Tampilkan postingan dengan label Musibah. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Musibah. Tampilkan semua postingan

Selasa, 09 Oktober 2018

Tanya Jawab Atas Catatan Maqam Kenabian dan Imamah

Tanya Jawab Atas Catatan Maqam kenabian dan imamah dengan Ikhtiar/ usaha (mengenal waktu manusia dan matahari)



Seri: Tanya-jawab Rico dengan Ustad Sinar Agama
Oleh Anggelia Sulqani Zahra pada 6 Juli 2011 pukul 14:14


Angga de Lova

1. Apakah benar tidak akan ada lagi yang maksum setelah 12 imam tersebut? 

2. Apakah sebelum imam makshum yang 12 ada jabatan/pangkat imam juga? Karena setahu saya yang namanya ummat pasti ada imam-nya. 

3. Apakah keluarga Kanjeng Nabi saww. mengikuti ajaran nabi Ibrahim as? Kenapa tidak mengikuti ajaran nabi Isa as? 

4. Apakah kenabian berakhir karena agama Islam paling sempurna? Kalau demikian kenapa agama sebelumnya tidak/kurang sempurna? 

5. Jikalau proses penentuan/pengangkatan nabi didasarkan pada manusia yang telah mencapai maqam insan kamil dan Allah memilih diantara mereka (para insan kamil) yang notabene pencapaian insan kamilnya adalah secara ikhtiari/proses, kenapa Nabi Isa ra diangkat menjadi nabi karena terpaksa melindungi Ibunya yang tertuduh padahal beliau (nabi Isa ra) belum berproses menjadi insan kamil secara de facto bahkan beliau belum mengerti sebagaimana manusia lain? Ataukah memang proses menjadi Insan Kamil tersebut tidak perlu secara de facto, tetapi cukup secara/menurut Ilmu Tuhan saja, jikalau demikian apakah itu (proses/ ikhtiar yang belum de facto) bisa disebut dengan istilah proses/ikhtiar? 

Sinar Agama: Salam dan terimakasih atas semua jempol dan komennya. 

@Angga de Lova’ di Arab ada fiqih yang mengatur tidak boleh bersetubuh dengan hewan, yang bagi masayaarakat Indonesia perbuatan itu sangat sangat aneh dan tidak mungkin terpikirkan oleh manusia normal. 

(1). Mengingat Tuhan hanya mengabarkan kepada kita melalui NabiNya bahwa imam itu hanya 12 orang, maka bisa dipastikan bahwa maksum di umat Nabi saww hanya 12 orang. Karena itulah maka umur imam ke 12 dipanjangkan secara terpaksa. Karena kalau masih ada yang lain, maka tidak perlu adanya perpanjangan umur itu. 

(3). Di jaman sebelum Islam, biasanya selalu ada imam, walau derajatnya tidak seperti imam dalam Islam. Yakni adanya wali-wali Tuhan yang mencapai insan Kamil. Karena tanpa khalifatullah di muka bumi, maka alam ini bisa berantakan. 

(3). Keluarga kanjeng Nabi saww mengikuti ajaran nabi Ibrahim as karena ajaran itu yang ada di jazirah Arab yang, kemungkinan sampai saat itu belum terselewengkan. Ka’bah dan zamzam merupakan peninggalan nabi Ibrahim. Tentu saja penyelewengan itu ada, tapi dalam perakteknya yang muncul akibat adanya promosi perdagangan yang demi menyenangkan kabilah-kabilah yang berdagang dengan orang-orang Arab, maka patung-patung suku-suku yang ada itu diijinkan untuk meletakkan tuhan-tuhan/patung-patung mereka di Ka’bah. Tapi ajaran nabi Ibrahim as, tidak tercemari sama sekali, tidak seperti ajaran nabi Isa as. 

Apapun kemungkinan-kemungkinan yang ada, yang terpenting adalah bahwa ajaran tauhid nabi Ibrahim sebegitu menggetar alam ini, maka beliau as dijuluki bapak tauhid. Karena itu layak untuk menjadi ikutan dan panutan. Walaupun, sekali lagi, agamanya itulah yg ada di Jazirah Arab kala itu, atau setidaknya agama asli di sana. 

(4). Agama berakhir dengan Islam karena agamanya sudah sempurna. Dan agama-agama sebelumnya belum sempurna, karena umatnya, walau dalam potensi, belum bisa diajak ke maqam yang paling tinggi dalam kehidupan dunia dan akhirat. Artinya, peradaban mereka belum memiliki potensi untuk menapaki kesempurnaan tertinggi. Apakah bisa hijab itu wajib di jaman nabi Adam as? 

(5). Ilmu Tuhan tentang manusia ini sudah ada sejak sebelum ada sejak/waktu. Dan ilmuNya yang mendahului kita tidak berbeda dengan IlmuNya setelah kita. Jadi, orang yang akan berikhtiar nanti itu, sama dengan keberikhtiarannya. Artinya sudah pasti akan demikian, karena IlmuNya tidak mungkin salah. Nah, ketika IlmuNya demikian, lalu ada hal-hal sebelum kenabian seseorang yang membuat harus diambilnya jalan keluar yang tidak bisa tidak, harus menyangkut dengan pangkat kenabiannya, maka tidaklah bertentangan dengan akal gamblang dan hikmahNya, kalau Tuhan mendahulukan ganjaran, pahala dan pengumuman pangkat kenabiannya yang akan dicapainya nanti, sebagaimana yang telah terjadi pada nabi Isa as. 

Antum merasa aneh orang bersetubuh dengan manusia di Indonesia? Saya justru merasa aneh dengan keanehan antum ini. Sekitar th 1991-2 saja pernah dimasukkan ke TV di Indonesia, akan adanya sapi yang berwajah manusia yang ia dalam keadaan menangis. Bagi yang memelihara kambing atau sapi, hal seperti itu, sangat bisa saja terjadi. Bahkan menurut cerita pelaut di Indonesia, ikan pari juga tidak luput dari kumpul kebonya orang Indonesia itu (eh kumpul ikan ya... maksudnya). 

Tentu saja saya tidak bisa memastikan kejadian-kejadian itu, yakni akan adanya kumpul kebo, kumpul kambing atau kumpul ikan pari, tetapi setidaknya cerita itu ada. Nah, karena itulah saya heran dengan herannya antum. Jadi, tidak heran kalau dalam fikih Islam ada rincian hukum terhadap peristiwa di atas itu, misalnya binatangnya jadi haram (sudah tentu kalau ikan pari memang haram dari awal karena tidak bersisik). Kotorannya menjadi najis ... dan sebagainya. 

Kalau boleh gurau, mestinya antum takut sedikit, jangan-jangan dalam Islam ada hukum yang mengatur orang yang merasa aneh dengan keanehan hukum Islam? he he he ....gurau... sudah tentu semua orang boleh merasa aneh terhadap apapun sekalipun hukum Islam. Akan tetapi ditanyakan kepada yang tahu untuk mencari kebenaran dan filsafatnya atau hikmahnya. Dan antum sudah melakukan hal yang baik itu, yakni ibadah yang sangat menyangkut pribadi antum sendiri yang, mungkin juga menyangkut orang lain. Yang jelas, antum telah melakukan sesuai dengan yang diperintah Tuhan. Hal itu karena kalau tidak ditanyakan, akan membuat keraguan dan membuat hati kita diombang-ambing syethan hingga lambat laun kepercayaan kita kepada Islam menjadi hilang. Wassalam. 

Angga de Lova: Wa’alaikum salam ya ustadz.. terimakasih atas pencerahannya. Mengenai yang terakhir, itu hanyalah sebagian dari sikap nasionalis yang tergetar ketika uztadz mengatakan di Indonesia mungkin lebih jahiliyah daripada di Arab pada waktu itu.. ya mungkin salah juga tetapi harap maklum.. hehehe. Syukron. 

Sinar Agama: Ternyata Indonesia masih lebih jahiliyyah kan, karena ada ikan parinya he he... jangan sebut onta ya... karena Indonesia masih lebih karena meliputi binatang darat dan laut .... he he ... 

Anarko Individualis: Afwan ustadz, bukankah NABI Muhammad SAWW adalah yang kedua setelah ALLAH, kemudian dia adalah yang terpilih, gimana maksudnya ustad........?? 

Sinar Agama: Ke duanya Rasulullah saww itu karena usaha beliau mencapai derajat tinggi itu. Dan justru karena usaha beliau itulah maka beliau layak disanjung, dicintai dipilih menjadi seorang rasul. Kalau semua diberiNya, maka apa kelebihan beliau dan keutamaanNya? 

Muhammad Shullahuddin: Yah manusia ada kalanya menghayalkan sesuatu untuk bisa menjadi nyata, ingat sebelum ada pesawat orang menghayal tuk bisa terbang di kemudian hari khayalan tersebut jadi nyata. Orang berkhayal ingin terbang ke bulan khayalan itupun menjadi nyata adanya. Agama islampun dan Nabi Muhammad sekalipun seorang penghayal besar dengan khayalannya tersebut akan menjadi nyata di kemudian hari, ustadz Sinar Agama juga berkhayal tentang insan kamil, surga, neraka, imam 12 bahkan akan ada khayalan lagi mungkin akan datangnya imam Mahdi yang ditunggu tunggu kaum syiah dan setelah lebih dari 14 abad keberadaanya belum terbukti masih dengan kahyalan mereka yang entah sampai kapan berhasil menjadi nyata. Manusia dibekali oleh Allah berupa akal fikiran dari mereka berfikir inilah timbul berbagai angan angan khayalan dan jangan mengatakan khayalan ini suatu yang negatif ndak (kecuali angan-angan kosong alias ngelamun yang tidak didasari ilmu) khayalan merupakan dasar dari ilmu pengetahuan adanya segala sesuatu alat teknologi. 

Tanpa mengurangi yang sinar sampaikan ada betulnya juga, Nabi ikhtiar dan berusaha menjadi Nabi sejak masa kanak-kanak tentu memiliki cita-cita dan tujuan menjadi Nabi dan rosul maka Nabi berusaha keras untuk mencapainya dengan berbagai ikhtiar dan usaha diantaranya pergi beruzlah di dalam gua hira sampai datangnya malaikat jibril dan Allahpun mengabulkan segala ikhtiar dan cita-cita Nabi untuk menjadi Nabi dan rosul. Sebab Nabi berdoa dan memohon untuk dijadikanya Nabi dan rosul begitu mungkin yang bisa saya tambahkan. 

Kayak anak-anak jaman sekarang bila ditanya apa cita-citanya menjadi dokter, nah mungkin Nabipun waktu kecil tidak dibedah namun ditanya malaikat apa cita cita mu nak menjadi Nabi dan rosul pak malaikat. Nah dengan ikhtiarnya sendiri akhirnya Nabi mencapai apa yang dicita- citakan. Kemudian waktu perang Badar Nabi juga ikhtiar sendiri untuk kemenangan kaum muslim dan Allahpun mengabulkan doanya, kemudian Nabi memiliki cita-cita lagi untuk bisa isroo mi‘roj bertemu Allah maka keinginan inippun dikabulkan oleh Allah karena ikhtiar dan usaha Nabi sendiri. Tanpa campur tangan Allah semua cita-cita Nabi dikabulkan Allah karena ikhtiar dan usahanya sendiri. Allahpun hanya tinggal acc its oke aja semua. Dan karena ikhtiarnya Nabi sampai sampai Allah sendiri mebacakan sholawat untuk beliau. Sungguh fantastis usaha dan ikhtiar Nabi tanpa diistimewakan Allah menjadi istimewa sendiri. Tanpa campur tangan Allah Nabi menjadi rosul sendiri, tanpa campur tangan Allah Nabi bisa isroo mi‘roj, sungguh hebat Nabi kita semua hanya ikhtiarnya. 

Yustanur Jambak: Terimaksih atas penjelasan ustad yang panjang lebar ini semoga di rhidoi Allah swt, namun untuk lebih memudahkan pemahaman saya tentang uraian ustad di atas saya mohon dijelaskan bagai mana menurut pandangan Shiah tentang Takdir, wassalam... 

Sinar Agama: @Yustanur, takdir yang bermakan nasib manusia itu tidak ada dalam Islam, yang ada hanya di agama Hindu. Kalau Yustanur ingin tahu, maka sudah kutulis di catatanku yang berjudul “Pokok-Pokok dan Ringkasan Ajaran Syi’ah” bagian ke 2, kalau yang bagian 1 adalah tentang ke-Tuhanan. 

@Muhammad’, Kamu kurang jeli membaca tulisan, mungkin karena dari awal kamu sudah merasa benar sendiri. Itu adalah hak antum, tetapi tolong baca tulisan orang dengan memaksudkan maksud penulisnya.
 
(1). Tidak ada orang bercita-cita jadi nabi dan rasul atau imam. Yang ada adalah orang ingin menjadi insan Kamil, alias budak Tuhan secara hakiki, dengan melakukan taat dan menjauhi keburukan maksiat serta rasa kepemilikan kebaikannya (karena budak, tidak memiliki apa- apa). 

