Tampilkan postingan dengan label Belajar di Facebook. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Belajar di Facebook. Tampilkan semua postingan

Minggu, 21 April 2019

Belajar Agama di Facebook dan Tidak Ringannya Taat


Seri tanya jawab Gunawan Harianto dengan Sinar Agama 
by Sinar Agama (Notes) on Tuesday, April 2, 2013 at9:18 am


Gunawan Harianto: 2 Maret 2013, Kalau dipikir lagi beruntung banget gue bisa belajar sendiri via facebook atau youtube juga seabrek website yang bisa di akses untuk mempelajari apapun termasuk soal kajian AB, selain ada figur seperti Sinar Agama yang mau maunya ngetikin jawaban dari berbagai pertanyaan yang diajukan padanya (semoga Allah merahmati beliau) juga tak lupa posisi AYATULLAH GOOGLE yang menyimpan berbagai jawaban pertanyaan, dari jawaban yang ga jelas sampai yang logis pun tersedia, tinggal klik “search” insyaa Allah pertanyaan anda akan terjawab meskipun resiko mendapatkan jawaban ngawur sekalipun. 

Ade Mahyon: Coba saya sejago mas gun pasti ilmu saya bertambah dengan cepat tapi.... 

Gunawan Harianto: Bu Ade Mahyon waduh, saya masih jauh dari kalimat jago bu karena modalnya cuma nekad nanya sama ustadz google, hehehe..terima kasih untuk doanya ya bu. 

Adzar Alistany Kadzimi: Sebenarnya siapa sih Sinar Agama ? 

Gunawan Harianto: Adzar Alistany Kadzimi hehehehehe, mau tauuu atau mau tau banget nih? 

Adzar Alistany Kadzimi: Ana kan orang bodoh, makanya ana mau tau banget maka tolonglah diri Antum dengan berbuat kebaikan melalui memberikan informasi tentang siapakah Sinar Agama kepada ana yang bodoh ini. 

Gunawan Harianto: Waduh bang Adzar Alistany Kadzimi mohon d afwankan karena ana juga gak tau siapa beliau hiks hiks. 

Adzar Alistany Kadzimi: Kalau begitu ana tanya langsung saja ya kepada Beliau. 

Gunawan Harianto: Bang Adzar Alistany Kadzimi AHSANTUM. 

Adzar Alistany Kadzimi: Oia, sepertinya lebih tua Antum lhoh secara Umur, Bang Gunawan Harianto. 

Gunawan Harianto: Bang Adzar Alistany Kadzimi, ah antum sok tau bro wkwkwkwk, ane kan baru 17 tahun lagipula kalaupun usia Sinar Agama lebih muda, toh ilmunya lebih tua dari ane dan antum. 

Adzar Alistany Kadzimi: Kalau dari Profilenya, Sinar Agama umurnya lebih tua dari ana 5-6 tahun. 

Adzar Alistany Kadzimi: Dan ana dulu pernah baca profile Antum, Bang Gunawan Harianto, secara umur Antum lebih tua dari kami berdua. 

Gunawan Harianto: Ah bang Adzar Alistany Kadzimi ini maen KLAIM sepihak aje, namanya dunia maya kan bisa aje ane buat ngaco data pribadinya, hehehehe..pokoknye ane lebih muda dah dari antum dan Sinar Agama, hehehehe. 

Adzar Alistany Kadzimi: kholas-kholas. 

Gunawan Harianto: Nah gitu donk bang Adzar Alistany Kadzimi hehehe. 

Sinar Agama: Salam dan terima kasih baik sangka dan rajin belajarnya. Saya perlu berterima kasih, karena walaupun memang antum dan kita-kita ini wajib belajar secara ikhlash kepada Allah dan bukan untuk yang lain-lainnya yang biasanya berupa kewajiban, seperti menata keluarga atau lingkungan...dan seterusnya, tapi dilihat dari sisi strategi sosial, maka jelas siapapun yang tidak mengenal lelah membangun dirinya, maka ia telah membangun keluarga dan lingkungannya, sekalipun niatnya membangun dirinya karena Allah, bukan karena keluarga dan lingkungan. 

By the way, rajinnya antum ana perlu syukuri kepada antum dan kepada Allah (dalam Islam, tidak bersyukur kepada makhluk sama dengan tidak bersyukur kepada Khaaliq karena makhluk itu Khaaliq yang menciptakannya), karena dengan semakin pintarnya dan semakin alimnya serta semakin tahunya setiap individu bangsa Indonesia ini, seperti antum-antum, maka Indonesia itu yang juga pasti akan lebih baik. Terlebih tentang Ahlulbait as yang terhitung baru muncul untuk yang ke dua kalinya ini (karena kemunculan pertamanya sama dengan masuknya islam itu sendiri hingga setelah 2 atau 3 abad dapat mendirikan kerajaan Islam pertama di Perlak/Aceh, hal ini bisa dilihat di semua sejarah pribumi/Melayu tentang masuknya Islam ke Indonesia) dimana sudah sekitar 20 atau 30 th ini, masih saja kerancuan-kerancuan itu selalu ada. 

