Tampilkan postingan dengan label Bank Syariah. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Bank Syariah. Tampilkan semua postingan

Sabtu, 07 Desember 2019

Kerja di Bank Ribawi dan Syari’ah



seri tanya jawab Husein Amrillah dengan Sinar Agama 
July 17, 2013 at 6:31pm



Husein Amrillah mengirim ke Sinar Agama: (15-3-2013) Afwan ustadz,.. ana masih bingung bagaimana orang kerja di bank haram ? Nanti kalau gak ada karyawan bank kegiatan ekonomi ya lumpuh... 

Sang Pencinta: Salam, ikut bantu, bekerja di bank umum (yang menerapkan sistem bunga) boleh, diniatkan bahwa gaji/uang yang diambil bukan yang hasil dari riba. 

Irsavone Sabit: Masa sih, setahu saya ustadz mengatakan boleh kerja di bank bagi karyawan yang tidak ada hubungan langsung dengan kegiatan bank, seperti satpam dan pelayan teh, tetapi untuk menjadi karyawan tidak boleh...apa demikian ustadz?   

Sinar Agama: Salam dan terimakasih pertanyaannya:  

Kerja di bank yang bersistem tidak Islam, seperti menggunakan sistem riba, adalah haram. Kerja di bank seperti ini, baru bisa halal, kalau tidak termasuk bagian dari pekerjaan pinjam meminjam dan peribaan itu, seperti tukang tehnya, tukang kebunnya, dan seterusnya. 

Tapi kalau berhubungan dengan pinjam meminjam itu, baik langsung (seperti penerima peminjam, derektur... dan seterusnya...) atau tidak (yang tidak langsung seperti pengadaan komputernya, sistemnya, listriknya ..dan seterusnya), maka haram.  

Dan orang yang kerja di bank yang tidak berhubungan dengan pinjam meminjam itu, seperti tukang teh dan tukang sapu serta tukang kebun itu, sekalipun pekerjaannya halal, belum tentu uang bayarannya juga halal. Kalau dibayar dengan uang halal atau tidak tahu halal atau tidaknya, maka halal. 

Tapi kalau kita tahu dengan yakin bahwa dibayar dengan uang haram, seperti hasil bunga-bunga itu, maka pasti haram.  Nah, kalau kita tidak tahu apakah dibayar dengan uang halal atau haram itulah saya mengatakan hati-hatinya, ketika mau ambil bayaran di rekening banknya, niatkan untuk ambil yang halalnya seperti uang asli atau modalnya yang ditanam orang-orang untuk peribaan atau pembungaan itu.   

Husein Amrillah: Afwan ustadz setahu saya semua bank ada bunganya ustadz, termasuk buat bayar karyawan, pengadaan peralatan, tempat dan lain-lain. Bank kan hidup dari bunga...  

Sang Pencinta: HA: Pendapatan bank tidak semuanya dari hasil bunga kredit/angsuran, bank juga melakukan investasi seperti saham (pasar modal), real estate dan lain-lain. 

Sinar Agama: Pencinta: Dilihat sistem saham pasar modalnya itu. 

Pertama, apa betul ia melakukan itu dan berapa persen. 

Ke dua, siapa yang menjalankannya, apakah bank itu sendiri atau anak bank. Kalau bank itu sendiri, maka hal tersebut bisa halal kalau pasar modal yang diikuti juga halal. Tapi kalau anak bank, maka biasanya pembayaran anak bank itu, dengan riba. Kalau seperti ini, maka tetap haram. Begitu pula real estate itu. 

Sang Pencinta: Sabtu. Salam, ada yang bertanya, bagaimana dengan bekerja di Bank Syariah ustadz? terimakasih. — bersama Sinar Agama.  

Ummi Tazkia Fathimatuz Zahro: Nyimak. 

Sinar Agama: Salam dan terimakasih pertanyaannya: Kalau bank yang menamakan diri syariah itu tidak mengambil riba, maka tidak masalah. 

Kurasa dulu sudah pernah dibahas detail di sini, coba antum lihat-lihat lagi yang membahas apakah bank syariah itu benar-benar syariah. Waktu itu, tidak ada yang bisa membuktikan bahwa bank syariat itu benar-benar syariat. 

Sang Pencinta: Setelah membuktikan bahwa bank Syariah itu tidak benar-benar syariah, bekerja di sana tidak boleh ustadz? 

Sinar Agama: Pencinta: Kalau sudah jelas meriba juga, maka jelas tidak boleh kerja di bank tersebut sekalipun dinamai bank syariah. 

