Senin, 06 Mei 2019

Urgensi Penilaian Mukmin dan Kafir dengan Dalil dan Tanpa Pemaksaan


Seri Tanya jawab Ais dengan Sinar Agama
by Sinar Agama (Notes) on April 3, 2013 at 1:07 am

Pengkafiran dengan dalil Syar’i, by Sang Pencinta (Catatan) on 6 Maret 2013 pukul 0:17 

Ais: Assalamualaikum..USTADZ bukankah hanya Allah yang berhak menentukan kafir/ berimannya seseorang hamba.. ? 

Sinar Agama: Ais: Jangankan kafir, muslim dan mukmin juga hanya hak Allah. Begitu pula hak membuat undang-undang hidup dan peraturan hidup serta hak ketaatan dimana kita tidak menerima seutuhnya aturan-aturanNya itu (karena kita meminuskan hukum-hukum sosialpolitik) dan dimana kita sering menentangNya dengan melakukan maksiat dan tidak melakukan wajib-wajibNya itu. 

Kehakan itu, bukan berarti sekaligus pemberitaannya. Karena kita, bisa dan diperkenankan oleh akal dan Allah dalam agamaNya, untuk memberitakan apapun sesuai dengan yang kita ketahui dan yakini dan dengan bukti (bukan mengada-ada dan fitnah yang tidak dibolehkan dalam agama serta akal). Karena itu, kita bisa mengatakan bahwa si fulan itu muslim. Begitu pula mengatakan bahwa si fulan itu kafir. 

Pemberitaan kita itu, tidak sama dengan pemberitaan Allah tentang muslim atau kafirnya seseorang. Karena kalau beritaNya, pasti benar dan kalau berita kita, belum tentu benar. 

Kebenaran beritaNya itu, karena Ia Maha Tahu dan Maha Benar, sementara ketidakpastian berita kita itu, karena ketidakmaha-an kita dalam ilmu dan kebenaran. Akan tetapi, bukan berarti kita tidak boleh bicara dan mengabarkannya. Akal dan agama, hanya melarang kita memfitnah dengan sengaja atau memberitakan apa-apa yang belum berdasarkan hujjah atau dalil yang kuat. Itu saja. 

Jadi kita, sebagaimana dibolehkan mengabarkan tentang kemusliman seseorang dengan dasar lahiriahnya atau dalil lahiriahnya yang jelas, maka begitu pula dibolehkan mengabarkan tentang kekafiran seseorang dengan hujjah lahiriah yang sama. Jadi, yang tidak boleh hanya pemfitnahan dan kebohongan. 

Jadi, kalau kita percaya kepada Allah dan agamaNya, maka kita harus menaati apa-apa yang diajarkanNya dalam agamaNya. Dan karena pemberitaan itu tidak dilarangNya dan tidak pula dikecam akal, dan hanya fitnah yang dilarang, maka kita tidak bisa membatasi pemberitaan itu kepada kemusliman seseorang saja dan bisa juga tentang kekafiran seseorang. 

Tentu saja, kafir dan muslimnya seseorang itu, harus dilihat dalam ajaranNya yang menggariskan tentang dua hal ini dan beda keduanya. Artinya, Tuhan dalam agamaNya sudah mengajarkan apa itu Islam dan muslimin dan apa itu ingkar dan kafir. 

Nah, kalau kita menerapkan ajaranNya itu kepada diri kita atau kepada orang lain, baik tentang kemuslimannya atau kekafirannya, maka jelas tidak dikecam akal dan tidak dilarangNya dalam agamaNya. 

Yang diajarkan akal dan agama adalah, harus dengan argumentasi yang jelas dan juga harus dengan penuh kehati-hatian. Karena itulah Nabi saww bersabda: 

“Siapa yang mengkafirkan seorang muslim, maka ia sendiri yang kafir.” 


Artinya, Nabi saww tidak melarang pemberitaan tentang kafirnya seseorang itu, tapi hanya 

melarang memberitakan yang ceroboh dan apalagi emosional hingga jatuh pada pengkafiran seorang muslim. Persis seperti yang dilakukan para wahabi yang tidak tahu apa arti tauhid itu hingga penerapan kafirnya juga ngawur. Enak banget mereka kalau diskusi. Kalau mengkafirkan orang, maka lancar. Tapi kalau melihat Syi’ah mengafirkan seseorang dimana hanya dalam masalah imamah sekalipun, mereka sok menjadi wali-wali Allah dan berkata bahwa hanya Allah yang berhak mengkafirkan. Lah, emangnya hanya pengkafiran yang hak Allah tapi pembid’ahan dan pemusyrikan hak para wahabi itu. Bahkan lebih dari itu, mereka sangat-sangat dengan mudah mengkafirkan orang lain hanya karena beda akidah dan informasi dengan mereka. 