Dengan belajar kepada guru terbuka, sepert ustadz Google dan facebook, maka semuanya akan menjadi clear dan akan lebih jernih. Ini salah satu keuntungan ustadz di medan laga internasional/ nasional sekaligus. Terlebih kalau ustadznya tidak dikenal. Jadi, bisa banting-bantingan argumentasi/ dalil hingga kalau memang kuat, maka semua orang akan melihatnya karena semua akal akan mendebatnya kalau tidak kuat. 

Tapi kalau di majlis tertentu, apalagi kalau yang belajar orang Indonesia yang umumnya sungkem pada guru bukan hanya dalam sosial tapi juga dalam keilmuan, maka diskusi terbuka itu sulit terwujud. Mana karena tenggang rasa lah, mana rasa hormat lah, mana tidak enak lah, mana lagi kalau gurunya pemurka...dan seterusnya... Jadi, walau kajian terbuka ala face book dan google ini tidak bersertifikat, tapi jauh lebih terbuka dan lebih menantang. Hingga tidak sembarang orang bisa memberi teori agama tanpa dasar dimana akan jauuuuuhhhh lebih hati-hati dari memberi pengajian ke audien yang mantuk-mantuk penuh kagum, dan juga dimana setiap orang bisa didebat dan buka-bukaan. 

Karena itulah, kita melihat secara fitrah, kalau melihat satu atau dua orang jengah didebat, maka ketahuan umum bahwa dirinya bukan pengikut keterbukaan dan argumentasi terbuka itu, tapi pengikut dirinya sendiri dan malah mungkin menganggap dirinya paling arif dan paling bijak serta paling alim atau bahkan melebihi para nabi as para imam as dalam aplikasi atau karakternya (bukan dalam keyakinannya). 

Teringat pada pak cik Malaysia yang mengisykalku di awal-awal kemunculan si pendosa ini (sinar agama) dengan mengatakan “Bagaimana mungkin kalau umur antum masih 30 th -karena lahir th 1981) lalu dalam pada itu pula sudah 30 th di hauzah?” 

Aku hanya mengatakan bahwa “Identitas di facebook ini, tidak mesti asli. Minimal secara aplikasinya, bukan secara keinginan pemilik facebook. Mengapa antum tidak menyalahkan namaku saja yang jelas-jelas itu bukan namaku?” 

Nah, terlebih lagi kelahiran itu bisa banyak makna, bisa kelahiran ke dua, ke tiga ...dan seterusnya. Btw. 

Satu lagi: 

Saya sudah sering menulis di facebook ini, bahwa umur menit, jam, hari, minggu, bulan dan tahun ini, adalah tidak ada sangkut pautnya dengan kita. Karena ia merupakan gerak dari matahari. 


Sementara umur setiap sesuatu, akan seiring dengan pergerakannya sendiri. Karena itu, walaupun seseorang itu berumur matahari 10 tahun, tapi kalau ia berilmu dan taqwa sedemikian rupa, maka bisa saja mengalahkan yang berumur matahari 50 tahun. 

Itulah mengapa sebagian imam makshum as yang menjadi imam selagi umur muda, sebenarnya dalam keadaan umur tua. Karena umur mudanya itu, dilihat dari gerakan matahari yang tidak ada sangkut pautnya dengan kesempurnaan manusia sama sekali. 

Bayangin, imam Hasan as dan imam Husain as, ketika masih berumur sekitar 3-5 th, sudah dapat mengikuti ayah-ibunda-mereka as yang berpuasa nadzar 3 hari. Padahal keduanya tidak bernadzar seperti ayah-ibunda-mereka as. Bukan hanya itu, setiap mau makan buka, selalu ada pengemis yang menyatakan diri tidak makan sudah beberapa hari hingga keduanya as, mengikuti ayah-bunda-mereka as memberikan sepotong roti satu-satunya makanan yang dimiliki mereka as. Yakni, dalam tiga hari itu, mereka hanya bersahur dan berbuka air tanpa secuil roti yang dapat dimakan mereka as. Karena itulah Tuhan lalu menurunkan satu surat yang bernama surat al-Insaan untuk mereka as demi ketabahan dan ketaatannya. 

Nah, pertanyaan, ketika imam Hasan as dan imam Husain as dalam umur matahari yang hanya 3-5 tahun itu dapat melakukan hal seperti di atas itu, maka jelas kalau bukan karena ilmu dan ketaqwaan yang tinggi, tidak mungkin dapat melakukannya. Kita yang berumur matahari 100 tahun sekalipun, sangat-sangat belum tentu dapat melakukan hal tersebut. Paling banter, rotinya dibagi separuh. Tapi mereka memberikan semuanya karena yang datang itu lebih lapar dan, mungkin lebih kurang sabar dari mereka as. 

