Tampilkan postingan dengan label Khalifah. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Khalifah. Tampilkan semua postingan

Selasa, 10 Desember 2019

Imam Ali as dan 40 Penolong


Seri tanya jawab Titan Rubiansyah dengan Sinar Agama October 25, 2013 at 3:29 pm


Titan Rubiansyah mengirim ke Sinar Agama: (11-4-2013) Salam ustadz

Apa selama masa kekhalifahan AUU 26 tahun imam Ali tidak punya pengikut 40 orang sehingga dapat mengambil haqnya sebagai khalifah?


Sinar Agama: Salam dan terima kasih pertanyaannya:

Mungkin saja tidak ada. Dan mungkin saja justru semakin tidak ada. Masih mending di awal-awal jaman khalifah pertama karena sempat ada yang datang lebih dari jumlah 40 itu. Tapi imam Ali as menyuruh mereka pulang dan menyuruh kembali lagi besok hari dengan pedang dan kepala digundul (supaya tahu siapa lawan dan kawan). Tapi ternyata tidak datang kecuali beberapa orang saja yang tidak sampai sepuluh orang.

Nah, setelah itu, berbagai intimadasi terjadi di awal-awal itu. Dan bahkan peperangan terjadi ke atas yang menentang mereka seperti shahabat sukuBani Tamiim yang bahkan beberapa shahabat dari suku ini, dibakar hidup-hidup di depan umum oleh panglima Abu Bakar yang bernama Khalid Bin Walid.

Dengan semua itu, maka mungkin saja mereka malah semakin takut. Bayangin, bukan hanya rumah hdh Faathimah bintu Nabi saww yang dibakar dan didobrak, tapi kitab-kitab hadits yang ditulis langsung di depan Nabi saww -pun dibakarin oleh mereka dan diberangus. Jadi, situasi kala itu sangat mencekam dan menakutkan. Begitu seterusnya.

Jadi, 40 orang yang merupakan Syi’ah hakiki yang tahan segala-galanya, bisa saja sangat sulit. Akan tetapi, mungkin saja setelah awal-awal masa sulit itu, karena pemerintahan sudah bergulir beberapa tahun dan bahkan sudah berganti khalifah ini dan itu, maka bisa saja maslahatnya sudahmenjadi lain hingga walau ada 40 orang, sudah tidak darurat lagi dan bahkan mungkin bisa saja akan terjadi mudharat yang lebih parah.

Bayangin, ketika imam Ali as jadi khalifahpun, ribuan orang dipimpin ‘Aisyah, Thalhah dan Zubair, menyerang imam Ali as dalam perang terbuka yang sempat menelan korban paling sedikitnya yang diakui Sunni berjumlah 13.000 orang (shahabat dan tabi’iin). Lah, kalau sudah jadi khalifah saja seperti itu, maka apalagi hanya dengan 40 orang.

Lagi pula, mungkin saja ada faktor lain. Misalnya, 40 orang itu akan cukup di awal-awal pemerintahan mereka itu karena belum ada kesiapan ketentaraan yang kuat. Tapi setelah itu, apalagi setelah memilki pasukan besar yang dapat menggilas Bani Tamiim, maka bisa saja angka 40 itu sudah tidak berlaku lagi.

Tapi bisa saja ada hal lain yang tidak bisa kita raba dengan akal dan hati yang banyak batasan ini. 
Wassalam.


1 Share

22 people like this.



Riri Thea: Nyimak.

Ela Hoor: Ustadz. Sinar Agama, Bisa dilengkapi penjelasan ustadz di atas dengan Sejarah kepemimpinannya Amirul Mukminin Saydina Ali RA versi syiah dan Sunni.

Sinar Agama: Ela, secara global, ketika Utsman terbunuh, maka seperti serempak kaum muslimin mendatangi imam Ali as dan berbaiat. Tapi imam menolak dan berkata, mengapa kalian tidak mencari selainku seperti selama ini? Orang-orangpun menjawab bahwa mereka sudah kapok dan sadar. Karena itu mereka tetap memaksa baiat. Dan akhirnya imam Ali as pun menerimanya.

Dikatakan sejarah bahwa waktu baiat itu, saking berduyun-duyunnya umat, maka mereka menyentuhkan tangan mereka ke imam Ali as seperti bulu-bulu binatang yang menempel di badannya.

Sinari Beta: Salam Ustadz SA maaf bertanya di sini, karena ana gak bisa nulis di wall antum, semoga antum selalu dalam kesehatan dan lindunganNya, ada beberapa pertanyaan yang ingin saya sampaikan :

1. Kadang-kadang sebelum mengaji saya mengirim alfatihah dulu kepada Rasulullah saww dan ahlulbaitnya as, kemudian baca shalawat 3x(niatnya untuk tabarruk saja), gimana hukumnya?

2. Saat saya membaca shalawat 100 kali, kadang saya niatkan dan berdo’a kepada Allah agar berkah dan pahala shalawat saya disampaikankepada masing-masing berikut dengan niat : 14 shalawat untuk ayah saya, 14 untuk ibu saya, 14 untuk istri, 14 untuk anak, 14 untuk para pecinta Rasulullah saww dan Ahlul baitnya as, 14 untuk orang-orang yang telah berbuat baik pada diri dan keluarga saya serta para guru-guru saya, sisanya untuk kaum muslim dan muslimat baik masih hidup maupun sudah meninggal. Apakah hukumnya amalan ini ustadz? Boleh kah? Aapakah akan sampai pahala dan berkah tersebut kepada masing-masing yang saya niatkan?

3. Bolehkah berzikir gak pake tasbih? Karena saya sering dengan menggunakan jari untuk menghitungnya, jarang sekali dengan tasbih.

4. Turba untuk shalat bolehkah dipakai bolak balik (karena bagian atas yang ada ukiran dan kaligrafi, dan bagian bawah polos saja)?

5. Saya pernah membaca bahwa dilarang berziarah di malam hari, apakah betul ustadz? Bila iya dilarang, gimana hukumnya dengan berziarah kemakam Rasulullah saww dan ahlulbaitnya as (baik dari dekat maupun dari jauh)?

Sekian dulu ustadz nanti nyusul lagi, semoga Allah meringankan beban antum dan memberkahi antum, Wassalam.


Sinar Agama: Sinari,

1- Hukumnya boleh saja dan akan mendapatkan pahala sunnah muthlaq/mutlak in'syaa Allah. Tentu asal tidak diniati sebagai kesunnahan dan, apalagi kewajiban dari agama.

2- Sangat boleh dan pahalanya akan sampai dan akan kembali kepada antum dengan lebih meningkat lagi.

3- Jelas tidak masalah.

4- Penggunaannya adalah bagian yang polosnya. Akan tetapi kalau dipakai bagian yang ada tulisannya, juga sama sekali tidak ada masalah.

5- Kalaupun ada larangan (saya sudah cari di puluhan kitab akan tetapi tidak mendapatkannya), maksimalnya adalah makruh. Akan tetapi menziarahi para makshumin as jelas tidak sama. Apalagi ada perintah-perintah khusus atau amal-amal khusus yang sangat umum dalam kitab- kitab doa, untuk berziarah pada imam as di malam hari. Misalnya di amalan-amalan malam Qadr dimana ada perintah sunnah untuk ziarah kepada makshumin as.

November 1 at 2:31pm via mobile · Like · 1



اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وآلِ مُحَمَّدٍ وعَجِّلْ فَرَجَهُمْ

Kamis, 04 Oktober 2018

Hakikat Manusia



Seri Tanya Jawab CintakasihNya Kasih dan Ustad Sinar Agama 
Oleh Anggelia Sulqani Zahra pada 2 Juli 2011 pukul 13:49


CintakasihNya Kasih: Salam. Ustadz saya mau tanya: 

1. Apakh hakikat dari manusia itu? 
2. Menjadi manusia itu “capek”, karena harus melaksanakan segala aturan-aturan, dan semuanya akan dimintai pertanggung jawaban. Hal ini berbeda dengan malaikat yang tampaknya di posisi yang aman. Mohon pencerahannya ustad? 


Semoga ustad selalu dalam selimut kasihNya. Makasih. 

Sinar Agama: Salam dan terimakasih pertanyaannya: 

(1). Manusia itu adalah makhluk materi yang mengandungi non materi yang dikatakan ruh atau jiwa. 

(2). Ruh manusia memiliki tiga tingkatan secara global. Yaitu Badani, barzakhi dan Akli. 

(3). Karena manusia memiliki materi yang mana hanya materi yang memiliki potensi dan non materi tidak, maka manusia dengan dimensi akalnya itu bisa menaikkan derajatnya sampai ke tingkat surga, akal-akhir, sampai ke Fana dan Fana’nya Fana’ serta ke maqam Asmaa-u al- Husna. 

(4). Ketika manusia mencapai derajat Fana ke atas itulah ia bisa menjadi khalifah Tuhan (wakil Tuhan) untuk mengatur semua alam. 

(5). Ketika manusia itu menjadi khalifah Tuhan dalam mengatur semua makhluk, maka ia juga jadi pengatur bagi malaikat. Karena setiap malaikat hanya jadi wakil Tuhan dalam bidang- bidang terntentu.
 
(6). Ketika insan adalah calon khalifatullah, dan lebih tinggi dari semua malaikat, maka sudah tentu tidak gratisan. Karena itu perlu perjuangan. 

(7). Ketika manusia sudah jadi khalifah dimana sekarang adalah imam Mahdi as. maka layaklah di malam Qadr (perestuan terhadap yang akan terjadi satu tahun ke depan), maka layaklah para malaikat itu turun ke bumi mengunjunginya untuk mendapatkan perestuan dari apa- apa yang akan terjadi dari semua kejadian alam semesta ini. 

Wassalam. 

CintakasihNya Kasih: Setelah membaca penjelasan “hakikat manusia” di atas, rasanya indah, namun ada rasa takut dan sedih. Karena dalam pelaksanaannya berat+butuh perjuangan untuk menjadi “hakikat manusia”. Bahkan tampaknya belum terlintas menjadi khalifahNYa, karena mendapat maafNya saja, entahlah.. Sedih jiwa ini, karena masih sering ngeluh, gak sabar, belum ikhlas menerima apa yang diberikanNya.. Mohon doanya ya ustad dan terima kasih atas penjelasannya.. Salam. 

