Tampilkan postingan dengan label Abu Dzar. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Abu Dzar. Tampilkan semua postingan

Senin, 20 Agustus 2018

Lensa (Bgn 11): Sikap Diam Imam Ali as



Oleh Ustad Sinar Agama 

Oleh Anggelia Sulqani Zahra pada 28 Juni 2011 pukul 19:06



Dari sejarah dan riwayat, kita tahu setidaknya Sayyidah Fathimah as dianiaya beberapa kali. Misalnya, ditonjok Umar hingga memar mukanya, yaitu dikala beliau as kembali dari rumah Abu Bakar dan telah berhasil mendapat surat tanah Fadak yang dirampas oleh Abu Bakar sebelumnya. Yakni, ketika beliau as pulang dari rumah Abu Bakar itu, di tengah jalan, bertemu dengan Umar. 

Umar berkata: “Dari mana?” Dijawab: “Dari rumah Abu Bakar”. Ketika Umar melihat surat ditangannya, maka ia mengerti bahwa sudah pasti surat itu adalah surat pelimpahan tanah Fadak, karena dalam perampasannya, memang dilakukannya berdua dengan Abu Bakar sementara Abu Bakar sering menyesali dan menangis dengan keputusannya membuat kudeta kekhilafaan dan merampas tanah Fadak itu. Maka karuan saja Umar langsung merampas surat tersebut sambil memukul beliau as yang lemah itu seraya merobek habis surat tersebut. 


Ketika siti Fathimah as sampai di rumah yang sembari menangis, melihat imam Ali as sedang duduk di rumah. Beliau as mengatakan kepada imam Ali as: “Ya Ali, andaikata kamu tahu apa yang dilakukan orang kepadaku, maka kamu tidak akan duduk tenang seperti ini”. Imam Ali as menjawab: “Aku tidak akan keluar selangkahpun dari yang telah digariskan Rasulullah saww”. 

Misalnya, ketika rumah Sayyidah Fathimah as dibakar oleh Abu Bakar yang mengutus pasukan yang dipimpin Umar. Dibakar karena ingin memaksa imam Ali as keluar dan berbaiat kepadanya (Abu Bakar). Kala itu, rumah Sayyidah dibakar pintunya, dan ketika pintu dan palangnya (kunci dari dalam pada masa itu) sudah terbakar maka ditendang dari luar sementara beliau as ada di balik pintu yang selalu berteriak “Apa yang kalian lakukan, tidak takutkah kepada Allah, Nabi saww baru saja meninggalkan kalian, aku adalah putri Muhammad saww nabi kalian, dan seterusnya”. Tapi semua kata-kata itu tidak membuat mereka terhanyut, bahkan mereka menendang pintu itu dan mengenai beliau as yang sedang hamil, hingga beliau as tersungkur ke bumi dengan rusuk patah dan kandungan gugur. 

Oh...tak sanggup rasanya kuteruskan tulisan ini, tapi ada daya...harus kutulis pula, harus kutulis....ya ...Zahra’....ya.... Husain....maafkan ...maafkan....bukan maksud hati mengurai kembali masa-masa pahit dan penghinaan terhadap antum semua, tapi karena antum sendiri yang memerintahkan kami semua untuk menceritakan musibah-musibah antum, maka maafkan kelancangan jemari kami hingga melukis robohnya, gugurnya kandungannya...dan seterusnya. 

Masih banyak pengenaiayaan yang beliau as rasakan, tapi kita cukupkan di dua contoh ini saja. Pembahasan yang bisa kita lakukan pada dua peristiwa yang menyayat hati itu banyak sekali. Tapi saya akan mengurai sedikit saja, 

Pada Misal pertama

1. Imam Ali as sudah tahu peristiwa itu terjadi, baik melalui Nabi saww atau kasyafnya. Ketidak bereaksian beliau as sudah diperintahkan Nabi saww. Artinya Nabi saww dalam hal tersebut menyuruhnya sabar dan tidak bereaksi. 

Karena imam Ali as pernah membanting Umar di tempat umum sambil berkata: “Yang ini Rasul saww tidak berpesan”. Yakni ketika imam Ali as menguburkan Sayyidah Fathimah as secara tersembunyi dan membuat 40 kuburan palsu di Baqi’. Karena Sayyidah Fathimah as ingin membuat bukti bersejarah tentang adanya prahara dan kudeta terhadap imam maksum setelah Nabi saww dimana telah menyelewengkan para shahabat dan muslimin dari imam maksumnya dan jalan-lurusnya alias shiratulmustaqimnya maka beliau berwashiat kepada imam Ali as untuk tidak disembahyangi dan dikuburkan oleh musuh-musuhnya. Oleh karena itulah imam Ali as menguburkan beliau as di malam hari. 

