Tampilkan postingan dengan label Mushaf Faatimah as. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Mushaf Faatimah as. Tampilkan semua postingan

Minggu, 17 Mei 2020

Bada', Raj'ah dan Mushhaf Faathimah as


seri tanya jawab: Mad Joger dan Sinar Agama http://www.facebook.com/groups/210570692321068/doc/232753056769498/ by Sinar Agama (Notes) on Thursday, August 11, 2011 at 3:14am

Mad Joger: Ustadz tolong jelaskan masalah bada’ dan raj’ah..? apakah mushaf Fatimah itu isinya bisa berubah atau tidak…?

Jumat, 10 Agustus 2018

Bada’, Raj’ah dan Mushhaf Faathimah as



Seri tanya jawab: Mad Joger dan Sinar Agama
by Sinar Agama (Notes) on Thursday, August 11, 2011 at 3:14am


Mad Joger: Ustadz tolong jelaskan masalah bada’ dan raj’ah..? Apakah mushaf Fatimah itu isinya bisa berubah atau tidak…?

Sinar Agama: Salam dan terimakasih pertanyannya:

(1). Tentang Bada’ sepertinya saya sudah menjelaskannya dulu. Intinya, adalah perubahan ketentuan Tuhan yang seiring dengan keadaan hambaNya. Misalnya, ketika orang berbuat dosa, maka ia ditetapkan olehNya sebagai pendosa. Tapi ketika orang itu bertaubat, maka ketentuanNya tadi dirubah menjadi taubat dan dihapus dosanya atau bahkan dosanya dirubah menjadi pahala.

Misalnya, ketika seorang berusaha dari jelek ke baik, maka efek-efek jeleknya yang tadinya merupakan ketetapannya akan dirubah menjadi ketentuan-ketentuan lain. Misalnya, bagi pemalas, maka fakir adalah ketentuannya. Jadi, si Fulan yang malas, maka ia pasti miskin (tentu malah yang kondisinya memang ke miskin, bukan malas tapi punya warisan ribuan perusahaan). Tapi ketika ia berubah menjadi rajin dan gigih serta profesional, maka Tuhan- pun akan merubah ketentuanNya kepada kaya dan semacamnya.

Sebenarnya bada’ itu adalah ijin Tuhan terhadap usaha-usaha manusia dan perubahan- perubahannya dari kondisi ke kondisi tertentu dimana bisa melahirkan akibatnya sendiri- sendiri. Jadi, Tuhan tidak pernah menentukan nasib manusia dari awal. Tapi dari kondisi sosial setiap manusia yang lahir dari manusia sebelumnya itu adalah sebagai awal kondisi dia yang akan melahirkan akibatnya sendiri. Jadi, kondisi asal atau fitrahnya setiap orang, ditentukan oleh ikhtiar manusia lain, seperti ayah-ibu dan lingkungan mereka. Misalnya, ayah-ibunya koruptor dan negara Indonesia yang seperti ini, maka si Fulan bayi itu akan terkondisikan oleh ikhtiar yang berupa keadan tersebut.

Jadi, ketentuan awalnya si Fulan bayi tersebut ditentukan oleh ikhtiar orang lain yang memang logis alamis. Jadi, Tuhan mengijinkan si Fulan bayi untuk lahir sesuai dengan ikhtiar kedua orang tuanya. Di sini, Tuhan tidak menentukan si Bayi tadi, tapi hanya mengijinkanNya lahir atas usaha kedua orang tuanya. Inilah yang dikatakan ketentuan awal Tuhan.

Sudah tentu ketika seseorang lahir di keluarga koruptor dan selalu makanan haram rakyat, dan kondisi pergaulan seperti di Indonesia ini yang sudah tidak perlu dibahas lagi dimana pacaran di dalam aktifis Islam saja sudah merupakan hal-hal yang wajar dan tidak aib, maka sudah tentu ia akan menghadapi pemandangan batil.

Ketika si anak mulai dewasa, maka sudah pasti gen, keluarga dan lingkungannya, akan sangat memberikan pengaruhnya yang, bisa dikatakan dengan was-was syethan (jin dan manusia). Nah, kalau dia tidak menggunakan akal gamblangnya dan bahkan mengikuti was- was atau pengaruh itu, maka ketentuan dia sudah pasti ke dalam kesesatan yang nyata. Yaitu memandang bahwa koruptor itu tidak jelek (ini dari sisi ilmunya sebagai akibat dan kesesatan awal yang sangat menentukan berikutannya), pacaran itu tidak jelak. Setelah ilmu yang dia ikuti ini perasaanis dan bukan akilis, maka sudah tentu dia akan meneruskan kepada akibat berikutnya, yaitu melakukannya sendiri.

Semua akibat-akibat dari pilihan yang ikhtiaris (baik dari lingkungan atau diri sendiri) itulah yang dikatakan ketentuan Tuhan yang, seberarnya adalah ijin Tuhan.

Jalan naturalis, baik individualis atau sosialis itulah yang dikatakan ketentuan awal. Alias jalan normal.