Sinar Agama: Kasih: Jangan dikira para pencapai makam itu tidak bergetir-getir dan kelelahan seperti halnya kita- kita. Akan tetapi adalah kewajiban untuk menujuNya dengan jalan benar argumentatif dan aplikatif. 

Khommar Rudin: Allah humma shalli alaa Muhammad wa aali Muhammad. 

Eman Sulaeman: Allahumma Sholli ‘Alaa Muhammad Wa Aali Muhammad. 

Eman Sulaeman: Ustadz Mohon bertanya.. 

1.- Apakah potensi yang dimiliki Manusia itu berbeda - beda?
 
2.- Apakah Potensi yang dimiliki manusia itu ada dari lahir atau sebelum Lahir? (misal : Gen orang tuanya Baik/buruk,hasil zinah... dan seterusnya) 

3.- Potensi Manusia “ Suci Jelas Memang Sangat Memiliki Potensi dari segala Pandang Sudut walau Sangat Berat Perjuanganya. Pertanyaanya bagaimana Manusia’’ selain Manusia Suci mungkin Perjuanganya Sangat Sulit?.. 

Mohon Pencerahanya Ustadz.. Wassalam. 

Sinar Agama: Muke: 
1.- Potensi manusia itu jelas memiliki perbedaan. Akan tetapi perbedaan-perbedaan ini adalah kesempurnaan dari manusia itu secara majemuk dan, yang paling penting adalah tidak menjadikan pemiliknya terditerminis oleh potensinya tersebut. Misalnya, orang buta, tidak dideterminis oleh keadaannya itu hingga, misalnya, boleh membunuh, boleh berzina, boleh tidak belajr, boleh tidak takwa ... dan seterusnya. Jadi, apapun potensi yang dimiliki manusia, baik genetiknya, sel-sel keturunannya yang sering menularkan sifat orang tuanya ke anaknya, kaya miskinnya, normal tidak-nya, ... dan seterusnya ... semua ini, tidak menjadi pendeterminis atau pemajbur atau pemaksa bagi kehidupan manusia hingga ikhtiarnya menjadi tidak berfungsi. Tidak demikian. 

Yang akan membedakan mereka dari perbedaan potensi itu, bukan di tugasnya masing- masing yang sama-sama wajib menjadi insan kamil atau takwa, tapi hanya di bentuk ujian yang dihadapinya dan, sudah tentu di pahalanya. 

Misalnya, orang buta yang belajar Qur'an dan menghafal satu surat, akan lebih besar pahalanya dari orang yang melihat yang belajar Qur'an dan hafal satu surat. Anak yang bergenetik agak bodoh yang belajar ulet dan dapat memahami makna bismillah -misalnya- akan lebih besar pahalanya dari orang yang bergenitik cerdas dan belajar hingga paham makna bismillah. 

Semua penjalasan ini, sebenarnya merupakan ulangan dari berbagai tulisan-tulisan sebelum- nya. 


2.- Manusia suci itupun sama dilihat dari potensi ini. Yakni tidak keluar dari sunnatullah yang ada pada al-kaun atau ciptaanNya ini. Beda mereka dengan kita adalah, kalau mereka 

mengaplikasikan semua yang mereka ketahui hingga mereka mencapai derajat maksum, sedang kita dari kecil sudah terbiasa melanggar yang kita tahu hingga ya ... beginilah jadinya, ruwet dan semrawut dilihat dari sisi kejiawaan, kepribadian dan bahkan sosial. Semoga Tuhan sudi memaafkan kita semua. 

Eman Sulaeman: Amin Ya Robbii... Sukron Ustadzuna... 

Semoga antum diperkaya khazanah Ilmiah dan selalu memperbaharui Keilmuan Islamiyah... Amiin.


اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وآلِ مُحَمَّدٍ وعَجِّلْ فَرَجَهُمْ

Rabu, 19 September 2018

Karbala Dalam Tinjauan Sosial, Filsafat dan Irfan


Seri tanya jawab Muhammad Dudi Hari Saputra dengan Sinar Agama

by Sinar Agama on Tuesday, January 8, 2013 at 4:16 pm



Muhammad Dudi Hari Saputra mengirim ke Sinar Agama: 19-11-2012, Salam ustadz. Sekiranya ustadz berkenan untuk menjelaskan peristiwa karbala dari perspektif filsafat, irfan dan sosial ustadz. Syukron wa afwan. 


Sinar Agama: Salam dan terimakasih pertanyaannya: 

Kalau hanya secara ringkas mungkin bisa dikatakan sebagai berikut: 

1- Kalau dilihat dari sisi sosial: 

Setelah imam makshum as tidak diikuti para shahabat-shahabat Nabi saww dan mereka memilih jalan lain, maka sudah tentu mereka, sengaja atau tidak, banyak melakukan perubahan-perubahan dalam Islam. Pembakaran hadits-hadits yang ditulis di jaman Nabi saww oleh Abu Bakar, penolakan terhadap keterangan-keterangan ayat yang ditulis imam Ali as, berbagai peperangan dan puluhan ribu korban berjatuhan, pengharaman mut’ah dalam haji dan dalam kawin, pembuatan taraweh, menambahi adzan (al-shalaatu khairun mina al- naum), pengkafiran tidak menyetorkan zakat ke pusat pemerintahan walau disetor ke yang memerlukan, penghalalan darah, pengkarifan, pemurtadan,........dan seterusnya...., dimana umat yang baikpun terdiam karena takut, maka akhirnya setelah beberapa puluh tahun dari wafatnya Nabi saww, masyarakat sudah benar-benar menjadi masyarakat yang lain. 

Bayangin saja, puluhan tahun Mu’awiyyah mewajibkan pelaknatan terhadap imam Ali as dan keluarganya di mimbar-mimbar shalat jum’at sudah jadi biasa di masyarakat Suriah. 

Walhasill, pendek kata, maka Islam yang ditegakkan Nabi saww sudah punah selain lahiriah shalat, puasa dan haji dan semacamnya. Karena itulah imam Husain as berkata: 

“Seandainya agama nabi Muhammad tidak bisa tegak kecuali dengan terbunuhnnya aku, maka wahai pedang-pedang, ambillah aku!”. 

Tidak tegak ini bukan maksudnya dengan pemerintahan, karena kalau pemerintahan, maka sudah pasti pemerintahan makshum yaitu dengan kepemimpinan beliau as sendiri. Tapi ketika beliau as mengatakan “kecuali dengan terbunuhnya aku”, maka sudah pasti tegaknya Islam yang dimaksudkan adalah “Pengembalian kehidupan masyarakat kepada kehidupan yang dibangun Rasul saww sekalipun mungkin tidak dibawah kepemimpinan makshum”. 

Memang, kepemimpinan makshum ini, sangat menentukan jalannya kehidupan itu, akan tetapi, kalaulah hal itu tidak terjangkau, maka setidaknya masyarakat secara mayoritas berjalan di atas Islam yang sebenarnya. 

Bayangin, ketika masyarakat taat pada khalifah yang pemabok seperti Yazid, maka jelas sudah terlalu jauh dari tatanan yang diinginkan Nabi saww. Di Indonesia saja, jangankan muslim koruptor, orang kafir juga bisa dipilih oleh muslim untuk jadi pemimpinnya. Nah, ini kan sudah jauh dari kehidupan yang dibangun Nabi saww di atas Qur'an dan hadits-hadits beliau saww. 

Dari sisi lain, masyarakat sudah takut kepada pemerintahan kala itu. Jadi, yang tadinya terpaksa menerima perubahan-perubahan itu, lama-lama menjadi biasa. 

Itulah mengapa umat seperti itu harus dihentak keras supaya terbangun dari kehidupannya yang sudah jauh dari Islam itu. 

Nah, penghentakan itu adalah dengan terbunuhnya beliau as dengan seluruh keluarganya dan shahabat-shahabatnya yang setia yang hanya sekitar 50 orang atau 73 orang. 

Rincian penghentakan itu dengan: 

• Terbunuhnya beliau as sendiri yang merupakan cucu Nabi saww dan Ahlulbait yang makshum. 

• Kekejaman yang terjadi pada diri beliau as, seperti dikepung tanpa air dan dikeroyok sampai sekitar 35.000 tentara. Dipancung kepalanya dan diarak sampai ke Suriah dan mulutnya dipermainkan oleh Yazid dengan tongkatnya di depan ribuan orang di pesta kemenangannya itu. 

• Terbunuhnya seluruh cucu-cucu Nabi saww yang menyertai beliau as yang berjumlah sekitar 23 orang dimana kepalanya juga dipancung dan diarak di atas tombak sampai ke Suriah. 

• Terbunuhnya Ali Ashghar yang belum setahun umurnya dengan panah di depan umum. 

• Dirantainya cucu-cucu Nabi saww yang wanita setelah itu dalam tawanan dan diarak ke Suriah dari Iraq. 

• Syahidnya hdh Ruqayyah yang baru 3 th dengan merangkuli kepala ayah beliau as. 

• ...............dan seterusnya. 

Kenapa menghentak? Karena masyarakat tidak semulia imam Husain as hingga menyayangi darahnya ketimbang darah imam Husain as. Karena itulah, para penyair mengatakan “Ya Husan as, darahku tidak lebih merah dari darahmu.” Begitu pula keganasan itu akan membangkitkan hati masyarakat yang tertidur itu. Begitu pula dengan dipanahnya hdh Ali Ashghar yang masih sekitar berumur 9 bulan. Karena Islam tidak mengajarkan dan tidak membolehkan hal itu. Jadi, walau Yazid beralasan dengan alasan apapun seperti ayahnya, misalnya demi mengatur masyarakat supaya dalam aman dan damai...dan seterusnya... tetap tidak bisa diterima. Karena anak kecil yang masih menyusui tidak akan membahayakan siapa-siapa. Begitu pula dengan dirantainya cucu-cucu Nabi saww oleh para umatnya sendiri, semua itu akan membuat marah dan bangkitanya umat dari tidur lelapnya itu. 

Ini tinjauan kecil dan sangat ringkas dari sisi sosial perjuangan Karbala. Intinya, ingin membangkitkan masyarakat dari tidurnya, yaitu yang sudah jauh dari Islam Nabi saww, agar bangun dan kembali ke Islam Nabi saww. 

