Minggu, 12 Mei 2019

Cara Menyikapi Sumber


Seri tanya jawab Iqbal Malmsteen dengan Sinar Agama
by Sinar Agama (Notes) on Thursday, April 11, 2013 at 11:14 pm


Iqbal Malmsteen mengirim ke Sinar Agama: Senin (11-3-2013) melalui BlackBerry Smartphones App, Assalamuallaikum Ustadz. Saya ingin mengajukkan beberapa pertanyaan. Antara lain : 

1. Bagaimana Seharusnya Etika kita terhadap Sumber ? 

2. Bagaimana sebenarnya Maksud Surah Al - Luqman Ayat 5, ada sebagian Ulama mengharamkan Musik dengan menggunakan Terjemahan Surah tersebut. 

Saya haturkan Terimakasih sebelumnya, dan Assalamuallaikuum... 

SangPencinta: Salam, ikut bantu, untuk no.2: Kita yang kelas mukalid ini dalam berhukum Tuhan (fikih), merujuknya ke fatwa marja taqlid, tidak ke Qur'an atau hadis langsung. 

Tentang taqlid oleh ust sinar: 
https://www.dropbox.com/s/g2unyedhagftit3/WF%20Marja%20Taqlid.pdf?m, 

tentang musik: https://www.dropbox.com/s/ju8wd4f0fu8wo3o/Seputar%20Musik.pdf. 
WF Marja Taqlid.pdf 

Sinar Agama: Salam dan terimakasih pertanyaannya: 

1- Etika kita terhadap sumber, kalau yang dimaksudkan adalah Qur'an dan Hadits, maka wajib menghormatinya. Salah satu cara menghormatinya adalah tidak menafsirkannya sendiri dan hanya menafsirkannya sesuai dengan penjelasan ulama. Karena itulah, maka dalam fikih, cara menghormatinya adalah dengan merujuk langsung pada fatwa marja’nya dan tidak boleh memaknainya sendiri. 

Jadi, kalau sumber itu menjelaskan hukum, maka selain mujtahid tidak boleh memaknainya. 

Kalau menerangkan akidah dan akhlak, maka tidak boleh menafsirkannya selain ulama dan orang yang bukan ulama hanya bisa menafsirkan sesuai dengan tafsiran ulama itu (baca: menukilkan, baik dengan menyebut nama atau tidak, tapi isinya harus dari ulama). 

Tapi perlu diketahui bahwa sumber dalam Syi’ah itu masih ada dua lagi, yaitu akal dan ijma’ ulama yang di jaman makshumin as dimana dipahami bahwa mereka mengambil dari makshumin as. 

Kalau sumbernya akal, maka kalau bahasannya masalah akidah, maka memang harus dipakai oleh semua orang. Karena itu, harus mencapai argumentasi-gamblang dalam setiap keimanannya. Tapi kalau untuk fikih, maka akal itu sendiri mengatakan untuk merujuk kepada ahlinya seperti kesehatan yang merujuk ke dokter. 

Kalau sumbernya ijma’, maka selain ulama tidak boleh mengomentari apapun hal ini dan hanya ulama yang bisa mengulas dan membahasnya. 

2- Tentang ayat yang dimaksud itu, semestinya ayat: 5 yang berbunyi: 

وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَشْتَرِي لَهْوَ الْحَدِيثِ لِيُضِلَّ عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ بِغَيْرِ عِلْمٍ وَيَتَّخِذَهَا هُزُوًا أُولَئِكَ لَهُمْ عَذَابٌ مُهِينٌ 

”Dan ada sebagian orang yang membeli ucapan sia-sia untuk menyesatkan dari jalan Allah tanpa ilmu (yakni tidak ada dalil benarnya) dan mengambilnya sebagai permainan, bagi mereka adzab yang menghinakan.” 

Kalau sekedar main raba, bukan untuk memutuskan hukum dan hanya ingin membayangkan saja, maka ucapan sia-sia di sini, tidak berhubungan dengan musik. Karena sia-sia di sini, bukan yang tidak berguna dan membuang-buang umur. Karena sia-sia di sini adalah yang tanpa argumentasi dan menyesatkan. Jadi, maksudnya adalah yang menentang kebenaran itu sendiri. Sementara musik, sia-sianya dari sisi buang umur dan melenakan (bisa dibuat joget, dansa ...dan seterusnya) dimana mencakupi kata-kata yang hak dan benar sekalipun. 

Iqbal Malmsteen: Terimakasih Ustadz. Sungguh Mengesankan dan Sangat Arif. Wassalam.


اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وآلِ مُحَمَّدٍ وعَجِّلْ فَرَجَهُمْ

Tidak ada komentar:

Posting Komentar