Tampilkan postingan dengan label ribawi. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label ribawi. Tampilkan semua postingan

Minggu, 11 Oktober 2020

Hukum Bunga Bank dan Perkreditan


Oleh Ustadz Sinar Agama http://www.facebook.com/groups/210570692321068/doc/275873222457481/ Oleh Anggelia Sulqani Zahra pada 14 November 2011 pukul 22:17


Haykel Ok: Assalamualaikum ustadz. Maaf, saya punya beberapa pertanyaan: 1. Apa hukumnya bunga bank? 2. Apa hukumnya kredit kendaraan bermotor/rumah melalui bank yang pastilah ada bunganya? 3. Apa hukumnya meminjam uang di bank untuk modal usaha? 4. Apa hukumnya jika kita menjual barang dengan cara dikreditkan? 5. Sebenarnya yang jelas-jelas riba itu seperti apa contohnya?

Terima kasih banyak sebelumnya..

Senin, 04 Mei 2020

Bunga Bank dan Penyalurannya


Seri tanya-jawab: Yetty Fathimah dan Sinar Agama http://www.facebook.com/groups/210570692321068/doc/?id=231328980245239 by Sinar Agama (Notes) on Tuesday, August 9, 2011 at 5:23am


Yetty Fathimah: Salam ustadz...Sya prnah membaca di salah satu catatan ustadz, Saya pernah membaca di salah satu catatan ustadz bahwa bunga bank adalah riba. Apakah itu untuk bank konvensional, bagaimana dengan bank syariah?

Yetty Fathimah: Apabila kita memiliki rekening. Di bank untuk keperluan usaha yang otomatis akan mendapatkan bunga, bagaimana kita harus menggunakan nya? Apakah bisa untuk dipakai shodaqoh? Dan bagaimana cara yang aman untuk menyimpan sedikit uang kita.. Mohon pen- jelasannya ustadz.. Terimakasih...

Selasa, 24 Desember 2019

Pengembalian Sebagian Uang Riba dari Diri Kita Kepada Kita Sendiri


Seri tanya jawab Irsavone Sabit dengan Sinar Agama November 2, 2013 at 4:39 pm


Irsavone Sabit mengirim ke Sinar Agama: 20-4-2013, Salam, seperti yang dijelaskan sebelumnya bahwa boleh meminjam uang di bank selama tidak ada lagi tempat meminjam yang tidak memakai bunga, nah bagaimana kalau kita meminjam uang di bank syari’ah, kemudian pihak bank, memberikan pengembalian uang Rp. 100.000 rupiah/bulan dalam bentuk tabungan, apakah uang tersebut halal?

Bande Husein Kalisatti dan Uthman Hapidzuin menyukai ini.


Sinar Agama: Salam dan terima kasih pertanyaannya: Tapi afwan saya belum paham. Bisa diterangkan lebih jauh, sekalian dengan berapa pinjamannya, berapa harus membayarnya, dan mengapa bisa ada pengembalian tiap bulan Rp. 100.000 itu? Terimakasih.

Irsavone Sabit: Misalnya kita meminjam uang di bank syari’ah Empat Puluh Juta selama lima tahun, dengan cicilan tiap bulannya pada bank kurang lebih Sembilan Ratus Ribu Rupiah tiap bulannya, nah bank mengembalikan dalam bentuk tabungan sebesar seratus Ribu rupiah tiap bulannya pada nasabah, kenapa dikembalikan Seratus Ribu rupiah, hal itu sudah ketentuan bank, apakah uang pengembalian seratus ribu rupiah tersebut oleh bank pada nasabah halal?

Sinar Agama: Terima kasih penjelasannya: Dengan contoh yang antum berikan itu, berarti antum harus mengembalikan pinjaman 40 juta itu sebesar 54 juta (900,000 x 12 x 5 = 54 juta). Jadi, antum harus membayar bunga/riba sebesar 14 juta. Lalu bank mengembalikan kepada antum 100,000 sebulan dimana akan menjadi 100,000 x 12 x 5 = 6 juta. Dengan demikian, sebenarnya antum membayar riba-nya itu sebesar 8 juta hasil dari 14 juta - 6 juta = 8 juta.

Dengan perhitungan itu, maka antum tidak memakan uang riba, tapi uang antum sendiri yang semestinya dibayarkan untuk ribanya itu. Yakni bagian dari uang antum yang mesti dibayarkan ke bank.


Menurut saya, uang itu bukan uang riba, karena uang sendiri. Artinya, pembagian riba tapi dari riba yang kita bayarkan ke bank. Kalau riba itu dari pembayaran orang lain, maka jelas riba buat antum.

Namun demikian, supaya tidak bermasalah sama sekali, maka antum niatkan saja pada setiap pembayaran itu, bahwa yang 100,000 itu hanya dititipkan saja ke bank. Yakni jangan diniatkan sebagai pembayaran riba. Atau niatkan saja dari awal memang sebagai tabungan antum.