2- Kalau tinjauan filsafatnya: 

Tuhan itu Maha Suci. Karena itu, tidak mungkin dapat bersentuhan denganNya kecuali kesucian. Shalat, puasa, haji, wudhu, iman, Islam....dan seterusnya...adalah suatu lahiriah yang tidak menjamin seseorang menjadi suci dan bersentuhan denganNya atau dekat denganNya. 

Ajaran-ajaran Islam, baik Qur'an-nya, haditsnya, tauhidnya dan ibadah-ibadahnya, adalah suatu ajaran YANG BISA MENGANTAR KEPADA KESUCIAN, akan tetapi TIDAK MESTI MENGANTAR KEPADA KESUCIAN. 

Jadi, ajaran-ajaran itu HANYA BISA MENGANTAR, tidak bukan pasti mengantar. Mengapa? Karena ia adalah ajaran. Siapan yang lahir batinnya menerimanya, maka akan suci dan siapa- siapa yang tidak menerimanya dengan benar, tidak akan mendapatkan kesucian itu walau, bagi yang udzur akan mendapatkan maaf dan pengampunan. 

Jadi, kesucian itu, hanya bisa didapat dari ajaran Islam yang suci, yakni benar dan diamalkan dengan benar. Karena itulah Tuhan di QS: 56: 79: 

لَ يَمَسُّهُ إِلَّ الْمُطَهَّرُونََ

“Tidak dapat menyentuhnya -Qur'an- kecuali orang-orang yang suci (dari dosa).” 

Dari sisi lain, penciptaan manusia, tidak lain untuk menjadi suci itu seperti yang difirmankan di QS: 51: 56: 


وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالِْنْسَ إِلَّ لِيَعْبُدُونِ

“Dan tidak Kucipta jin dan manusia, kecuali untuk menjadi abdiKu”. 

Ketika Tuhan Maha Tidak Terbatas dimana berarti tidak perlu apapun, maka tujuan ke- abdi-an jin dan manusia itu, sudah tentu untuk diri jin dan manusia itu sendiri, bukan untuk DiriNya. 

Artinya, pengabdian dan penghambaan itu, yakni menaati Tuhan dalam segala bidang kehidupan, yakni menjadikan hukum-hukumNya pedoman dalam segala bidang kehidupan, akan membuat manusia suci dari segala kekotoran dan maksiat. Dengan demikianlah maka manusia itu bisa mendekati Yang Maha Suci. 

Tuhan memang dekat dengan siapapun, tapi KuasaNya, bukan ridha dan keSucianNya. Nah, ketika manusia taat, maka ia layak untuk dekat dengan Ridha dan SuciNya. 

Ketika filsafat membahas esensi sesuatu, dari mana, dimana dan untuk apa, dan ketika diterapkan kepada manusia setelah Nabi saww sampai ke imam Husain as, maka sudah tentu tidak ada jalan lain untuk mensucikan manusia itu kecuali dengan mengembalikan mereka kepada Islam yang murni. 

Itulah mengapa walau imam Husain as terbunuh, tetap menang karena sudah berhasil menghentakkan umat dimana hingga kini ajaran murni itu tetap bertahan walau, masih ditutupi di sana sini oleh musuh-musuhnya. 

3- Kalau dari sisi irfan: 

Ketika wujud dan ada itu hanya satu dan Tuhan, maka selainNya tidak lain hanyalah esensi- esensi dan bukan eksistensi. Jadi, semuanya tidak lain hanyalah wajahNya, namaNya, bayangNya...dan seterusnya. 

Dan ketika hanya Tuhan yang Ada, maka apa yang bisa disayangi dari diri kita hingga merasa berat dan takut untuk mempertahankan keAda-anNya???!!! 

Ketika manusia menentang agamaNya, maka ia bukan saja merasa ada tapi malah merasa menjadi Tuhan. Karena itulah Tuhan mengatakan di QS: 25: 43: 


أَرَأَيْتَمَنِ اتَّخَذَ إِلَهَهُ هَوَاهُ

“Tidakkah kamu lihat orang-orang yang menjadikan dirinya (keinginannya) sebagai tuhannya??”. 

Jadi, hentakan Karbala itu, bagi para arif, adalah pembelaan untuk wujud dan ada, karena dengan hentakan itu, diharapkan bahwa manusia tidak menghargai lagi dirinya yang tak ada itu dan kembali untuk membela si Yang Ada tersebut. 

Semua tulisan di atas itu, tidak mewakili apa-apa dari perjuangan imam Husain as. Tulisan itu teramat sedikit dan teramat kebodohan dibanding hakikat perjuangan beliau as. Tapi karena beliau as sendiri yang mengajarkan kita tidak putus asa dan tetap berfikir, maka semampunya saja kujawab pertanyaan antum. 

Wassalam.


اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وآلِ مُحَمَّدٍ وعَجِّلْ فَرَجَهُمْ


Sabtu, 11 Agustus 2018

Kedudukan Fantastis Imam, Bag: 5-a (Bahwa imam memegang pemerintahan langit dan bumi)




by Sinar Agama (Notes) on Sunday, September 12, 2010 at 8:27 pm


Melanjutkan permasalahan yang dibawa Abd Bagis, yaitu poin (d) tentang:

IMAM MEMEGANG PEMERINTAHAN LANGIT DAN BUMI

Setelah kita bahas masalah (a), (b), (c) dan (d), maka tibalah saatnya, dengan ijin Allah, kita bahas yang terakhir dari yang dibawa Abb Bagis, yaitu masalah (e): Bahwa imam memegang pemerintahan langit dan bumi.

Jawaban-1 Untuk Poin (e): 

Dalam QS: 2:30, Allah berfirman: ”Dan ketika Tuhanmu berkata kepada para malaikat: ‘Sesungguhnya Aku akan membuat/mengangkat khalifah di bumi’. Para malaikat berkata: ‘Apakah Engkau akan menjadikan sesiapa manusia) yang akan membuat kerusakan di dalamnya dan saling menumpahkan darah? Sementara kami selalu bertasbih dengan memujaMu dan mensucikanMu’. Berkata (Tuhan): ‘Sesungguhnya Aku tahu apa-apa yang kalian tidak tahu’ ”. Perhatikanlah dialog antara Tuhan dan para malaikat ini. Dan coba renungi ilustrasi berikut ini:

Ketika seorang ayah yang punya Pabrik Mobil dan 1000 hektar kebun kopi mau meninggal, ia memanggil dua anaknya yang lulusan pertanian dan ekonomi. Sementara anaknya yang satu lagi tidak dipanggilnya karena masih umur 3 tahun. Sang ayah berkata pada keduanya: “Anak-anakku ayah akan segera meninggalkan kalian. Kalau nanti ayah sudah pergi, kuserahkan kepengurusan pabrik mobil dan perkebunan pada adik bungsu kalian”. Kedua anaknya terkejut dan saling pandang. Mereka merasa bahwa pernyataan akhir ayah mereka ini sangat tidak bijak. Tapi, karena keduanya adalah anak-anak yang selalu taat pada orang tuanya dan juga tidak ingin membuatnya sedih di hari terakhir hidupnya ini, maka ketidaksetujuan mereka diutarakan dengan bahasa yang sangat halus. Mereka berkata:


“Ayah,,,,mengapa ayah serahkan pabrik mobil dan perkebunan itu pada adik kami yang masih kecil dan suka membuat kerusakan di rumah (yufsidu fi al-bait: seperti pecah-pecahin komputer dll) sementara kami lulusan ekonomi dan perkebunan?”. 



Kalau kita lihat ilustrasi ini, akan sangat mudah bagi kita memahami maksud kedua kakak tsb.

Yakni bahwasannya si bungsu tidak cocok untuk urus pabrik mobil dan perkebunan, karena masih membuat kerusakan dan bahwasannya mereka berdua lebih cocok karena lulusan ekonomi dan pertanian. 

Para malaikat dalam ayat itu tidak beda dengan ilustrasi tsb. Yakni mereka, sebagai makhluk yang selalu taat pada Tuhan yang, dalam hal ini tidak setuju dan menganggap diri mereka lebih layak, mereka merasa harus mengutarakan pendapatnya dengan bahasa yang sopan dan tawadhu. Oleh karena itu mereka mengatakan kata-kata dalam ayat di atas: “ ....sementara kami selalu bertasbih kepadaMu dan mensucikanMu”, yang maknanya adalah: 

“Mengapa Engkau akan jadikan khalifahMu dari jenis manusia yang akan membuat kerusakan dan pertumpahan darah, sementara kami selalu memujaMu dan mensucikanMu (bc: menyanjungMu dengan menyanjung perintah-perintahMu)? Jadi kamilah yang lebih layak dari manusia untuk menjadi khalifahMu”. 

Setelah kita sama-sama mengerti maksud ayat itu, bahwasannya malaikat mengusulkan diri mereka untuk jadi khalifah Tuhan, masalahnya sekarang adalah, para malaikat itu sudah memiliki tugas-tugas penting dalam semua urusan. Mulai dari mengurusi penciptaan paling kecilnya makhluk sampai pada paling besarnya; Peniupan/pencabutan ruhnya; Hujan/tidaknya; Masing- masing rejekinya; Suka/dukanya; Sukses/gagalnya; Menjaga wahyu Tuhan, lauhu al-mahfuzh, ‘Arsy, surga, neraka dst. Pendek kata mereka adalah pengatur segala urusan langit dan bumi dengan ijin/perintah Allah. Allah berfirman: “ ..dan (demi) pengatur-pengatur segala urusan“ (QS: 79:5). Tafsir-tafsir Jalalain, Thabari, Fakhru al-Razi dll, mengatakan bahwa para pengatur itu adalah para malaikat. Malah dalam tafsir Qurthubi dan Fakhru al-Razi, dll, dikatakan bahwa jumhur bersepakat bahwa mudabbir itu adalah para malaikat yang mengatur segala urusan langit-bumi. Begitu pula kalau dilihat di terjemahan DEPAG. 

Pertanyaannya sekarang adalah: Mengapa para malaikat masih menginginkan posisi khilafatullah ini? Padahal mereka sudah memiliki semua posisi hebat sejak di dunia ini sampai nanti di akhirat? Bagi yang tidak terlalu terhijabi, pasti akan mengatakan bahwa, karena posisi khilafah ini lebih tinggi dari semua posisi malaikat. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa khalifah Tuhan memiliki posisi lebih tinggi dari semua posisi malaikat dimana karenanyalah manusia layak disujudi semua malaikat (QS: 79:30). 