Khommar Rudin:  اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وآلِ مُحَمَّدٍ وعَجِّلْ فَرَجَهُمْ

Illa Meilasari: Setahu saya....afwan...yang disebut dengan riba di bank itu dalam konsep bunga, baik itu untuk tabungan maupun pinjaman...dan beda bunga dengan bagi hasil (yang diterapkan oleh sistem syariah) hanya terletak pada penetapan prosentase keuntungan yang didapatkan baik oleh pihak bank maupun nasabah...pada sistem bunga tidak peduli dengan fluktuasi keuntungan usaha...sedang bagi hasil mempertimbangkan fluktuasi keuntungan usaha....

nah justru yang jadi pertanyaan saya...misal dalam tabungan...sebetulnya baik bunga atau bagi hasil... sebenarnya kita dapatkan dengan cara ongkang-ongkang kaki...apalagi tidak tahu uang kita itu mengalir ke jenis usaha apa karena tak ada transparansi dari pihak banknya sendiri atau ketika kita tanya pun bilangnya pada sektor riil...tapi bagaimana membuktikannya?....nah bagaimana kita memperlakukan pada uang lebih ini yang didapatkan menurut marja’ karena zaman sekarang sulit tidak berhubungan dengan bank...  

Sang Pencinta: Illa, ini teh https://www.dropbox.com/s/pmeewox0ruqlyib/Rezeki%2C%20Bisnis%20dan%20Bekerja. pdf?v=0mcn hal 47.  Rezeki, Bisnis dan Bekerja.pdf www.dropbox.com

Sinar Agama: Ila: Secara umum, mudharabah itu adalah kalau untung menjadi bagi hasil dan 
kalau rugi menjadi tidak bayar modal (masih banyak kerinciannya lihat nukilan Pencinta). Tapi kalau bank-nya tidak mau tahu, dan kerjasamanya menjadi, kalau untung maka bagi hasil dan kalau rugi wajib bayar modalnya ke bank, maka hal ini sulit dikatakan selain peminjaman. 

Jadi, sepintas, bank syariat itu adalah meminjamkan uang dengan riba kalau untung dan meringankan beban ribanya kalau rugi. 

Mame’ Al-hurr: Saya kan nabung, tiap bulan 200 ribu sampai dengan 15 tahun. Secara hitung-hitungan, 15 dalam 15 tahun tersebut total yang dikumpulkan sebesar 36 jt. Tapi karena sistem bagi hasil, saldo yang bisa diambil setelah 15 tahun dimaksud sebesar 120 jt. Itu bagaimana?

Denny Siregar: Bank syariah di Indonesia prinsipnya sama dengan bank umum, hanya beda nama. Tetap saja konsepnya bagi untung, bukan bagi rugi. Wassalam. 18 people like this.

Khommar Rudin:  اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وآلِ مُحَمَّدٍ وعَجِّلْ فَرَجَهُمْ

Angga Corleone: 7: bekerja ѐ perusahaan leasing motor atau mobil gimana ustaz {karena setahu saya  m- jatuh kredit barang dan kata ustaz tidak m$ } tapi kebanyakan perusahaan leasing tersebut anak perusahaan bank atau mendapatkan modalnya melalui bank dengan sistem bunga.

Sinar Agama: Angga, tulisan antum tidak jelas maksudnya. Kalau maksud antum adalah kridit barang, maka boleh sekalipun ada bunganya. Dan bunga itu dalam istilah fiqih tidak disebut bunga dan hanya disebut untung. Yakni keuntungan lebih yang didapatkan dari membayar tidak kontan (kredit).

Dan kalau maksud antum pinjam modal ke bank untuk usaha, maka boleh kalau dengan dua syarat: Pertama, tidak ada tempat lain untuk meminjam yang tanpa bunga. Kedua, tetap tidak rela pada sistem bunga dan sewaktu membayarkan bunganya.



Jumat, 10 Mei 2019

Bank Syari’ah Yang Belum Tentu Syari’ah


Seri tanya jawab Irsavone Sabit dengan Sinar Agama
by Sinar Agama (Notes) on Sunday, April 7, 2013 at 10:55 am


Irsavone Sabit: Salam Ustadz. Afwan, pertanyaan initerinspirasi dengan pembahasan di TV one tentang bank syariah. Menurut keterangan yang saya dapatkan bahwa tidak seluruhnya bank syariah itu 100% syariah. pertanyaannya, apakah boleh menyimpan uang dibank syariah, dan kemudian mendapat keuntungan bagi hasil dari penyimpanan uang tersebut, dan diniatkan keuntungan di ambil dari uang yang halal? — bersama Sinar Agama. 

