Kamis, 06 Februari 2020

Mandi Besar


seri tanya jawab Hidayatul Ilahi dengan Sinar Agama http://www.facebook.com/groups/210570692321068?view=doc&id=222328041145333 by Sinar Agama (Notes) on Friday, March 22, 2013 at 11:00pm


Hidayatul Ilahi mengirim ke Sinar Agama: Salam ustadz, mohon keterangan serinci-rincinya fatwa rahbar hf tentang mandi junub, syukran wa afwan.

Sattya Rizky Ramadhan: Salam, coba bantu sementara sang pecinta off.. Junub dan Mandi Junub Oleh Ustadz Sinar AGama =

http://www.facebook.com/groups/210570692321068?view=doc&id=2 22328041145333

Sattya Rizky Ramadhan: Haid, Istihadhah, Junub dan Konsekuensi Masing-masingnya (haram- makruhnya), Oleh Ustadz Sinar Agama = http://www.facebook.com/groups/210570692321068/doc/252591158 119021/ Mandi Haidh dan

Junub Oleh Ustadz Sinar Agama = http://www.facebook.com/groups/210570692321068/doc/273251979 386272/ Hukum Air Untuk 

Bersuci Oleh Ustadz SinarAgama= http://www.facebook.com/groups/210570692321068/doc/2 75822609129209/ 

Membersihkan Najis Oleh Ustadz Sinar Agama = http://www.facebook.com/groups/210570692321068/doc/294525563925580/ 

Hidayatul Ilahi: Saya pelajari dulu akhy, terima kasih sekali ya sebelumnya. 

Sattya Rizky Ramadhan: Sama-sama mas.

Hidayatul Ilahi: Afwan mas, tidak bisa dibuka.

Sattya Rizky Ramadhan:
Salam ustadz, sebelum bertanya saya mohon maaf, apabila pertanyaan ini kurang sopan.

Ustadz adakah setiap keluarnya air mani (baik laki-laki atau perempuan) wajib untuk mandi tertib?

Sebelum kita melakukan ibadah sholli dan apakah kalau ketika sedang dalam berpuasa, akan membatalkan puasa?

Sinar Agama: Salam dan terima kasih pertanyaannya:

(1). Keluarnya mani itu, baik dengan cara halal atau haram, menjadikan orang “Junub”. “Junub” ini juga bisa disebabkan dengan masuknya kemaluan lelaki ke dalam kemaluan atau ke dubur perempuan. Ke-Junuban itu tidak dipengaruhi oleh halal dan haramnya. Jadi, yang penting keluar mani atau telah masuk walau tanpa keluar mani. Dan ukuran minimal masuknya adalah seukuran khitanannya. Katakanlah kepalanya. Dan untuk yang junub karena masuk ini, yang menjadi Junub adalah keduanya, yakni yang memasuki dan dimasuki.

(2). Ketika seseorang “Junub” dengan sebab di atas itu, maka sudah tentu memiliki hukum- hukum tersendiri. Misalnya, tidak boleh shalat, tidak boleh puasa, tidak boleh menyentuh tulisan Qur'an, tidak boleh masuk masjid dan lain-lain kecuali kalau mandi junub dulu.

(3). Mandi Junub bisa dilakukan dengan Tertib (tartiibii) bisa juga dengan Mencebur (irtimaasii) seperti yang sudah dijelaskan di fikih bab MandiBesar. Dan mandi besar ini, kalau dilakukan, tidak perlu lagi mengambil wudhu’ untuk shalat dan pekerjaan-pekerjaan lain yang perlu kesucian dari hadats.

(4). Kalau keluarnya mani atau Junub itu terjadi di siang hari waktu puasa, maka kalau tidak sengaja, puasanya tidak batal. Misalnya mimpi Junub sampai keluar mani. Dan tidak pula diwajibkan buru-buru untuk mandi Junub.

(5). Tapi kalau junubnya itu sengaja, maka puasanya batal dan telah melakukan dosa serta harus membayar kaffarah (selain qadhaa’nya).

