﷽
Seri tanya jawab Peter Sondakh dengan Sinar Agama
by Sinar Agama (Notes) on Tuesday, April 2, 2013 at 10:30 am
Peter Sondakh: 6 Maret 2013, Peter mau nanya nih.. benar gak sih dalam islam itu “kalo mempertanyakan tentang Tuhan sama halnya mengejekNya?”
Sepeda Ontel: Ya justru Tuhan itu harus kita kenal bukan hanya bertanya tentang Tuhan,
Arief Fadhillah: Setahuku, yang dilarang hanyalah pembahasan mengenai dzatNya. Aku belum pernah menjumpai pelarangan dalam membahas sifat dan perbuatanNya.
Sinar Agama: Salam dan terimakasih pertanyaannya:
Bertanya itu ada berbagai tujuan. Ada yang bertanya tapi maksudnya mengejek, misalnya “Apa Tuhan itu?” yang biasanya disertai dengan nada mengejek. Ini yang jelas tidak boleh.
Tapi kalau bertanya ingin tahu, maka bukan lagi tidak dikatakan tidak mengejek, dan tidak lagi dikatakan boleh, tapi bahkan wajib dilakukan.
Saya sudah sering menulis di facebook ini bahwa Tuhan sendiri mewajibkan kita untuk mengetahuinya.
Banyak ayat yang memerintahkan kita mengetahui DiriNya dan sifat-sifatNya, seperti:
- QS: 2: 209:
فَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ عَزِيزٌ حَكِيمٌ
“Maka ketahuilah oleh kalian, bahwa Allah itu Maha Mulia dan Bijaksana.”
- QS: 5: 34:
فَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ
“Maka ketahuilah bahwa Allah itu Maha Pengampun dan Kasih”
........... dan seterusnya...
Dimana semua ayat-ayat yang banyak itu mewajibkan kita mengetahuiNya. Jadi, sudah tentu, bagi yang belum tahu tentangNya atau belum tahu banyak tentangNya, boleh bertanya. Ingat, perintah-perintah di atas itu perintah untuk mengetahui, bukan kata-kata gertakan. Tapi perintah suruhan untuk mempelajariNya.
Zee Segaf: Tuhan itu tidak ada dan tidak akan pernah ada.
Andre Nan Sabatang: “Tuhan itu ada dan tetap ada adaNYA”,,,,,,
Andre Nan Sabatang: “Bila anda berkata tuhan itu dimana berarti anda menghendaki IA mempersempit keadaanNYA,,,padahal IA tak terjamah oleh ruang dan waktu,,,,bila anda berkata kenapa,, bagaimana,, berarti anda menyamainya dengan makhluk,,,,bila anda mengatakan tidak,,berarti anda menghendaki selainNYA,,,,,”,,,,,,itu yang dimaksud ranah tentang dzat,,,,bila begitu bagaimana kita mengenalNYA? Pahami sifat sifatNYA,,,sebab dzat dan sifat tak berlainan,,,,,,,semoga manfaat yah brooo,,,,,spiriittt om,,,,hehehe,,,,
Hanifan Prasna Verdi: Ada dua kemungkinan : Apakah niatnya seperti nabi Musa atau Nabi Ibrahim yaitu mencari kebenaran, maka akan diberikan jalan untuk mengenalNYA, atau niatnya seperti kaum kafir hanya mengejek..maka disambar halilintar. Dalam artian malah dijauhkan untuk bisa mengenalNYA. semakin jauhhh.
Zee Segaf: Sesungguhnya orang-orang tauhid (yang mempelajarinya) menciptakan Tuhan dari pikirannya sendiri dan bukan Tuhan sesungguhnya.
Sinar Agama: Arief dan Zee: Mengenal DzatNya juga diwajibkan oleh Allah. Ayat-Ayat yang sudah saya kutip di atas itu, sudah menunjukkan hal ini. Karena ketika diwajibkan mengetahui bahwa “Allah itu Maha Pengampun”, tandanya harus tahu dulu siapa Allah itu. Kalau kita tidak tahu Dzat Yang Disifati, maka jelas tidak akan tahu sifatNya dan tidak akan pernah tahu bagaimana pensifatanNya itu. Tahu sifat tanpa tahu dzat, jelas sifatnya akan jauh dari dzat. Artinya, akan bisa membuat sifat tersebut, bahkan yang menentang dan merendahkan dzat yang disifatinya.