Sementara tinggi dalam hakikat, tidak seperti dalam kesepakatan sosial dalam kehidupan kita. Karena dalam hakikat, artinya, yang di bawah harus tunduk pada kendali yang di atas. Sujud malaikat adalah tunduk, karena mereka non materi, tidak punya dahi dan tidak terikat dengan badan hingga sujud seperti kita manusia. Karena itulah berarti khalifah Tuhan, secara tidak langsung, mengatur semesta ini dengan ijin, pengangkatan dan perintah Allah. 

Dan karena itu pulalah maka semua malaikat tiap malam lailatu al-qadr selalu turun dengan membawa segala urusan (min kulli amr), untuk dilaporkan pada khalifatullah ini. Karena mereka tidak mungkin meninggalkan pos masing-masing di langit dan bumi atau di arsy dan lauhu al- mhfuzh ...dst hanya untuk jalan-jalan ke bumi, melihat maksiat yang meraja lela ini. Apalagi melihat teroris wahhabi yang lagi ngeledakin pasar-pasar dan mesjid-mesjid, atau lagi gorokin tenggorokan Sunni-Syi’ah dengan bangga dan divideokan serta di sebar kemana-mana, atau membakar Sunni-Syi’ah hidup-hidup kaya Khalid bin Walid ketika diutus Abu Bakar ke kabilah Bani Sulaim yang membakar hidup-hidup beberapa orang di depan umum (Thabaqaatu al-Kubra: 7:396). Tentu tidak bukan? 

Jadi, mereka para malaikat itu, datang ke bumi dengan segala urusan-urusan itu (min kulli amrin), yakni tugas-tugas mereka, adalah untuk melaporkan masing-masing tugas mereka ke wakil-Tuhan atau Khalifatullah yang bertempat tinggal di bumi ini. Karenanya saya dulu pernah mengingatkan teman-teman Syi’ah bahwa tahun baru amal-amal kita itu adalah malam lailatu al-qadr, bukan nisfu Sya’ban (mentrasfer pendapat ayatullah Jawadi Omuli hf). Yakni sebagian malaikat yang mengurusi seluk beluk manusia, membawa pengetahuannya yang diberi Tuhan yang ditadbirkan/ diaturkan dengan buku-amal-setahun itu. Yakni pengetahuan tentang segala peristiwa yang akan terjadi pada masing-masing manusia yang sesuai dengan ikhtiarnya sendiri-sendiri yang telah diketahui Tuhan sebelum terjadi. 

Malaikat yang diberitahu Tuhan dengan pengetahuan maqam pertama (bc: maqam qada dan qadar atau yamhullah ma yasya’ wayutsbit, yakni sebelum ke-dua sebagai maqam persetujuan akhir Tuhan di Lauhu al-mahfuuzh) itu, membawa pengetahuan-pengetahuan mereka (catatan-catatan ilmu Ilahiyyah) tersebut kepada Khalifatullah (wakil Allah) untuk diperiksa dan disepakati sebelum kemudian dilaksanakan oleh para malaikat-malaikat tsb. 

Para khalifatullah (pada masing-masing jaman hanya ada satu khalifah) di samping memeriksa urusan-urusan lain dari malaikat-malaikat lain yang mengurusi segala macam masalah alam semesta ini, juga memeriksa ilmu/buku tentang manusia yang dibawa para malaikat yang mengurusi seluk beluk manusia ini. Setelah melihatnya, maka khalifah ini, dengan perintah Allah, menghapus/yamhuu (bc: tidak mengijinkan terjadi) dan menetapkan/yutsbit (bc: mengijinkan terjadi). Mereka ini, para khalifah ini, tidak lain seperti malaikat-malaikat itu sendiri yang hanya menjalankan perintah-perintahNya. Mereka tidak pernah ber-ide, mandiri, mempertanyakan atau apalagi melanggar perintah-perintahNya. Jadi, pengaturan Allah terhadap semesta ini, pertama melalui KhalifahNya, kemudian ke para malaikat-malaikat sebelum kemudian pelaksanaannya. 

Maka itu, jadi lucu di hadapan orang Syi’ah manakala imam/khalifah tidak memiliki sifat-sifat ke- khilafahan ini, yakni penguasaan alam ini. Sudah tentu, mereka para khalifah itu (baik nabi, rasul atau imam) tidak akan melakukan apapun dari karamat, mukjizat dan semacamnya, kecuali kalau sudah diperintah oleh Allah swt, sekalipun mereka, seperti Rasul saww yang dilempari batu di Thaif, nabi Yahya as yang digergaji, imam Husain as cucu Rasul saww yang dipenggal lehernya oleh Syimr tentara Yazid bin Mu’awiyah sebelum kemudian kepalanya itu diarak dari Karbala- Iraq, sampai Syam/Suriah dan mulutnya yang sering dicium Nabi itu diotak-atik oleh Yazid pakai tongkatnya. 

Dari penjelasan-penjelasan ini dapat dipahami bahwa para nabi/rasul/imam/khalifatullah memiliki dua dimensi kehidupan. Kehidupan pertama sebagai manusia yang punya segala macam taklif dan melakukannya dengan penuh keikhtiaran, pengorbanan seperti lelah, sakit dan syahid; Dan yang ke-dua sebagai khalifatullah yang tidak punya ikhtiar kecuali dalam memohon untuk mensyafaati dan semacamnya dimana maqam ke dua ini tidak dicapainya kecuali dengan ketaatan dan kemakshuman sebagaimana akan dijelaskan di Jawaban-2, in syaa-a Allah.

Kesimpulan

1. Khalifatullah adalah pangkat yang diingini oleh semua malaikat. 

2. Khalifatullah disujudi semua malaikat. 

3. Sujud para malaikat berarti taat, karena mereka non materi dan Tuhan bukan lagi sedang mewisuda nabi Adam as sebagai khalifah pertama.

4. Khalifatullah adalah pangkat yang lebih tinggi dari semua malaikat, karena disujudi dan diingini mereka. 

5. Para malaikat adalah pengatur semesta dengan ijin dan perintah Allah. 

6. Khalifatullah adalah khalifahNya dalam mengurusi semesta dengan mengatur malaikat. 

7. Khalifatullah bukan berarti manusia secara umum yang, hanya mengurusi cangkul-mencang- kul bumi dan membangunnya. Tapi pengatur semesta yang termasuk malaikat, tapi bertempat tinggal di bumi. 

8. Qada dan qadar bagi manusia adalah ilmu Tuhan tentang seluk beluk ikhtiar dan akibat dari perbuatan manusia, jadi bukan Determinis atau Jabariah. 

9. Penetapan dan penghapusanNya, bukan juga membatasi ikhtiar dan perbuatan manusia, tapi karena disesuaikan dengan ikhtiar dan perbuatan orang lain dan semacamnya. Misalnya, ada orang yang ingin membunuh Fulan, tapi karena Fulan ini selalu berikhtiar waspada dan berdoa serta masih lebih maslahat untuk hidup sesuai dengan ikhtiar/doanya itu, maka Tuhan tidak mengijnkan orang pertama membunuhnya. 

Tolong teman-teman Syi’ah pelajari dengan teliti hal ini supaya tidak kembali lagi ke taqdir ala agama Hindu yang meyakini bahwa seluruh nasib kita manusia sudah ditentukanNya. Lagi pula sangat sedikit yang tahu rahasia qada/qadr & aplikasinya ini, yaitu yang kembali pada ilmu Allah tsb. Baik kembali ke derajat ilmu pastiNya (lauhu al-mahfuzh, yang mengetahui akhir kejadiannya) yang diketahui malaikat-malaikat tinggi, atau kembali ke derajat yang diketahui malaikat-malaikat di bawahnya, yaitu ilmu-ilmu yang belum pasti karena bersyarat. Tunggulah jawaban-2 untuk masalah (e) ini dan tolong doanya. 

Alia Yaman and 17 others like this.

Dian Damayanti: 2 jmpol just for u..! 

Sinar Agama: Terimakasih atas semua jempoltum (jempol antum), semoga Tuhan mengganjarnya, kalau senang dan mau, tolong copy catatan tsb supaya tidak hilang dan bisa dibaca-baca, karena catatan berikutnya mungkin berkaitan dengannya, terimakasih dan afwan. 

Syarifah Hana A. Fathiman: Ijin share ya...Syukran.... 

Sinar Agama: tafadhdhaliy, u well come(.) 

Faisol Farid: Syukron atas limpahan ilmunya. 

Sinar Agama: Afwan, you well come, syukur kalau mau. 

Ad’ Ia Anakotta: Afwan ustadz mau tanya tapi sebelumnya terimakasih sudah ditag. Untuk jawaban (z);.. Malaikat-malaikat tinggi dan seterusnya.., kemali pada malaikat-malaikat rendah dan seterusnya.., apakah yang dimaksudkan di atas adalah tingktan ilmu yang dimiliki para malaikat!? 

Sedangkan yang saya tau bahwa semua malaikat memiliki tugas yang sama yaitu memuja dan memuji Allah SWT ditambah dengan tugas lainnya dan merupakan makhluk yang patuh. 

Apakah para malaikat yang memiliki tingkatan tinggi tersebut secara khusus diajar oleh khalifah, karena yang saya ketahui Khalifah mampu mengajarkan sesuatu kepada malaikat. Mohon penjelasannya. Makasih ustadz.

Rido Al’ Wahid: Posisi kekhalifahan Allah adah posisi tertinggi yang diberikan Allah kepada makhluknya, khalifah itu memiliki wewenang dan pengethuan dan dapat menyentuh ’lauh al mahfuz’ (di sini terdapat ilmu Allah) yang tidak dapat di raih oleh para malaikat, makanya khalifah ini juga disebut dengan kitab yang nyata.. Sehingga jika kita bertanya tentang ilmu mereka, semuanya berasal dari-Nya, dan mereka yang menginformasikan kepada malaikat.. 

Dalam alam penciptaan para khalifah Allah ini berada dalam posisi ciptaan tertinggi, dan ciptaan Allah paling sempurna terdapat ada pada diri Rasul saww. Mohon dikoreksi jika salah.. Afwan. 