(6). Untuk kaffarah puasa ini ada tiga pilihan dan dua macam bentuk Junubnya. Bentuk Junub yang dimaksud adalah apakah dengan caraharam atau halal. Misalnya suami yang meniduri istrinya, maka ia telah melakukan hubungan halal dari sisi Junubnya, akan tetapi haram dari sisi membatalkan puasanya. Atau suami yang minta dimain-main oleh istrinya sampai keluar mani. Dan yang dimaksud Junubnya haram, seperti zina, onani dengan diri sendiri (bukan dengan istri) dan semacamnya. Sedang yang dimaksud dengan 3 pilihan Kaffarahnyaadalah: Puasa 2 bulan berturut-turut, memberi makan 60 orang miskin dan membebaskan budak.

Nah, kalau perbuatan Junubnya itu dengan yang halal, maka Kaffarahnya memilih di antara 3 pilihan Kaffarah itu.

Akan tetapi kalau dengan cara yang haram, maka ketiga-tiga Kaffarah itu harus dilakukan semua.

(7). Dan yang dimaksud dengan keluarnya mani bagi perempuan adalah adanya cairan di kemaluannya yang diiringi dengan perasaan orgasme. Jadi cairan itu juga dihukumi najis. Ini mani secara fikih, bukan ovum yang memang tidak bergerak di rahimnya. Jadi, kalau tidak ada perasaan orgasme, maka cairan yang keluar dari kemaluannya itu tidak dihukumi dengan mani-fikih.

(8). Orang yang Junub di malam hari dan besoknya mau puasa, maka ia harus Mandi Junub sebelum adzan shubuh.

Baim Upik: Salam Sinar, saya jadi timbul pertanyaan, bagaimana jika orang tersebut telah junub (halal dan haram) di bulan ramadhan, tapi telah dilakukan beberapa tahun, contoh, di tahun pertama dia junub, tapi dia belum membayar kaffarah dan qodhonya hingga ramadhan tahun berikutnya, dan di tahun berikutnya diapun juga junub lagi, dan belum membayar juga sampai tahun berikutnya, begitu seterusnya,terus, bagaimana solusinya jika orang itu mau membayarnya agar selesai tanggung jawabnya tersebut? Mohon penjelasannya terima kasih.

Maaf, ada yang ketinggalan bagaimana juga jika orang itu junub beberapa hari dalam bulan Ramadhan, misal pada puasa hari ke 7, kemudian hari ke 10, ke 21 dan sebagainya, bagaimana pula solusinya? Maaf,dan terima kasih.

Sinar Agama: Baim, kalau junubnya itu dilakukan di bulan Ramadhan yang mestinya dia itu puasa (karena kalau sakit kan tidak puasa, jadijunubnya tidak membuahkan kaffarah), maka sudah jelas ada kaffarah dan qodhonya. Perinciannya sebagai berikut:

(1). Kalau junubnya halal, seperti tidur dengan istri, maka ia hanya dikenakan membayar salah satu dari kaffarah yang ada (puasa 2 bulan berturut-turut; memberi makan 60 orang; membebaskan budak). Tapi kalau haram, seperti zina atau onani, maka harus membayar semua kaffarah tersebut. Tapi karena budak sudah tidak ada, maka dari sisi ini kurang lebihnya di’udzurkan.

(2). Di samping membayar kaffarah itu, jelas juga harus membayar qadhaa’ puasanya.

(3). Kalau junub yang mengandung kaffarah itu terjadi di beberapa hari dalam Ramadhan tertentu, atau terjadi beberapa kali dalam beberapa tahun, maka diingat-ingat. Seberapa junub haramnya dan seberapa junub halalnya. Lalu setelah dikalkulasi semuanya hingga ketahuan punya hutang dengan kaffarah berapa dan punya hutang qodho berapa.

(4). Dan kalau ketundaan membayar qodho puasanya hingga puasa depannya, maka di samping qadhaa’nya itu tetap wajib dibayar dan kapansaja (menjadi bebas dan tidak buru-buru harus sebelum tahun depannya lagi), ia juga diharuskan membayar denda atau kaffarah lambat bayar qodho puasa. Yaitu satu mud dalam setiap harinya. Yakni sekitar 8 ons beras atau gandum.

(5). Kalau ingin lebih mudah, maka setelah dikalkulasi semuanya, seperti kaffarah puasa dengan memberi makan orang miskin 60 orang, dan/atau kaffarah lambat membayar qodho (8 ons beras/gandum), maka tinggal diberikan uangnya ke marja’ dan beliau nanti yang akan menyalurkannya kepada yang berhak. Karena biasanya mereka mempunyai daftar-daftar orang miskin.