Coba pemberitaan kafir itu dilarang dari awal, mestinya Nabi saww bersabda: 

“Jangan sesekali mengatakan si fulan itu kafir, karena pengkafiran itu hanya hak Allah.” 


Karena itu, di samping mengatakan kafir tanpa dalil yang nyata dan benar itu dilarang agama, juga melarang orang mengatakan kafirnya seseorang itu, juga dilarang agama. Dan sebagaimana mengatakan kafir pada seorang muslim itu dilarang agama, maka melarang orang berkata kafir itu juga dilarang agama. Hal itu karena hak membuat ajaran itu hanya Allah dan Allah tidak melarang pengkafiran itu dan hanya melarang kecerobohan tanpa dalil tersebut. 

Wassalam. 

Sang Pencinta: BA: 1110. Kafir Dalam Kamus Syi’ah dan Sunnah Oleh Ustad Sinar Agama =http://www.facebook.com/groups/210570692321068/doc/486549254723209/ 

Illa Meilasari: Love it ....lantas apa sih urgensinya pemilahan identitas mukmin dan kafir? 

Sang Pencinta: Illa: saya di sini hanya merangkum dialog. Kalau mau jawaban yang kredibel, silahkan merujuk langsung ke ust sinar. Afwan. 

Illa Meilasari: Bagaimana caranya? Ust sinar tidak masuk daftar teman saya...jadi tak bisa kirim pesan langsung...saya sudah 2x ajukan pertemanan, tapi gak masuk list, hanya setiap ust. Sinar post...pasti saya dapat lihat. 

Sang Pencinta : Ok, nanti saya bawakan ya. 

Illa Meilasari: Bawakan apa ya? ....syukron ya akhi. 

Sang Pencinta: Bawakan ke ust mbak, sudah saya catat nama antum di pertanyaannya. 

Illa Meilasari: Iya barusan saya lihat....baru ngerti maksud bawakan ....syukron ya akhi. 

Sinar Agama: Illa: Saya memang sudah tidak bisa menambah pertemanan karena sudah melebihi 5000. 

Untuk masalah urgensinya ini jelas sekali. Karena
  • 1- Manfaat pada diri sendiri. Karena tanpa mengerti beda keduanya, lalu bagaimana kita bisa beriman dengan baik. Kalau tidak tahu benar dan salahnya, kafir dan mukminnya, lalu bagaimana kita bisa menjadi mukmin dan mukmin yang baik?? 
  • 2- Kalau kita tidak tahu keduanya, lalu bagaimana kita bisa mengajar keluarga dan anak-anak kita serta lingkungan yang memerlukan pengarahan kita? 
  • 3- Kalau kita tidak tahu beda keduanya, lalu bagaimana mau mengambil sikap dalam sosial kita? Bukankah nanti akan menjadikan taman sebagai musuh dan musuh sebagai teman? 
  • 4- Tuhan sendiri memerintahkan untuk menyampaikan ajaranNya walau satu ayat (yang sudah dipahami dengan benar tentunya). Nah, kalau yang benar tidak disampaikan dan tidak dikatakan benar, lalu yang salah tidak dikatakan salah, lalu apakah kita sudah bisa dikatakan mengamalkan perintahNya? 
  • 5- Terjerumusnya banyak muslimin ke perangkat barat, yaitu liberalism, karena mereka tidak mengerti beda keduanya dan konsekuensi dari beda keduanya itu. Dan liberalism ini, jelas merupakan alat keluar dari Islam dengan cara yang sangat cepat melebihi cepatnya cahaya. 
Wassalam. 


Illa Meilasari: Syukron ustad atas penjelasannya.... Sebelumnya saya pernah tahu kalau mukminun dalam alquran itu bermakna ahlubayt dan pecintanya....tapi ternyata tidak sekedar itu. 

Afwan....saya ini sedang banyak belajar tasyayu’... Berusaha mentasyayu’kan paradigma saya ustad. 

Wassalam.


اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وآلِ مُحَمَّدٍ وعَجِّلْ فَرَجَهُمْ

Tidak ada komentar:

Posting Komentar