (kebisaan dilihat) itu 6 derajat, lalu menjadi 4 derajat dan sekarang menjadi 2 derajat. Yang dapat dipahami dari isykalan itu, maksudnya adalah (setidaknya dapat dipahami seperti ini:
“Kalau NU punya rumus, maka rumusnya apa, lalu mengapa menyalahkan hisab?”
Kalau dalam pandangan Ahlulbait as, ru’yat itu harus dengan mata, hingga kalau kecil amat dimana tidak bisa terlihat mata dan hanya bisa dilihat dengan teleskop, maka hal itu tidak mencukupi.
Menurut info, tadi di bahasan TV Metro diumumkan daerah-daerah mana yang bisa melihat dengan mata telanjang dengan tanpa mendung di mana mencakupi Afrika Selatan dan Amerika Latin. Lalu daerah-daerah yang bisa melihat dengan mata telanjang dan teleskop seperti Maroko, lalu daerah-daerah yang hanya bisa melihat bulan dengan teleskop seperti Indonesia dengan seluruh bagiannya dari Sabang sampai Merauke.
Dengan demikian, maka besok belum tentu 1 syawal. Dan kalau ragu, maka tetap dihukumi 1 Syawal dan puasa, atau musafir sebelum zhuhur lalu membatalkan puasanya di batas musafirnya dan kemudian diqodho di kemudian hari.
Di Iran sudah diumumkan di tv bahwa melihat bulan di hari ini, hampir mustahil. Tapi mereka masih menunggu sampai tengah malam nanti, barangkali ada yang melihat dengan bukti dan dalil gamblang. Saya juga akan terus mencoba menelusuri para saksi peru’yat di Indonesia itu, apakah ada yang meru’yat tanpa melalui teleskop.
Muhammad Nurahim Okki, Khommar Rudin dan 60 orang lainnya menyukai ini.
Husein Jon: Syukran ustadz
Sigit Gustiawan: Dengan demikian ustadz, apabila besok belum tentu 1 syawal, maka tetap menjalankan puasa?? Syukran ustadz..
Ali Alhabsy: Jadi yang selama 3 malam laitul qadr begadang juga belum tentu bener ya.. Kasihan.. deh.. Makanya tuan-tuan dan Sayyid-sayyid bersatulah kalian yang berpendidikan.
MukElho Jauh : Jadi keputusannya bagaimana ustadz...
Sinar Agama: Salam dan terima kasih atas jempol dan komentar-komentarnya.
Sinar Agama: Sigit: Benar, kalau sampai menjelang shubuh kita tidak mendapat informasi yang valid secara fikih, maka kita wajib puasa atau, lari ke batas musafir sebelum zhuhur sambil bawa ketupat, he he ...
Sinar Agama: Ali: Apa hubungannya puasa 29 atau 30 dengan malam qadr?
Sinar Agama: M J: Kalau tidak ada info yang dapat dipercaya seperti NU yang mengatakan melihat dengan mata, maka kita besok tetap wajib puasa.
Sigit Gustiawan: Alhamdulillah..terimakasih ustadz. Mohon petunjuk berikutnya ustadz..
MukElho Jauh · 101 teman yang sama: Ustadz keputusan itu sudah bulat atau kita menunggu keputusan lain ... Mohon penjelasan yang gamblang.
Haykel: Ok Ustadz, ana ikuti fatwa tim Mishbahul Huda, Malang, apakah bisa dijadikan pegangan?
Sinar Agama: Haykel: Kalau mereka adil (tidak melakukan dosa besar dan kecil) dan menyatakan melihat dengan mata, maka sudah pasti bisa dipakai.
Sang Pencinta: Wah ide cemerlang: lari ke batas musafir sebelum zhuhur sambil bawa ketupat, patut direnungkan hingga akhir malam...
Zakiya Baseem: Ustadz...syukran atas penjelasannya yang gamblang dan jelas. Jika nanti sampai tengah malam ada kabar lain mohon di share ya...Ustadz. Afwaan...
Emen Ashmade: Sinar Agama@bagaimana bisa belum tentu besok sedangkan takbir sudah berkumandang di mana-mana..??