(2). Nah, dari dari yang taat itu, kalau Tuhan berkehendak maka dipilh menjadi utusanNya, dan kalau tidak maka sebaliknya. 

(3), Jadi suatu yang sangat ngawur ketika orang mengatakan bahwa seseorang berkhayal dan menginginkan menjadi nabi, imam. Justru inilah yang bisa dikatakan hakikat ngelantur dan mengkhayal itu.
 
(4). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa potensi menjadi nabi itu, yakni budak Tuhan secara hakiki itu, adalah ikhtiari manusia, tapi pemilihannya untuk menjadi rasul dan nabi atau imam tergantung kepada Tuhan. 

(5). Sedang imam 12 tidak beda dengan kerasulan, yakni ia dipilih Tuhan dari orang yang telah berikhtiar menjadi budak hakikiNya. Dan sudah sering dijelaskan bahwa 12 orang ini adalah diketahui Tuhan sebelum penciptaan sekalipun. Karena itu diumumkan bahkan kepada nabi Adam as. Apalagi kepada nabi Muhammad saww. 

(6). Karena itu 12 imam itu bukan khayalan, tapi berita Tuhan melalui Nabi saww yang diriwayatkan oleh shahih Bukhari hadit ke: 7222 dan 7223; shahih Muslim hadits ke: 3393 dan 3394 dan 3398; dan kitab-kitab shahih lainnya. 

(7). Kalau antum ya...Muhammad mengatakan bahwa 12 imam itu adalah khayalan, berarti antum telah memfitnah Nabi saww berkhayal dan bukan sedang memberitakan ilmu Tuhan.
 
(8). Dalam hadits yang lain, seperti di Yanaabii’u al-Mawaddah (kitab Sunni), dikatakan bahwa imam ke 12 itu akan dighaibkan (ditidakkenalkan) oleh Tuhan sebegitu lamanya sampai- sampai orang-orang merasa berat mengimani keberadaan dan kelahirannya, lalu dikeluarkan (diperkenankan untuk mengenalkan diri) dengan ijianNya untuk meratakan keadilan di muka bumi ini.
 
(9). Di Bukhari juga dikatakan bahwa nabi Isa akan turun membatu imam 12 itu, begitu pula dikatakan di Bukhari bahwa keduanya itu akan memerangi Dajjal. Apakah semua ini khayalan? 

(10). Ketahuilah ya... Muhammad, kalau imam makshum itu tidak ada, maka jalan lurus itu juga tidak akan ada. Bagaimana mungkin jalan lurus yang dikatakan dalam Fatihah sebagai jalan yang tidak dhaaliin sedikitpun yakni tidak salah sedikitpun, tapi di lain pihak orang yang makshum ilmu dan amalnya tidak ada? Apakah bisa jalan yang tidak salah sedikitpun itu ada, tanpa adanya orang yang memiliki ilmu Islam yang lengkap dan semua benar? Kami yang berkhayal atau kamu yang berkhayal beragama Islam hakiki? 

(11). Pelengkap, nabi Nuh as saja, hanya dalam berdakwahnya saja, memakan waktu 950 tahun yang, berarti umurnya sendiri tentu melebhi 1000 tahun. Nabi Yunus as saja ketika dimakan ikan, Allah berfirman dalam QS: 37: 143-144: “Kalau ia bukan termasuk orang-orang yang ahli bertasbih, maka Kuletakkan di perut ikan itu sampai hari kiamat” 

(12). Apakah nabi Nuh as yang umur lebih dari 1000 tahun, atau nabi Yunus as yang kalau Tuhan berkehendak akan diletakkan di dalam perut ikan dari jamannya itu sampai hari kiamat tiba, merupakan khayalan? 

Coba muslimin tidak memburu imam Mahdi as untuk dibunuh sebagaimana 11 imam sebelumnya yang dibunuhi oleh khalifah-khalifah Bani Umayyah dan Bani Abbas dan didukung oleh muslimin yang mengingkari imam makshum, maka sudah pasti imam Mahdi as tidak perlu dipanjangkan umurnya dan dighaibkan. 

Tapi karena yang terjadi sebaliknya, maka terjadilah apa yang terjadi. Dan semua ikhtiar manusia ini, sudah diketahuiNya sejak sebelum alam ini dicipta. Jadi, berita-berita tentang imam 12, panjangnya umur imam ke 12, dsb, adalah berita-berita ghaib dari IlmuNya yang diberikan kepada NabiNya saww. Jadi, bukan ketentuanNya, tapi beritaNya. 

Wassalam. 

Yustanur Jambak: Terimakasih ustad anda telah menjawab pertanyaan saya, dan saya telah membaca tulisan yang anda anjurkan, namun sepertinya apa yang anda sampaikan baru sebatas kemampuan akal anda semata, sepertinya seakan-akan anda lebih mampu menjawab permasalah ini dari pada Rasulullah dan al Qur'an ,kenapa saya katakan demikian anda amat sedikit sekali merujuk pada Hadist dan al Qur'an ataupun pendapat ulama-ulama terdahulu ....mohon maaf yang sebesar-besarnya, wassalam. 

Sinar Agama: Yustanur’ yang kujelaskan itu adalah dari Qur'an dan Hadits. Tentu saja Qur'an dan hadits yang dipahami dengan akal yang argumentatif. Ghini aja, mana menurutmu yang bertantangan dengan keduanya? Apakah kamu sudah tahu semua Qur'an dan hadits, hingga mengatakan keduanya tidak menjelaskan dan aku yang menjelaskan dan anda mengatakan aku lebih tahu dari keduanya? 

Yustanur Jambak: Baiklah ustadz jawaban anda yang terakhir ini mengisyaratkan bahwa anda telah mengkaji semua kandungan al Qur'an dan Hadist sehingganya Akal argumentatif anda telah sampai pada sebuah keyakinan yang kuat pada diri anda, sehingganya dengan mudah sekali anda mengatakan Takdir itu tidak ada di dalam Islam yang ada hanya di agama hindu, namun walaupun demikian halnya perihal tentang anda saya tetap merujuk pada diri Rasullullah dalam mencapai kesempurnaan dan kerasulannya baru setelah mencapai usia 40 tahun adanya, artinya baginda melalui proses yang sangat panjang hampir-hampir sepenuh hidupnya.. namun Beliau tetap tawadu‘, wassalam. 

Sinar Agama: Yustanur’ Anda mau belajar ke siapa itu terserah Anda, karena itu hak adalah hak Anda hidup. Anda mau belajar ke Rasulullah saww yang ala Anda, atau ala saya, itu ma....terserah saja. Yang saya ingin tekankan, jangan sesekali mengatakan bahwa Tuhan dan Rasul serta Qur'an dan Hadits yang Anda kenal itu, sudah pasti Tuhan, Nabi saww. Qur'an dan hadits. 

Nah, kita-kita ini, tidak ada yang mau ikut jin atau kitab-kitab komik, semua mau mengikuti Tuhan, Nabi saww., Qur'an dan hadits. Akan tetapi yang mana? Yang kita persepsikan? Karena itulah diskusi itu gunanya mencari Tuhan, Nabi saww., Qur'an dan Hadits yang lebih akurat. Setidaknya sudah usaha. 

Tetapi kalau masing-masing kita sudah merasa bahwa Tuhan yang ia kenal, Nabi saww. yang ia kenal, Qur'an dan hadits yang ia kenal, sudah pasti benar, maka sebaiknya ngaku nabi saja. Kan tidak begitu kan? 

Saya sendiri bisa dikatakan belajar di pesantren sudah puluhan tahun dan tidak pernah kerja kecuali belajar, bukan main-main kan? Akan tetapi saya tetap tidak memperdulikan siapapun, termasuk diri saya sendiri, kecuali argumen yang jelas. Artinya, apapun yang saya tahu, belum tentu benar. Dan kebenaran yang dipegang adalah kebenaran yang dirasa dan diyakini sudah sesuai dengan argumen akal, Qur'an dan hadits. Tetapi bisa saja salah. Nah, kalau sudah terbukti salah, mengapa saya harus saya sayangi dan menolak yang benar itu? 

Karena itu, anjuranku padamu, cari terus dan renungi dengan adil, serta berdoa padaNya, untuk mendapatkan dan memilih yang benarnya. 

Kalau suatu saat, antum merasa ingin curhat dan berdebat denganku, maka pintuku tetap terbuka dan aku tidak akan pernah jadi nabimu, yakni yang memaksakan pandangannya padamu. Tidak akan. Anggaplah aku saudaramu yang bisa diajak ngobrol, bertengkar dan semacamnya, asal masih dalam koridor bertengkar dengan kakak atau adik, bukan musuh. Bertengkarlah denganku kalau perlu, tetapi doakan aku dalam sela-sela munajatmu seperti aku mendapat kebenaranNya. 

Tentu saja, kalau semua diskusi dilakukan dengan lebih santun, tentu lebih bagus, dan aku juga senang. Tetapi bagaimanapun, harus tetap kritis. 

Atau begini saja, pandangan mana dari pandanganku yang kamu inginkan ayatnya, maka in syaa Allah akan kutunjukkan ayatnya. Semoga aku mampu. 

Misalnya tentang takdir terhadap nasib manusia, ayat itu, dicari sampai ke kulit Qur'an-nyapun tidak ada. 

Orang banyak menggunakan ayat telah keliru. Misalnya apapun yang terjadi itu sudah ditulis di Lauhu al-Mahfuzh, termasuk daun yang jatuh. 

Nah, ayat ini, kalau diartikan bahwa ditulis itu adalah ketentuannya dan meliputi nasib manusia, baik jodoh, rejeki, umur, iman, kafir, baik, buruk, surga dan nerakanya, maka akan bertentangan dengan banyak sekali ayat-ayatNya yang menyuruh kita mencari pasangan yang baik, menyuruh kita berusaha, menyuruh kita takwa, menyuruh kita jangan maksiat, menyuruh kita taat, tidak kucipta jin dan manusia kecuali taat, .... dan seterusnya. 

Dengan demikian, maka maksud ditulis itu adalah ditulis sesuai dengan IlmuNya yang mendahului penciptaan alam semesta ini. Yakni diketauiNya, bukan ditentukanNya. Jadi, apapun pilihan dan ikhtiar manusia, sudah diketahui Tuhan sebelum penciptaan dan pengetahuanNya itulah yang ditulis di kitab Lauhu al-Mahfuzh. 

Nah, pemahaman seperti itu tentang Lauhu al-Mahfuzh, tidak bertentangan dengan diturunkannya agama itu sendiri. Kan aneh, kalau semua sudah ditentukan lalu Tuhan masih juga menurunkan agamaNya yang, melarang ini dan itu, menyuruh ini dan itu. 

Bayangin saja: Rasulullah saww. naik mimbar dan bersabda: “Carilah istri yang cantik, kaya dan takwa. Dan yang paling baik adalah yang takwa.” Terus besoknya Rasul saww ditanya: “Ya Rasulullah, kalau jodoh itu sudah ditentukan, maka buat apa dicari lagi?” Lalu apa kira-kira jawab beliau? Apakah bisa beliau jawab: “Pokoknya cari sekalipun jodoh kalian sudah ditentukan!” ???!!!!! 

Shahabat akan berkata lagi: “Ya RAsulullah, kalau orangnya sudah ditentukan sebagai jodoh kita, dan waktunya juga sudah diterntukan untuk kita, terus buat apa dicarinya??!!! Apakah Rasulullah saww. akan menjawab: “Pokoknya semua sudah ditentukan, aku menyuruh ini juga ditentukan, kalian bertanya juga ditentukan, kalian mau cari atau tidak sudah ditentukan, ketemu atau tidak sudah ditentukan, siapa jodohnya dan kapan kawinnya juga sudah ditentukan ...dan seterusnya “ ???!!!! Nah, kalau sudah begitu terus buat apa agama diturunkan atau buat apa ditakdirkan dalam turunnya dimana ia melarang ini dan itu, dan mewajibkan ini dan itu???!!!! 

Kan berarti sama dengan agama yang mengatakan: “ Wahai manusia, jangan dekati zina, tetapi sudah Kami tentukan siapa-siapa yang berzina dan yang tidak.” ???!!! Begitu-kah???!!! 

Alfakir ini sudah merasa bangga, Anda sudi membaca tulisanku, semoga tidak menjadikannya pelacakan terakhir, dan maafkan kalau ada (kata-kataku yang kurang berkenan, sungguh hati ini tidak menyimpan apapun kecuali kecintaan sesama muslim. Wassalam. 

Muhammad Shullahuddin: Pak sinar manusia dibekali oleh Allah berupa akal fikiran, sebelum sesuatu terjadi manusia melihat sesuatu tentu kita berfikir berkhayal akan sesuatu itu. Nabi juga melakukan proses seperti itu, pak sinar juga, sayapun juga, kita semua juga, sebab tadi pak sinar mengatakan segala ketentuan ada di tangan Allah. Nah karena kita tidak tahu akan ketentuan Allah manusia berkhayal tentang adanya surga neraka kiamat dan lain-lain karena kita belum tahu seperti apa itu surga neraka dan kiamat, semua itu masih gambaran semu, sebab kenyataan surga dan neraka sendiri belum terbukti nyata. Nah dari hasil olah fikir dan khayalan manusia tersebut akan terbentuk surga dan neraka menurut apa yang dirasakan manusianya secara individu. Gambaran kita tentang surga di dunia akan menjadi nyata KELAK DIKEMUDIAN HARI. 