Semua ini, kalau memang pasti bahwa bank syari’ah itu tidak syari’ah, sebagaimana kita kira selama ini seukuran sampainya informasi kepada kita dalam diskusi-diskusi di facebook ini. Tapi kalau ternyata suatu saat terbukti syari’ah, maka jelas 100.000 itu bisa dihitung sebagai bonus tambahan bagi hasil.

Irsavone Sabit: Terimakasih atas penjelasan Ustadz Sinar Agama.

Vito Balataw: Salam, sekedar informasi bank syari’ah apapun di Indonesia tidak mungkin syari’ah, karena semua bank baik non syari’ah (konvensional) maupun “syari’ah” di bawah naungan Bank Indonesia (BI) yang menerapkan sistem keuangan Kapitalis/ribawi. Afwan.

Sinar Agama: Vito: Itu juga masalah buat bank syari’ah. Dulu, sekitar 20 tahun yang lalu, ketika awal-awal bank syari’ah ini dipromosikan, bahkan ada yang berkata bahwa dana yang masuk, tidak sepenuhnya dialokasikan dengan permodalan mudharabah atau bagi hasil. Karena hal itu perlu kepada program yang luas, serius dan dengan penuh ketekunan dan perombakan ekonomi Indonesia. Karena itu, katanya, dana-dana itu kebanyakannya masih diputar di bank yang bagian bukan syari’ahnya, yakni bank yang menaungi bank syari’ah yang memang bukan syari’ah itu.

By the way, menurut alfakir dalam penerapan pemahaman fikih Ahlulbait as, tidak menyentuh apapun hasil/bunga-nya adalah kewajiban yang tidak bisa dianggap ringan mengingat dosa riba terlalu besar buat manusia.


Wassalam.



اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وآلِ مُحَمَّدٍ وعَجِّلْ فَرَجَهُمْ

Sabtu, 07 Desember 2019

Kerja di Bank Ribawi dan Syari’ah



seri tanya jawab Husein Amrillah dengan Sinar Agama 
July 17, 2013 at 6:31pm



Husein Amrillah mengirim ke Sinar Agama: (15-3-2013) Afwan ustadz,.. ana masih bingung bagaimana orang kerja di bank haram ? Nanti kalau gak ada karyawan bank kegiatan ekonomi ya lumpuh... 

Sang Pencinta: Salam, ikut bantu, bekerja di bank umum (yang menerapkan sistem bunga) boleh, diniatkan bahwa gaji/uang yang diambil bukan yang hasil dari riba. 

Irsavone Sabit: Masa sih, setahu saya ustadz mengatakan boleh kerja di bank bagi karyawan yang tidak ada hubungan langsung dengan kegiatan bank, seperti satpam dan pelayan teh, tetapi untuk menjadi karyawan tidak boleh...apa demikian ustadz?   

Sinar Agama: Salam dan terimakasih pertanyaannya:  

Kerja di bank yang bersistem tidak Islam, seperti menggunakan sistem riba, adalah haram. Kerja di bank seperti ini, baru bisa halal, kalau tidak termasuk bagian dari pekerjaan pinjam meminjam dan peribaan itu, seperti tukang tehnya, tukang kebunnya, dan seterusnya. 

Tapi kalau berhubungan dengan pinjam meminjam itu, baik langsung (seperti penerima peminjam, derektur... dan seterusnya...) atau tidak (yang tidak langsung seperti pengadaan komputernya, sistemnya, listriknya ..dan seterusnya), maka haram.  

Dan orang yang kerja di bank yang tidak berhubungan dengan pinjam meminjam itu, seperti tukang teh dan tukang sapu serta tukang kebun itu, sekalipun pekerjaannya halal, belum tentu uang bayarannya juga halal. Kalau dibayar dengan uang halal atau tidak tahu halal atau tidaknya, maka halal. 

Tapi kalau kita tahu dengan yakin bahwa dibayar dengan uang haram, seperti hasil bunga-bunga itu, maka pasti haram.  Nah, kalau kita tidak tahu apakah dibayar dengan uang halal atau haram itulah saya mengatakan hati-hatinya, ketika mau ambil bayaran di rekening banknya, niatkan untuk ambil yang halalnya seperti uang asli atau modalnya yang ditanam orang-orang untuk peribaan atau pembungaan itu.   

Husein Amrillah: Afwan ustadz setahu saya semua bank ada bunganya ustadz, termasuk buat bayar karyawan, pengadaan peralatan, tempat dan lain-lain. Bank kan hidup dari bunga...  

Sang Pencinta: HA: Pendapatan bank tidak semuanya dari hasil bunga kredit/angsuran, bank juga melakukan investasi seperti saham (pasar modal), real estate dan lain-lain. 

Sinar Agama: Pencinta: Dilihat sistem saham pasar modalnya itu. 

Pertama, apa betul ia melakukan itu dan berapa persen. 

Ke dua, siapa yang menjalankannya, apakah bank itu sendiri atau anak bank. Kalau bank itu sendiri, maka hal tersebut bisa halal kalau pasar modal yang diikuti juga halal. Tapi kalau anak bank, maka biasanya pembayaran anak bank itu, dengan riba. Kalau seperti ini, maka tetap haram. Begitu pula real estate itu. 