Deddy Prihambudi: 1 Syawal insya Allah jatuh pada hari Ahad, 19 Agustus 2012. meskipun BUKAN menjadi pegangan, namun kami mengikuti putusan Sidang Itsbat Husayniyah Misbah Al Huda, Kota Malang, yang menyebutkan demikian. Salam.
Alia Yaman: Kalau yang berada di pulau kecil yang luasnya tidak mencapai batas musafir bagaimana hukum bagi mereka Ustadz?
Mhuoes Hugos · Berteman dengan Syakir Muhammadong:
Assalamualaikum,,,,tapi ada yang pernah saya dengar pendapat yang mengatakan bahwa puasa itu harus cukup 30, saya minta pendapat ustadz?
Tapi, keputusan menteri agama kan udah bulat, bahwa 1 syawal jatuh pada hari minggu,,,,,,,,,jadi gimana dengan itu?
Sinar Agama: Dedy: Kalau mereka adil (tidak melakukan dosa besar dan kecil) dan menyatakan melihat dengan mata, maka sudah pasti bisa dipakai.
Ali Alhabsy: Ana mulai berpuasa hari jumat berdasarkan hisab, lalu jika besok masih puasa berarti puasa yang ke 31. Sudah pasti besok hari tasrik..yang berpuasa hari sabtu berisiko tinggi bila besok masih berpuasa..
Sinar Agama: Alia, kalau pulau kecil, maka akhir darat itu adalah batas wathannya, jadi bisa naik perahu sejauh jarak musafir lalu makan lontong di sana dan setelah itu pulang dan nanti diqodho.
Sinar Agama: MH: Kalau keputusan itu dibarengi dengan penyaksian mata, maka jelas bisa dipakai karena ada NU yang kita percayai selama ini. Tapi sepertinya tadi tidak datang di sidang itsbat itu (menurut yang melihat tv). Lagi pula, seperti-nya ukuran di NU sudah bukan ru’yat, tapi imkaanurrukyat.
Saya memang belum pasti akan hal ini, tapi akan terus dicoba cari tahu apakah imkanurrukyah itu sudah tidak perlu rukyat lagi kalau sudah mungkin untuk diru’yat, atau masih perlu juga diru’yat. Kalau imkanurru’yah di NU ini masih diwajibkan meru’yat dengan mata dan bukan dengan pembesar (teleskop), maka kesaksian NU masih bisa dipakai orang-orang Syi’ah, karena walau kita tahu keadilannya, akan tetapi sudah menjadi syiyaa’ (keumuman di NU atau masyarakat), karena kehati-hatiannya dan ketelitiannya dan banyaknya titik peru’yatan yang disebar diseluruh Indonesia selama puluhan tahun yang berakar dari pekerjaan ratusan tahun ulama-ulama syafi’ii di Indonesia.
Uda Desti: Jadi gimana ni pak Ustadz..aku jadi bingueeeng.
Sinar Agama: Ali: Kalau antum Syi’ah, maka memulai puasa dengan hisab itu jelas batal. Begitu pula di Syafi’ii. Karena itu, bukan puasa besok yang beresiko, tapi puasa di hari Jum’at itu yang salah.
Sinar Agama: Uda: Mengapa bingung? TANYAKAN SAJA PADA YANG MENGATAKAN BESOK ITU HARI LEBARAN APAKAH MEREKA MELIHAT DENGAN MATA, TERUTAMA YANG NGAKU SYI’AH. KALAU TIDAK ADA, MAKA BESOK TETAP PUASA. JADI, MELENGKAPI 30 HARI ITU ADALAH KEWAJIBAN, TERUTAMA KETIKA BINGUNG TERSEBUT.
Ali Alhabsy: Ana syiah, antum bukan marjik... Pembodohan.. Bagaimana negara kita yang mengalami dua musim penghujan dan kemarau, bagaimana jika musim penghujan? Apakah dipastikan dapat melihat hilal. dan bagaimana daerah yang tidak dilalui peredaran matahari dan bulan.?
Dúl Wáháb Sálápí: Sinar Agama keterangan Ustadz ini sangat ruwet, padahal do’a Nabi Muham- mad saw saat hari lebaran sangat jelas yang artinya “Ya Allah jadikan hari ini hari Raya bagi Muslimien” artinya hari Raya Muslimin itu harus bareng di hari yang sama, tidak ada cerita di sana lihat bulan dan tidak lihat bulan. Dan soal melihat dengan alat, di Iran itu malah di jalan-jalan. Kasian orang awam kalau harus dibuat bingung oleh para Ustadz-ustadznya.