Lanek imam 12 yang 11 dibunuh tinggal 1 ini disembunyikan akan lahir kelak di kemudian hari dan sekarang sudah 14 abad juga belum lahir dia dan nanti akan lahir, ini bertetangan dengan kodariat mahluk dan sunnatullah, nabi Muhammad saja manusia terpilih umurnya cuma 63 th. Lanek imam Mahdi hidup sampai sekarang apa itu tinemu akal coba pak sinar fikir, afala taqilun, afala tatafakkarun? 

Takdir dan usaha manusia itu berjalan bersama, manusia hidup untuk memenuhi takdirnya masing-masing bersama dengan ketentuan Allah, daun jatuh itu takdir, juga kejadian yang sudah diketahui Allah karena Allah maha tahu akan apa yang terjadi pada mahluk. 

Sinar Agama: @Muhammad, : 

(1). Kalau baca tulisan orang itu mesti teliti. Semua orang pasti punya khayalan dalam arti bayangan, akan tetapi Nabi saww mengkhayalkan ingin jadi nabi itu adalah khayalanmu semata. Para nabi dan wali, hanya mengangankan menjadi budak yang baik, setelah itu terserah padaNya. 

(2). Kamu mau khayal atau tidak, itu urusanmu, tapi mengukur para nabi dengan dirimu, itu sesuatu yang aneh amat. Sekarang aku mau tanya apakah kamu mengkhayal jadi nabi, rasul, pencuri (maaf), menjadi presiden Mesir, ... dst dan lalu mengejar khayalanmu itu? (3). 

(3). Tidak ada ketentuan dalam nasib manusia, mau kutulis berapa kali? 

(4). Imam ke 14 itu sudah lahir. Bagaimana mungkin imam makshum ilmu Islamnya dan amalannya juga begitu, tapi belum lahir? Lah .. kalau belum lahir terus mau belajar kepada siapa nanti kalau sudah lahir? Bisakah yang makshum belajar ke orang yang tidak makshum? Atau bisakah belajar ke orang yang tidak makshum ilmu dan amal Islamnya, kemudian muridnya ini menjadi makshum ilmu dan amal???!!! 

(5), Perkataan takdir dan usaha berjalan seirama itu adalah kata-kata yang puitis dan tidak argumentatif. Lah ... wong sudah ditentukan kok berusaha? Usahanya untuk apa? 

Sinar Agama: Yustanur. Bahagia bisa membaca komen antum lagi. 

(1). Ketahuilah bahwa takdir itu bukan konsep Nabi saww. atau Tuhan, ia adalah konsepnya Abu al-Hasan al-Asy’ari, yakni katakanlah seorang ulama. Karena itu hanya dia yang punya pandangan seperti itu dan diikuti oleh orang-orang Syafi’ii di Indonesia yang, walaupun sudah masuknya wahhabi (bc: Muhammadiah) keyakinan itu tetap terpelihara. Sementara seperti Sunni yang Mu’tazilah dan apalagi Syi’ah yang wajib mengimani ke-Adilan Tuhan, maka takdir dalam arti nasib manusia itu tidak ada. 

(2). Disamping tidak ada dalilnya, keyakinan itu bertentangan dengan ribuan ayat Qur'an yang jelas dan mudah atau Muhkamaat, begitu pula dengan ribuan hadits Nabi saww yang mutawatir atau di atas mutawatir. 

(3). Salah satu dalil akuratnya, adalah diturunkannya agama itu sendiri. Nah, kalau semua sudah ditentukan maka buat apa agama diturunkan yang menyuruh ini dan itu? 

(4). Kalau di Syi’ah, selain dalil di atas, juga betentangan dengan ke-AdilanNya. Karena kalau Tuhan yang menentukan seseorang itu bejat dan masuk neraka maka Tuhan aniaya pada hambaNya, karena kebejatannya itu dariNya, tetapi yang masuk neraka adalah manusia yang Ia tentukan itu. Begitu pula kalau seseorang di dunia ini gagal bisnis. Karena Ia menyuruh manusia untuk berusaha, dan si manusianya sudah berusaha, tetapi karena takdirNya maka ia bangkrut dari usahanya. Ini namanya aniaya, padahal usaha sudah profesional dan harus berhasil, tetapi karena ditabrak takdir, maka ia gagal dan hidupnya jadi menderita. Jadi Tuhan aniaya pada hambanya itu. Apalagi kalau si manusia itu ditakdirkan lagi olehNya untuk putus asa dan bunuh diri, maka bisnisnya sudah bangkrut karenaNya, dan sekarang ia harus mati bunuh diri karenaNya juga yang, akan menyebabkan dirinya masuk neraka selamanya juga karenaNya. 

Nah, logika yang sangat mudah pada beberapa dalil di atas itu tidak bisa dipahami oleh orang yang namanya Asy’ari yang antum ikuti itu. Dia meteteng/ngotot bahwa semua itu sudah ditentukan Tuhan. Ada syari’at kek atau tidak kek, ada usaha kek atau tidak kek,...dan seterusnya, pokoknya sudah ditentukan. Semua ulama sunni Mu’tazilah dan Ahlulbait Nabi saww tidak didengarkannya. Dan kalau ditanya bagaimana logikanya? Bagaimana supaya tidak bertentangan dengan akal dan ribuan ayat itu? Dia dan para pengikutnya menjawab: “Wah .... takdir ini adalah alam yang sangat gelap yang tidak sembarang orang bisa memahaminya”. Nah, yang jadi agak lucunya itu, kok bisanya kata-kata dia dipercaya dan ribuan ayat itu dibuang tiada berarti? Kok bisanya kata yang benar-benar penipuan ilmu itu dengan berkata alam gelap lah, ilmu yang rumit lah ... dan seterusnya, kok bisa dipercaya orang-orang selama berabad-abad tahun lamanya, tanpa perduli pada ribuan hadits dan ayat-ayat??? Kok bisa orang ikut Asy’ari tanpa ikut Tuhan dan Rasul saww? 

Saya mau tanya dan tak perlu dijawab disini tetapi cukup di hati antum saja. Kalau antum ditakdirkan olehNya sebagai orang kaya, keluarga sakinah, taat dan masuk surga, apakah antum nanti bangga di surga? Atau , na’uzdu billah, kalau antum ditentukan bangkrut, keluarga berantakan, dan mabok-mabokan, kemudian merampok dan mati dikeroyok orang sekampung lalu di akhirat masuk neraka, apakah antum rela punya Tuhan seperti itu dan akan tetap mengatakan Ia itu Adil, Maha Kasih, Maha Penyayang, Maha Mulia .... dan seterusnya????!!! 

Aku sama sekali tidak tersinggung dengan komen antum, dan sebaliknya, senang bisa diskusi. Teruskan saja seandainya antum masih punya dalil. Ketahuliah, karena di Indonesia meyakini konsep Asy’ari itu, maka penjelasan tentang Mu’tazillah dan apalagi Syi’ah, selama berabad-adab tahun ini tidak dapat tempat di Indonesia. Karena itu ketidak masuk akalan dan ketidak masuk ayatan dan haditsannya, ditutupi dengan kata-kata seperti rukun iman ke enam dimana yang tidak percaya bisa kafir dan ditambah lagi dengan “Takdir=Alam atau daerah gelap yang tidak bisa ditembus” ... dan seterusnya. Sekian dulu dan wassalam. 

Ingat: Saya tidak membantah tentang usaha itu, karena bisa saja dikatakan saya usaha karena saya tidak tahu takdir saya. Jadi, apapun kepercayaan kita, tetap harus usaha. Tetapi yang yang saya bahas itu, bahwa dalam keyakinan takdir ini, maka diyakini bahwa semua usaha dan hasilnya itu adalah takdir yang sering juga hal ini tidak disadari. Karena orang yang percaya takdir itu kan selalu mengatakan bahwa kita harus berusaha dan hasilnya Tuhan yang menentukannya. Lah... kalau kita percaya takdir, maka usaha tidak usahanya itu juga takdir. Kan lucu, dari satu sisi mengatakan sudah ditentukan, tetapi dari sisi yang lain menyuruh usaha. Padahal mau usaha kek mau tidak usaha kek, semua dan semua, tergantung takdir bukan? Jadi, buat apa orang yang percaya takdir itu mengajar dan menyuruh, toh yang disuruh berusaha itu, kalau tidak ditentukan berusaha, maka pasti tidak berusaha, begitu pula sebaliknya. 

Pintu ilmu Nabi saww., yakni imam Ali bin Abi Thaalib, shahabat paling pandai yang diakui kawan dan lawan, pernah duduk merindang di semua dinding. Setelah diperhatikan dinding itu mau roboh. Karena itu imam Ali as. menghindar dari tembok miring itu. Dalam pada itu, perbuatan itu diperhatikan oleh orang yang percaya takdir ini. Orang itu bertanya: 

“Ya Ali,mengapa kamu pindah duduknya?” Imam Ali as. menjawab: 

“Karena tembok ini bisa roboh”. Orang itu berkata: 

“Ya Ali, kalau Tuhan tidak menakdirkanmu mati ditimpa tembok ini, maka sekalipun kamu tidak pindahpun kamu tidak akan mati. Tetapi kalau kamu ditentukan mati ditimpa tembok ini, maka kamu akan mati sekalipun kamu lari darinya.” 

Lalu imam Ali as menjelaskan apa takdir itu (di selain nasib dan seterusnya). Setelah banyak menerangkan, imam Ali as bertanya padanya: 

“Kalau kamu memang percaya takdir, mestinya kamu tahu bahwa pindahku ini juga takdir, tetapi mengapa kamu menanyakannya dan menghubungkannya padaku?” 

Jadi yang kita bahas bukan usaha sebagai usaha yang bisa karena tidak tahu takdirnya. Tetapi meyakini bahwa usaha itu adalah takdir itu sendiri. Sebab daun jatuh itu sudah ditentukan, apalagi yang lebih besar seperti usaha tidaknya si fulan manusia itu, maka sudah pasti, konsekuensinya, diyakini sebagai takdirNya bukan? Nah, lucunya, banyak orang marah pada temannya, atau orang tua pada anaknya, dikala mereka melakukan pencurian, pemukulan, pembunuhan, pemerkosaan, korupsi, sogok menyogok ....dan seterusnya.. Lah kok bisa dimarahi wong semua itu Tuhan yang menentukan. 

Jangan katakan bahwa Anda marah juga karena takdir Tuhan, karena dialog ini akan menjadi semacam main kelereng/ gaplek. Sebab ketika Anda atau mereka yang marah itu, benar-benar marah dalam dirinya dan tidak menyandarkannya padaNya dan begitu pula protesnya itu benar- benar ditujukan pada yang dimarahi yang, kadang sambil memukulinya, tanpa merasa memarahi Tuhan yang telah menakdirkannya itu. Apakah kekotradiksian kenyataan ini masih belum jelas juga? Kontradiksi dengan keyakinannya sendiri, dengan ribuan ayat dan hadits, serta akal Anda dan siapapun yang mengimani takdir ini yang marah-marah tadi atau marah-marah sambil mukul-mukul itu. Wassalam. 

Yustanur Jambak: Alhamdulllah ternyata saya masih diberikan kesempatan, dan perlu juga saya sampaikan disini saya tidak dalam kapasitas berdebat, mungkin ustad maklum bisa dilihat di frofil saya, saya bukan siapa-siapa. Tanggapan ustad insyaa Allah sudah saya mengerti arahnya, namun kalau ustadz tidak bosan untuk melengkapi tanggapan sebelumnya saya mohon juga dijelaskan tentang perihal MIMPI, kalupun pun hal itu tidak menyimpang dari pembahasan kita... terlebih dahulu saya ucapkan terimakasih, wassalam... 

Dan itu yang pertama, dan kedua saya juga mohon penjelasan dari ustad tentang masalah musibah dan bencana, atau hal-hal yang menyangkut dengan topik kita, dengan harapan setelah mendengarkan penjelasan tersebut, saya dapat menarik benang lurus dari setiap permasalan di seluruh lini kehidupan ini yang tersimpul menuju penghambaan dan berawal dari pada kepatuhan dan ketaatan.. wassalam. 

Sinar Agama: Yustanur. Salam dan terimakasih atas balasannya, wah .... kayak surat menyurat aja nih ... he he .Yustanur, ana/aku tidak bosan dan juga tidak marah didebat, karena akidah memang tidak boleh taklid, beda dengan fikih yang harus dibidangi puluhan tahun untuk bisa mencapai mujtahid. 

Kalau tentang mimpi, aku sudah menjelaskannya -sebatas fb- di salah satu jawabanku terhadap pertanyaan teman-teman fb yang, sudah dijadikan Lenza oleh Anggelia. yaitu Lensa: 17. Ada juga di antara tag-tag yang ada di berandaku ini. Tolong cari dan baca, nanti kalau masih ada hal, maka bisa didiskusiian lagi. 

