Rabu, 15 Mei 2019

Wahdatu Al-Wujud dan Wahdatu Al-Syuhuud


Seri tanya jawab Muhammad Dudi Hari Saputra dengan Sinar Agama
by Sinar Agama (Notes) on Monday, May 20, 2013 at 3:07 am


Muhammad Dudi Hari Saputra mengirim ke Sinar Agama: (12-3-2013) Salam ustadz. Apa beda antara wahdatul wujud dan wahdatul syuhud? Syukron wa afwan.. ^_^ 

Sinar Agama: Salam dan terimakasih pertanyaannya. Kalau wahdatulwujud sudah jelas sebagaimana sudah sering dijelaskan, yaitu Wujud itu hanya satu. Sedang wahdatu al-syuhuud itu, bisa tergantung pemakaiannya. Kalau antum nukilkan kalimat pemakaiannya di tempat antum menemukan istilah ini, maka akan lebih bisa memberikan makna yang lebih tepat, in'syaa Allah. 

Muhammad Dudi Hari Saputra: iya ustadz, untuk wahdatul wujud saya sudah memahami sejauh yang saya pahami dari tulisan antum dan penjelasan ustadz-ustadz yang lain serta bukubuku filsafat dan irfan.. 

Terkait wahdatul syuhud, saya mendapati istilah ini beberapa kali ustadz, saya memahaminya berdasarkan beberapa orang yang pernah menyampaikan ke saya, bahwa wahdatul syuhud itu adalah proses kemenyatuan mahluk kepada Tuhan.. 

Sehingga tak sedikit yang melakukan proses wahdatul syuhudnya tidak lagi melaksanakan perintah syar’i karena sudah menganggap terbebas dari syar’i ketika mencapai maqom menyatu dengan Tuhan, kalau bahasa jawanya ki manunggaling kawulo gusti, kira-kira demikian ustad,,, mohon pencerahannya.. 

Sinar Agama: Nah, kalau pemakaian wahdatu al-syuhuud-nya seperti itu, maka itu yang dikatakan Mulla Shadra ra sebagai Mutashawwifah atau Sok Shufi. Orang-orang seperti itu, jelas-jelas tidak mengerti wahdatu al-wujud itu sendiri. Karena kalau mengerti bahwa wujud itu hanya milik Allah dan yang lainnya tidak wujud dan hanya esensi, maka mereka tidak akan pernah mungkin mengkhayal untuk mengejar wujud. Bagaimana mungkin esensi yang bukan wujud bisa mengejar wujud dan, apalagi menyatuinya?! 

Tapi kalau orang arif lain mengatakan wahdatu al-syuhuud, maka akan tergantung pada kalimatkalimatnya. Karena bisa bermakna satunya kesaksian dimana hanya orang-orang yang semaqam, bisa juga bermakna kesyuhudan Tuhan itu sendiri, bisa juga berarti menyaksikan/mensyuhuud wahdatu al-wujud itu sendiri. Tapi bisa juga memiliki makna lain yang tergantung masing-masing maksud dalam kalimatnya. Wassalam. 

Sinar Agama: Salam dan terimakasih atas jempol dan komentarnya. 

Sinar Agama: Bande: Kalau Wujud itu hanya Tuhan, maka mana ada peringkatnya? Yang ada peringkatnya itu justru di TajalliNya tersebut, yaitu di esensinya itu. Misalnya esensi sebab lebih tinggi dari esensi akibat. Esensi orang suci, lebih tinggi dari esensi yang tidak suci....dan seterusnya. 

Yusuf Anas: Apa maknanya tingkatan kualitas (tasykik wujud) ada pada sesuatu yang tidak ada (tajaliat) dan esensi? Apa itu masuk akal? 

Sinar Agama: Yunus: Kalau bicara tentang Tajalli, maka tasykiik wujud itu tidak ada. Kalau bicara Tasykiik wujud, maka wahadtulwujud itu yang tidak ada. Dan kalau wahdatulwujud itu yang tidak ada, maka Tajalli yang merupakan akibat dari wahdatulwujud tersebut, juga tidak akan pernah ada. 

Jadi, tergantung kita mau pilih yang mana dalam makrifah ini. Karena semua itu, tergantung kepada kita yang mau memahminya dan mengikutinya.


اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وآلِ مُحَمَّدٍ وعَجِّلْ فَرَجَهُمْ

Tidak ada komentar:

Posting Komentar