RenDieyKoplak: 6k t’u ach, 6k ikutan yua 

Sinar Agama: Salam dan terimakasih pertanyaannya: 

Bagi hemat saya yang tidak mengetahui kecuali sedikit ini, bank syari’ah di Indonesia itu, belum syari’ah. Karena ketika meminjamkan modal untuk pengusaha, tetap saja diharuskan bayar kelebihan yang diistilahkan dengan bagi hasil. Sementara kalau rugi, peminjam itu tetap saja diwajibkan mengembalikan modalnya. 


Memang, masih banyak kerincian fikih bisnis ini dan kejelasannya harus diadakan riset terhadap alasan pensyari’ahan mereka itu. Dalilnya apa dan bagaimana prakteknya. 

IrsavoneSabit: Jadi kalau ragu apakah haram atau halal, walaupun pihak bank bilang halal, apakah dihukumi haram ustadz? 

BagaskaraManjer Kawuryan: Perbankan Syariah di Indonesia kebanyakan cuma nama doang nebeng “syariah“ isi nya sama saja sama perbankan konvensional. 

SangPencinta: IS: Ustadz pernah menjawab: 

Sinar Agama: Aira: Meminjam di bank biasa, jelas riba. Dan meminjam di bank syari’ah di Indoneisa, sangat mungkin masih riba. 

Akan tetapi meminjam dan meminjamkan, ada perbedaannya sekalipun sama-sama haram. 

Kalau meminjam, maka keharamannya itu bisa terangkat kalau memang tidak ada lagi tempat meminjam yang tidak berbunga. Syarat ke dua, adalah hatinya tidak boleh rela terhadap sistem riba itu dan ketika membayar riba tersebut. 

Tabungan itu, sebaiknya dilakukan dengan ijin suami walau secara global. 

IrsavoneSabit: SP, afwan, yang saya tanyakan bukan meminjam, tetapi menyimpan uang di bank syariah, yang keuntungannya, katanya bagi hasil, begitu informasi pihak bank syariah yang di bank konvensional seperti bunga bank ... kalau bagi hasilkan tidak haram. 

Nita Ahmad: Sehubungan dengan pertanyaan saya kepada ust Sinar Agama beberapa hari lalu sehubungan dengan bagi hasil di bank syariah akhirnya saya sempatkan untuk mencari info ke 2 bank syariah besar dan mereka menjelaskan bahwa untuk meminjam harus ada agunan dan jika usaha yang di jalankan merugi/bangkrut totalpun pihak nasabah wajib mengembalikan pinjaman atau jalan terakhir dengan melelang agunan yang bisa berupa BPKB sertifikat rumah/tanah dan lain sebagainya...artinya pihak bank tidak mau merugi dan merujuk pada penjelasan ustadz Sinar Agama bisa disimpulkan bahwa bagi hasil tersebut adalah haram. 

BagaskaraManjer Kawuryan: Irsavone Sabit...bagi hasil atau nisbah ditentukan oleh kedua belah pihak secara ikhlas, tapi kebanyakan bank syariah di Indonesia nisbah telah ditentukan oleh bank itu sendiri, kita juga yang menabung tidak tahu apakah bank tersebut untung atau rugi dalam menjalankan usahanya? 

Nita Ahmad: Sepanjang pengertian saya atas jawaban ustad Sinar Agama halal haramnya bagi hasil dari tabungan kita berdasarkan sistem pinjam meminjam yang di jalankan . 

BagaskaraManjer Kawuryan: Kalau dalam menjalankan usahanya bank tersebut rugi dari hasil investasi kita (uang tabungan kita), secara prinsip syariah kita juga harus menanggung rugi.. berhubung nisbahnya sudah ditentukan dan usahanya tidak dijelaskan untung atau ruginya, mungkin saudara Irsavone dapat memahami dari sudut agama. 

SangPencinta: IS: Di komen ustadz di atas dan tukilan saya sudah tertulis, bank Syariah Indonesia belum Syari’ah. Sangat diperlukan riset lebih dalam, apakah sesuai dengan fikih ekonominya, (apalagi kita yang Syiah yang merujuk fatwa marja). Jadi bagi hasil tersebut adalah sangat mungkin haram. Sejauh yang saya pelajari tentang ekonomi kapitalis dan ekonomi (yang konon) Syariah di Indonesia, bank Syariah kita tidak menerapkan Syariah secara full, banyak hal adaptif sesuai dengan ekonomi global yang kapitalis. 

Nita Ahmad: Jujur saja setelah keluar dari 2 bank syariah tersebut dan mendapat kan penjelasan tentang sistem yang di jalankan ...saya meyakini bahwa bagi hasil itu haram dan mereka hanya akal-akalan saja dengan merubah istilah dari bank konvensional. 