Apalagi QS: 47: 19:
فَاعْلَمْ أَنَّهُ لَ إِلَهَ إِلَّ اللَّهُ
“Maka ketahuilah bahwa tiada Tuhan kecuali Allah!!”
Jadi kita diwajibkan tahu yakni diwajibkan berilmu dimana ilmu mesti dengan argumentasi, bahwa tiada Tuhan kecuali Allah. Yakni mengapa seperti itu. Yakni harus tahu makna Tuhan dan harus tahu pula bahwa Tuhan itu hanya dan hanya Allah.
Tentu saja, pengetahuan ini, yakni tentang Allah dan Sifat-SifatNya ini, yakni yang diwajibkan Tuhan untuk diketahui ini, semua dan semua, hanya seukuran kemampuan maksimal manusia.
Artinya, hanya diwajibkan tahu, bukan mencapai. Karena itu, tidak usah bingung dengan perkataan bahwa bagaimana bisa tahu Tuhan yang tidak terbatas dengan akal yang terbatas? Karena yang diwajibkan tahu adalah tahu maksud dan maknanya, bukan mencapainya.
Apa lagi ketika seseorang mengatakan seperti diatas itu, maka sudah pasti ia tahu makna tidak terbatas. Lah, kok bisa ia mengerti makna tidak terbatas, sementara melarang untuk mengerti Tuhan Yang Tidak Terbatas???!!!
Karena itulah maka yang kita tahu itu adalah pahaman kita saja yang kita buat sesuai melalui argumentasi gamblang sesuai dengan perintah-perintahNya di ayat-ayatNya di atas itu dan, sudah tentu pahaman ini adalah buatan kita sendiri.
Tapi buatan ini wajib dilakukan. Tapi dalam menyembah, kita tidak boleh menyembah pahaman ini tanpa sifat Allah Lebih Besar (Allahu Akbar), yakni Allah Lebih Besar Dari Pahamanku ini.
Kalah Tuhan tidak diketahui sama sekali, lah...trus kita menyembah apa ketika menyembah?!
Kalau kita disuruh memikirkan alam, maka berarti ketika shalat harus memikirkan alam, baik dalam tegak, rukuk dan sujud. Lah....bukankah ini namanya menyembah alam?!
Jadi, sembahlah Allah yang, tentu saja sesuai dengan yang kita pahami itu, akan tetapi dengan pensifatan bahwa Allah Lebih Besar Dari Yang Kita Tahu itu.
Semua ilmu ini tidak mudah tanpa ajaranNya yang disalurkan melalui kitabNya dan hadits-hadits NabiNya saww serta hadits para imam makshumNya as.
Wassalam.
Sciita Ali: Bagaimana memahami makna dari firman Allah SWT, “Aku sebagaimana persangkaan hambaKu” (mudah-mudahan saya tidak salah kutip) jika dihubungkan dengan penjelasan ustadz pada paragraf ke-4 dari bawah?
Sebelum dan sesudahnya, makasih banyak ustadz....
Sinar Agama: Sciita: Alinea 4 dari bawah itu menjelaskan tentang Tuhan dan sifat-sifatNya yang wajib diketahui dengan penambahan bahwa Ia lebih besar dari yang kita tahu. Sedang baik atau buruk sangka pada kita, merupakan bayangan terhadap apa yang akan dilakukanNya terhadap kita dan, hal ini jelas beda dari yang kita bahas.
Sciita Ali: Bisa ustadz jelaskan lebih lanjut kata-kata, “Sedang baik atau buruk sangka pada kita, merupakan bayangan terhadap apa yang akan dilakukanNya terhadap kita”?
اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وآلِ مُحَمَّدٍ وعَجِّلْ فَرَجَهُمْ
Tidak ada komentar:
Posting Komentar