Sukaenah Azzahro · 97 teman yang sama: Saya nunggu kabar selanjutnya.
Sinar Agama: Ali: Karena ana bukan marja’ maka ana ini menukilkan hukum semua marja’ yang mentidakbolehkan memulai bulan hijriah itu dengan hisab. Kalau mau ikut marja’, maka kalau mendung dan hujan, wajib dilengkapi 30 hari (bulan sebelumnya).
Ali Alhabsy: Wah-wah jadi pada bulan sya’ban kalau ga melihat hilal juga dilengkapi jadi 30 hari dan pada Ramadhan kalau musim hujan juga harus di lengkapi 30 hari? Makanya sampai mati Islam ya kacau terus, mana ada di dunia ini 1 syawal ada dua hari dan 1 Ramadhan juga ada dua hari emang mau sampe kapan kita bisa menyamakan persepsi kalau setiap orang yang bukan bidangnya mengomentari yang bukan bidangnya.. Mau sampai kapan kalau begini.
Mhuoes Hugos : Tapi,,,kan di Indonesia semua melihat hilal dengan bantuan alat,,,,,bukan dengan mata telanjang,,,,,.. Jadi kalau begitu, sama aja tidak dibolehkan dong. Mohon kejelasannya?
La Ode: Buat semuanya!:
Kita yang berbicara besok 1 syawal atau bukan kapasitas kita hanya manusia biasa, jadi tidak perlu permasalahkan itu,! ikuti saja kata hati, karena hati itu yang paling mendasari keyakinan kita! Tidak usah terprovokasi oleh orang-orang yang belum tentu juga benar!
Qila Sayla : Ustadz, di Hongkong bulan kelihatan kecil dan cuman bisa dilihat pake teleskop...dan ustadz di sini bilang besok udah lebaran gimana nich...?
Bande Husein Kalisatti: Salam : dalam buku DARAS FIQH hal :249, di catatan poin 2. Jika hakim memutuskan (mengeluarkan hukum) bahwa esok adalah hari raya dan hukum ini berlaku untuk seluruh penjuru negeri, maka hukum ini secara syar’i berlaku untuk seluruh kota dalam satu negara (ajwibah al-istifta’at No.844).
Bande Husein Kalisatti: poin 3. Dalam mengikuti pengumuman rukyat hilal melalui suatu pemerintahan, tidak disyaratkan keIslamannya pemerintah tersebut, melainkan tolok ukurnya adalah dalam kasus ini adalah dihasilkannya kemantapan dan keyakinan yang cukup terhadap rukyat di wilayah tempat tinggal mukalaf (ajwibah al istftaat no.849)
Bande Husein Kalisatti: Daras fiqh hal.250. 1.6 . Hari ketika seorang ragu (apakah hari itu) merupakan hari terakhir bulan romadhon ataukah awal syawal, maka wajib dia untuk berpuasa. Tetapi bila pada pertengahan hari diketahui ternyata hari tersebut adalah awal bulan Syawal, maka dia harus melakukan ifthar (berbuka) meskipun telah mendekati magrib. (Ajwibah al istifta’at)
Sinar Agama: Ali: Tadi minta marja’, lah .. dikasih marja’ malah tidak mau. Nah, kalau marja’nya seperti antum, maka sudah pasti kacau.
Sinar Agama: MH: Memang itu yang kita katakan, yakni tidak boleh dipakai. Karena itu dikatakan di Iran hari ini hampir mustahil melihat hilal.
Sinar Agama: La Ode: Kita bicara hukum kok dikatakan provokasi? Karena itu, sambil menunggu kabar orang yang melihat dengan mata, maka kita bicarakan hukumnya. Semua pembicaraan ini, adalah kapasitas peran muqallidiin/yang-taklid. Karena bukan membahas pemfatwaannya, tapi penerapan fatwanya.
Sinar Agama: Qila: Hal itu tidak bisa dipakai. Kalau teleskopnya itu tidak bertentangan dengan peru’yatan mata, hingga bisa dikatakan ru’yat, maka hal itu boleh-boleh saja. Tapi kalau dengan mata tidak bisa dilihat karena kecilnya, lalu dengan teleskop bisa dilihat karena dibesarkan, maka tidak boleh.