Umar, yang memang sudah tidak disapa oleh sayyidah Fathimah as sejak masih hidup dan akan diadukan ke Allah dan Rasul saww nanti di akhirat (Shahih Bukhari, Muslim dan lain- lain), mencium taktik Sayyidah as itu, atau setidaknya takut kejahatannya disaksikan sejarah dengan tidak ketahuannya kubur beliau as. Karena itulah ia, dengan mengajak seluruh penduduk Madinah (karena takut kepada imam Ali as kalau maju sendirian) untuk berkumpul dan mengajak mereka menggali kuburan-kuburan itu lagi untuk menemukan Sayyidah as dengan alasan penghormatan dengan berkata: ”Putri Rasul saww telah meninggalkan kita, tapi kita belum menyolatinya, mari kita bongkar lagi kuburan-kuburan ini dan menyolatinya demi hormat kita dan syukur kita kepada Nabi saw. 

Setelah imam Ali as tahu apa yang dilakukan Umar, maka beliau as langsung mengambil Dzulfiqar dan memakai surban merah yang kebiasannya dipakai kalau perang sedang dahsyat. Imam Ali as datang dan langsung membanting Umar dengan sekali gibas saja sambil berkata: “Demi Allah akan kubelah kamu menjadi dua sebelum menyentuh kuburan- kuburan itu, karena Nabi saww tidak berpesan tentang hal ini”. Umar yang memang sangat takut kepada imam Ali as itu, berkata:”Bagaimana kalau kami semua membongkar kuburan- kuburan itu?”. Imam Ali as menjawab:” Sekalipun”. Yakni sekalipun semua orang Madinah berusaha menyentuh kuburan-kuburan itu, maka akan kuperangi semuanya. 

Haidar/Singa sudah keluar, pintu Khaibarpun yang buka-tutupnya perlu 12 orang diangkat hanya dengan tangan kirinya, maka siapa yang berani mendekatinya? 

2. Semua kejadian itu ada sanad dan riwayatnya, yang sebagiannya di sunni (seperti penyerangan ke rumah dan perampasan tanah Fadak serta penyesalan dan tangisannya Abu Bakar) dan sebagian lainnya di syi’ah (bc: lebih detail). 

Dengan penjelasan di atas, kita menjadi tahu bahwa semua yang dilakuakan imam Ali as, baik diam atau tidaknya, sudah digariskan Tuhan melalui Rasul saww. Dan sudah selayaknya sebagai orang Syi’ah tidak mempertanyakan apa yang dilakuakan para imam as, sekalipun boleh saja menanyakannya atau mencari hikmah di dalamnya. 

3. Guru saya, pernah saya tanyai: "Bukankah sepintas terlihat dari sejarah dan riwayat pertama itu bahwa kedua maksum beda pandangan, karena Sayyidah Fathimah as menginginkan dari imam Ali as untuk membalas Umar, sementara imam Ali as tidak menginginkan hal itu karena bersandar pada perintah dan pesan Rasul saww?”. Beliau menjawab: “Ilmu-ilmu kasyaf, tidak menjadi ukuran fikih dan kehidupan keseharian, karena kalau hal itu terjadi, maka kita, tidak akan pernah tahu apa-apa terhadap yang dialami Ahlulbait as”. Jadi, kalau sepintas kita melihat adanya dua keinginan berbeda dari dua maksum as, maka hal itu bukan berarti merusak kasyaf dan apalagi kemaksuman mereka. Karena mereka harus (kewajiban agama dan akal) sebagaimana hidupnya manusia lahiriah atau biasa. Walaupun, sudah tentu, tetap tidak keluar dari garis kemaksuman atau tidak keluar dari ketaatan atau masuk ke dalam larangan Allah (tidak maksiat). 

Pada Misal ke dua

1. Pada kejadian itu, tentu saja, setelah pintu terdobrak, mereka menyerang masuk dan mengikat imam Ali as dan ditariknya ke masjid untuk berbiat kepada Abu Bakar hingga terjadilah baiat yang terkenal itu yang, selalu dijadikan dalil oleh pembela yang pertama sebagai bukti kebenarannya karena imam Ali as sudah baiat. Padahal, dengan pintu dibakar dan didobrak dan dalam keadaan terikat dimana kalau tidak baiat pada waktu itu diancam akan dipenggal kepalanya. 

Abu Dzar yang pemberani, tidak tahan melihat kejadian itu, dan langsung mengeluarkan pedangnya dan menantang Umar untuk bertanding. Tapi imam Ali as segera memerintahkannya untuk menyarungkan lagi pedangnya dan bersabar. 

Yang mampu mengikat imam Ali as hanya pesan dan perintah Rasul saww, sementara rantai besipun tidak akan mampu menahannya sebagaimana pintu Khaibar. 