Zainab Naynawaa: Afwan ana nimbrung di luar pembahasan... ustad tolong komentarin status mas Bande tentang roko... sebab di situ ada salah satu komentar yang bawa-bawa hukum... sebab dalam hal ini bukan hak ana... ana mohon penjelasan antum.. syukron sebelumnya...

Sinar Agama: Ad’: Senang dengan pertanyaanmu. Yang dimaksud malaikat tinggi itu adalah dari sisi wujudnya yang otomatis ke segala halnya seperti ilmu dll. Allah ketika melihat iblis tidak sujud pada ayah kita QS:38:75, Dia berfirman +/-: 

”....apakah engkau menyombongkan diri atau engkau termasuk yang ’aliin/tinggi”. 

Jadi, di ayat ini ada isyarat pada adanya malaikat lain yang tidak setara dengan malaikat-malaikat yang biasa kita kenal dan mungkin tidak diperintahkan sujud kepada nabi Adam as. 

Kalau anti/anta mengerti peristilahan filsafat, maka malaikat tinggi itu disbt Akal (bukan akal manusia), dan malaikat dibawahnya itu dan sebagainya wujud-wujud Barzakh/antara, yakni antara malaikat tinggi dan alam materi. Kalau dalam irfan, yang tinggi dsbt Jabaruut, yang tengah disbt Malakut dan materi disbt Nasut. Materi tentu diatur malaikat Barzakh, dan Barzakh diatur Akal yang berada di derajat plg akhir karena Akal ini juga berderajat, ada yang blg 10 derajat, ada yang mengatakan tidak bisa diketahui jumlahnya kecuali oleh Allah sendiri seperti pendapat Mulla Shadra ra. 

Jadi, ada tiga alam/ciptaan dalam ciptaan Tuhan, Akal, Barzakh dan Materi. Yang pertama mendahului yang ke dua dan juga berfungsi sebagai perantara Tuhan untuk pewujudan pencip- taannya dan begitu pula untuk tingkatan yang lebih rendah seterusnya. Makanya, tingkatan yang ke Ke dua, yakni Barzakh itu, dikatakan olehNya sebagai Mudabbirati Amran, yakni pengatur alam-segala urusan, yakni urusan-urusan alam materi QS :79:5. Dan mereka inilah yang turun di malam lailatul-qadr dengan membawa seluruh/segala urusan untuk masa setahun ke depan itu, untuk dilaporkan pada khalifah Tuhan yang sekarang adalah imam Mahdi as. 

Ciptaan Akal, berentet dari Akal-satu, Akal-dua ...dst sampai Akal-akhir yang, juga disebut dengan Lauhu al-Mahfuzh atau ’Arsy Allah atau Singgasana Allah. Kenapa? Karena Allah, melalui Akal-akhir itulah memerintah para malaikat-pengatur segala urusan materi untuk mengatur alam materi. Malaikat tengah/barzakh ini disebut pula tingkatan Qada dan Qadar, atau tingkatan ”penulisan dan penghapusan”. Tapi harus baca catatanku itu supaya tidak terjebak ke dalam kepercayaan determinis atau jabariah, yakni ”nasib baik-buruk dari Allah”. 

Kamu lebih bagus copy semua keterangan dan catatan itu lalu baca dan renungi lagi kemudian tanyakan yang tidak tahu atau debat/diskusikan yang tidak disetujui, kalau mau.

Sinar Agama: Untuk Mas Rido, senang dengan tanggapannya, merasa ilmu yang puluhan tahun kugali ini bisa disalurkan perlahan tapi pasti, ya Allah bantulah si dina ini dan semua orang yang mencintaiMu dengan ilmu dan aplikasi. Mas Rido, dengan jawaban ana pada Ad’ saya rasa sudah dapat dipahami bahwa Lauhu al-mahfuzh itu adalah malaikat tinggi atau Akal yang paling rendah diantara para malaikat tinggi atau Akal itu. Jadi, derajat kesempurnaan itu masih terus berlanjut sampai pada Akal-satu yang, juga disebut Nur-Muhammad yang, biasa dikenal dalam hadits- hadits yang, diingkari oleh penentang Barzanji yang dibawa-bawa wahhabi itu. 

Ketika Jabir bertanya pada Rasul saww tentang apa yang dicipta Tuhan pertama kalinya, Nabi saww menjawab: 

”Nura nabiyyika yaa Jabir” “Nur nabimu ini wahai Jabir.” 

Wahhabi-wahhabi yang materialis yang tidak mengimani aktifitas non materi di alam ini, mana bisa memahami hal seperti ini?

Muhammad Amran: Ass. Wr. Wb. 

Salam kenal ustadz sinar. Aku mau bertanya mengenai “ketetapan” Tuhan akan seluruh aktifitas semesta, terkhusus pada pemilihan khalifah/Imam di muka bumi. Dikatakan bahwa, sesuatu itu tidak terlepas dari ketetapan Allah, seperti usaha manusia dalam mendapatkan kedudukan tertinggi tersebut. Saya bingung memilah antara ikhtiar manusia dengan keinginan atau penetapan sang wujud mutlak. Makasih sebelumnya. Kalau bikin catatan, tolong sertakan juga namaku ustad.

Sinar Agama: M.A., terimakasih atas salam kenalnya wahaiiiii mas Amran. Kalau antum sekali saja, just sekali saja baca perlahan catatan ini maka akan didapat jawaban dari pertanyaan antum. 

Ringkasnya: Ketetapan Tuhan akan amal manusia adalah bahwa manusia berbuat sesuai dengan ikhtiarnya, walaupun akan saling bergesekan dengan ikhtiar-ikhtiar lainnya. Oleh karena itulah maka manusia disuruh buat masyarakat yang baik dengan amar makruf dan nahi mungkar, supaya tidak terlalu terjadi gesekan-gesekan sesama ikhtiar. 

Nah, ketetapan Tuhan atas khalifah ini sebenarnya berpijak pada ikhtiar itu. Yakni Allah menetap- kan bahwa khalifah/imam harus makshum dengan ikhtiarnya sendiri dari sejak kecil (perhatikan syarat pengqabulan doa nabi Ibrahim as sewaktu meminta supaya keturunannya dijadikan imam, Allah berfirman ”bukan dari yang aniaya” bukan dari yang pernah dosa). Tentu saja yang didukung dengan syarat-syarat lain yang timbul dari sosial ikhtiar itu sendiri, seperti dari keluarga yang baik (yang timbul dari ikhtiar ayah dan keluarganya) supaya tidak orang lain melecehkannya, seperti tidak cacat (juga bisa timbul dari ikhtiar ayahnya dalam cara tidur dengan istrinya atau ikhtiar ibunya sewaktu menjaga kandungannya dan lain-lain) supaya orang lain tidak lari dan melecehkannya dan semacamnya. 

Nah, karena imam itu harus makshum sesuai dengan ayat di atas tentang doa nabi Ibrahim as itu (QS: 2:124), maka masalahnya sekarang siapa yang tahu bahwa seseorang itu sudah mencapai derajat makshum secara ikhtiar dari sisi ilmu dan amal? Tentu saja jawabannya Yang Maha Tahu Ghaib. Kan ghitu? Nah, ini nah dihapus yang ke tiga, karena hanya Dia yang tahu ghaib itu secara langsung, maka Dia seyogyanya memberitahu NabiNya supaya tahu ghaib juga secara tidak langsung. Mengapa harus/seyogyanya memberitahu nabiNya? Karena kalau tidak diberitahukan kepadanya, terus bagaimana kita bisa tahu mana imam kita? Karena itulah imam itu tidak bisa dipemilukan, karena kita-kita tidak tahu siapa-siapa yang makshum secara langsung, dan akan tahu kalau diberitahu Tuhan dengan ayat-ayatNya atau nabiNya. 

Dengan demikian maka imam itu sudah seyogyanya dipilih Allah itu sendiri yang, kemudian diistilahkan dengan ”Penentua) atau Ketetapan”. Artinya tidak bisa dipemilukan, bukan berarti ketetapan yang berlawanan dengan ikhtiar itu. Karena ketetapan ini berlandaskan pada ikhtiar dalam pemenuhan syarat-syarat keimamahannya, bukan ditentukan dengan paksa siapa-siapa yang akan jadi imam tanpa memperhatikan ilmu-amal secara ikhtiarnya. 

Dan karena setelah Nabi saww yang diketahui Allah makshum yang memenuhi syarat-syarat tadi hanya 12 orang, maka imam dalam Islam hanya 12 orang. Makanya kalau sebelum Islam menguasai dunia mereka sudah mau habis, karena mati atau syahid (yang kenyataannya 11 orang syahid semua), maka yang ke 12 dipertahankan. Karena kalau tidak, yakni kalau tidak dipertahankan, maka beliau juga akan dibunuh dan janji Tuhan yang akan menolong menjayakan Islam tidak akan tercapai (QS: 21:105). Atau kalau belum lahir, maka nantinya akan lahir dari orang yang tidak makshum, terus mau berguru ke siapa supaya bisa sampai makshum? Kan tidak mungkin? Jadi, Tuhan menggunakan ke-Kuasa-anNya memanjangkan umurnya, seperti telah memanjangkan nabi Nuh as, shahibulkahfi, nabi Isa as, nabi Khidr as dll.

Muhammad Amran: Makasih ustad atas jawabannya. Sampai di situ aku sudah sedikit mema- haminya. Cuman maksud dari pertanyaan saya ustadz adalah ; usaha, ikhtiar seorang hamba (ciptaan) semuanya tidak terlepas dari ketetapanNya. Seperti, ikhtiar manusia dalam berproses untuk menjadi makshum. Nah, proses tersebut adalah ketetapan Tuhan, dan apapun hasil dari proses tersebut merupakan ketetapan atau kehendakNya. Ibaratnya, apapun yang dilakukan manusia, baik itu berupa ikhtiar, itu seolah-olah karena ketetapan atau kehendak sang maha berkehendak yang pada dasarnya merupakan determinis mutlak. Mungkin pertanyaan saya ini lebih pada pembahasan ontologis ustad. Mohon pencerahannya.. 

Basuki Busrah: Salam bagimu yang sedikit goib bagiku semoga Allah menjaga antum. Saya tidak paham dengan kata arsy dan lauh mahfuzh dalam kalimat ”...meninggalkan pos masing-masing di langit dan bumi atau di arsy dan lauh al-mhfuzh..”. . mohon pencerahannya guru. 