Kalau musibah, ana juga pernah menjelaskannya di ke-Adilan Tuhan di catatan Pokok-Pokok dan Ringkasan Ajaran Syi’ah dan/atau juga di tempat lain yang berserak, ringkasnya: 


Kalau musibah itu dari akibat buah tangan manusia, seperti tanah longsor akibat ditebangnya pohon-pohon, banjir yang karena sampah di sungai, wabah yang karena kotornya lingkungan, malaria yang karena tidak bersihnya kita, .... dan seterusnya, maka jelas hal itu tidak dari Tuhan. Ia dari manusia tetapi dalam sistem Tuhan. Jadi, sekalipun semuanya kembali kepadaNya, baik langsung atau kepada sistemNya, maka sekalipun bisa dikatakan makhlukNya, tetapi penanggung jawab dari semua musibah itu adalah manusia itu sendiri. 

Musibah model pertama ini, tergantung masing-masing orangnya. Bagi pelakunya, kalau dia sadar akibat dari perbuatannya itu, maka sangat mungkin akan mendapat dosa dan siksa di akhirat, terutama kalau sampai jatuh korban, seperti manusia lain yang kena longsorannya atau banjirnya hingga membuat hamba-hamba Tuhan menderita lantaran perbuatannya. Tetapi bagi yang bukan pelaku tetapi terkena, maka kalau dia telah melakukan nahi mungkar dan amar makruf terhadap masalah tersebut atau masalah sebabnya itu, seperti “ jangan buang sampah disini” dan semacamnya, maka ketika ia terkena musibah itu, maka kalau ia sabar akan sistem Tuhan ini, maka ia akan mendapat pahala dan berkurang dosa-dosanya dan kalau mati, in syaa Allah semacam syahid. Tetapi kalau tidak melakukan amar makruf dan nahi mungkar itu, maka sangat mungkin jugankan dapat pahala, tetapi bahkan mungkin bisa dapat dosa. 

Tetapi kalau musibahnya itu memang dari Tuhan, seperti gunung meletus yang untuk menyeim- bangkan bumi supaya tidak meledak, atau gempa bumi, maka bagi yang terkena juga bermacam- macam. Kalau dia pendosa yang tidak kaliber, maka hal itu adalah peringatan dariNya agar dia bertaubat. Dan kalau pendosa kaliber, maka itu merupakan hukuman sebelum datangnya hukuman neraka baginya. Tetapi kalau orangnya taat dan melakukan amar makruf dan nahi mungkar dalam segalam macam lapisan sosialnya, maka ia akan mendapat pahala dan kurang dosanya serta bencana itu akan menjadi ujian baginya untuk meninggikan derajatnya baik di dunia -seperti ilmu-ilmu tentang gempa bumi- atau di akhirat, yakni surga. 

Bencana itu secara umum, bisa karena hukuman, bisa karena seperti orang-orang tahu tentang keAgunganNya hingga bertaubat, supaya manusia ingat akhirat, supaya manusia tahu bahwa dirinya kecil, supaya manusia bisa lebih maju seperti teknologi gempa dan bangunan tahan gempa, supaya manusia tawadhu’ di hadapan alam semesta yang agung ini, supaya manusia mensayaukuri nikmatNya, seperti manusia takut siksaNya ..... dan seterusnya. Dan, yang paling penting, setiap manusia akan tersesuaikan dengan sisi filsafat bencana itu sesuai dengan keadaaan dirinya masing-masing. Seperti kalau pendosa yang keliber yang sebagai hukuman sesuai dengan penjelasan di atas itu. 

Wassalam. 

Hendy Laisa, Chi Sakuradandelion, Agoest Irawan dan 19 lainnya menyukai ini. 

Zainal Syam Arifin: The Choosen One ini sering muncul dalam versi film-film barat, tentu saja sudah diubah menjadi imajinasi orang barat untuk mengaburkan orang Islam yang menontonnya, dan untuk menggeser paradigma itu bahwa The Choosen One sebenarnya tidak ada, hanya ada.. 

Sinar Agama: Mas Zainal: Semoga antum dan keluarga selalu dalam kehangatanNya, karena hanya itu yang bernilai dan akan menyelimuti sampai ke liang lahat dan akhirat kelak. Jangan lupakan juga doanya. Begitu pula untuk semua teman face book. 

Khommar Rudin: Allah humma shalli alaa Muhammad wa aali Muhammad. 

Ahlun Rusdhy: Mantap. 

Arief Tisnamihardja: Semoga Ustadz selalu dalam Kucuran Hidayah dan Maghfirah NYA.. 

Lely Septiani: Saya belum baca tapi mantap ajalah. . .


اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وآلِ مُحَمَّدٍ وعَجِّلْ فَرَجَهُمْ

Rabu, 15 Agustus 2018

Pokok-pokok dan Ringkasan Ajaran Syi’ah, Bag: 2-b/akhir (Keimanan Syi’ah tentang Adilnya Tuhan)




by Sinar Agama (Notes) on Saturday, November 6, 2010 at 11:57 pm


Semoga Pahala Dilimpahkan Allah Kepada Para Penduka Atas Syahidnya Imam Ke 9, Muhammad Jawad as Oleh Mu’tashim bin Harun al-Rasyid (Khalifah Bani Abbas) pada tgl: 30-Dzilqo’dah-220 H, amin

LANJUTAN BAHASAN: 

(d-1-4) Hakikat Ikhtiar Manusia

Perlu saya tegaskan di sini bahwa tidak ada yang lepas dari Kuasa dan KontrolNya. Akan tetapi arti dari tidak lepas di sini memiliki makna lain dari pemaknaan yang datang dari Determinisme yang mengatakan bahwa nasib manusia sudah ditentukan Tuhan. Tidak demikian. Karena Kuasa dan Kontrol di sini maknanya adalah pengontrolan sebab atas akibat-akibatnya. Yakni bahwa akibatnya tidak akan pernah bisa melepaskan diri dari sebabnya.

Artinya, Kuasa dan Kontrol Tuhan terhadap semua perbuatan manusia itu sama dengan Kuasa dan KontrolNya terhadap makhluk-makhluk yang lain. Dengan kata yang lebih jelas, bahwa perbuatan manusia itu tergolong makhlukNya juga. Dan karena perbuatan manusia adalah akibat dan makhlukNya juga berarti perbuatan manusia juga merupakan perbuatanNya.

Akan tetapi karena Allah telah memberikan akal dan Ikhtiar (hak memilih) pada manusia, maka yang akan bertanggung jawab terhadap perbuatannya adalah dirinya sendiri, bukan Tuhan.

Inilah arti dari keaktifan Tuhan setiap saat atau harinya (QS: 55:29: “Setiap hari Dia Aktif”). Dengan demikian kita tidak keluar dari Tauhid-Penciptaan, tapi tidak juga masuk ke dalam perangkap “Iman kepada takdir baik dan buruk dari Allah”, atau ke dalam perangkap “Freewill”nya Mu’tazilah. Karena dalam keyakinan Mu’tazilah yang sampai kepada kita adalah bahwa Tuhan hanya mencipta manusia dan memberinya akal, potensi, ikhtiar dan agama untuk memberikan peluang memilih apa yang akan dikerjakannya, sementara Dia hanya menunggu di akhirat untuk meminta tanggung jawab dari masing-masing manusia, tanpa ada hubungannya dengan masing-masing perbuatan manusia saat ini. Artinya Dia tidak ikut aktif dalam aktifitas kehidupan manusia. 


Tapi dalam pandangan Syi’ah, Tuhan masih tetap ikut aktif, karena Dia adalah sebab-akhir, atau sebabnya para sebab. Inilah yang dikenal dengan “Tengah di antara dua hal”, yakni tengah antara freewillnya Mu’tazilah dan Jabriahnya Asy’ariyah yang umum diikuti Ahlussunnah di Indonesia. 

Dengan demikian perbuatan manusia juga merupakan makhlukNya. Hal itu karena manusia merupakan akibat/makhlukNya, sedang perbuatan manusia adalah akibat manusia. Dan karena akibatnya akibat, juga akibat bagi sebabnya, maka perbuatan manusia juga merupakan akibat atau makhluk bagiNya. Tapi karena manusia telah diberiNya pilihan, maka yang akan bertanggung jawab terhadap perbuatan manusia itu adalah manusia sendiri sebagai sebab-langsung atau sebab-dekat bagi akibat yang dibicarakan disini, yaitu perbuatan manusia, bukan Tuhan yang merupakan sebab-jauh bagi perbuatan manusia itu. 

Karena Dia hanya mewujudkan semua hal yang bisa menjadi sebab bagi perbuatan manusia tersebut, sampai ke akibat paling akhir sebelum perbuatan manusia itu muncul, yaitu ikhtiar manusia itu sendiri. Dan karena sebab akhir bagi perbuatan manusia itu adalah ikhtiar manusia, maka manusialah yang harus mempertanggung-jawabkan perbuatannya sendiri. 

Dengan kata lain, Allah telah memberikan kemampuan dan ijin takwiniah (pewujudan) pada manusia untuk mewujudkan apa-apa yang telah dipilihnya dalam bentuk perbuatannya itu. Akan tetapi karena akibat itu tidak mungkin berpisah dan mandiri sedikitpun dari sebabnya, maka sudah pasti perbuatan manusia, juga merupakan makhlukNya. Tapi karena tahapan terakhir sebelum tercipta perbuatan manusia, memiliki sebab yang namanya ikhtiar manusia, maka sudah pasti manusialah yang harus bertanggung jawab, bukan Tuhan. 

Inilah takdir dalam Islam yang diwariskan melalui Ahlulbait as. Yakni Allah menakdirkan bahwa perbuatan manusia sesuai dengan pilihannya sendiri dan akan dimintai tanggung jawab karenanya, bukan takdir terhadap nasibnya, dari sukses-tidaknya, baik-tidaknya, iman-tidaknya, taqwa-tidaknya, kaya-miskinnya, alim-bodohnya, syahid-tidaknya, sehat- sakitnya, jodoh-tidaknya, celaka-tidaknya, panjang-pendek umurnya .... dst.

(d-1-5) Rejeki, Umur dam Ajal 

Dengan penjelasan diatas itu sudah dapat dipahami dengan baik dan mudah bahwa Lauhu al-Mahfuzh adalah ilmu-ilmu Allah tentang semua hal, termasuk takdir dan hukum-hukum alam semesta dimana di dalamnya termasuk takdir menusia bahwa ia berbuat sesuai ikhtiar dan pilihannya, dan juga termasuk ilmuNya tentang detail-detail pilihan masing- masing manusia sesuai ikhtiarnya. 

Dengan ini, maka akan lebih mudah memahami tentang masalah rejeki dan umur manusia ini. Yakni bahwa Allah menentukan takdir dan kadar serta takaran masing-masing. Namun, jangan disalah pahami, bahwa takaran ini maksudnya adalah si fulan memiliki umur dan rejeki “sekian”. Bukan seperti itu. Akan tetapi pengkadaran yang bersifat umum. 

Misalnya paru-paru tertentu kalau tekena rokok 100 bungkus akan menjadi terluka dan dalam kondisi tertentu akan membuat pemiliknya mati dalam waktu setahun setelah itu. Atau dalam kondisi tertentu dari pasar, masyarakat, cuaca dan semacamnya, maka harga cabe rawit akan menaik dalam sehari dua kali lipat.

Jadi, dalam pengkadaran itu tidak ada sama sekali penulisan tentang si fulan paru-parunya harus jebol karena rokok 100 bungkus, dan si fulan harus untung karena cabenya akan naik dua kali lipat. Tidak demikian. 

Namun begitu, Allah mengetahui siapa-siapa yang akan berikhtiar merokok 100 bungkus dan yang akan bisnis cabe dalam kondisi tadi itu. 

Jadi, maksud dari pernyataan bahwa “Rejeki manusia dan semua makhluk itu sudah ditentukan Allah”, adalah ditentukannya kadar atau ukuran sebab-akibatnya, bukan rejeki per-individunya. Dan maksud dari “Ajal itu tidak bisa dimajukan dan diundurkan” adalah sebab-sebab kematian, bukan penentuan jumlah umur dan cara mati seseorang/makhluk. 

Jadi, umur seseorang itu sesuai dengan datangnya sebab kematiannya yang bersangkut paut dengan ikhtiarnya sendiri. Apakah ia menjaga kesehatan atau tidak, makan bergizi atau tidak, ugal-ugalan di jalan atau tidak, hidup di lingkungan yang berpolusi atau tidak atau lingkungan berpenyakit atau tidak....dan seterusnya. 

Nah, kalau seseorang itu telah memilih salah satunya, maka umurnya tidak akan bertambah dan berkurang dari takdir atau jalan yang telah dipilihnya itu. Hal itu karena akibat, yang dalam hal ini umur atau mati atau ajal, akan selalu sesuai dengan sebabnya yang, dalam hal ini adalah cara hidup tertentu yang telah dipilih oleh masing-masing manusia itu sendiri. Dengan demikian bukanlah Tuhan yang telah memilihkan umur itu untuknya. 