Namun demikian, ketika si anak tadi melakukan perubahan, ia mulai mengikuti akal gam- blangnya dan meninggalkan perasaannya atau akal yang bercampur perasaannya, dan memulai dengan usaha-usaha yang bersifat pilihan-pilihan ikhtiari yang lain yang lebih baik atau mutlak baik, maka sudah tentu akan melahirkan ketentuan lain yang juga lebih baik.

Nah, perubahan dari rel pertama ke rel kedua itulah yang dikatakan bada’ atau Perubahan Ketentuan Tuhan. Tentu saja, masih banyak lagi bentuk bada’, seperti perubahan perintah Tuhan kepada nabi Ibrahim as dari perintah menyembelih anak ke kambing ...dan seterusnya. dimana penjelasannya banyak sekali, seperti untuk ujian dan sebagainya. Yang jelas, kalau bada’ terjadi pada makhluk, biasanya tanpa disertai pengetahuan sebelumnya. Akan tetapi bada’ Tuhan tentu saja disertai pengetahuan sebalumnya dan bahakn sebelum alam ini dicipta.Namun, ruh dari ajaran bada’ ini sebenarnya ingin memberikan optimisme kepada manusia (yang gagal dan berdosa) agar hendaknya tidak pernah berputus asa atas Rahmat Tuhan dan, dari satu sisi yang lain (bg yang sukses dan taat) untuk tidak berlaku sombong dan terlalu percaya diri (hingga selalu hati2). Semua itu karena semuanya bisa terjadi perubahan. Tapi perubahan yang dirubahNya, melainkan perubahan yang kita lakukan sendiri.

Kesimpulan: Ajaran bada’ ini sebenarnya pengumuman Tuhan tentang luasnya kebebasan seorang hamba dalam memilih rel-rel kehidupannya, dan luasnya kesempatan yang dibe- rikanNya untuk melakukan perubahan dan taubatan nashuuha.

(2). Kalau Raj’ah saya sudah menulisnya sebelum ini, Intinya adalah dibangkitkannya beberapa orang setelah matinya di dunia ini di masa imam Mahdi as keluar nanti. Dan raj’ah ini sudah sering terjadi di jaman terdahulu, seperti shahibulkaafi, seorang shalih dengan himarnya, umat nabi Musa as yang 40 orang, ada lagi umat beliau as yang dihidupkan dengan pukulan daging sapi yang disembelih atas perintah Tuhan itu, ada lagi kejadian penghidupan orang mati ini di jaman nabi Isa as yang memang mu’jizat beliau as dimana bahkan anak nabi Nuh as pun pernah dihidupkannya dari kuburan yang sudah ratusan atau ribuan tahun.

(3). Kalau mushhaf Faathimah as itu adalah suatu buku yang berisi catatan-catatan ilmu yang ditulis oleh imam Ali as dengan diktean Hdh Faathimah as ketika sakitnya sebelum beliau syahid dimana tulisan tersebut dimaksudkan oleh beliau sebagai ilmu yang akan diwariskan kepada putra-putra beliau yang makshum as (para imam as). Jadi, buku itu selalu ada di tangan para imam as sampai detik hari ini. Yaitu berada di tangan imam Mahdi as. Karena itu, maka jelas tidak akan mengalami perubahan.

Wassalam.

Hidayatul Ilahi and 14 others like this.

Haladap Saw: Salam ustadz izin share.

Sinar Agama: Salam dan terimakasih untuk semua jempol dan komentnya (tapi sek sijhi = masih satu). 

Sinar Agama: Haura: ok, monggo saja. Seingat saya dulu juga sudah pernah kutulis tentang Bada’ itu. Entahlah. Sepertinya sih ada di catatan-catatanku.

Haladap Saw: terimakasih ustadz. Ya, ada di catatan di mekarsari 

Haladap Saw: Terlalu banyak catatan sampai lupa ya Ustadz.

Sinar Agama: Haura: Salah satu syukurku padaNya adalah taufik menulis catatan-catatan ini. Walau kulupa sudah judul-judulnya, tapi ia ada dalam sejarah kita ini dan bisa dicari ulang. Yang terlengkap di Group Berlangganan Catatan-catatan Sinar Agama yang diolah oleh Anggelia yang sekarang sudah lebih dari 170-an catatan. Tapi ada katalognya dan tinggal cari dan pencet (eh klik), maka keluar deh tulisannya. Jangan lupa doakanku, supaya yang kutulis itu tidak ngawur dan ada di jalanNya dengan dasar argumentasi gamblang. Masykuriinn.

Haladap Saw: Iya, ane tadi baca afwan tadi ana minta izin save, boleh ya , syukran sangat membantu sekali untuk belajar mengenal dari yang terkecil hingga yang tak berujung, yang fakir seperti ana ini, syukran ustadz.

Sinar Agama: Haura: Semua tulisanku di fb ini boleh dipakai untuk apa saja dan dengan cara apa saja, asal untuk kebaikan dan bukan bisnis. Tapi untuk yang ”Suluk Ilallah” tidak boleh ikut menyebarkannya. 

August 11, 2011 at 6:18am · Like


اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وآلِ مُحَمَّدٍ وعَجِّلْ فَرَجَهُمْ