Ibrohim Abd Shidiq: Salam ustadz,, terimakasih atas tag nya. Ijin copy ustad dari 1 -5 ini...

Sinar Agama: Mas Amran, Ikhtiar itu lawan dari ketetapan. Kalau ditetapkan, terus apa arti ikhtiar? Ikhtiar itu adalah bisa memilih “yang ini” atau “yang itu”. Sedang ketetapan adalah sudah ditentukan “yang ini”. Jadi, ketetapan kontradiktif dengan ikhtiar. Antum boleh mengatakan bahwa ke-ikhtiaran manusia adalah ketetapan Tuhan. Ini benar. Karena yg ditetapkan ke-ikhtiarannya, bukan masing-masing ikhtiarnya. Namun demikian, krn perbuatan manusia itu adalah akibat manusia sementara manusia adalah akibat/makhluk Tuhan, maka semua perbuatan manusia itu juga makhlukNya. Tapi Dia tidak bertanggung jawab, karena sebab akhir sebelum perbuatan manusia itu adalah ikhtiar manusia ini. Dan karena makna ikhtiar adalah bs memilih yang ini atau yang itu, maka manusialah yg harus bertanggung jawab. Antum baca catatan aslinya, semua sudah dijelasin.

Sinar Agama: Mas Basuki Busrah salam juga dan terimakasih doanya dan semoga juga begitu terhadap antum, amin. Allah mencipta makhluk secara langsung itu hanya sekali, yaitu Akal-pertama. Alasannya, karena kalau Tuhan mencipta dua saja, maka Tuhan akan jadi terbatas. Karena antara sebab-akibat, mestilah memiliki konotasi atau kemiripan. Tidak mungkin es menyebabkan terbakarnya kertas. Tidak mungkin biji padi menunaskan pohon jagung, atau menetaskan ular dsb. Nah, kalau begitu, maka kalau ada dua makhluk berbeda menjadi akibat langsung Tuhan, maka dalam Tuhan akan ada dua Kuasa yang berbeda, katakanlah tanah dan api yang, akan menyebakan adanya Kuasa untuk mencipta tanah, dan untuk mencipta api yang pasti keduanya ini berlainan karena keharusan adanya kemiripan sebab dengan akibatnya itu. Nah, kalau Tuhan punya dua Kuasa yang berbeda, berarti akan saling membatasi. Dan kumpulan keterbatasan, hasilnya juga keterbatasan. Dengan demikian Kuasa Tuhan akan menjadi terbatas. Ini tidak mungkin. Ini baru dua makhluk, trus bagaimana kalau milyaran makhluk? Maka sudah tentu semakin banyak rangkapan KuasaNya yang, pasti akan membuatNya semakin terbatas. Dengan demikian, maka sebenarnya yang dicipta langsung olehNya hanya satu yang, karenanya terhindar dari keterangkapan. 

Dari Akal-satu itulah Allah mencipta makhluk berikutnya yang diistilahkan dalam filsafat sebagai Akal-dua, Akal-tiga, dan begitu seterusnya sampai ke Akal-terakhir. Akal-pertama disebut dalam hadits sebagai Nur-Muhammad dll. Akal-satu s/d Akal-terakhir di Qur'an disebut malaikat ’Aaliin atau ”yang tinggi”. Dari Akal-terakhir itu Allah mencipta malaikat-malaikat pengatur alam materi yang disebut barzakh/antara. Dan dari malaikat pengatur segala urusan itulah Allah mencipta alam materi ini. 

Nah, Akal-akal itu adalah wujud-wujud non materi yang tidak memiliki semua sifat materi (dan karenanya jauh lebih tinggi dari materi karena tidak memiliki rangkapan yang membuatnya membutuhkan setiap rangkapannya itu). Malaikat Tengah/barzakh adalah wujud-wujud non materi yang tidak memiliki isi/volume materi tapi memiliki sifat-sifat materi seperti rasa, warna, bentuk yang bukan isi, ...dst. Barzakh ini persis seperti mimpi-mimpi kita atau bayangan-bayangan kita tentang rasa-rasa dan warna-warna yang ada dalam pikiran kita, dimana di pikiran kita, semua sifat-sifat materi itu ada, tapi bendawiyahnya atau isi/volumenya tidak ada. Seperti kalau kita bermimpi melihat sapi atau pohon, atau membayangkan keduanya. 

Sedang materi adalah yang memiliki volume/isi dan serta sifat-sifatnya. Jadi, ada tiga alam. Yang di atas adalah sebab bagi yang di bawahnya dan yang dibawahnya akibat dari yang diatasnya. Dan karena setiap akibat tidak bisa melepaskan diri dari sebabnya, maka semua yang di bawah ada di bawah kontrol yang di atasnya (atas-bawah bukan tempat, tapi posisi dan maqam). Dan karena akibatnya akibat, akibat pula bagi sebabnya, maka Penyebab hakiki hanyalah Allah. 

Sampai di sini saya belum menjawab pertanyaan antum. Sekarang baru jawabannya: 

Tuhan, sebagaimana tidak mencipta langsung kecuali satu makhluk, juga tidak mengurusi langsung makhluk-makhlukNya, karena akan membuatnya secara otomatis terangkap. Karena Tuhan itu Satu yang tidak memiliki rangkapan sedikitpun, karena rangkapan tanda keterbatasan. Jadi, Allah mencipta rentetan perantara-perantara yang disebut tengah-tengahNya dari yang paling tidak memiliki rangkapan, yakni Akal-akal itu, sampai kepada yang sedikit memilikinya seperti malaikat barzakh itu, baru sampai kepada materi yang merupakan lautan rangkapan. Nah, karena manusia adalah termasuk alam materi, dan karena Tuhan sedang berdialog dengan manusia, maka kata- kata seperti pemerintahan, memberi rejeki, meberi hidayah ....dst adalah sesuai dengan bahasa manusia yang materi. 

Sekarang, masalahnya, bagaimana cara Tuhan memerintah langit dan bumi dan seisinya? Tuhan mengatakan dari ’Arsy atau ”SinggasanaNya”. Bagaimana kita memahami ’ArsyNya ini? Sudah tentu kita maknai dulu apa arti ’Arsy itu dalam bahasa manusia yang, tidak lain adalah ”Kursi Pemerintahan” itu sendiri, yakni ”Singgasana”. Terus apa fungsi singgasana itu dalam komunitas manusia? Tidak lain adalah untuk seorang raja yang duduk di atasnya, lalu memerintah materi- materinya yang mana menteri-menteri itulah nantinya yang akan memerintah/memimpin rakyatnya. Jadi, raja memerintah langsung pada menteri dan tidak pada rakyat, lalu menteri yang memerintah langsung rakyatnya. 

Dan karena Allah mengatakan bahwa malaikat-malaikat selain yang tinggi/’aaliin itu adalah pengatur segala urusan QS:79:5, yang akan turun ke bumi di malam lailatulqadr dengan membawa segala urusannya itu, maka berarti Tuhan menyamakan para malaikat itu dengan para menteri di tatanan pemerintahan manusia. Dan karena maqam yang lebih tinggi sedikit dari Barzakh itu adalah Akal-terakhir, maka ’Arsy itu berarti Akal-akhir tsb. Jadi, ’Arsy atau Singgasana itu maksudnya adalah Akal-terakhir itu. Ini jawaban untuk pertanyaan ke satu. 

Terus, mengapa ’Arsy itu dinamakan Lauhu al-Mahfuuzh? 

Jawab: Dengan penjelasan di atas yang panjang lebar itu, dapat dipahami bahwa Akal-akal itu tidak memiliki rangkapan dan sebaliknya malaikat barzakh atau pengatur semesta alam itu. Ketika Barzakh memiliki rangkapan dan liku-liku, apalgi sebagai pengatur iku-liku dunia, maka di dlamnya pasti juga memiliki semacam liku-liku itu walaupun lebih sederhana. 

Tapi bagaimanapun kebrliku-likuan itu ada di sana, karena merekalah yang mengontrol liku-liku alam materi ini secara langsung. Dan karena jadi dan tidak jadi, lurus lalu bengkok, berdosa dan taubat, ...dst bagian dari liku-liku alam ini yang di atur mereka itu, maka berarti di sana juga ada perubahan-perubahan, karena mereka kontrol langsung dari perubahan-perubahan di materi ini. Oleh karena itulah maka mereka bisa disebut dengan kitab qada’ dan qadar dimana ada penulisan dan penghapusan (QS:13:39). Ingat, semua ini harus ditafsirkan secara benar, yakni dikembalikan pada ilmu Tuhan karena Dia tahu sebelum terjadi dan karena Dia adalah sebab dari semua wujud. Lihat catatan aslinya. 

Akan tetapi sebaliknya dengan Akal-akal yang non materi mutlak dan tidak memiliki rangkapan itu. Di sana, semua hal yang akan terjadi di bawah diaturnya secara tidak berkerangkapan. Jadi, dalam Akal itu tidak ada dimensi-dimensi dan tidak ada yang namanya liku-liku. Tapi karena mereka sebab bagi yang dibawahnya, semua yang terjadi dan yang akan terjadi diketahuinya secara tidak berperangkapan itu. Dengan demikian, semua yang akan terjadi di alam materi dan seluruh liku-likunya, sekalipun daun yang jatuh dari pohonya, sudah diketahui oleh Akal secara tidak berperangkapan dan tidak berliku-likuan. Jadi, tahu semua rangkapan dan liku-liku dalam ketenangan dan tanpa liku-likuan. Dengan demikian maka Akal layak disebut sebagai Kitab yang Terjaga dari perubahan-perubahan dan liku-liku. 

Kitab terjaga itulah yang dikatakan ”Lauhu al-mahfuzh”. Jadi, Akal terakhir inilah yang disebut lauhu al-mahfuzh yang di dalamnya tertulis apa saja yang akan terjadi secara tidak berperangkapan dan tidak berliku-likuan itu. Tapi ingat, dengan penjelasan yg banyak selama ini, dipahami bahwa kepenulisan akan rincian perbuatan manusia, bukan perbuatannya saja, tapi perbuatan yang dilakuakan dengan ikhtiar yang akan dipilih manusia. Jadi) ketertulisan apa saja di lauhu al-mahfuzh, tidak menandakan determinis atau jabariah atau penentuan takdir-baik buruk dari Tuahn. Tidak, sekali-kali tidak.