Sang Pencinta: Sabtu. Salam, ada yang bertanya, bagaimana dengan bekerja di Bank Syariah ustadz? terimakasih. — bersama Sinar Agama.  

Ummi Tazkia Fathimatuz Zahro: Nyimak. 

Sinar Agama: Salam dan terimakasih pertanyaannya: Kalau bank yang menamakan diri syariah itu tidak mengambil riba, maka tidak masalah. 

Kurasa dulu sudah pernah dibahas detail di sini, coba antum lihat-lihat lagi yang membahas apakah bank syariah itu benar-benar syariah. Waktu itu, tidak ada yang bisa membuktikan bahwa bank syariat itu benar-benar syariat. 

Sang Pencinta: Setelah membuktikan bahwa bank Syariah itu tidak benar-benar syariah, bekerja di sana tidak boleh ustadz? 

Sinar Agama: Pencinta: Kalau sudah jelas meriba juga, maka jelas tidak boleh kerja di bank tersebut sekalipun dinamai bank syariah. 

Khommar Rudin:  اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وآلِ مُحَمَّدٍ وعَجِّلْ فَرَجَهُمْ

Illa Meilasari: Setahu saya....afwan...yang disebut dengan riba di bank itu dalam konsep bunga, baik itu untuk tabungan maupun pinjaman...dan beda bunga dengan bagi hasil (yang diterapkan oleh sistem syariah) hanya terletak pada penetapan prosentase keuntungan yang didapatkan baik oleh pihak bank maupun nasabah...pada sistem bunga tidak peduli dengan fluktuasi keuntungan usaha...sedang bagi hasil mempertimbangkan fluktuasi keuntungan usaha....

nah justru yang jadi pertanyaan saya...misal dalam tabungan...sebetulnya baik bunga atau bagi hasil... sebenarnya kita dapatkan dengan cara ongkang-ongkang kaki...apalagi tidak tahu uang kita itu mengalir ke jenis usaha apa karena tak ada transparansi dari pihak banknya sendiri atau ketika kita tanya pun bilangnya pada sektor riil...tapi bagaimana membuktikannya?....nah bagaimana kita memperlakukan pada uang lebih ini yang didapatkan menurut marja’ karena zaman sekarang sulit tidak berhubungan dengan bank...  

Sang Pencinta: Illa, ini teh https://www.dropbox.com/s/pmeewox0ruqlyib/Rezeki%2C%20Bisnis%20dan%20Bekerja. pdf?v=0mcn hal 47.  Rezeki, Bisnis dan Bekerja.pdf www.dropbox.com

Sinar Agama: Ila: Secara umum, mudharabah itu adalah kalau untung menjadi bagi hasil dan 
kalau rugi menjadi tidak bayar modal (masih banyak kerinciannya lihat nukilan Pencinta). Tapi kalau bank-nya tidak mau tahu, dan kerjasamanya menjadi, kalau untung maka bagi hasil dan kalau rugi wajib bayar modalnya ke bank, maka hal ini sulit dikatakan selain peminjaman. 

Jadi, sepintas, bank syariat itu adalah meminjamkan uang dengan riba kalau untung dan meringankan beban ribanya kalau rugi. 

Mame’ Al-hurr: Saya kan nabung, tiap bulan 200 ribu sampai dengan 15 tahun. Secara hitung-hitungan, 15 dalam 15 tahun tersebut total yang dikumpulkan sebesar 36 jt. Tapi karena sistem bagi hasil, saldo yang bisa diambil setelah 15 tahun dimaksud sebesar 120 jt. Itu bagaimana?

Denny Siregar: Bank syariah di Indonesia prinsipnya sama dengan bank umum, hanya beda nama. Tetap saja konsepnya bagi untung, bukan bagi rugi. Wassalam. 18 people like this.

Khommar Rudin:  اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وآلِ مُحَمَّدٍ وعَجِّلْ فَرَجَهُمْ

Angga Corleone: 7: bekerja ѐ perusahaan leasing motor atau mobil gimana ustaz {karena setahu saya  m- jatuh kredit barang dan kata ustaz tidak m$ } tapi kebanyakan perusahaan leasing tersebut anak perusahaan bank atau mendapatkan modalnya melalui bank dengan sistem bunga.

Sinar Agama: Angga, tulisan antum tidak jelas maksudnya. Kalau maksud antum adalah kridit barang, maka boleh sekalipun ada bunganya. Dan bunga itu dalam istilah fiqih tidak disebut bunga dan hanya disebut untung. Yakni keuntungan lebih yang didapatkan dari membayar tidak kontan (kredit).

Dan kalau maksud antum pinjam modal ke bank untuk usaha, maka boleh kalau dengan dua syarat: Pertama, tidak ada tempat lain untuk meminjam yang tanpa bunga. Kedua, tetap tidak rela pada sistem bunga dan sewaktu membayarkan bunganya.