Bande Husein Kalisatti: Sinar Agama: Poin 3. Kalau kita ada keyakinan dan kemantapan mengikuti pengumuman pemerintah, yang ana pahami dari kalimat tersebut cukup menjadi pegangan. “apa ada penafsiran lain ustadz..? Afwan..
Zahra Herawati Kadarman: terima kasih infonya
Minan Ali: Allahu Akbar ... besok puasa dan jalan-jalan ....
Sinar Agama: Bande: Kemantapan yang dimaksud itu adalah kemantapan ala Syi’ah atau yang sesuai dengan Syi’ah. Tapi kemantapan pengumuman pemerintah tadi (menurut info), adalah karena bertemunya dua teori NU dan Muhammadiyah di mana NU pakai ru’yat dan Muhammadiyah pakai hisab.
Lah, masalahnya sekarang adalah, pertemuan ru’yat dan hisab itu, bukan benar-benar ru’yat yang diharapkan Syi’ah, setidaknya tidak pasti sama dengan yang dimaksud Syi’ah. Karena NU memakai pedoman imkaanurru’yah di mana dulu 6 derajat, lalu setelah itu turun menjadi 4 derajat dan sekarang 2 derajat. Jadi, yang dimaksud terpadunya ru’yat dan hisab adalah karena menurut NU sudah bisa dilihat karena mereka menetapkan 2 derajat sementara sekarang mencapai 5 atau bahkan lebih derajat. Jadi, MENURUT PEMERINTAH SUDAH ITMI’NAAN (MEYAKINKAN) KARENA BERTEMUNYA RU’YAT (IMKANUURU’YAH) ITU DENGAN HISAB.
Lagi pula, keithminaanan pemerintah itu tidak bisa dengan tanpa ukuran-ukuran sama dengan Syi’ah seperti memakai teleskop. Nah, ahli falak menyatakan bahwa Indonesia tidak bisa melihat hilal kecuali dengan teleskop. Karena itu, peru’yatan NU-pun masih perlu dilihat lagi, apalagi keithmi’naanan pemerintah yang mengambil hasil ru’yatnya.
JADI, BISA DISIMPULKAN BAHWA KEITHMI’NAANAN PEMERINTAH TIDAK BISA MEMBUAT KITA ITHMI’NAAN.
Sinar Agama: Karena itu, ithmi’naan yang dimaksud di fikih itu, adalah kita yakin bahwa yang melihatnya itu benar dan tidak menipu, yakni pemerintah dan, sudah tentu dengan mata dan bukan dengan pembesaran teleskop. Tapi kalau kita tahu dari awal sudah beda kriteria peru’yatan, maka hal itu tidak bisa dijadikan ithmi’naan/ keyakinan.
Bande Husein Kalisatti: Dalam kitab daras fiqh ditulis metode-metode untuk menentukan awal bulan :
1. Rukyat (melihat bulan) dari mukallaf itu sendiri
2. Kesaksian dari dua orang adil
3. Kemasyhuran yang menimbulkan keyakinan dan pengetahuan
4. Berlalunya 30 hari
5. Hukum dari Hakim. ( ajwibah al istiftaat no.848)
Pertanyaannya adalah : apabila ada lembaga ruk’yat di mazhab AB Indonesia, dan mengumumkan bahwa 1 syawal telah tiba : “apakah lembaga tersebut harus mengumumkan juga orang yang menjadi saksi dalam perukyatan..? Sehingga memenuhi syarat metode ke .2 ( kesaksian dari dua orang adil)..afwan.
Zahra Herawati Kadarman: Pak Bande kalau saya berpegang kepada 2 orang Ustadz Fiqih yang saya percaya dan dipercayakan oleh Marja’ - meskipun saya tidak melihat dengan mata telanjang, apakah diperkenankan?? Karena saya tidak punya kapasitas, jadi menanyakan sudah barang tentu ke yang berhak (menurut saya) di Jakarta ini adalah di ICC yang mengambil sumber dari mata mata yang melihat......... mohon infonya..........karena kalau tidak saya harus ke Bogor besok pagi......