Sinar Agama: Jadi, malaikat Barzakh juga disebut kitab qada dan qadar, dan malaikat Akal-terakhir juga disebut dengan kitab Lauhu al-mahfuzh. Sedang turunnya malaikat yang saya katakan meninggalkan pos masing-masing di ’Arsy atau lauhu al-mahfuzh itu adalah perkataan yang semacam semata-mata ingin membahasankannya secara awam. Karena lauhu la-mahfuuzh itu adalah malaikat itu sendiri. 

Nah, turunnya mereka sangat mungkin adalah yang hanya Barzakh saja, yakni yang ngatur alam materi ini, karena harus melaporkan kepada khalifatullah tentang semua pekerjaannya kepadanya. Kalau tidak untuk lapor, buat apa para malaikat membawa segala urusan-urusan itu? Dan mengapa hanya manusia yang bisa jadi khalifah dan bukan malaikat? Akan terjawab nanti di dijawaban akhir dari isykalan-isykalan wahhabi ini. Yakni jawaban-3 untuk (e). Doakan supaya segera selesai. Di sana nanti kita akan lihat rahasia keharusan manusia yang bisa jadi khalifah itu dan bukan lainnya sekalipun malaikat, dan mengapa malaikat sampai menginginkan makam ini. 

Sinar Agama: Hati Kecil, dan yang lainnya, siapa saja, boleh meng-copy dan menyebarkan tulisan- tulisan saya di fb, baik dalam bentuk fb atau tulisan di atas kertas, tapi jangan mengeditnya, karena takut berubah maknanya. Namanya tetap Sinar Agama. Dan kalau ada yang dianggap salah atau salah tulis, jangan keburu-buru merubahnya, tapi kabari dulu saya, nanti saya yang akan mengoreksinya, inysaAllah.

Rido Al’ Wahid: Menyambng dari jawaban untuk Amran, jadi ikhtiar manusia untuk menjadi makshum ini sejalan dengan apa yang diinginkan oleh Allah ya, yang jadi pertanyaannya adalah apakah ikhtiar ini terlaksana di alam materi ataukah pada alam yang lebih tinggi, karena jika di alam materi apakah mungkin Rasul memberitakan nama-nama para makshumin tersebut, sedangkan mereka belum berikhtiar bahkan belum hadir di alam materi ini? 

Rido Al’ Wahid: Dan juga jika para makshumin ini telah terpilh di alam malakut, berarti pengangkatn mereka di alam materi ini adalah sebuah ketetapan yang dihasilkan di alam yang lbih tinggi?

Sinar Agama: Mas Rido, terimakasih nyambungnya. Ikhtiar manusia sudah pasti terjadi di alam materi ini. Tapi karena alam yang lebih tinggi itu adalah sebab wujudnya, maka semua yang akan terjadi di bawah ada dalam pengetahuan dan pengawasannya. Begitu pula dengan ilmu Tuhan. Nah, ikhtiar kemakshuman ini akan terjadi setelah terciptanya pelaku-ikhtiari tsb di kemudian, namun sudah diketahui sebelumnya oleh yang di atas karena mereka adalah sebabnya, begitu pula denganNya. Nah, ilmu Tuhan itulah yang dengan perantaraan makhluk-makhluk Akal, dan Barzakh yang diberitakan ke Rasul saww, dan Rasul saww ke kita-kita sebagai umatnya. 

Kan sudah sering diulang-ulang bahwa lauhu al-mahfuuzh itu tempatnya segala hal tanpa perliku- likuan, karena ketidakrangkapannya tsb. Nah, semua sudah diketahui sebelum terjadi bahkan sebelum tercipta (diketahui, bukan ditentukan). Tapi ingat, pengetahuan ini tidak menjabr atau mendeterminiskannya, karena yang ditulis adalah lengkap, misalnya “si fulan akan jatuh pada hari dan jam tertentu karena dia berikhtiar naik motor dalam keadaan ngantuk dan ini dan itu....dst.” Jadi, yang ditulis bukan hanya jatuhnya, tapi lengkap dengan ikhtiar yang akan dipilihnya. 

Kalau mau memakai bahasa ilmu Kalam, bukan filsafat, begini: Allah Maha Tahu segalanya,    nah, pengetahuan Tuhan tentang orang makshum ikhtiari dan yang akan terjadi itulah yang diberitakan kepada Rasul saww supaya disampaikan ke umatnya sebagai penerus jalan lurus yang tidak tersesat sedikitpun. Karena kalau tidak diumumkan kepada manusia, maka   manusia atau umat Nabi saww tidak akan mampu mengetahuinya, karena Makshum ilmu-amal adalah makshum lahir batin yang tidak mungkin diketahui oleh manusia lain. 

Rido Al’ Wahid: Kher.. paham ana syukrn ustadz, ana masih punya beberapa pertanyaan lain di luar pembahasan ini, entar ana tanya lewat inbox saja deh.. 

Basuki Busrah: Syukron katsiran guru...(mode on masih menyimak). 

Sinar Agama: You well come semuanya, kalau memang minat print aja dan pelajari lagi sambil direnungi, terutama catatan-catatanku supaya puluhan tahun menuntut ilmu ini bisa dbagi-bagi. Tapi tidak boleh taklid dalam kayakinan, jadi kalau tidak paham ditanya, dan kalau tidak setuju didebat/didiskusikan 

Muhammad Amran: Terima kasi ustad. Kalau buat catatan, tolong sertakan juga namaku di tag. Salam.. 

Muhammad Amran: Ustad Rido. Kalau pertanyaannya enggak begitu bersifat pribadi. Ditanya di sini aja, biar kita juga bisa tau jawabannya ustad. Hehe.. Bagi-bagi keberkahanlah. Ckckck.

Sinar Agama: Walhasil jiwa ini sudah kuberikan pada antum-antum semua, penyukaku atau pembenciku. Jadikanlah argument-argument gamblang sebagai ganti identitasku, supaya murni keilmuan dan dijauhkan dari pengaruh lingkungan/sosial. Jadikanlah aku dampratanmu kalau kesal, dan aku akan menjadi air penyejuk gelisahmu. Jadikanlah aku tempat bermanja dalam ilmu dan aku akan berusaha memanjakanmu dengan dalil-dalil dan bahasa yang sangat mudah, kalau aku mampu membantu. Jadikanlah aku obyek doa-doa baikmu dikala kalian kesal atau ridha padaku, karena yang papa ini tidak memiliki apa-apa selain dosa-dosa dan banyaknya ketidaktahuan. 

Ah....umurku semakin bertambah dan tanganku semakin pendek, pikiranku semakin lemah sementara taqwaku semakin menipis. Ah...betapa inginnya aku bersama kalian, bersama kalian, bersama kalian, menyajikan minuman-minuman dan sajian-sajian ringan sambil menari halus menapaki gunung akuis, egois dan kesombongan, tuk menaklukkannya dan meletakkannya di bawah kaki kotor kita, hingga kita bisa terbang ringan menyujudiNya dan kekal dalam kedinaan aktualis yg abadi (bc:dunia-akhirat), bukan puitis dan sementara (bc: dunia saja untuk mendapatkan kemulian di sisiNya di akhirat). 

Oh maaf aku telah menuruti kata hati dan sejenak tidak mampu menahan getarannya. Pintaku, kalau memang sudah senang dengan catatan-catatanku, pelajarilah dengan baik dan pahamilah sampai ke maksud batinnya, hingga akan terasa manis dan secara otomatis akan membuat langkah kita ringan menuju taqwa yang, kalau bisa bahkan tanpa pamrih. Dengan pamrih (surga) juga sudah bagus. Jadi, tolonglah diri kita sendiri dengan tidak hanya menanggapi segala hal di dunia ini dengan hura-hura ilmu dan kebijakan, tapi jadikanlah penggerak ketaqwaan, karena ilmu untuk taqwa, dan taqwa untuk surga atau bagi sebagian untukNya semata. 

Basuki Busrah: Terima kasih atas pencerahannya.... 

Sinar Agama: B_B: You well come. 


Catatan Lanjutan dan Sebelumnya:



اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وآلِ مُحَمَّدٍ وعَجِّلْ فَرَجَهُمْ

Kedudukan Fantastis Imam, Bag: 3 (Para nabi tidak berhasil menegakkan keadilan, dan yang akan berhasil adalah al-Mahdi as.)




by Sinar Agama (Notes) on Saturday, September 11, 2010 at 9:50 am

Masih melanjutkan permasalahan yang dibawa Abd Bagis, yaitu poin (c) tentang:

PARA NABI TERMASUK NABI MUHAMMAD SAWW TIDAK BERHASIL MENEGAKKAN KEADILAN, DAN YANG AKAN BERHASIL ADALAH IMAM AL-MAHDI AS

Jawaban-1 Untuk Poin (c):
Abg Bagis dan sebangsanya, merasa pusing mendengar orang Syi’ah katakan bahwa misi nabi-nabi pada gagal. Saya justru bingung dengan pusingnya mereka ini. Karena bagi kita kaum muslimin, nabi-nabi sebelum nabi Muhammad saww jelas kegagalannya. Mereka bahkan dibunuhi di masa mereka (QS: 2:91). Dari Nabi Adam as sampai nabi Isa as (yang diburu sampai diangkat ke langit), telah gagal menegakkan keadilan. 


Bahkan ada yang syahidnya digergaji hidup-hidup seperti nabi Yahya as. Semua kegagalan itu baru di umat mereka sendiri, apalagi kalau diukur dengan keseluruhan misinya, yakni dunia internasional (bumi secara kaafah). Yang sedikit menginternasional saja, seperti nabi Sulaiman as, Yusuf as dan Muhammad saww, tidak bisa dikatakan sukses dalam tegakkan keadilan-agami sesuai ukuran tugasnya, yakni untuk seluruh manusia. 

