Tampilkan postingan dengan label Syahid. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Syahid. Tampilkan semua postingan

Kamis, 09 Mei 2019

Syahid dan Hutang-piutang dengan Khaliq dan Makhluq


Seri tanya jawab Andri Musmayadi dengan Sinar Agama
by Sinar Agama (Notes) on Sunday, April 7, 2013 at 10:36 am


Andri Kusmayadi mengirim ke Sinar Agama: Salam, afwan ada beberapa pertanyaan yang ingin ana ajukan nih ustadz... 

1. Apakah mati syahid bisa menghapuskan utang, qadha, khumus? 

2. Kalau kita berbohong dengan mengatakan bahwa kita tidak ada di rumah kepada seseorang, padahal sebenarnya kita ada, hanya kebetulan kita memang tidak ingin ketemu orang itu, apakah itu dosa? 

3. Tanpa bermaksud mempertanyakan yang bukan urusan kita, saya hanya ingin tahu aja penjelasannya. Di riwayat-riwayat yang saya baca, bahwa nanti itu Imam Mahdi as akan memerintah dunia dari Kufah/Najaf, jadi ibu kota pemerintahan beliau itu nantinya di Irak. Pertanyaan saya, kenapa tidak di Iran? Padahal, kan Iran lah yang mempersiapkan kedatangannya selama ini? 

4. Kalau arisan itu harus dibayar khumus tidak? Jangka waktunya 10 bulan. 

Syukron. 

Sinar Agama: Salam dan terimakasih pertanyannya: 

1- Jelas tidak bisa. Karena itu, kalau punya warisan, maka sebelum dibagi ke ahliwarisnya, semua hutangnya itu wajib dibayar dulu. Hutang uangnya dibayar dulu, hutang khumusnya dibayar dulu, hutang puasanya dan shalatnya wajib dibayar anak lelakinya yang terbesar ketika ia syahid. 

2- Iya, hal itu dosa. Tapi kalau terpaksa, misalnya orangnya tidak bagus dan mengganggu akidah dan ketaatan, maka pakailah tauriah. Yakni menyalahpahamkan dia dalam memahami perkataan kita. Misalnya, kita berniat memberitahukannya yang kemarin di waktu antum tidak ada di rumah, lalu setelah niat itu, baru mengatakan “tidak ada di rumah”. Artinya, yang berniat itu adalah yang mengabarkan kepadanya, bukan antumnya. Karena kalau antum yang jawab, maka berarti ia tahu kalau antum di rumah. Kecuali kalau bertanya pakai telepon HP. 

3- Anggap hadits itu seperti itu, maka hal itu pasti ada alasannya tersendiri. Misalnya karena kota itu merupakan kota yang pernah menjadi pusat pemerintahan imam pertama as dan sekaligus merupakan tempat makam beliau as (imam Ali as). 

Iran itu, adalah Islam yang hakiki walau tidak sampai ke tingkat makshum. Karena itu, bagi mereka penduduk Iran, sudah tidak ada lagi masalah-masalah keduniaan yang berarti. 

Mereka hanya menyintai Islam dan hidup demi Islam. Karena itu, maka dimanapun pusat pemerintahan imam Mahdi as, adalah cinta dan cinta serta idaman orang-orang Iran. 

Dan sudah semestinya seperti itu iman seseorang pada Tuhan dan ajaranNya. Yakni tidak menyintai hal-hal selainNya dan selain agamaNya. 

4- Kalau arisan itu keluar di pertengahan tahunan khumusnya dan dimulai juga dalam setahun khumusnya itu (karena dalam pertanyaan antum itu dikatakan 10 bulan), maka tidak dikhumusi kecuali kalau ada sisa di akhir tahun khumusnya. 

Tambahan: Kalau pengganti di dunianya tidak ada, misalnya tidak punya warisan, tidak punya anak mengqadhaa’kan ...dan seterusnya...maka In syaa Allah akan mencarikan jalan keluarnya di akhirat kelak. Karena itu, seseorang tidak boleh berfikir apapun ketika agama memerintahkannya berjihad. 

AndriKusmayadi: Syukron Ustadz atas penjelasannya...



اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وآلِ مُحَمَّدٍ وعَجِّلْ فَرَجَهُمْ

Jumat, 17 Agustus 2018

Syahid dan Filsafatnya (secara tertib huruf)



Seri tanya jawab Ibnu Ahmad Khan dengan Sinar Agama
by Sinar Agama (Notes) on Sunday, November 27, 2011 at 11:00 pm


Ibnu Ahmad Khan: Salam. Ustadz, ana mohon pencerahannya.. Sekaitan dengan akan datangnya peringatan Asyura, tolong antum jelaskan falsafah dari pada ”syahid” dan ”syahadah”! Syukran.

Sinar Agama: Salam dan terimakasih permintaannya: 
Kalau boleh saya menjelaskan syahid atau kesyahidan sesuai dengan huruf-huruf abjad syahid ini, maka saya akan berkata bahwa huruf abjad itu menandakan urutan-urutan keimanan dari seorang syahid: 

1. Huruf “S”: Huruf ini bisa berarti “saksi”. Artinya kesaksian atas keTuhanan Tuhan dan KesegalaanNya. Maha Kasih, Maha Pandai, Maha Harus Ditaati, Maha Harus Dicintai, Maha Indah, Maha Pengatur, Maha Jujur, ...dst. Jadi, kesaksian ini sudah melebihi tingkatan iman biasa yang ada pada semua manusia. 