Zahra Herawati Kadarman: Pak Bande kalau mau yang ikut Pemerintah adalah seperti yang pernah diutarakan oleh seorang Ustadz AB juga - ikut Ulil Amri, saya tidak tahu benar atau tidak karena yang saya tahu adalah “mata telanjang”, karena saya tidak punya kapasitas itu jadi saya bergantung pada yang saya percaya penuh yaitu yang diberi wewenang oleh Marja’ - ICC - Marja’ saya Seyyed Ali Khamenei meskipun di Iran sampai terakhir tadi belum bisa melihat bulan, namun kita berada di Indonesia bukan di Iran................. kembali ke sumbernya yaitu saksi saksi kuat yang memang melihat dengan mata telanjang, dan insya Allah besok 19 sudah masuk 1 Syawwal katanya, selamat malam.
Bande Husein Kalisatti: @ibu Zahra : di kitab fiqh : metodenya hanya 5 tersebut..kalau ibu mau safar ke Bogor saya safar ke Jakarta..(karena saya tinggal di Bogor..Mudah-mudahan kita ketemu di batas kota..dan setelah melewati batas tarakhus kita makan opor ayam bareng-bareng..he..he
Zahra Herawati Kadarman: hehehehehehe
Bande Husein Kalisatti: Ibu Zahro HK..txs infonya.
Hidayatul Ilahi: Salam ustadz,,,tadi saya dapat info,,,Dewan Itsbat Div. Ru’yah Hilal Misbah al- Huda malang meru’yat dengan mata telanjang,,,afwan.
Alia Yaman: Puji Tuhan... Lega banget jadinya.
Jack Marshal: Tadi saya baca di runing text Metro tv, hilal terlihat di atas 6°.
Sinar Agama: Bande: Semestinya seperti itu, yakni dua hal yang harus diumumkan: Pertama, melihat bulan. Ke dua, melihat dengan mata.
Nah, setelah orang-orang yang melihat itu menyatakan peru’yatannya, maka nanti yang mendapat kabar dari mereka yang sudah bersusah payah itu, masih harus melihat keadilannya, atau hal ini bisa dikatrol kalau jumlah penyaksinya sangat banyak dan apalagi di berbagai titik hingga mungkin bisa masuk ke dalam metode penetapan yang lainnya yaitu yang syiyaa’/umum.
Metro tv (sesuai info yang lihat siarannya petang tadi) menyiarkan bahwa Indonesia mustahil bisa melihat bulan dengan mata telanjang dan, hal ini juga yang dikatakan salah satu kantor astronomi Timteng:
Di negara-negara seperti ....Malaysia, Indonesia, Singapore ...., dalam kondisi apapun, tidak bisa melihat bulan dengan mata telanjang ......
Sinar Agama: HI: Kalau memang ada yang meru’yat dengan mata, tolong infokan, karena penting buat kita semua.
Mohamed Hatem Hore: Di Iran Pakai Teleskop. https://www.facebook.com/media/set/?set=a.10151199671842228.506260.45245172227&type=1 the attempt for seeing the new moon of Eyd/Moon sighting in Holy Qom & tehran Oleh: Ayatullah Sayyid Ali Khamenei(ra)
Hidayatul Ilahi: http://www.facebook.com/yandasadra/posts/4383642706897
Muhsin Labib: Berdasarkan hasil sidang Dewan Itsbat Div. Ru’yah Hilal Misbah al-Huda ditetapkan, tanggal 1 Syawal 1433H jatuh pada hari Ahad, 19 Agustus 2012.
Mohamed Hatem:
http://ahlulbaitindonesia.org/index.php/berita/nasional/1169-dpp-abi-1-syawal-jatuh-pada- ahad-1982012-.html
DPP ABI: 1 Syawal Jatuh pada Ahad, 19/8/2012
ahlulbaitindonesia.org
Ahlulbait Indonesia - portal resmi syarat berita dengan semangat keadilan, kemanusiaan & persaudaraan.
محمد باعقيل :
Dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam,.” (QS. Al Baqarah: (187
Berdasarkan Nash Quran ini, selayaknya setiap muslim menyediakan benang putih dan hitam di rumah mereka dan mengamati benang itu setiap hendak buka puasa pada ramadan,, ini bukan berdasarkan marja’ atau ustadz cap Lebanon/ Iran/ Qum/ Riyadh/ kairo, tapi berdasarkan al Qur'an.