Namun, demikian, Tuhan mengetahui semua pilihan masing-masing manusia dan ter- hadap hasil dari pilihannya itu. Oleh karena itu, Tuhan tahu umurnya si fulan itu berapa dan begitu pula rejekinya yang, keduanya merupakan akibat dari pilihan-pilihannya sendiri yang mengakibatkan jumlah umur dan rejekinya itu. Jadi, disamping umur itu akan sesuai dengan ikhtiar manusia, ia juga akan diketahui oleh Allah. Perhatikanlah ayat berikut ini: 


وَمَا تَحْمِلُ مِنْ أُنْثَى وَلَ تَضَعُ إِلَّ بِعِلْمِهِ وَمَا يعَُمَّرُ مِنْ مُعَمَّرٍ وَلَ ينُْقَصُ مِنْ عُمُرِهِ إِلَّ فِي كِتَابٍ إِنَّ ذَلِكَ
عَلَى اللَّهِ يَسِيرٌ

“...Dan tidak ada seorang perempuan mengandung dan tidak (pula) melahirkan, melainkan dengan sepengetahuanNya. Dan sekali-kali tidak dipanjangkan umur seseorang yang berumur panjang dan tidak pula dikurangi umurnya, melainkan (sudah ditetapkan) dalam Kitab (Lauhu al-Mahfuzh) sesungguhnya yang demikian itu bagi Allah adalah mudah” (QS: 35: 11) 

Karena terjemahan di atas diambil dari DEPAG yang mengimani nasib dan takdir ini, maka terjemahannya menjadi seperti yang pembaca lihat ini. Dan terjemahan tersebut akan membuat buntut dari ayat di atas, tidak memiliki fungsi sama sekali. Karena Allah menutupnya dengan “mudah”, yakni “....yang demikian itu mudah bagi Allah”. 

Kalau orang bertanya “Apanya yang mudah?”, maka sulit untuk menjawabnya. Karena kalau dijawab “mudah menentukan umur”, maka tidak klop dengan potongan sebelumnya yang mengatakan bahwa Allah mengetahui kandungan dan kelahiran. Kalau dikatakan “mudah mengetahui dan menentukan”, maka serasa kurang seirama hingga dimungkinakan bisa mengurangi nilai sastranya. 

Akan tetapi kalau kita maknai bahwa Lauhu al-Mahfuzh itu adalah ilmu Allah atau kumpulan ilmuNya, maka “mudah” maksudnya adalah “mudah untuk mengetahuinya”. Yakni bahwa kandungan di perut dan hari kelahiran, serta panjang-pendeknya umur seseorang itu, sudah diketahui olehNya dengan mudah. 

Dengan demikian maka panjang-pendek umur seseorang itu tidak ditentukan olehNya. Sedang arti tidak bertambah dan berkurangnya umur itu, sudah dijelaskan di atas, bahwasannya tidak akan bergeser dari sebab kematian yang telah dipilih oleh masing- masing ikhtiar manusia. Jadi, ajal dalam ayat-ayat Qur'an adalah penghabisan waktu (mati) yang disebabkan oleh sebab-sebab kematian, bukan ketentuan umurnya karena Tuhan tidak menentukannya. Allah berfirman: 


وَلِكُلِّ أُمَّةٍ أَجَلٌ فَإِذَا جَاءَ أَجَلُهُمْ لَ يَسْتَأْخِرُونَ سَاعَةً وَلَ يَسْتَقْدِمُونَ

“Tiap-tiap umat memiliki batas waktu (jaya dan hancurnya) maka apabila telah datang waktunya mereka, tidak dapat mengundurkannya barang sesaatpun dan tidak dapat (pula) memajukannya” (QS: 7: 34) 

Kata “ajal” banyak dipakai dalam Qur'an, yaitu sekitar 28 kata. Dan sebagiannya dipakai pada kedatangan kejayaan atau kehancuran pada suatu kaum, seperti ayat di atas. Ini sangat jelas, bahwa “ajal” di dalam Qur'an, bermakna sampai kepada suatu titik yang disebabkan atau dihantarkan oleh sebab yang dipilih oleh suatu kaum atau bangsa atau manusia itu sendiri. Apakah sebab-sebab yang membuat kemajuan atau kehancuran. 

Karena menghukum dan menghancurkan umat yang durhaka tapi dengan kedurhakaan yang telah ditakdirkan Allah, adalah suatu pernyataan yang tidak akan mungkin dapat dipahami oleh siapapun, kecuali oleh orang-orang yang telah didikte dalam budaya seperti itu yang diiringi dengan penakut-nakutan masuk neraka. Karena kalau tidak beriman kepada rukun yag ke 6 maka hukumnya kafir dan masuk neraka. Tidak perduli rukun itu datang dari mana dan juntrungannya apa. Disini, mainnya hanya “pokoknya”, yakni “pokoknya begitu” tidak bisa tidak. 

Memang, ada juga kata “ajal” itu yang dipakai pada batas waktu dari kehidupan suatu bangsa atau atau kelompok atau seseorang yang diiringi dengan penungguan dimana seakan-akan dapat dipahami bahwa disana (ketentuan Tuhan) ada yang namanya ketentuan umur dari Tuhan. Akan tetapi, dengan mengkomparasikannya dengan ayat- ayat lain, seperti ayat-ayat yang menyuruh kita mati syahid, menjalankan hukum qishash dan rajam ...dst, ditambah dengan dalil akal gamblang di atas, maka dapat dipahami bahwa “ajal” adalah batas waktu kehidupan yang dihantarkan oleh sebab-sebab kematian yang muncul dari ikhtiar kita atau setidaknya berhubungan dengan ikhtir kita sebagai manusia. 

Maksud berhubungan dengan ikhtiar kita adalah karena kadang-kadang kita telah memilih hati-hati di jalanan, akan tetapi karena ada sopir yang memilih atau berikhtiar menyetir dalam keadaan mengantuk, maka kita ditabraknya. Di sini, tetap merupakan ikhtiar kita. Karena kita tahu bahwa sekalipun kita hati-hati di jalanan, bisa saja tabrakan itu terjadi manakala ada orang yang tidak hati-hati. 

Tapi keikhtiaran kita disini tidak langsung, karena yang langsungnya adalah pada kehati- hatian kita. Namun, karena kita tahu kecelakaan itu tetap saja bisa terjadi, dan kita tetap memilih ke jalanan, maka berarti kita menginginkannya pula secara hakikatnya walau hati kita tidak menginginkannya. Inilah yang dikatakan resiko. 

Jadi, pilihan disini adalah pilihan filosofis atau hakiki, bukan pilihan perasaanis alias bukan pilihan yang disukai perasaan kita. 

Simpulan: Ketika kita sudah benar memahami Lauhu al-Mahfuzh dan Takdir ini, maka sudah jelas bahwa akal, agama, usaha dan doa, akan benar-benar memiliki arti yang hakiki dan memiliki fungsi asasi dalam kehidupan manusia. Tapi kalau dimaknai dengan yang salah, yaitu ditentukannya nasib manusia oleh Tuhan, baik umur, rejeki dan jodohnya dan lain sebagainya, maka akal, agama, usaha dan do’a, sama sekali tidak akan berfungsi dan berguna.

(d-2) Tuhan Tidak Mencipta Yang Buruk 

Salah satu hikmah dari beriman kepada ke-Adilan Tuhan adalah keyakinan terhadap kebaikan seluruh ciptaanNya. Karena keburukan yang dikira oleh manusia itu, hanyalah nisbi dan tidak niscaya. Karena keburukan tersebut tidak memiliki sebab keberadaan. Oleh karenanya, keburukan itu adalah tiada. 

(d-2-1) Dalil Tiadanya Keburukan 

Setiap keberadaan yang terbatas, harus memiliki sebab keberadaan sebagaimana telah kita bahas di bab tauhid di bagian pertama Pokok-pokok dan Ringkasan Ajaran Syi’ah ini. Namun, kalau kita perhatikan tentang keburukan yang didakwakan oleh manusia, kita tidak dapat melihat keberadaan sebabnya. Dengan demikian keburukan itu tidak ada. 

Contohnya: Kita mengatakan bahwa orang buta, cacat, sakit, jatuh, kecelakaan, bejat, pembunuhan, penzinaan....dst adalah suatu keburukan. Akan tetapi, sebabnya adalah suatu pahaman “ketiadaan”. Buta dikatakan jelek karena tidak adanya mata dan penglihatan. Cacat, sakit, jatuh, dan kecelakaan dikatakan jelek karena ketiadaan normal, sehat dan keselamatan. Tiadanya mata dan penglihatan, tiadanya normal, sehat dan keselamatan, adalah ketiadaan bagi suatu keberadaan. Dengan demikian, sesuatu itu dikatakan jelek, karena ketiadaan sesuatu pada suatu obyek yang akan dinilai. Begitu pula pembunuhan dan penzinaan. Keduanya dikatakan jelek karena ketiadaan pula. Yakni ketiadaan nyawa dan norma. 

Ketika ketiadaan yang menyebabkan sesuatu itu jelek, dan ketiadaan itu adalah ketiadaan dan bukan keberadaan, maka sebab kejelekan adalah “ketiadaan”. Dan karena sebab kejelekan itu adalah “ketiadaan”, maka akibatnya, yakni “jelek” juga tidak ada. Dengan demikian, dapat dipahami dengan akal gamblang bahwa kejelekan itu tidak ada. Dia hanya berupa pahaman yang ada dalam akal dan tidak memiliki unsur niscaya. 

Dan pahaman inipun muncul dengan pengkomparasian atau perbandingan wujud obyek dengan wujud lainnya. Jadi, di samping ianya berupa wujud akal dan pahaman saja, ia juga hanya berupa perbandingan. 

Sementara perbandingan, jelas tidak ada wujudnya di alam nyata. “Lebih besar”, “lebih kecil”, “lebih manis”, lebih pahit”, lebih banyak”, “lebih panas”....dst adalah hanya berupa keberadaan dalam akal yang tidak memiliki wujud niscaya di alam nyata selain pahaman. Jelek ini, pada hakikatnya juga demikian. Buta yang ibarat lain dari tidak bermata, selain sebab ketiadaan di atas, dikatakan jelek karena dibandingkan dengan wujudnya mata. Begitu pula tentang contoh-contoh lainnya di atas itu. 

Dengan dua dalil di atas ini, dapat dipahami dengan mudah, bahwa kejelekan itu tidak ada, karena tidak ada sebabnya. Yakni sebabnya adalah ketiadaan.Tentu saja penglihatan ini adalah penglihatan filosofis dan keniscayaannya atau kenyataannya, bukan pengi’- tibaarannya atau pemahamannya. 

Sekarang bagaimana dengan kebaikan? Jawabanya adalah “ada”. Karena sesuatu yang dikatakan baik itu, disebabkan adanya sesuatu, bukan ketiadaannya sebagaimana pada kejelekan. Kita katakan bahwa melihat itu baik, sehat itu baik dan seterusnya, karena adanya mata, kesehatan ...dst. Jadi, karena kebaikan itu memiliki sebab keberadaan, maka ia adalah ada dan eksis. 

Dengan demikian dapat dipahami bahwa seluruh ciptaan Allah itu baik karena sebab kebaikannya adalah keberadaan, dan tidak satupun ciptaanNya itu jelek karena sebab kejelekannya adalah ketiadaan. 

(d-2-2) Baik Buruk Dalam Akhlak 

Dengan diketahuinya suatu keniscayaan bahwa setiap yang ada itu pasti baik, dan kejelekan itu adalah ketiadaan, maka dapat dipahami pula bahwa kejelekan itu hanyalah ada di dalam pahaman kita (i’tibaar atau ilmu atau nilai). Oleh karena itulah maka kejelekan karakter manusia itu adanya hanya dalam nilai, bukan nyata luarnya. 

Orang yang membunuh dan mencuri itu dikatakan jelek, karena meniadakan nyawa dan harta orang lain. Dan peniadaan ini adalah ketiadaan. Yakni, karena tiada nyawanya oleh perbuatan orang itu, maka orang itu jelek. 

Dalam contoh ini, yang ada, hanyalah perbuatan pembunuh. Dan yang lainnya, yaitu mati atau tiadanya nyawa, adalah ketiadaan. Maka dari itu, perbuatannya itu tetap baik, karena keberadaan sebabnya. Misalnya karena tenaganya kuat, senjatanya tajam dan sebagainya. Sedang kematian yang menyebabkan kejelekan, tidak ada wujudnya. 

Salah satu bukti yang bisa dirasakan dengan mudah, bahwa membunuh itu baik secara keberadaannya dan bukan secara nilai akhlaknya, adalah manakala kita membunuh seorang musuh dalam peperangan yang diperintahkan agama. Di sini, sama-sama membu- nuh, tapi dikatakan baik. Hal itu membuktikan bahwa pembunuhan itu adalah kebaikan dalam keberadaannya sendiri walau dikatakan jelek dalam nilai akalnya, yaitu manakala menghilangkan nyawa seseorang yang tidak boleh dihilangkan secara agama. 