2. Huruf “Y”: Huruf ini menunjukkan makna “yakin”. Artinya, seseorang yang telah mencapai derajat kesaksian bahwa Tuhan itu adalah segala-galanya, maka maqam ini tidak akan dicapai kecuali pencapainya akan mendapat maqam lain yang bernama “yakin” itu. 

Allamah Thaba Thaba’i ra mengatakan: 

“Orang yang beriman terhadap adanya neraka akan tetapi masih melakukan dosa, maka orang tersebut hanya beriman (percaya) saja dan belum meyakininya. Sebab kalau meyakininya, sudah pasti tidak akan melakukan dosa.” 

3. Huruf “A”: Huruf ini bermakna “aplikasi”. Artinya, ketika orang yang sudah sampai ke tingkat kesaksian dan yakin itu, maka sudah pasti ia akan mengaplikasikan iman dan fikih yang ia ketahui walaupun dengan membayar yang termahal dari dirinya, yaitu nyawanya, apalagi kalau hanya dengan lelah, harta dan kesulitan. 

4. Huruf “H”: Huruf ini bermakna “hidup”. Artinya, apapun keadaan orang yang sudah mencapai derajat kesaksian, yakin dan aplikasi itu, maka itulah hakikat hidup yang diinginkan Tuhan dan memang sesuai dengan argumentasi akal terhadap filsafat dan tujuan kehidupan. Karena itulah, maka Tuhan mengatakan bahwa kalau diri kita, ayah kita, anak-anak kita, harta kita ...dst lebih dicintai dari Allah, Rasul saww dan jihad di jalanNya, maka hendaknya kita tinggal menunggu adzabNya (QS: 9: 24). 

5. Huruf “i”: Huruf ini bermakna Indah. Artinya, bagi orang yang sudah mencapai derajat kesaksian, yakin, aplikasi dan hidup, maka sudah tentu apapun yang dihadapinya adalah indah walau dalam sejuta duka dan air mata. Karena itu, mereka-mereka ini selalu ceria dalam hidup walau dalam sejuta derita. Karena itu Hadharat Zainab as ketika ditanya tentang peristiwa Karbala, beliau as menjawab: “Tidak kulihat kecuali keindahan semata.” 

6. Huruf “D”: Huruf ini bermakna “dan seterusnya”. Artinya, uraian-uraian terdahulu itu, hanyalah bagian kecil dari samudra hikmah, argumentasi dan keindahan syahid. Karena “D” itu bisa bermakna “Dia”, yaitu maqam keTuhanan yang tidak bisa terjangkau oleh akal dan amal siapapun.

Tambahan: 

(1). Syahid ini bukan maqam sembarangan yang bisa dicapai dengan sembarang mati di atas nama agama. Karena bisa saja diatas namakan agama, bukan agama, seperti kerja-kerja terorist yang dibuat wahabi dan bekerja sama dengan barat yang membunuhi orang-orang tidak berdosa. Justru, yang terbunuh oleh mereka itulah yang sebenarnya mencapai derajat syahid sesuai dengan keimanan dan derajat ketaatannya kepada Allah. Artinya, kalau ia orang beriman dan taat, tapi dianggap kafir oleh wahabi mal’un ini, lalu ia dibunuh, maka sudah pasti akan mendapat derajat kesyahidan yang tinggi. Begitu pula kalau beriman walau tidak terlalu taat. Karena tidak taat bukan dibunuh, kecuali kalau membunuh dan/atau murtad menurut orang makshum as yang kata-katanya pasti dan sudah diberi kesempatan bertaubat setidaknya 3 hari. 

(2). Keterangan di atas itu, hanyalah berupa beberapa poin-poin penting yang harus diperhatikan yang dijelaskan secara sekilas saja (sudah tentu bisa dirinci lebih jauh). Karena dengan memperhatikannya, maka kita akan tahu posisi kita dimana dan, na’udzubillah, kalau ada di oposisinya atau lawannya. Yakni lawan dari maqam “kesaksian”, “yakin”, “aplikasi” ....dan seterusnya. Karena kalau kita ada di maqam opositnya/lawannya, maka sudah pasti kita akan menjadi orang yang celaka di dunia dan akhirat. 

Salam padamu ya Husain as, sang penghulu para syuhada’ (orang-orang syahid). Salam padamu dan anak-anakmu, kerabat-kerabatmu dan shahabat-shahabatmu yang terbantai bersamamu di Karbala. Begitu pula salam pada keluarga-keluargamu dan semua keluarga yang telah menjadi sandera yang digiring dalam rantaian besi Bani Umayyah. 

Wassalam. 

6 people like this.

Ibnu Ahmad Khan: Syukran ustadz..... thayyaballahu anfusakum! 

Ibnu Ahmad Khan: Di dalam al-Qur'an saya pernah membaca ayat (tapi saya lupa surat dan ayatnya), bahwa Para Makshumin itu disebut juga dengan Syuhada’ (yang menyaksikan). Apakah ada korelasinya dengan syahid yang ana tanyakan tersebut. Mohon pencerahannya ustad....... mamnoon.... 

Sinar Agama: Sepertinya maksudnya lain. Karena syuhada di ayat itu adalah sebagai penyaksi terhadap perbuatan manusia. 

December 3, 2011 at 10:29 pm · Like


اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وآلِ مُحَمَّدٍ وعَجِّلْ فَرَجَهُمْ