محمد باعقيل :
di antara muslimin baik syiah atau sunnah saya kira ada kelompok yang memandang perbedaan sebagai sesuatu yang wajar dan saling menghormati, namun ada di antara mereka adalah MANIAK dengan perbedaan, memblow-up semua ikhtilaf dalam tubuh ummat Islam, menikmati pertentangan itu dan menunjuk ke dada mereka sebagai “KAMI YANG BENAR, DAN KALIAN TIDAK BERDASAR”.
Mohamed Hatem: Mungkinkah ini syahwat marjaiyyah bib
محمد باعقيل : :))
محمد باعقيل :
tidak, tidak ada hubungan dengan maraji’ ini adalah PENYAKIT KEJIWAAN para maniak perbedaan.
Mohamed Hatem: Maksud ana, maniak pengen jadi marja’ :))
باعقيل محمد : saya kira walau ulama Syiah sendiri, yang sudah bergelar ayatullah pun memiliki jenis penyakit jiwa akut semacam ini, saya pernah mengupload mahluk sejenis ayatullah Mujtaba Shirazi yang menghina sayyed Khamenei dan sayyed Fadlullah. Ini penyakit akut milik para pem- beda.
Mohamed Hatem: Mumpung belum jadi Ayatullah, mesti disadarkan bib... karena repot kalau udah jadi ayatullah... negeri ini bisa berdarah-darah ala Pakistan,,,
باعقيل محمد : saya tidak pernah butuh dengan ayatullah, ayatullah hanya label dan label sudah terbukti tidak mewakili apapun kecuali gelar pendidikan. Ummat hanya butuh ulama ARIF dan BIJAK yang mampu mencermati KAPAN DIA HARUS BERBICARA, DI MANA DIA HARUS BERBICARA
DAN DENGAN SIAPA DIA HARUS BERBICARA, terlebih di saat kondisi ummat dalam kondisi genting seperti saat ini. Hanya orang Sinting dari kalangan ulama yang berkutat dengan masalah bujur dan derajat bulan ditengah darah dan airmata ummat terkuras menghadapi berbagai serangan musuh. Disaat setiap ketikan dan gerakan mouse dibutuhkan untuk menghancurkan propaganda musuh di saat itu para MANIAK pembeda mengarahkannya ke hati dan pikiran kaum awam yang tidak tahu menahu tentang hukum dan menghukumi dalam syariat, membingungkan dan mengecoh ummat yang berusaha menyatukan barisan. Saya tidak pernah memberikan toleransi dengan para maniak pembeda jenis ini.
Mohamed Hatem: aha satuju banget bib...
Zarranggie Syubeir: Yang komentarpun hanya bisa begini begitu.. Kalau ayatullah saja tidak luput dari itu bagaimana dengan kita para pekomen yang sedikit ilmu ngaku banyak? Hemm.
Sinar Agama: Mohammed: Antum tahu nggak, di Iran itu kalau meru’yat bukan hanya pakai teleskop, tapi pakai pesawat terbang juga. Karena semua itu adalah alat untuk memudahkan menangkap bulan yang sering nongol hanya sedikit/kecil dan hanya beberapa menit. Tapi bukan ukuran ru’yat. Jadi, semua itu dijadikan prasarana untuk cepat menemukan bulan di posisi mana sebelum kemudian meru’yatnya. Karena itulah imam Khumaini ra, tidak membolehkan pakai teleskop. Dan Rahbar hf, membolehkan kalau dalam pandangan umum bisa dikatakan meru’yat. Artinya, setidaknya dapat dipahami demikian, bahwa teleskopnya itu tidak menembus awan dan tidak membesarkan yang tidak terlihat mata karena kecilnya.
Kalau kesaksian orang-orang Indonesia itu, karena tidak menyebutkan siapa-siapa yang meru’yat dengan mata, maka tetap saja tidak bisa dijadikan dalil atau hujjah syar’i. Emangnya marja’ kok mau dijadikan sandaran sementara antum sendiri memungkinkan pembahasan-pembahasan ini adalah syahwat marjaiyyah?