Begitu pula kalau dilihat dari kelanjutan ajarannya, termasuk agama Islam yang agama terakhir ini. Karena jelas, jangankan jauh-jauh setelah Nabi saww wafat, baru saja tubuh sucinya dimandikan/ dikafani oleh keluarganya (Ahlulbait as), harus menunggu 3 hari kedatangan sahabat-sahabatnya untuk datang menyolati dan menguburkannya, karena mereka lagi sibuk utamakan tugas-tugas khilafah (kata sistem ke-khilafaan) dengan pukul-memukul di Saqifah dan intimidasi keliling ke rumah-rumah tokoh setelahnya yang, baru tuntas untuk sebagian Madinah setelah 3 hari dan baru setelah itu mereka mendatangi tubuh suci Nabi saww untuk menangis dst. Sebesar apa sih Madinah? Emangnya perlu naik bus-way hingga tega-teganya setelah 3 hari baru datang? 

Ah ....sakitnya hati ini menuliskan masalah ini di sini, karena saya malu pada diri sendiri dan pengikut agama lain. Apakah ini keberhasilan Nabi saww yang mengajarkan Rahmatan lil’amin? Ya Nabiyyullah, syafaatilah kami dan bangsa kami yang besar ini. 

Nah, sejak Saqifah itulah mulailah penyerangan pada Rumah hadh Fathimah as hingga Abu Bakar menyesal/nangis, menyuruh orang-orang untuk menarik baiatnya seperti yang telah dinukil sebelum ini, Tarikh Thabari: 4:52, cet. Mesir; Dzahabi dalam Mizanu al-‘I’tidal 2:215); Pemboikotan setoran zakat pada khalifah-1 yang dianggap tidak syah hingga dibayarkan langsung pada yang berhak; Perang terhadap mereka dari arah khalifah-1 dengan dipanglimai Khalid bin Walid; Dipenggalnya ketua qabilah mereka Malik bin Nuwairah dan teman-temannya setelah shalat bersama dengan Khalid (Tarikh Tabari: 2:502, cet. Al-Istiqomah, Mesir); Ditidurinya istri Malik yang cantik oleh Khalid di malam harinya sampai Umar ngamuk-ngamuk (ibid); 

Perangnya ini dan itu sesama sahabat; Perangnya ribuan tentara yang dipimpin imam Ali as vs ribuan tentara yang dipimpin siti ‘Aisah-Mu’awiyah-Khawarij; Dibunuhnya imam Hasan as cucu Rasul saww oleh Mu’awiyah; Dibunuhnya imam Husain as cucu Rasul yang lain & sekitar 23 orang keluarganya oleh Yazid bin Mu’awiyah di Karbala; Dibunuhnya 8 imam-imam as yang lain yang juga cucu-cucu Rasul saww oleh Bani Umayyah dan Bani Abbas, dst sampai munculnya Sunni pada abad 2 H, Ibnu Taimiyyah, khilafah-khilafah Utsmaniyyah, wahhabiyyah ...dst sampai pada pembantaian beribu-ribu Sunni oleh Wahhabi untuk mendirikan kerajaannya “Saudi” yang juga ingin jadi raja Islam dunia dengan hanya bermodal Ka’bah dan Madinah dan petrol dan teror yang, kalau orang lain tidak boleh jual kuburan tapi dirinya jualan kubur Nabi saww dengan memegahkannya untuk menarik uang dari pengunjungnya sambil memukul kepala-kepala yang menciumnya tapi meraup uang pijakannya sebagai turis. ... dst sampai pada teror-teror Wahhabi ini di pasar-pasar, mesjid-mesjid, dan Palestina secara langsung/tidak. 

Pertanyaan besarnya adalah, apakah ini yang dinamakan keberhasilan Nabi saww dalam mene- gakkan keadilan agami sampai qiamat? Jadi, Nabi saww tidak berhasil di jamannya, karena belum membumikan Islam dan keadilannya secara keseluruhan bumi sesuai dengan tugas kenabiannya. Dan belum berhasil di jaman kemudiannya sampai hari ini, karena agamanya jadi cerai berai di dalam dan tidak bergigi di luar.

Jawaban-2 Untuk Poin (c)

Dengan semua penjelasan itu dapat dimengerti maksud para ulama Syi’ah kalau mengatakan bahwa misi semua nabi/rasul tidak berhasil. Karena yang dimaksudkan adalah penegakan keadilan agami yang menyeluruh di muka bumi. Dan kesalahannya jelas tidak terletak pada mereka, karena mereka adalah para makshum as. Jadi, kesalahannya terteletak pada umat mereka masing-masing yang, entah karena penentangannya (seperti Jahiliyah, Parsi, Romawi dll), kelambatan berfikirnya, kurang gigihnya atau kesulitan fasilitas komunikasinya dll hingga sampai sekarang keadilan mereka belum merata ke seluruh muslimin dan kafirin di dunia ini.

Jawaban)-3 Untuk Poin (c)

Bertolak dari semua penjelasan terdahulu maka jelaslah bahwa yang dimaksud keberhasilan imam Mahdi as dalam menegakkan keadilan agami adalah ke seluruh penjuru dunia, bukan haya di Arab atau Timur Tengah, atau kemenangan argumentasi/dalil ketauhidannya sebagaimana sebagian muslimin memaknai kemenangan Islam dengan itu. Karena Allah berfirman: “Sungguh telah Kami tulis (bc: ketahui) di dalam Zabur setelah Dzikir (Lauhu al-Mahfuzh) bahwasannya bumi ini akan diwarisi/dikuasai oleh hamba-hambaKu yang shaleh” (QS: 21:105). 

Sudah tentu kemenangan yang dibanggakan Tuhan ini adalah kemenangan yang dipimpin orang makshum as karena keshalihan di sini bukan relatif, tapi hakiki menurut Tuhan, yakni yang harus seiring dengan firman-firmanNya seperti: “Taatlah pada Allah dan taatlah pada Rasul dan pemimpin di antara kalian (bc: manusia, bukan Qur'an)” (QS: 4:59); Atau “Maka sabarlah terhdp hukum Tuhanmu dan jangan taati orang-orang yang punya dosa (bc: tidak makshum) atau kafir“ (QS: 76:24); 

Atau “Sesungguhnya penguasa kalian hanyalah Allah dan Rasul serta orang-orang yang beriman dan membayar zakat ketika dalam keadaan ruku’”(QS: 5:55); Atau “Tunjukkanlah padaku jalan yang lurus. Yaitu jalan orang-orang yang diberi nikmat dan tidak dimurkai serta tidak mengandungi kesesatan/ kesalahan sedikitpun" (QS: 1:6-7); Atau seiring dengan sabda-sabda NabiNya saww, seperti: “Setelah aku ada dua belas imam semuanya dari Quraisy” (Bukhari hadits ke 7222, 7223, 6682, 6796; Muslim hadits ke: 3393, 3394, 3398, 4809, 4810, 4815);

Atau sabdanya: “Ya Jabir sesungguhnya washi-washiku dan imam muslimin setelah aku adalah, Ali yang pertama, kemudian Hasan, lalu Husain, lalu Ali bin Husain, lalu Muhammad bin Ali yang dikenal dengan al-Baqir yang kamu akan menjumpainya wahai Jabir dimana kalau sudah menjumpainya sampaikanlah salamku padanya, lalu Ja’far bin Muhammad, lalu Musa bin Ja’far, lalu Ali bin Musa, lalu Muhammad bin Ali, lalu Ali bin Muhammad, lalu Hasan bin Ali, lalu al-Qoim (yang bangkit) yang namanya seperti namaku begitu pula julukannya, yaitu Muhammad bin Hasan bin Ali. Dialah yang dengan tangannya Allah akan menguasakan (bc: Islam) di belahan barat-timur bumi ini. Dialah yang akan ghaib (tidak dikenali, bukan jadi non materi) dari pengikutnya sampai- sampai orang-orang sulit menerima keimamahannya kecuali yang hatinya sudah diuji Allah dengan ujian-ujian keimanan. 

Berkata Jabir bin Abdullah al-Anshari: Aku berkata kepada Rasul saww: Wahai Rasul, apakah umat ini akan mengambil manfaat dari keberadaannya dikala ia ghaib itu? Rasul menjawab: Sudah tentu. Demi Yang Mengutus aku dengan kenabian ini, sungguh mereka akan mengambil sinar dari nur kewilayahannya (kepemimpinannya) di masa ghaibnya itu seperti mengambil mamfaat dari sinar matahari sekalipun tertutup mendung .....” (Yanabi’u al-Mawaddah 3:168 bab: 94 atau hal: 399-401). 

Dan tentang adanya (sudah lahirnya) imam Mahdi as ini, selain dari riwayat-riwayat yang sudah lalu itu, kita dapat berdalil dengan: Imam hanya 12 orang + harus makshum + 11 orang dibunuhi muslimin (Khawarij, Bani Umayyah dan Bani Abbas) + yang mati tidak tahu/baiat pada imamnya berarti mati jahiliyyah (jahil dari imam, bukan jadi kafir sebagaimana yang dituduhkan) + makshum tidak bs belajar kecuali kepada makshum juga = imam Mahdi as pasti sudah lahir sebelum imam ke 11 syahid. Karena kalau tidak, berarti 12 abad muslimin yang mati sampai sekarang ini, semuanya mati jahiliyyah; Shiratu al-mustaqim tidak ada dan tidak mungkin bisa ada; Tuhan mempermainkan kita dengan mewajibkan minta jalan-lurus padahal tidak ada, karena tidak adanya makshum; JanjiNya tentang kepenguasaan shalihin tidak akan terwujud dimana Qur'an menjadi tidak suci dari kebatilan; Mewajibkan kita kepada yang tidak bisa dilakukan, yakni wajib taat pada pemimpin makshum padahal pemimpin itu tidak ada; ...dst. 

Kesimpulan

1. Maksud kegagalan misi keadilan para nabi/rasul as dan suksesnya al-Mahdi as, adalah ke seluruh dunia. 

2. Sukses/tidaknya masalah-masalah sosial-politik, tidak hanya tergantung pada pemimpinnya, tapi juga tergantung umatnya. 

3. Sukses/tidaknya makshumin ditentukan umatnya, karena makshumin (para nabi, rasul dan imam) sudah pasti benarnya. Jadi, kalau gagal, sudah pasti umatnya yang salah. 

4. Suksesnya al-Mahdi as = suksesnya para nabi/rasul dalam jangka panjang dan mereka berpahala. 

Tolong doanya!


Catatan Selanjutnya:




اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وآلِ مُحَمَّدٍ وعَجِّلْ فَرَجَهُمْ