2. Pada kejadian itu, ketika imam Ali as sudah diikat dan diseret ke masjid, Sayyidah Fathimah as sempat menahan imam dan suaminya itu dengan memegangi bajunya, akan tetapi para penyerbu menebas tangannya dengan pedang yang bersarung, hingga terlepas. 

Ya ...Zahra’...ya Husain...kami bersaksi terhadap kemazhluman antum semua. ‘Alaikum minna jami’an salamullah ma baqayna wa baqiya al-lailu wa al-nahar.

Simpulan: Dari dua contoh riwayat di atas, dapat dipahami bahwa imam Ali as tidak menolong dalam penyerbuan ke rumah Sayyidah Fathimah as itu karena beliau sendiri menghadapi serangan dan justru karena beliaulah as (imam Ali as) rumah beliau as (Sayyidah Fathimah as) diserang. Dan sudah tentu keterdiaman imam Ali as, karena perintah dan pesan Nabi saww, bukan karena takut dan apalagi tidak acuh terhadap istri. Begitu juga pada kejadian pertama. Yakni, diamnya imam Ali as, karena perintah dan pesan Rasul saww. Sudah tentu demi Islam secara lahiriah sebagaimana banyak dibahas dalam filsafat sejarah. 

Bagi hemat saya, para pengkudeta itu, justru semakin menjadi-jadi karena melihat imam Ali as tidak melawan dimana dapat dipahami oleh mereka bahwa begitulah pesan Nabi saww, yakni tidak melawan. Jadi, hal itu dijadikan kesempatan oleh mereka. Karena kalau imam Ali as sudah mencabut Dzulfiqrnya, maka siapa yang berani mendekatinya? Ya....Haidar...ya ...Haidar... 

Jawaban saya ini, tidak saya ijinkan untuk dijadikan huru hara kepada saudara-saudara kita Ahlussunnah, karena kita harus menjaga persatuan. Saya menjawab ini, karena yang bertanya adalah orang Syi’ah, maka saya tidak bertakiah dalam menerangkannya. Oleh karena itu pula saya tidak terlalu melelahkan diri untuk menyebutkan alamat setiap riwayatnya. 


Artinya, saya menulis jawaban ini kepada orang syi’ah yang mempercayai gurunya yang juga syi’ah bahwasannya tidak mengarang dari kantongnya sendiri. Walau, sudah tentu, hubungan guru dan murid ini sebatas lewat alam maya fb ini. Semoga batin kita semua memanglah diikat olehNya dalam kebaikan setidaknya, sekalipun tidak dalam hubungan guru dan murid, karena saya tidak layak menjadi guru, para hati yang begitu tulus terhadap kebenaran. 

Wassalam. 

Ikhwan Abdullah JongJawi, Khommar Rudin, Irsavone Sabit dan 27 lainnya menyukai ini. 

Khommar Rudin: Allah humma shalli alla Muhammad wa alli Muhammad. 

Sulaeman Eman لّلهمَّ صلِّ على محمَّد وآل محمَّد وعَجِّلْ فَرَجَهُ

Sulaeman Emanلّلهمَّ صلِّ على محمَّد وآل محمَّد وعَجِّلْ فَرَجَهُ 

Sulaeman Emanلّلهمَّ صلِّ على محمَّد وآل محمَّد وعَجِّلْ فَرَجَهُ

Alie Sadewo: Allah humma shalli alla Muhammad wa alli Muhammad. 

MOhd. Arvian Taufiq: Sallam Alaika Ya Rosulullah, sallam Alaika ya Imam, Ya Zahra...sungguh membaca penjelasan Ustad, membuat mata ana tergenang air mata. Syukron ustad sudah meringankan dan memberanikan penjelasannya yang sangat tajam dan gamblang. Semoga antum selalu dalam kebaikan dan kesehatan. 

Eman Sulaeman: Allahummal’an Muawiyah wa Syiatuhum ilaa yaumil qiyamah. 

Edo Saputra: Asalamualaiki ya syaidah Fatimah,, aku ikut bersedih atas deritamu, namamu dan hatimu begitu indah, bagaikan rembulan yang sedang bersinar,,, Oh syaidah Fatimah,,, engkaulah satu- satu putri rosul yang sangat dicintai, hingga namamu selalu terukir di hati nabi, tahukah engau ya Fatimah,,, di hati ayahmu hanya ada Allah swt, dan sungguh agung diri mu wahai putri rosulluloh, tidak ada seorangpun yang mempunyai kedudukan di hati rosul hanya Allah swt, dan dirimu. Tahukah engkau wahai wanita penghuni surga, bahwa engkaulah adalah salah satu Wanita yang mendapat ridho NYA. 

2 November 2012 pukul 12:14 · Suka · 4


اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وآلِ مُحَمَّدٍ وعَجِّلْ فَرَجَهُمْ