Jadi, kalau persatu orang atau per-8 ons itu adalah 3000, maka untuk kaffarah satu hari junub (atau pembatalan yang sengaja lainnya yang tidak haram, karena kalau haram harus bayar ketiga-tiganya), adalah 180.000;. Tinggal diberikan kepada marja’ lalu beliau yang akan menyalurkannya

Baim Upik: Salam Sinar, terima kasih atas ilmunya jadi jika orang tersebut melakukan junub seandainya 4 hari dalam bulan ramadhan, artinya dia harus membayar 4xqodho, 4xsalah satu pilihan kaffarah,apakah begitu?

Contoh: jika ia memilih kaffarah puasa 2 bulan berturut-berturut, maka dia harus melakukan 4 x 2 bulan = 8 bulan puasa berturut-berturut ditambah 4 hari qodho. apakah begitu? Dan bagaimana juga pengertian 2 bulan berturut-berturut?

Bagaimana pula jika tak dilakukan secara berturut-berturut? Mohon penjelasannya lebih lanjut, maaf dan terima kasih sebelumnya.

Sinar Agama: Upik,:

(1). Benar begitu. Akan tetapi bukan berarti 8 bulan berturut-turut. Karena yang wajib berturut- turut itu hanyalah per dua bulannya.

(2). Kalau tidak dilakukan berturut-turut maka batal kaffarahnya. Tapi berturut-turut di di sunni dengan di syi’ah berbeda. Kalau di sunni benar-benar selama 60 hari itu harus beruturut- turut, tapi kalau di syi’ah cukup hanya 31 harinya saja dan sisanya yang 29 bisa dicicil. Kalau di syi’ah, kalau ada halangan atau rintangan di antara yang 31 hari itu hingga tidak bisa puasa, maka ketidak berpuasannya itu tidak merusak keberterusannya tersebut. Asal saja begitu udzurnya terangkat maka wajib meneruskan kaffarahnya yang harus berketerusan itu (31 hari). Dan sisanya, bisa dicicil, yakni yang 29 harinya.

Dadan Gochir: Afwan Ustadz, di catatan tersebut ada kata-kata memasukan kemaluan laki-laki ke dubur perempuan, bolehkah Ustadz kita melakukannya?

Sinar Agama: Dadan, di syi’ah ada ikhtilaf, ada yang membolehkan tapi makruh keras, dan ada juga yang mengharamkan. Tergantung marja’nya.

Dadan Gochir: Kalau menurut imam Ali Khamenei bagaimana?

Sinar Agama: Dadan, bisa dikategorikan makruh karena beliau membolehkan yang taqlid kepada beliau hf untuk merujuk ke fatwa imam Khumaini ra.

Sattya Rizky RamadhanZainal Syam Arifin: pak Ustadz, tolong dijelaskan hukum sholat bagi wanita:

1. Dalam sholat sendirian pada sholat-sholat seperti maghrib, isya, shubuh, seberapa kuat suara yang harus dikeluarkannya?

2. Tata cara sholat berjamaah sesama wanita dimana imamnya adalah juga wanita dan makmumnya semua wanita, apakah dibolehkan dalam ajaran imam ahlul bayt? Kalau dibolehkan, seberapa kuat suara imam wanita tersebut?

3. Jika wanita sendirian bermakmum kepada laki-laki (suaminya) sedangkan laki-laki hanya sendirian (suaminya), dengan kata lain suami isteri sholat berjamaah dan hanya mereka berdua, lalu dimanakah posisi wanita: di belakang, di samping kiri atau di samping kanan? Ataukah sebaiknya mereka sholat sendiri-sendiri? Dan bagaimana batasan akhir waktu haid bagi wanita, apakah benar-benar tidak keluarlagi darah ataukah masih keluar sedikit-sedikit tetapi selang/interval yang lama tetapi warnanya bukan lagi merah darah?

Apakah masih tidak dibolehkan untuk sholat jika keluarnya dalam interval yang lama (tidak kontinyu) atau terputus-putus?

Sinar Agama: Salam dan terima kasih pertanyaannya:

(1). Wanita itu tidak harus mengeluarkan suara dalam bacaan fatihah dan surat dalam shalat- shalat yang ditanyakan itu. Jadi bisa bersuara dan bisa dengan suara nafas dimana sebenarnya suara nafas itu tidak bisa seutuhnya dikatakan suara. Jadi, ukuran suara (jahr) adalah suara sekalipun pelan sekali, dan ukurannya suara nafas (ikhfaat) adalah seperti nafas yang terengah. Dan perempuan bisa memilih salah satu dari keduanya itu. Akan tetapi kalau ada lelaki bukan muhrim di sekitarannya, maka wajib membacanya dan semua dzikir- dikirnya itu dengan ikhfat (nafas terengah).