Memang, nilai akal ini tetap harus diperhatikan. Karena nilai itu bisa mempengaruhi pelaku nilai. Oleh karenanya, agama, yang seluruh hukumnya merupakan nilai, wajib diperhatikan. Misalnya, ketika orang berzina, maka kecenderungan kepada kebatilan yang ada sebelumnya, akan semakin menguat. Dan kecenderungan serta menguatnya, adalah sifat manusia yang tergolong keberadaan, bukan ketiadaan. 

Semua nilai-nilai baik dan buruk yang ada dalam hukum-hukum manusia dan/atau terutama agama yang sudah pasti benar, merupakan i’tibaar atau ide atau pahaman atau undang-undang dan wujud dalam akal atau dalam perundangan, yang tidak memiliki keberadaan nyata. Haram, halal, wajib, kriminal dan semacamnya adalah pahaman yang tidak memiliki wujud nyata kecuali dalam hafalan atau kertas. Akan tetapi kalau kita tidak memperhatikannya, maka akan membuat wujud nyata kita ini menderita, baik dalam ruhaniah kita atau dalam neraka atau penjara. Dan penderitaan-penderitaan itu adalah keberadaan yang dapat dirasakan manusia keniscayaan nyatanya.

(d-3) Sama Rata Adalah Keanehan dan Kezaliman 

Salah satu dari hikmah percaya kepada ke-Adilan Tuhan, adalah keyakinan terhadap ketidak mestian (di beberapa tempat) dan bahkan ketidak bolehan kesamaan di banyak obyek dan keberadaan. Dengan demikian dapat dimengerti bahwa Adil Allah bukanlah sama rata, tapi menempatkan sesuatu pada tempatnya. 

Kalau semua jenis kelamin manusia itu sama, wajah manusia itu sama, pekerjaan manusia itu sama, posisi sosialnya juga sama, pandainya sama, bodohnya sama, kuatnya sama, lemahnya sama, perasaannya sama, akalnya sama ...dst, maka bagaimana manusia bisa bertahan hidup walau sehari saja? 

Ketika sepasang suami istri sama-sama lebih suka menggunakan perasaannya, maka bagai- mana suaminya akan menghadapi ujian persaingan di pasar ketika bekerja. Karena pada umumnya lebih kasar dan menyindir dari ucapan dan perbuatan di rumah? Atau kalau sama- sama lebih cenderung menggunakan akalnya, maka siapa yang akan melompat bangun di tengah malam manakala anaknya menangis? Karena kalau sama-sama menggunakan akal, maka si istri juga telah menggunakan akalnya (bukan perasaan) ketika mau tidur. Yakni menyusui anaknya, memasang pengaman di tempat tidur bayinya dari kemungkinan serangan binatang serangga, misalnya diselambui supaya tidak diganggu nyamuk, dan kaki ranjangnya dililiti kain yang disiram minyak tanah supaya tidak dinaiki kala jengking...dst. Nah, ketika sudah demikian, maka tangisan bayinya tidak akan membuat sang ibu bangun di tengah malam. Akan tetapi, bisa saja ketika pagi tiba, ternyata bayinya sudah mati, karena digigit ular atau tikus yang jatuh dari atap rumahnya yang tidak bisa dibendung oleh selambu lembutnya itu. 

Dengan demikian dapat dipahami bahwa ketidaksamaan kodrat yang ada pada manusia dan alam semesta ini, sudah pada tempatnya dan tidak ada maksud perendahan dari ciptaan yang memiliki kekurangan dari satu sudut. Karena masing-masing memiliki kelebihan di samping kekurangannya itu supaya saling mengisi dan penciptaannya telah pula disesuaikan dengan tujuan ciptaannya. 

Justru kebanyakan dari kesamaan itu adalah keanehan dan kezaliman. Kalau semua orang di suatu negara adalah presiden, lalu siapa yang akan jadi rakyatnya? Begitu pula sebaliknya. Kalau semua pekerja dibayar sama, maka pasti akan terjadi kezaliman. Karena pegawai yang ada memiliki berbagai perbedaan. Ada yang sudah lama bekerja dan ada yang baru; ada yang sekolah tinggi dan ada yang rendah; ada pegawai biasa dan ada yang meneger(manager)...dst. Nah, kalau bayarannya disamakan semuanya, maka jelas penganiayaan telah terjadi di kantor tersebut. 

Sama rata itu adalah keadilan, manakala semua kondisi obyeknya sama dalam segala sisi. Dan yang seperti ini tidak memiliki keberadaan nyata dalam kehidupan kecuali sedikit. 

Oleh karena itu, Feminisme, adalah suatu tuntutan terhadap keanehan dan kelucuan. Karena secara akal-mudah dan gamblang, dapat dimengerti dan dipahami dengan yakin bahwa kedua insan, lelaki dan perempuan ini, memiliki perbedaan, baik fisik atau mentalnya. Jadi, Feminisme itu, sebenarnya, bukan menuntut kesamaan hak, karena pemilik haknya memang tidak sama, akan tetapi menuntut ingin menjadi laki-laki. Mereka hanya menuntut kesamaan hak manakala seperti menghadapi hak menjadi presiden. Tapi tidak mau menerima hak manakala diberi giliran patroli keliling menjaga maling (pencuri) di RT-nya.

(d-4) Adil Juga Bermakna Tidak Mengambil Hak Orang Lain 

Ketika kita sudah tahu, bahwa ketidaksamaan itu adalah keadilan yang nyata, dan kesamaan itu adalah keanehan dan kezaliman yang nyata pula, yakni pada obyek-obyek yang memang tidak memiliki kesamaan yang memadahi dan mencukupi, maka menuntut keadilan di sini adalah memaksa keluar dari fitrah dan keniscayaan yang nyata dan dihadapi. 

Namun demikian, ada beberapa ketidaksamaan global yang dirasa merupakan kezaliman dan kesamannya merupakan keadilan. Misalnya, sama-sama punya mata, kaki, tangan, telinga, cantik, tampan, putih, hitam, tinggi, pendek .....dst. Di sini, kita melihat banyak terjadi ketidak samaan. Pertanyaannya adalah, apakah ketidak samaan di sini adalah keadilan atau sebaliknya? 

Jawabnya adalah tetap merupakan keadilan. Hal itu, setidaknya, ada dua sebab: 

1). Sebab pertamanya adalah bahwa ketidaksamaan itu tidak diciptakan Allah secara langsung. Semua yang terjadi di bawah, atau di alam sosial dan lingkungan manusia, tidak bisa dilepaskan dari manusianya itu sendiri. Oleh karenanya masih berhubungan dengan ikhtiar manusia. Walau, dalam hal ini, berhubungan dengan manusia lainnya. 

Seorang ayah yang hitam, ketika ia berikhtiar kawin, dan memilih istri) yang hitam pula, maka sangat mungkin anaknya akan menjadi hitam. Begitu pula yang pendek, cantik, jelek dan semacamnya itu. Jadi, kekurang kekurangpuasan seseorang mengenai tubuh dan dirinya, tidak bisa dilarikan ke Tuhan. 

Tentang cacat juga demikian. Ketika ayah yang suka gaul bebas dan terkena penyakit yang membuat maninya rusak, maka kalau memilih kawin dan berikhtiar memiliki anak, maka sangat dimungkinkan anaknya akan cacat. Atau seorang ibu yang mengandung, ketika kurang teliti terhadap makanan dan semacamnya, bisa saja membuat anaknya lahir dalam keadaan cacat. 

Jadi, ketidakpuasan seseoarang akan diri, tubuh dan mentalnya, tidak bisa dilarikan ke Tuhan untuk mendapatkan keadilanNya. Karena penyebab langsung dari semua itu bukan Tuhan, tapi ikhtiar manusia lain selain dirinya. Yakni orang tuanya. Atau bisa saja karena lingkungan alam yang tidak sehat. Walaupun dalam hal ini juga telah menjadi bagian dari ikhtiar orang tuanya karena telah memilih tempat yang tidak sehat itu sebagai tempat tinggalnya. 

Namun demikian, kita tidak bisa juga langsung menyalahkan orang tua kita. Karena bisa saja mereka tidak menyadarinya atau terpaksa memakan sesuatu yang kurang sehat atau tinggal di lingkungan yang tidak sehat. Itulah mengapa Tuhan dan agama menyuruh kita sabar dalam menghadapi ujian hidup. Misalnya, si cacat tadi, jangan marah-marah pada orangtuanya, karena belum tentu orangtuanya sengaja dalam melakukan kesalahan itu. 

2). Sebab ke duanya, adalah karena kita tidak bisa menuntut apapun kesamaan dari Tuhan. Hal itu karena kita tidak memiliki hak apapun ke atasNya. Tadi sudah dikatakan bahwa sama rata itu adalah keadilan manakala semua kondisinya adalah sama. Di sini, kita sebagai manusia tidak memiliki hak apapun dari Tuhan apalagi kesamaan hak diantara kita terhadap Tuhan. Misalnya punya hak untuk memiliki dua mata dari Tuhan. Tidak demikian. 

Hak seseorang bisa ada dan eksis manakala ia telah memberikan sesuatu kepada yang mau diambil haknya itu. Misalnya ia telah bekerja dan sekarang menuntut haknya untuk meminta bayarannya. Akan tetapi, manusia dengan Tuhannya, tidak bisa digambarkan  sama sekali kalau manusia mempunyai hak. Karena manusia tidak melakukan apapun untuk Tuhannya di awal penciptaannya. Dan kalau setelah dicipta ia melakukan suatu kebaikan seperti shalat dan semacamnya, itupun tidak bisa dikatakan untuk Tuhannya,karena Dia tidak terbatas hingga tidak perlu tambahan apapun. 

Dengan demikian maka dapat dipastikan bahwa pemberian yang tidak sama itu adalah hadiah dari Tuhan kepada kita yang tidak didahului oleh pengabdian apapun untukNya. Karena kita baru dicipta, dan kalau setelah diciptapun, juga tidak bisa dikatakan bahwa pangabdian kita itu untukNya. Dan kalau merupakan hadiah, maka sudah semestinya disyukuri, apakah pemberianNya itu sama atau tidak sama, banyak atau sedikit. 

Jadi, yang lahir dalam keadaan cacat itu, bukan hanya tidak bisa menuntut keadilan dari Tuhan, tapi bahkan harus mensyukuri pemberianNya kepadanya walau lebih sedikit dari yang diberikan kepada orang lain. Begitu pula seandainya benar bahwa siti Hawa as dicipta dari tulang rusuk nabi Adam as. Karena semua itu adalah hadiah dariNya yang tanpa didahului oleh kepemilikan hak dari manusia ke atasNya.
(d-5) Semua Perbedaan Sesuai Takaran Sebab-akibat Umum Yang Digariskan Allah 

Setelah kita mengerti bahwa ketidaksamaan itu adalah bukan akibat dari Tuhan secara langsung hingga tidak bisa dihubungkan padaNya, dan setelah kita tahu bahwa perbedaan itu sebenarnya adalah rahmat dan bukan kezaliman, dan bahwasannya rahmat-rahmat itu wajib disyukuri, maka sekarang perlu saya tekankan bahwa pada akhirnya, semua perbedaan itu juga merupakan akibat dan makhlukNya. 

Dalil untuk hal di atas ini sangat mudah. Yaitu, sebabnya sebab, sebab pula bagi akibatnya. Manusia adalah sebab bagi pilihan dan perbuatannya, dan Allah adalah sebab bagi adanya manusia (tentu tidak langsung juga dan kita ambil seperti langsungannya karena pembahasan kita sekarang adalah antara Tuhan, manusia dan ikhtiar manusia), oleh karena itu maka Allah juga sebab bagi pilihan dan perbuatan manusia. 

Nah, ketika dari satu sisi, pilihan dan perbuatan manusia ini juga makhluk Allah (walaupun yang harus bertanggung jawab adalah manusia sebagaimana maklum), maka secara global, maka Tuhan juga semacam ikutan bertanggung jawab, karena semua itu terjadi dalam takdir/ kadar/ketentuan hukum-hukum alamNya. 

Oleh karena itu Allah memberikan pahala bagi penderita ketidaksamaan yang diakibatkan oleh ikhtiar orang lain itu. Misalnya, orang buta, maka kepadanya akan diberikan pahala sesuai penderitaannya itu. Dan kalau ia berhasil mempelajari satu surat Qur'an, maka pahala yang diberikan kepadanya akan melebihi dari orang yang tidak buta. Hal itu karena ke-Maha SantunNya dan juga karena derita dan usaha hambaNya yang tercederai akibat hukum- hukum alamNya itu. 

Jadi, segala macam perbedaan sudah sesuai dengan aturan hukum alamNya yang mengkadari semua hal sesuai sebabnya yang diatur dengan kebijakanNya. Misalnya orang malas akan bodoh, orang rajin akan pintar ...dst. 