Anjuranku, belajar fatwa-fatwa marja’ antum secara lebih telliti atau kalau belum belajar, maka dipelajari dengan baik, adalah jalan yang paling baik untuk antum dari pada salah hingga men- jadikan kesaksian yang tidak bisa dijadikan hujjah syar’ii menjadi hujjah syar’i dan yang bisa dijadi- kan, malah tidak dijadikannya.
Lagi pula, kalau antum suka diskusi, maka sudah layak memperhatikan akhlak mu’aasyarah atau bergaul. Karena itu sudah merupakan keseyogyaan bagi para pengikut Islam dan, apalagi AB. Jadi, tidak mempermalukan ajaran sendiri dengan akhlak buruk kita sendiri, merupakan kewajiban bersama. Kalau antum punya masalah, apa masalahnya dan tulis dengan baik, lalu kita bahas. Tapi kalau tidak suka membahas dengan lapang dada dan dengan telinga dingin, maka duduk manis saja dan menonton saja diskusi-diskusi kita, dari pada berbuat dosa dan manajamkan lidah yang dipertontonkan kepada sejuta umat.
Bulan Bintang Merah: Saya pikir Sinar Agama berlebihan. Biasa-biasa sajalah dalam hidup. Datang saja ke Malang, diskusikan dengan baik. Atau, jika mampu, bikin saja yang lebih canggih.
Zarranggie Syubeir: BBM,,,@ agar kita tahu siapa sebenarnya berlebihan, Kalau memang ada yang perlu didiskusikan saya rasa gak perlu ke Malang, diskusikanlah disini dengan santun dengan penuh rasa persaudaraan agar kami juga bisa menyimak diskusi antum dengan ustadz Sinar Agama tentang hal tersebut.. Afwan wa syukran.
Mohamed Hatem: Menurut pemahaman fikih saya yang masih cetek ini, dalam masalah fikih untuk menerjemahkan Marja’, tugas ulama yang memiliki perbedaan dengan ulama lainnya adalah mendiskusikannya dengan ulama lainnya secara santun dan besar hati atas apapun permasalahan di lapangan (tentang istihlal) dengan niat tulus qurbatan ila-Allah mencari titik persamaan dan keadilan... bukan dengan mengobral perbedaannya dan kemampuannya di bidang fikih di lahan terbuka FB yang pastinya akan menimbulkan polemik pada masyarakat awam dan ini akan rawan pengkotak-kotakan dan perpecahan di kalangan awam... saran saya agar lebih bijaklah dalam bertindak demi persatuan... dan penyimpulan awam saya, tuan Sinar Agama sejauh ini belum konsisten dengan pernyataannya tentang dua orang saksi adil... Salam dan Selamat beridul Fitri.. :)
Sang Pencinta: Mas Hatem, persatuan itu bukan satu pendapat tapi berbeda pendapat tapi tetap bersatu jua. Ustadz Sinar ini mengumumkan hal ini bukan pamer-pamer ilmu, bukan pamer- pamer hauzah, tapi beramar ma’ruf, memberikan pemahaman yang benar pada awam, dan itu sebuah kewajiban yang amat besar, lalu kenapa antum mengklaim bahwa ustadz Sinar pemecah belah. Kan ajib banget antum ini? Mungkin antum bisa bertanya pada diri antum pernah ga dan berapa lama antum belajar di Hauzah dengan guru-guru besar Ayatullah? Di mana-mana kalau seseorang berdiskusi secara ilmiah, harus selevel ilmunya, supaya tidak main salah-salahan tanpa dalil ilmu, masak ada profesor diskusi ilmiah dengan anak SMA, impossible. Antum yang katanya sering menyerukan suara kebenaran (mengutuk Israel dan kawan-kawan) dengan hak kebebasan bersuara, lalu kenapa antum menyalahkan dan ingin menstop ustadz dalam memberikan pandangan dalam fiqih sesuai tuntunan marja? Kan logika antum yang tidak konsisten. Justru sadar atau tidak, antum yang mengobral perpecahan dengan melecehkan ustadz Sinar dengan statmen/pernyataan sedari awal.. Kalau antum tidak suka dengan ustadz Sinar, apa salahnya unfriend dengan ustadz, supaya tidak merepotkan diri antum sendiri.