BagaskaraManjer Kawuryan: Seperti yang saya bilang pada komen sebelumnya bahwa perbankan syariah yang ada di Indonesia cuma nama doang “syariah“ isinya seperti perbankan konvensional (walaupun di dalam sistem perbankan syariah di Indonesia ada yang namanya dewan pengawas syariah)...maka dari itu kita harus “mensyariahkan“ perbankan syariah sesuai dengan fiqh muamalah. 

Sinar Agama: Teman-teman semua: Memang masih banyak yang perlu dikaji untuk hal ini. Dari keterangan Nita dapat disimpulkan bahwa yang saya tahu sebelumnya adalah benar, bahwa bank tidak mau rugi. Jadi, bagi hasil itu sebenarnya, kalau diistilahkan dengan bahasa lama bank, disebut “Pinjaman Ringan”. Artinya, kalau rugi tidak perlu bayar bunga, tapi kalau berhasil maka harus bayar bunga. Walaupun masih ada makna lain sebagai pelengkap dari “pinjaman ringan” itu, seperti bunganya tidak tinggi. 

Tapi sekali lagi, masih ada rincian-rincian lain tentang hal tersebut di atas yang memang perlu study khusus untuk itu. 

IS: Kalau semuanya dikatakan halal atau bersih kecuali kalau setelah itu tahu bahwa hal itu haram atau najis, hal itu dikatakan kepada yang secara umum halal. Tapi kalau kita sudah tahu bahwa bank di Indonesia itu haram, maka hukum lahiriah ini tidak bisa dipakai. 

Karena itu, saya sering mengatakan bahwa uang haram itu, karena tidak ketahuan pemiliknya sekalipun ketahuan besarnya, maka tidak boleh diambil sendiri dan mesti diberikan ke orang Syi’ah yang fakir atau miskin. Tapi boleh riba itu dipotongkan untuk semua biaya administrasi di bank itu, seperti pajak bunga dan lain-lain. Intinya, kita bisa menabung 1 juta dan bisa mengambil 1 juta. Itu saja. Kelebihannya mesti disalurkan sebagaimana di atas itu. 

Kita mesti hati-hati dengan dosa riba ini, karena dosanya teramat besar. Dikatakan dalam hadits yang dinukil dalam kitab fikih Imam Khumaini ra, bahwa “satu dirham riba, dosanya sama dengan tujuh puluh zina yang semuanya dengan muhrimnya “ seperti saudarinya. Dan bahkan ada hadits dari Nabi saww bahwa “riba itu ada tujuh puluh macam yang paling ringannya, dosanya sama dengan dosa zina dengan ibunya di dalam ka’bah”. 

Di samping itu juga kalau terbawa shalat, maka shalatnya batal, baik sebagai baju, sajadah, lantai... dan seterusnya. 

Irsavone Sabit: Afwan lagi ustadz, mungkin ini case yang berbeda, misalnya saya meminjam uang di bank syariah, tentunya saya dikenakan bunga untuk itu, kemudian uang tersebut saya simpan lagi di bank syariah, apakah bisa saya mengambil bunga dari tabungan saya tersebut sebagai kompensasi dari bunga uang yang diambil bank syariah? 

Sinar Agama: IS: Tetap tidak bisa. Yang antum tanyakan ini sama dengan yang sudah dijelaskan. Ia beda contoh tapi tidak beda esensi. Karena yang menjadi intinya adalah ketidakmeyakinkannya kesyari’atan bank yang akan menjalankan uang antum itu, yang baik uang itu berasal dari pinjaman bank syari’ah juga atau uang sendiri atau apapun dia. 

Wassalam. 

Anandito Birowo: Apa dianggap tidak syariahnya “bank syariah” di Indonesia ini karena jika rugi dalam berbisnis, peminjam tetap diwajibkan mengembalikan modalnya? Bagaimana dengan perbankan di Iran, apakah jika rugi maka kreditur tidak diwajibkan mengembalikan modal pinjamannya? 

Sinar Agama: A.B: Pertama, biasanya diselidiki dulu prospek bisnisnya hingga mencapai hitungan pasti secara manusia bisnis, bukan kepastian ilmu ghaib. Ke dua, kalau tidak terjadi kesalahan pelakasananya dan sudah sesuai dengan program proyek serta hati-hati hingga tidak ada keteledoran, maka seyogyanya sudah tidak perlu mengembalikan modalnya. Ke tiga, kalau tidak ada persyaratan dari salah satu dari kedua belah pihak, bahwa ada jaminan akan peminjaman tersebut dan kalau rugi dengan apapun sebabnya maka akan ditanggung peminjam, maka seyogyanya sudah tidak mesti ada pengembalian. 