Namun demikian, kalau keperbedaan manusianya itu diakibatkan oleh ikhtiar orang lain (seperti ayah) atau alam, maka sekalipun Tuhan sudah berbuat Adil karena tidak mengambil haknya, tetap saja berbuat keutamaan dengan memberikan pahala-pahala. Itulah ke-Maha MurahanNya dan ke-Maha LembutanNya.

(d-6) Musibah dan Bencana Alam Adalah Anugrah dan Bukan Kezaliman 

Dengan semua penjelasan di atas itu, saya rasa sudah dapat dipahami dengan mudah bahwa musibah dan cobaan yang menimpa kehidupan sosial manusia, adalah tidak murni dari Tuhan. Yakni tidak langsung dari Tuhan. Memang, dianya terlahir dari sistem Tuhan, akan tetapi menyangkut erat dengan ikhtiar manusia sebagai sebab-dekatnya, walaupun manusia penyebab itu adalah manusia lainnya. Di sinilah agama manyuruh kita membuat lingkungan sosial dan alam yang baik, agar supaya tidak banyak menimbulkan ganjalan bagi ikhtiar-ikhtiar dan perkembangan kita dan manusia generasi selanjutnya. 

Dan jelas bahwa manusia yang sabar dan ulet, akan diberi pahala olehNya, karena penderita- nya menjadi menderita karena sistem alamNya. Dan bahkan, sekalipun bencana itu datang dari tangan manusia itu sendiri, tetap Allah akan memberikan hadiah bagi yang sabar dan ulet membangun kehidupannya lagi. Inilah yang dikatakan taubat dan penderitaan dunia. Misalnya orang yang karena pergaulan bebas terkena Aid. Maka kalau ia taubat, dan sabar menghadapi penyakitnya dalam artian menerima dan ulet membangun ketaqwaannya di samping berusaha menyembuhkan penyakitnya, maka sakit yang dideritanya akan menghilangkan siksa akhiratnya kelak, dan kalau taubatnya benar-benar, maka sakit yang dideritanya itu, tidak mustahil juga akan mendatangkan pahala baginya. 

Bagaimana dengan bencana alam? Secara menyeluruh, bencana alam adalah rahmat dari Allah juga. Karena bencana itu sering merupakan peringatan terhadap keagunganNya supaya manusia tidak menyombongkan diri; peringatan terhadap hari akhir supaya manusia itu selalu hati-hati dalam menghitung amal-amalnya; peringatan terhadap maksiat yang dilakukan manusia supaya tidak mengulanginya dan segera bertaubat; atau merupakan penjagaan terhadap kehidupan yang lebih luas. Seperti gunung meletus yang diniscayakan Tuhan melalui takdir hukum-hukum alamNya itu, ditujukan untuk menjaga kehidupan yang lebih luas. Karena kalau gunung itu tidak diletuskan, maka bumi sendiri yang akan meletus karena tidak akan kuat menahan tekanan magma. 

Dan karena Allah Maha Adil, Santun dan Lembut, maka sudah pasti penderitanya, akan dipahalai olehNya. 

Ini semua, kalau musibah itu benar-benar lahir dari takdir atau aturan-aturan hukumNya tanpa campur tangan manusia. Tapi kalau bercampur dengan tangan manusia, misalnya membuang sampah ke sungai hingga terjadi penyumbatan jalan air dan terjadi banjir, atau penggudulan hutan yang juga bisa menyebabkan banjir, maka kesalahan dari terjadinya banjir itu ada pada manusia itu sendiri. Oleh karenanya yang harus bertanggung jawab adalah manusia sebagai pelakunya. Sebab itulah, maka kalau manusia sudah menyadarinya dan masih melakukannya, sangat mungkin telah melakukan maksiat, dan mereka bisa dituntut dengan ganti rugi bahkan di dunia ini. 

Memang, sekali lagi, karena semua itu lahir dari aturan Allah tentang alam yang global, misalnya kalau udara demikian maka turun hujan, kalau sungai demikian dan terjadi hujan maka akan banjir ...dst, maka penderita kebanjiran itu, kalau telah melakukan amar makruf dan nahi mungkar terhadap pembuang sampah dan penebang hutan (kalau diketahui), dan sudah tidak mampu lagi pindah ke tempat lain karena tidak punya uang, maka kalau dia terkena musibah banjir itu, akan diberikan pahala oleh Allah. Asal tawadhu dengan aturan alam Tuhan itu (tidak protes pada Tuhan), dan ulet menghadapi masalahnya. 

Tentu saja, salah satu dari hikmah bencana alam itu, adalah menempa manusia supaya kuat dan maju dalam kehidupan dan peradaban. Oleh karena itulah, negara yang sering mendapatkan bencana alam, akan lebih maju dari negara lain dari sisi hal-hal yang bersentuhan dan berhubungan dengan bencara tersebut. Misalnya, negara yang sering terkena gempa bumi akan lebih maju dari negara lain dari sisi tekhnologi tentang pergempabumian dan cara-cara menghadapinya. 

Akan tetapi, bencana alam itu juga ada yang bersifat azab dari Allah bagi suatu umat yang keterlaluan dalam kekafiran atau kefasadan/keburukan. Namun, hal ini tidak terlalu banyak terjadi. Dan kalau terjadi, bagi manusia lainnya, juga tetap akan merupakan rahmat Tuhan, karena bencana itu adalah peringatan baginya. 

Dengan uraian-uraian ini dapat dipahami bahwa bencana alam memiliki banyak dimensi yang, pada umumnya adalah rahmat dan anugrah Tuhan, dan sedikit dari padanya merupakan azab bagi yang terkena. 

Sebenarnya masih banyak perbincangan tentang ke-Adilan Tuhan ini, namun karena keter- batasan banyak hal, maka saya cukupkan sampai disini saja, semoga bermanfaat bagi saya sendiri dan bagi semua friend dan pembaca budiman. 

Al-Hamdu Lillahi Rabbi al-‘Alamin, dan shalawat atas junjungan kita Muhammad saww dan keluarganya yang suci 

Tulisan ini akan bersambung ke bag: 3 (3- Keimanan Syi’ah Tentang ke-nabian), In syaaAllah.

Sinar Agama: Salam dan terimakasih untuk semua jempolnya 

Sinar Agama: salam untuk Ali-A: Untuk selain tujuan bisnis, silahkan share atau mau diapain aja tulisanku asal untuk kebaikan, tapi usahakan jangan diedit karena takut berubah maksudku. Benar 5 detik lagi atau berapa detik dan jam atau tahun lagi antum mau menggerakkan tangan atau akan berkata dalam hati apa saja......dst akan diketahui Tuhan bahkan sejak sebelum penciptaan. Karena dalam bag:1 sdh diterangkan bahwa Tuhan itu tidak terbatas, dan kalau demikian berarti IlmuNya juga tidak terbatas, dan kalau IlmuNya tidak terbatas pula maka tidak ada yang tidak diketahuiNya, baik di masa sebelum ada masa, masa lalu, sekarang dan akan datang sampai ke akhirat. Terimakasih tanggapannya. Semoga Tuhan selalu menyelimuti kita dengan RahmatNya.

Sinar Agama: Ali_A, : 

(1) Tahu itu bukan menentukan (Menjawab pertanyaan Ali yang hilang dari kolom komentarnya sendiri. Pertanyaannya adalah bahwa kalau Tuhan tahu dan ilmuNya pasti benar, maka manusia menjadi majbur atau terditerminis alias terpaksa dalam segala perbuatannya lantaran harus sesuai dengan ilmuNya yang pasti benar itu). Misalnya antum tahu bahwa orang yg terjun payung dan payungnya tidak terbuka, maka dalam waktu beberapa detik lagi orang itu pasti mati remuk karena akan jatuh ke bebatuan atau jalan aspal. Apakah pengetahuan pasti antum sebelum kejadian itu adalah menentukan kejadian itu?. Atau antum tahu pasti bahwa tetangga antum yg kena aid akan segera mati...dst. 

(2) Yang Allah ketahui itu bukan gerakan tangan antum saja, tapi gerakan tangan antum dan masuk nerakanya orang yg disertai dengan pilihan dan ikhtiarya sendiri. Jadi, yang diketahui Allah adalah perbuatan manusia yang dilakukan dengan ikhtiarnya masing-masing. Bahkan yang dipaksapun, seperti) dipaksa minum khamr oleh orang lain karena kalau tidak minum akan dibunuh misalnya, ianya juga ikhtiar, walau sudah tentu tidak dosa. 

Aku sedih dan bahagia dengan bingungmu, sedih karena kurasa sudah jelas, senang karena berarti aku bisa membantumu, minimal berusaha membantumu hingga menambah ibadahku. Ali...Takdir itu menentukan nasib, di sini Tuhan tidak menentukan nasib siapapun. Jadi, semua sesuai dengan pilihan masing-masing. Tahu adalah Tuhan tahu apa saja yang akan dipilih oleh tiap-tiap orang dan tahu juga dengan pasti hasilnya dimana pengetahuan ini sudah ada sejak sebelum Dia menciptakan makhluk. Sebentar, apakah antum sudah baca seluruh tulisanku tentang ke-Adilan ini apa belum? 

Kalau antum lihat tetangga antum mau minum tuak yg sudah tersedia beberapa botol di mejanya. Apakah antum tahu bahwa orang itu akan mabok dalam beberapa waktu mendatang? 

Atau antum melihat orang terjun payung yang payungnya tidak terbuka, apa antum tahu kalau orang itu dalam waktu dekat akan mati secara pasti? 

Kalau belum tentu antum cari sendiri yg ”tentu” dan itu yang saya mau. Cari apa-apa yang menurut antum ”sudah tentu akan begitu dikemudiannya”. Saya rasa sudah termasuk sulit menjelaskan hal ini kepada antum kalau antum masih mengatakan bahwa orang yang terjun payung dan payungnya tidak terbuka atau tas payungnya pisah dari si penerjun, belum tentu mati. Karena bagi saya antum sudah tidak menyuarakan isi hati dan akal Anda. Allahu a’lam. Jadi, cari sendiri yang menurut antum pasti. Seperti matahari terbit besok pagi, besok anda ke kantor, nanti makan siang, antum akan bernafas, bensin mobil yg hidup terus itu akan habis bensinnya, air laut pasti menguap kalau kena sinar matahari, api akan pasti membakar.......dst. Cari yang pasti menurut antum. Nah, ketika sudah dapat bahwa sesuatu itu pasti terjadi dalam waktu berikutnya, maka anda telah mengetahui apa-apa yang akan terjadi setelah pasti. Lalu setelah itu pertanyaannya adalah apakah anda yang menentukan hal itu terjadi karena anda telah mengetahuinya, atau terjadi di luar ketentuan anda?

Bande Husein Kalisatti: Seperti biasa ana save..di print.. dan lain-lain..he..he.. 

Muhammad Yusuf Syahdani Tarigan: Salam wa rahmah ustadz.. semoga Allah melimpahkan nikmatnya kepada antum, atas apa yang telah antum lakukan dalam menyebarkan ilmu.. Ustadz, apa beda dari setiap kiriman yang ustadz posting?? Kenapa menggunakan kiriman 1,2 3,4??? Maaf ustadz.

Sinar Agama: Kiriman 1,2,3,4..dan seterusnya itu tidak memiliki beda isi. Tapi karena saya tidak mahir fb, mk saya mengira bahwa bisa tag hanya 30 orang, sedang yang dikirimi jauh lebih banyak dari itu. Kalau antum ada saran? 

Sinar Agama: akhi Muhammad, antum hanya bisa ngedit singkatan yang ada di wahdatul wujud 1-5 yang dari Anggelia itu, tapi kalau yang dari catatanku, maka tidak boleh diedit. Kalau yang Kedudukan Fantastis Imam itu, karena terdiri dari bag:1 sampai lebih dari 150-an, maka antum boleh hilangkan setiap tulisan bag itu , yakni boleh disambungkan antara tulisan bag sebelumnya dengan bag setelahnya.

Muhammad Yusuf Syahdani Tarigan: Iyye ustdaz.. yang saya ketahui, jika ingin meng-tag orang lain memang dibatasi ustadz ..tapi, mungkin ada yang tau cara lainnya agar bisa meng-tag unlimited. Maaf ustadz, mungkin ustadz salah ketik.maksudnya 150-an itu, menunjukkan jumlah apa ustadz? Maaf ustadz, saya yang khilaf.. baru saja saya melihat catatan ustadz yang tentang kedudukan imam, dan memang bagiannya sangat banyak..namun, demi menjaga otentifikasi catatan, mungkin saya tidak merubahnya..dan saya juga menyertakan komentar-komenter dari yang lain..yang ustadz juga menjawabnya.. sekali lagi, maaf.. 

Sinar Agama: 150-an menunjukkan jumlah bagian-bagian kecil dalam bagian-bagian besar. Antum masuk saja catatan tentang “Kedudukan Fantastis Imam” itu, di situ terdiri dari bagian- bagian mungkin sampai pada bagian 5. Tp dalam masing-masing bagian itu, ada bagian-bagian lagi, yakni setiap alinea yang berjumlah 420 karakter. Karena tulisan itu saya kumpulkan dari tulisan dindingku. dan karena tulisanku panjang maka kupoto-potong. nah, yang itu antum boleh sambung, tapi semua tulisanku jangan diedit, karena takut berubah maksudnya. 