(2). Imam shalat wanita dibolehkan kalau makmumnya juga wanita. Dan hukum bacaannya sama saja dengan sendirian itu.

(3). Kalau suaminya itu adil (tidak melakukan dosa besar dan kecil), maka lebih bagus berjamaah. Dan kalau berjamaah maka posisimakmumnya dimana saja boleh asal agak ke belakang dari imamnya. Jadi, boleh di belakang seperti biasa dan boleh agak ke belakang. Yang penting kalau ke belakang, posisi tempat sujud makmum tidak boleh melebihi sejauh langkahan normal ke posisi kaki imamshalatnya.

(4). Batasan haid itu ada minimalnya dan ada maksimalnya. Minimalnya tiga hari dan maksimalnya 10 hari. Perinciannya ada di kitab fikih.Ringkasnya:

  • (a). Darah haidh itu jelas yaitu berwarna merah kehitam-hitaman, keluar dengan tekanan dan panas. Kalau darah ini sudah keluar, maka ia adalah darah haidh.
  • (b). Sifat-sifat darah haidh itu diwajibkan bagi yang pertama haid atau tidak punya kebiasaan dalam permulaannya, walau punya kebiasaan dalam jumlah harinya. Tetapi bagi yang punya kebiasaan awal haidhnya, baik juga punya kebiasaan jumlahnya atau tidak, maka begitu keluar darah di masa ia biasa memulai haidhnya itu, maka darah tersebut dihukumi haidh.
  • (c). Ketika haidh sudah datang, maka ia dihukumi haidh kalau minimalnya tiga hari dan maksimalnya 10 hari. Kalau setelah dua hariberhenti, maka shalat-shalat yang ditinggalkannya itu harus diqodho’.
  • (d). Tetapi, kalau berhentinya itu belum sepuluh hari lalu keluar lagi, maka masa haidhnya yang pertama itu sudah benar dan masa bersihnya itu yang salah. Karena itu shalat di masa haidhnya itu tidak dosa. Tetapi bagus kalau ditunggu lengkap 10 hari dulu kalau ingin besetubuh (maaf). Yakni sepuluh hari dari sejak haidh pertamanya itu.
  • (e). Berhentinya haidh itu bukan dengan tidak keluarnya darah di luar. Bahkan walau ia keluar di dalam, maka tetap dihukumi haidh. Ini untuk kelanjutannya, bukan di permulannya kecuali kalau seperti yang sudah diterangkan, yaitu yang memiliki kebiasaan di permulaannya (misalnya selalu tanggal satu). Karena itu, untuk kelanjutannya itu, sekalipun sudah tidak keluar lagi, mesti dipastikan. Yaitu dengan memasukkan gumpalan kapas atau tisu atau apa saja kira-kira sebesar jempol tangan, lalu ditunggu beberapa saat. Dan kalau setelah beberapa saat itu dikeluarkan dan ternyata masih ada darah walau hanya seujung jarum, maka ia masih dalam keadaan haidh.
  • (f). Kalau bagi pemula haid, atau yang tidak punya kebiasaan permulaan dalam haidhnya, lalu melihat darah yang tidak memiliki sifat darah haidh itu, atau bagi yang darahnya melebihi 10 hari, maka semua darah-darah itu bukan haidh dan dihukumi sebagai darah istihadhah.
  • (g). Istihadhah itu ada 3 macam:
  • (g-1). Sedikit, yaitu kalau di lubang kemaluannya dimasuki kapas sekitar katakanlah telur puyuh, lalu darahnya tidak meresap atau meresap tetapi tidak sampai tembus. Kewajibannya adalah setiap shalat harus membersihkan kemaluanya, mengganti kapasnya dan wudhu. Puasa tetap saja.
  • (g-2). Sedang, yaitu yang darahnya menyerap dan tembus tetapi tidak sampai pindah ke celana dalam atau softexnya. Kewajibannya selain di atas itu ditambah sekali mandi sebelum shalat subuh.
  • (g-3). Istihadhah banyak, yaitu yang darahnya meresap, tembus dan berpindah ke celana dalam atau softexnya. Kewajibannya selain diatas itu, ditambah lagi 2 kali mandi sebelum zhuhur-ashr dan seblum maghrib-isya’
Rinciannya lihat di kitab-kitab atau buku-buku fikih.