Karena masih banyak rincian itulah di judul saya katakan “....Belum Tentu Syariah” dan, di dalam bahasan juga sudah dikatakan bahwa perlu adanya kajian yang menyeluruh. 

Menyepelekan salah satu unsur saja, bisa memasukkan mu’amalah tersebut ke dalam riba. Misalnya peminjaman yang diatasnamakan modal dan semacamnya. 

Asad Syahab: Afwan saya ikut nimbrung. 

Saya hanya ingin sdikit menjelaskan dalam pembiayaan di Bank Syariah, dalam bank Syariah sendiri terdapat dalam skim, dalam hal pinjam meminjam di Bank Syariah ada jenis pembiayaan Al murabahah. Kita ambil contoh kasus ada seorang pengusaha muda yang memiliki usaha digital printing nasabah membutuhkan modal sebesar RP 50 jt untuk beli mesin print seharga 50 jt, dalam hal ini maka bank akan membelikan mesin print sebesar 50 dan akan di jual ke nasabah sebesar 70 jt bank memiliki keuntungan sebesar 20 juta pembayar nasabah ke bank secara angsuran yang sudah di tentukan bank,. 

Namun realitanya bank tidak mau repot dalam membelikan barang yang di inginkan nasabah oleh karena itu dana akan di cairkan langsung ke rekening nasabah. 

Dan ini menggunakan akad murabahah atau jual beli di saat pembiayaan di ACC oleh bank maka ada proses pengikatan layaknya sebuah akad pernikahan yakni di hadiri nasabah, saksi, notaries sebagai legalisasinya, nah di sini lah terjadi kesepakatan pinjamnya berapa? Pengembaliannya berapa bagaimana pembayarannya? Tiap bulan harus bayar berapa? Adminiistrasinya berapa semua di buka secara gamblang tanpa ada yang di tutupi . Jadi pinjam meminjam di Bank Syariah menggunakan jual beli, 

Sinar Agama: Asad: Kalau seperti yang diterangkan antum itu, maka saya pribadi yakin sekali bahwa hal itu adalah riba. Karena aqad jual-beli yang dipakai itu hanya pelarian saja. Karena pada hakikatnya tidak ada yang dijual. Jadi, aqad jual-beli tersebut sama sekali tidak dapat mengeluarkannya dari pinjaman dengan bayaran lebih/riba (20 jt). Jadi, istilah murabahah itu, atau jual-beli itu, di pengetahuan saya yang cetek ini, adalah hilah syaithani atau berkelit yang tidak benar untuk membenarkannya. Jadi, saya yakin sekali perbuatan di atas itu adalah pinjaman dengan bayaran lebih walau berulang-ulang membaca shighah/aqad jual-beli. Karena tidak ada yang dijual dan tidak ada yang dibeli. Yang ada, hanya transfer uang ke rekening nasabah. Allau A’lam. 

Zaynab Alaydrus: Tapi ustad poin yang terpenting dalam akad di bank Syariah saat pengikatan di sana di jelaskan kepada nasabah harga belinya berapa harga jualnya berapa cara pengembaliannya gimana kalau ada cacat tidak di kenakan denda. 

Anandito Birowo: Afwan kalau saya pahami di sini masih ada ikhtilaf (silang pendapat) tentang bank syariah, lalu apakah kita sesama muqallid bisa menghukumi riba? Kecuali marja’ yang memiliki otoritas mengeluarkan fatwa, menetapkan bahwa aqad tersebut termasuk riba. 

Sinar Agama: Zaynab: Penjelasan itu tidak ada gunanya. Karena jual beli itu adalah jual beli bohongan, hanya berkilah dari riba dengan kilah yang tidak benar. Jadi, tidak tergantung aqadnya saja, tapi tergantung kepada kenyataannya. Jadi, kalau jual beli, ya...harus ada barangnya atau setidaknya suratnya dan semacamnya. Bukan hanya aqad jual beli tapi yang ditransfer uangnya. 

Ini yang juga bisa dikatakan Tuhan sebagai “bukan jual beli” ketika orang-orang arab kala itu memasukkan hal seperti ini sebagai jual beli. 

Sinar Agama: Anandito: Kita ini justru sedang berusaha menerapkan fatwa itu sendiri, bukan sedang berfatwa. Kalau antum ingin tahu, maka silahkan baca fikih jual-beli atau fikih riba.


اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وآلِ مُحَمَّدٍ وعَجِّلْ فَرَجَهُمْ