Muhammad Yusuf Syahdani Tarigan: Iyye ustadz.. terima kasih atas perkenannya.. 

Gazali Rahman: Syukran ana sangat senang atas ilmu yang antum sampaikan. Semoga antum selalu dalam lindungan ALLAH SWT. 

Muhammad Yusuf Syahdani Tarigan: Semoga Allah membalas kebaikan ustadz.. 

Sinar Agama: Terimakasih untuk semua jempol, komen dan doanya, semoga antum semua selalu dalam selimut KasihNya. Ana memang sangatlah perlu do’a, karena kesesatanku bisa membawa orang-orang menjadai sesat. Tolong do’akan agar syetan tak bisa ikut campur dalam akal dan hatiku. Yang jelas aku mencintai antum semua, walau tangan ini belum bisa kuulurkan dari dekat. Biarlah aku bersembunyi dulu di balik awan pagi, sampai hatiku tak terusik dengan riya’ dan kesombongan. 

Al Aulia: Ya ALLAH, jagalah saudara Sinar tetap dalam rahmatMu di jalanMu dan ampunilah kami, lindungilah kami dari musuh-musuh perusak agamaMu.. 

D-Gooh Teguh: Insyallah ustad... doa untuk anda dari jauh tetapi dekat. 

Sinar Agama: salam untuk semuanya: Bulu romaku berdiri dan air mataku hampir menetes, membaca komentar Mas Aulia dan mas Teguh, semoga Tuhan memperkenankannya, begitu juga buat antum semua. Walau aku kedinginan di balik mendung pagi,dan ingin sekali berteriak aku adalah si anu dan si anu supaya bertambah kehangatan kita, tapi kupilih dinginku karena kurasa lebih selamat dari riya’ dan sombongku sendiri, maka dalam dinginku itu, dalam sendiriku itu, aku benar-benar dan benar-benar telah antum selimuti dengan kehangatan do’a dan ketulusan antum semua hingga seakan kurang sepi dan sendiriku. Ya Allah aku tahu hidup ini bukan main- main, lindungilah aku dan segenap teman yang mencintai dan membenciku, dari MurkaMu... MurkaMU...amin. 

Layla Kareem: Syukron ustad,,, ilmunya sangat bermanfaat bagi pencari yang masih awam seperti saya.. keberkahan semoga selalu terlimpah atasmu,, Amin. 

Al Aulia: @Cut Yuli... salam, semoga doa-doa kita terkabul. Amiin,.. 

Malik Al-Asytar: SINAR... NAH SEKALIAN NYANG NEH ANE IZIN SHARE JUGA YEH BIAR NYAMBUNG... AJIIIB NEH. 

Sinar Agama: Layla+Aulia, terimakasih do’anya, semoga Tuhan mendengarnya hingga aku  dalam kesendirianku di balik awan pagiku, selalu dinaungiNya dengan BimbinganNya, Ridha dan AmpunanNya, dan semoga antum berdua dan teman-teman yang lainnya juga demikian. Amin. 

Sinar Agama: wan Malik_A: fadhdhal saja kalau mau diapain saja , baik share atau yang lainnye asal tidak bisnis h h h h afwan softoh... 

Al Aulia: Amiin.. 

Heinrich Hmmlr: Salam ustad... saya tertarik dengan pembahasan masalah umur, apakah dalam hal ini dapat disimpulkan Tuhan tidak menentukan kapan dan dimana manusia menemui ajalnya? Atau Tuhan tau kapan dan dimana ajal seseorang tapi orang tersebutlah yang mencapainya dengan ikhtiar. ?

Sinar Agama: Bento: Kedua pertanyaan antum itu benar. Dan jawabannya ”benar begitu”, yakni Tuhan tidak pernah menentukan jumlah umur dan cara mati seseorang. TakdirNya adalah sesuai dengan jalan hidup yang dipilihnya masing-masing yang juga bergesekekan dengan sekitarannya. Tapi Tuhan tahu apapun pilihan dan gesekan yg juga bersumber dari pilihannya itu dan tahu juga semua akibat dari setiap pilihan dan gesekan itu dan tahu juga akibat akhirnya, yakni mati dan cara matinya.

Sinar Agama: Bento=Benito ...maksudnya..afwan... 

Heinrich Hmmlr: Dapat diartikan juga bahwa Tuhan tahu sebelumnya bahwa si fulan akan mati dimana dan dengan cara apa..? 

Bande Husein Kalisatti: Ana save ustadz.

Sinar Agama: Benito: Benar bahwa Tuhan sebelum diciptakannya alam semesta bahwa si fulan akan mati dalam umur berapa tahun dan mati dengan cara apa. Tapi Tuhan hanya mengetahuinya tanpa menentukannya. Oleh karenanya yang diketahuiNya adalah umur dan cara mati YG DIPILIH OLEH MANUSIA ITU SENDIRI, BAIK YANG BERUPA IKHTIAR LANGSUNGNYA ATAU YANG BERUPA GESEKAN DENGAN LINGKUNGAN YANG DIPILIHNYA. 

Sinar Agama: P.Bande: Monggo saja mau diapain tulisanku asal tidak untuk bisnis.... 

Heinrich Hmmlr: Maaf ustad.. mungkin saya banyak tanya..... sekiranya Tuhan sudah mengetahui- nya.... bisakah manusia merubah apa yang Tuhan telah ketahui...? Dengan ikhtiar...

Sinar Agama: Benito: Yang Tuhan ketahui itu adalah mencakup semuanya dari ikhtiar manusia dan akibatnya. Jadi kalau yang diketahuiNya itu adalah sesuatu yang akan dirubah oleh manusia sesuai ikhtiarnya, maka Diapun mengetahuinya. Dan kalau yang diketahuiNya adalah sesuatu yang memang manusianya sendiri tidak mau merubahnya, maka Diapun akan mengetahuinya. Ringkasnya, Tuhan tahu seluk pilihan dan perubahan serta pilihan akhir manusia yang manusia- nya itu tidak akan mengubahnya lagi.Dan Mengetahui ini bukan menentukan, karena yang diketahuiNya adalah ikhtiar mansuia itu.Jadi, Pengetahuan Allah terhadap ikhtiar manusia ini pasti benar. 

Sinar Agama: Apakah pengetahuan pasti anda bahwa orang hamil di sebelah rumah anda yang akan melahirkan manusia dan bukan kucing, adalah penentuan anda pada ibu hamil itu untuk melahirkan manusia?

Heinrich Hmmlr: Terima kasih ustad.. atas penjelasannya... 

Sinar Agama: Benito, apakah sudah jelas masalahnya? 

Heinrich Hmmlr: Alhamdulillah.... sudah ustad... 

Sinar Agama: Syukur Hanya UntukMu ya Allah, Allahumma Shalli ’Ala Muhammad wa aalihi. 

Khommar Rudin: Allah humma shalli alla Muhammad wa alli Muhammad. 

Doni Handoyo: allah humma shalli alla muhammad wa alli muhammad 

Ammar Dalil Gisting: Alhamdulilah.. Allahumma sholli ‘ala Muhammad wa aali Muhammad wa ‘ajjil farojahum.. Syukron Ustadz, atas bimbingannya.. Jazakallahu khaeron katsiron.. Semoga bisa menggiring pada jalan ketaqwaan dalam diri ini.. Ilahi.. Amin. Salam. 

Gazali Rahman: Syukron ustad sudah di tagg. Izin copy agar dapat disimpan menjadi hasanah Ilmu yang bermanfaat..... 

Sinar Agama: Salam dan terimakasih untuk semua dukungan dan jempol serta komentarnya. Tulisan-tulisan saya bisa digunakan kepada selain bisnis, itu saja. hem.... jadi bisa disimpan disebar dsb yg tanpa bisnis. 

Gazali Rahman: Terimakasih atas izinnya dan akan dilakukan sesuai arahan antum. 

Sinar Agama: Ok, tapi usahakan tanpa edit, karena takut berubah maksud. Dan saya untuk sementara idak ada waktu untuk koreksi editan teman-teman. 

Gazali Rahman: Afwan Ana tidak akan berani melakukan edit, yang melakukan edit pastilah orang yang memiliki kemampuan lebih, apalagi ini tulisan Ustad Sinar Agama... Insya ALLAH kalau awan paginya telah berlalu dan cahaya mentari sudah menerangi dengan jelas setiap yang samar maka ketika itulah perjumpaan yang akan menimbulkan kesan yang mungkin tidak akan terlupakan. 

D-Gooh Teguh: Thanks A Lot. Berusaha membacai dan memahaminya serta menginternalisasi dalam diri. 

Sinar Agama: Terimakasih untuk semua dukungannya, pastikan bahwa al-fakir adalah salah satu pendo’a untuk antum semua. Mas Teguh hampir kelupaan, ingat di bag:2, makanya bag: 2 dulu baru bag: 1, afwan. 

D-Gooh Teguh: Sudah dibaca semuanya ustad... menjadi semacam alarm. Seringkali saya mengatakan demikian: 

Tuhan tetapkan jodoh laki-laki adalah perempuan maka yang mencari selain lawan jenisnya adalah zalim. Masalah yang mana cari sendiri yang mau sama mau. 

Tuhan telah tebarkan rizieq (dalam artian pemenuhan kebutuhan hidup) elu kumpulkanlah sendiri dengan daya upayamu. 

Tuhan telah tentukan berbagai penyebab kematian. Pilhlah cara matimu sendiri. Salahkah...?

Sinar Agama: Mas Teguh: Yang antum katakan itu sebenarnya fitrah. Karena itu saya heran mengapa sampai ratusan tahun rukun iman ke 6 itu tetap langgeng, padahal tidak ada pijakan fitrahnya dan pijakan Qur'annya. Oleh karena itu yang saya tulis itu sebenarnya penyadaran akan hukum alam yang termasuk sosial di dalamnya itu dan bahwasannya Tuhan tidak pernah menentukan siapa-siapanya. Aturan-aturan alam dan sosial itu meliputi yang benar dan yang salah. Lelaki kawin dengan perempuan=benar, lelaki kawin dengan lelaki=salam....dst. 

Jadi benar yang antum katakan. Akan tetapi jangan sampai seperti Mu’tazilah yang ajarannya sampai ke kita bahwa mereka mengatakan bahwa Tuhan hanya menunggu. Tidak demikian. Karena akibat tidak pernah bisa melepaskan diri dari sebab-kewujudannya, oleh karena itu Tuhan di samping tahu siapa yang mau memilih apa-apapun , begitu pula Tuhan menyertai kita semua karena Dia adalah sebab yang tidak terpisahkan dari akibatnya yakni dari diri kitanya. Itu saja yang harus antum perhatikan. Jadi, jangan sesekali menatap alam dan diri serta kehidupan sosial manusia ini, mandiri dariNya, sedetikpun.

Junam Zahra Afdzalunnisa: Jazakallahukhairn katsiraan. 

D-Gooh Teguh: Thengkyu Pak Ustad... insyallah manfaat. Maaf keyboard hurup EP saya gak mau fungsi. Jadilah saya urang sunda dulu sampai dibenerin. Semoga Allah melindungi Ustad... 

Malik Al-Asytar: SINAR... ALHAMDULILLAH.. SUKRON ELMUNYE YEH, MANTEEEP NEH MANFAAT BANGET.. IZIN SHARE YEH. 

Mustofa Chepy Habsyie: INI BARU TAUHID NAMANYA...yang laen no hid.

Sinar Agama: Sungguh aku sering haru dan kadang bahagia sampai tertawa sendiri melihat kebahagiaan antum dan komentar-komentar serta do’anya. Ana yang dina ini sangat mencintai kalian semua, kurasa tak ada hari tanpa doa untuk kalian para AB, dan kurasa tak pernah ada hari tanpa ana ziarah untuk antum semua, semoga antum bahagia dunia-akhirat bersama yang antum cintai, dan semoga ana yang dina ini dapat mengiringi antum dari belakang menuju jalan keselamatan dan kebahagiaan itu, amin. Gunakan aja tulisanku untuk ibadah dan selain bisnis ... afwan.

D-Gooh Teguh: Suka sekali dengan komen ustad sinar di atas. Bahagianya... 

Baba Sanglegenda: Izin di share dan di note ya buat entar bacanya panjang... 

Sinar Agama: Mas Teguh, hati itu akan ketemu hati, semoga saja syetan tak pernah memporakkan persaudaraan ini dan semoga selalu dalam kebaikan dan agama. Mas Baba: silahkan saja u well come. 

Bande Husein Kalisatti: Ketinggalan ana nich.. 

Ammar Dalil Gisting: Alhamdulilah.. Allahumma sholli ’ala Muhammad wa aali Muhammad wa ’ajjil farojahum.. Syukron Ustadz., Jazakallahu khaeron katsiron... Salam.


Catatan Sebelumnya:




اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وآلِ مُحَمَّدٍ وعَجِّلْ فَرَجَهُمْ