Tampilkan postingan dengan label Wali. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Wali. Tampilkan semua postingan

Rabu, 22 Agustus 2018

Lensa (Bgn 18): Ruh Para Nabi, Wali



Oleh Ustad Sinar Agama 

Oleh Anggelia Sulqani Zahra pada 28 Juni 2011 pukul 19:22



Imam Ja’far shadiq as berkata :

“Pada para nabi dan para wali terdapat lima ruh, yaitu Ruh Badan (kehidupan), Ruh Kudus, Ruh kekuatan, Ruh Syahwat, Ruh Keimanan sementara pada kaum mukminin terdapat 4 Ruh yakni Ruh Badan, Ruh Syahwat, Ruh Kekuatan, Ruh Keimanan. Dan pada kaum kafir terdapat tiga Ruh yakni Ruh badan, Ruh Syahwat dan ruh kekuatan Ruh Keimanan menyertai jasad kaum mukminin selama jasad itu tak melakukan dosa besar, bila dosa besar dilakukan maka ruh Keimanan meninggalkan jasadnya. Sementara orang yang padanya menetap ruh Kudus tidak akan melakukan dosa besar untuk selama- lamanya.“ ( Biharul Anwar, jil.25 hal 53 )


Sinar Agama: Maksud hadits itu adalah ruh-ruh yang ada itu sebagiannya dari Tuhan tanpa melalui ikhtiar manusia, seperti ruh badan (artinya daya tambang), dan ruh kekuatan (daya nabati dan gerak ikhtiari) serta ruh akal yang berarti kemampuan berfikir.

Tetapi sebagian ruhnya, yakni sebagian daya ruhnya, ada yang dari Tuhan tetapi melalui ikhtiar dan usaha manusia, seperti ruh Qudus atau ruh suci itu.

Jadi, ruh itu hanya satu, akan tetapi memiliki berbagai daya yang fitrawi atau naturalis, ada yang timbul setelah baiknya ikhtiar dan usahanya seperti ruh Qudus atau kesucian itu.

Dan ruh qudus itu dicapai dengan ruh daya akal yang akal secara hakiki. Yakni mengetahui dengan benar dan diikuti dengan benar pula. Karena itu, sangat diwajibkan dalam Islam untuk berdalil dalam segala kepercayaan kita dan mengaplikasikannya dalam kehidupan nyata. Kalau semua itu sudah dilakukan, maka ruh daya qudus itu akan dicapai semua orang. Yakni bukan hanya nabi dan wali.

Jadi hadits di atas itu, hanya berfungsi memberikan kabar kepada kita bahwa kalau sudah jadi nabi artinya sudah mencapai derajat kenabian itu dengan ikhtiarnya, maka ia pasti sudah mencapaikan ruh daya akal natulisnya itu ke maqam akal suci atau qudus karena kebenaran ilmu dan amalnya.

Karena itu, maka ruh ikhtiari itu, yakni ruh yang berdaya dengan daya yang dicapai dengan ikhtiari itu, seperti iman dan qudus, bisa hilang dan pergi sesuai dengan apa yang dilakukan oleh pembawanya.

Tentu saja, bagi yang sudah sampai ke tingkat sangat tinggi seperti kenabian, bukan kewalian, maka biasa sudah tidak akan jatuh lagi. Karena syethan sudah tidak menjangkau keinginan mereka hingga dapat menipunya.

Tetapi kalau sekedar ruh daya ikhtiari yang sampai ke tingkat wali, maka ia masih bisa berubah menjadi rendah kalau perbuatannya berubah menjadi rendah.

Sebaliknya juga, ruh yang berada di tingkat bawah, ia juga bisa naik dengan ilmu dan aplikasinya. Karena itu tidak ada jalan untuk putus asa dan bangga bagi kita semua.

Jab Gamal Gamal : Berapa daya fitrawi ruhnya imam??? Kenapa yang disebuti cuma nabi dan wali???

Sinar Agama : Entah pertanyaan mas Jab ini ke siapa? Saya akan menjawabnya bahwa penjelasan yang datang dari para nabi dan imam, tidak mesti mencakup segala dimensi. Karena bisa saja dijelaskan di tempat lain. Ayat-ayat Tuhan juga seperti itu. Karena itulah memahami sebuah ayat atau hadits, tidak bisa hanya dengan dirinya sendiri tanpa dikomperasikan dengan ayat-ayat dan hadits-hadits lainnya. Karena itu, maka dapat dikatakan bahwa ruh imam itu adalah ruh yang termasuk daya ikhtiari seperti nabi dan wali. Dan pangkat imam ini, karena ia merupakan maqam di atas maqam kenabian, maka sudah tentu ruhmya memiliki maqam lebih tinggi.

Namun demikian kelebihtinggiannya itu tidak mesti dengan nama lain dari qudus itu. Jadi ruh mereka adalah ruh suci dan qudus akan tetapi lebih tinggi dari maqam ruh kenabian.

Sudah tentu banyak sekali ruh nabi itu yang juga mencapi ruh imam ini. Seperti nabi Nabi Muhammad saww, atau nabi Ibrahim yang diangkat ke maqam imam ini setelah beliau sepuh (tua) dalam kenabian dan kerasulan.

Yang perlu diingat adalah bahwa semua ruh-ruh itu, yakni daya-daya itu adalah daya yang ada setelah ikhtiar. Maksudnya ruh kenabian dan keimamahan itu. Sebagaimana ruh wali juga demikian.



Wassalam.


Tika Chi Sakuradandelion dan 2 orang lainnya menyukai ini.



اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وآلِ مُحَمَّدٍ وعَجِّلْ فَرَجَهُمْ