Sang Pencinta: @BBM: apakah dalam fiqih tercantum ‘biasa-biasa ajalah dalam hidup’, bukankah kita diperintahkan untuk mengetatkan diri dari satu titik dosa dan menurut antum memudah- mudahkan fiqih tanpa dasar dan petunjuk marja’ bagaimana?
Sinar Agama: Kadang kalau kita sebagai Syi’ah atau orang-orang terjajah, mengatakan yang sebenarnya, lalu dikatakan sebagai pemecah belah, pasti tidak mau dan mengatakan bahwa mereka telah semena-mena. Tapi kalau kita sendiri yang dibedai orang-orang lain, karena sudah merasa yakin keAhlulbaitannya, maka ingin melakukan seperti mereka yang mengatakan bahwa yang beda dengan kita itu adalah pemecah belah. Kan lucu amat. Sepintas kan sudah sudah maju dengan keAhlulbaitannya, lah kok bisa mundur lagi??
Siapa saja yang berani memberi pernyataan umum, entah orang Jakarta, Malang, Surabaya, Sinar Agama.................dan seterusnya.....harus berani menanggung resikonya. Jangan mengharap hanya mau didukung dan kalau tidak didukung lalu mencap yang lain memecah persatuan. Kan jadi lucu, emangnya nabi Tuhan apa? Begitu pula dengan para pengikutnya. Emangnya yang diikuti itu nabi Tuhan apa hingga setiap yang berbeda menjadi obyek celaan dan kecamannya dan menyuruhnya untuk merujuk ke pusat ikutannya. Kan juga lucu. Kalau mengutarakan perbedaan fikih dan penerapannya saja tidak boleh, lalu apakah menyuruh ke kota ini dan itu, menyuruh mendatangi orang atau kelompok tertentu, adalah fikih yang harus diikuti???? Kan tidak ilmiah sama sekali.
Dalam Syi’ah, orang yang tidak taklid kepada marja’ (ayatullah), semua amalannya adalah batal, terlebih yang ikut yang di bawah itu. Karena itu, orang yang mengatakan bahwa ia tidak membutuhkan mujtahid, sudah dapat diyakini di mana posisinya dalam pandangan Syi’ah.
Kalau Tuhan, Nabi saww dan para imam makshumin as, mewajibkan kita ikut ulama/mujtahid yang adil (tidak melakukan dosa besar-kecil) di mana hal itu merupakan keprofesionalan dalam taat, karena ulama adalah lambang keilmiahan dan adil lambang kejujuran, terus kalau ada orang yang mengaku Syi’ah, tapi kasar dan tidak berakhlak pada ulama/marja’, dapat disimpulkan ia keluar dari keilmuan dan keilmiahan dan, sudah tentu keluar dari kejujuran.
Karena kalau ilmiah, maka sudah pasti akan bisa membedakan mana ejekan dan mana bahasan, dan kalau jujur, maka ia tidak akan mengecam selain dirinya sendiri yang tulisannya penuh nafsu perpecahan sambil menuding orang lain yang anteng-anteng sebagai pemecah umat. Menuduh orang lain tidak bijak dan tidak tepat bicara, sementara dirinya bagai orang kesurupan. Semoga ia bisa membuktikan kebenarannya nanti di persidangan Makhsyar, karna kalau tidak...... Kita akan menunggu hari itu sama-sama, karena semua yang tersembunyi, akan terungkap di sana dan, sudah tentu setiap kalimat, kata dan bahkan huruf yang kita tulis, akan ditanyakan di sana.
Kalau bisa kuanjurkan: Bertaubatlah dan sadarlah, bahwa kita-kita ini bukanlah para nabi-nabi utusan Tuhan. Karena itu, jangan menganggap yang diyakininya itu sudah kebenaran mutlak dan, jangan sesekali mengurangi rasa hormat dan cinta kepada sesama muslim yang berbeda pendapat dan keyakinan. Kalau bisa, jangan gampang menuduh orang, karena taubat dari dosa ini (kalau tuduhannya salah dan menjadi fitnah), tidak akan diterima Tuhan kecuali kalau meminta maaf pada yang difitnah dan iapun meridhainya.
Wassalam.
اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وآلِ مُحَمَّدٍ وعَجِّلْ فَرَجَهُمْ
Tidak ada komentar:
Posting Komentar