Karena itu, apalah arti umur matahari ini. Muda dan tuanya, tidak mempengaruhi apapun bagi kita. Biar tua tapi tidak berilmu dan tidak taqwa, yakni tidak mengamalkan ilmunya, maka ia bagai anak kecil yang masih makan tanah. Atau lebih parah lagi. Karena maksiat itu sama dengan makan api. Jadi, masih lebih kecil dari anak-anak yang masih makan tanah itu walau, rambut kita pada beruban dan tulang belulang kita sudah membungkuk serta ijazah kita bertumpuk sampai Doktor atau Profesor, HujjatulIslam atau Ayatullah. 

Karena itulah, mari kita hormati umur kita (gerak diri kita sendiri, bukan gerakan matahari), ilmu dan ketaqwaan. Menjaga umur dengan belajar dengan argumentasi terbuka dan gamblang, menjaga ilmu dengan aplikasi yang tinggi, dan menjaga aplikasi, dengan keikhlashan yang tidak berujung. 

Hanya orang seperti itulah yang akan selamat di dunia, kubur dan akhirat kelak. Wassalam. 

Gunawan Harianto: Ustadz Sinar Agama saya pun bersyukur Allah menggerakkan hati antum untuk bisa berbagi ilmu yang dititipkan Allah pada diri antum juga rasa terima kasih yang tak terhingga pada diri antum yang mau maunya menjawab berbagai gundah kegelapan informasi ilmu ahl bayt, tak perduli siapapun jatidiri antum meskipun dugaan siapa pemilik asli akun Sinar Agama tapi tak jadi soal selama ilmu yang tergores lewat ketikan tangan antum bisa jadi jembatan saya untuk lebih mengenal ajaran mulia ahl bayt yang saya idamkan, meski ku akui ikut ajaran antum terasa sulit namun akal ku takluk pada dalil dan argumentasi yang antum jabarkan, semoga kelak usahaku mengamalkan ilmu tersebut diberi kemudahan dari Allah, semoga antum sudi mendoakan saya dan saya pun akan doakan antum ketika ingat akan jasa antum memberi ilmu tersebut, maju terus ustadz semoga kelak kau sinari agama yang diajarkan ahl bayt di tanah kelahiranmu Indonesia, amiiin 

Sinar Agama: Gunawan: 

Allah berfirman dalam QS: 2: 45: 

وَإِنَّهَا لَكَبِيرَةٌ إِلَّ عَلَى الْخَاشِعِينَ 

“Sesungguhnya shalat itu adalah hal yang sangat besar, kecuali bagi orang-orang yang khusyu.” 

- QS: 2: 143: 

وَإِنْ كَانَتْ لَكَبِيرَةً إِلَّ عَلَى الَّذِينَ هَدَى اللَّهُ 

“..Dan sesungguhnya hal itu -ujian tentang kiblat untuk mengungkap siapa yang taat dan yang membangkang- adalah sesuatu yang sangat besar kecuali bagi yang hatinya mendapat petunjuk dari Allah.” 

Nah, kalau shalat dan kiblatnya saja sudah dikatakan Tuhan sesuatu yang berat kecuali bagi yang khusyuk dan benar-benar mengambil hidayahNya, maka apalagi hal-hal lain yang memiliki banyak unsur penghalang yang ditimbulkan dari kelemahan dan kemaksiatan kita sendiri. 

Misalnya lingkungan yang sama sekali tidak mendukung lantaran tidak adanya amar makruf nahi mungkar dari pihak kita sendiri. Ketika seorang pemuda ingin menjaga imannya, tapi ia juga harus sekolah dan kuliah dimana harus bercampur dengan para wanita yang dengan mudah membuka auratnya, maka sudah tentu akan sulit menjaga agamanya. Begitu pula tentang perintah-perintah lain dari thaharah, wudhu, ...sampai ke kewajiban-kewajiban sosial. 

Itulah mengapa ustadz/ayatullah facebook dan google ini (meminjam istilah antum) saya katakan salah satu hujjah yang bisa memiliki posisi lebih kuat dari majlis taklim itu sendiri, dilihat dari sisi keterbukaannya itu. Jadi, medan argumentasinya akan dilihat dan diuji oleh sejuta umat. Inilah yang saya maksudkan salah satu cara menempuh Islam yang hakiki itu sebelum kemudian kita mengamalkannya dengan penuh ketulusan dan keikhlashan yang tiada berujung. 

Kalau ada orang yang beragama tapi merasa ringan, maka ana pikir perlu koreksi diri dari sisi semua argumentasinya tentang keimanan dan fikihnya. Maksudnya merasa enteng di kehidupan sosial yang bisa dikatakan sudah tidak berkonsep lagi pada budaya Islam dan, apalagi politiknya. 

Wassalam.


اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وآلِ مُحَمَّدٍ وعَجِّلْ فَرَجَهُمْ