Pada ketiga darah Istihadhah itu puasa tetap dilakukan dan tidak haram berkumpul suami.

  • (h). Diharamkan bagi orang haidh, shalat, puasa, dan thawaf, dan jimak (bersetubuh lewat kemaluan bukan lewat dubur). Begitu pula yang diharamkan bagi orang yang sedang haidh seperti yang diharamkan bagi orang yang sedang junub (keluar mani/orgasme atau masuknya kemaluan lelaki walau sedikit ke dalam kemaluan wanita atau duburnya dimana kedua orangnya sama-sama menjadi junub), yaitu: Menyentuh tulisan Qur'an atau nama-nama Allah (dalam bentuk bahasa apapun) atau nama-nama makshumin as; Masuk masjidulharam atau masjidunnabi saww walau sekedar lewat; Diam di masjid atau makam- makam para makshumin as (tidak sekedar lewat saja); Membaca salah satu ayat dari ayat- ayat ‘Azaa-im yang empat (wajib sujudnya, yaitu ayat 15 dari surat al-Sajdah, ayat 62 dari surat al-Najm, ayat 37 dari surat Fushshilat dan ayat 19 dari surat al-’Alaq).
  • (i). Dimakruhkan bagi orang haid: membaca satu ayatpun dari Qur'an yang tidak ada wajib sujudnya; Membawa Qur'an; Menyentuh pinggiran Qur'an; Menyentuh celah-celah diantara dua baris tulisan Qur'an; Memacari diri (mewarnai rambut, kuku, tangan dan lain-lain-nya dengan pacar).
  • (j). Dimakruhkan bagi orang junub: Makan-minum (bisa diangkat dengan wudhu’ atau tayammum); Membaca lebih dari 7 ayat dari surat-surat yang tidak ada wajib sujudnya (karena kalau yang ada wajib sujudnya maka haram); Menyentuh tulisan Qur'an; Tidur; Memacari diri seperti yang sudah dijelaskan di atas.

Penutup: Mas Zainal jangan heran kalau saya menjawab dirasa melebihi yang diinginkan. Karena memang menyambung dengan apa-apa yang sudah saya janjikan untuk menulisnya pada teman-teman. Jadi, jangan marah kalau kualirkan sekalian janji-janji itu di sini.

Sattya Rizky RamadhanZainab Naynawaa: Salam.

Maaf, pertanyaan saya ini agak-agak vulgar, tapi jika tidak ditanyakan dampaknya akan fatal. Jika keluar darah haid tapi diyakini sudah berhenti sebelum mandi tertib melakukan hubungan intim, setelah hubungan tersebut melakukan kewajiban lain seperti mandi dan shalat. Nah, bagaimanakah niat mandi di sini? Lalu, jika mandi tertib karena hubungan, apakah kewajiban mandi dan shalatnya sah? Jika tidak sahapakah mandi dan shalatnya wajib diulang? Maaf, Ustadz.


Sinar Agama: Salam dan terima kasih pertanyaannya:

(1). Tidak ada vulgar dalam bertanya fikih. Tapi sebaliknya, bahkan wajib dimana kalau tidak tanya benar-benar akan dosa.

(2). Ketika haidhnya sudah habis lalu berhubungan sebelum mandi, maka hukumnya makruh, akan tetapi jelas tidak haram. Jawaban ini sekedar pelengkap saja.

(3). Dalam keadaan seperti di atas itu, maka kewajiban mandinya jelas ada dua kewajiban, yakni: Mandi haidh, dan Mandi Junub.

(4). Dua mandi itu (atau bahkan kalau lebihpun) bisa dilakukan dengan satu kali mandi saja, tapi dengan niat ganda sesuai dengan tanggungannya itu. Kalau dalam kondisi di atas, maka niat mandinya adalah mandi haidh dan junub qurbatan ilallah.

(5). Kalau mandinya hanya dilakukan dengan satu niat saja, maka jelas shalatnya yang dilakukan setelah itu adalah batal.

(6). Karena itu wajib melakukan sekali mandi lagi dengan niat yang belum dilakukan pada mandi pertamanya dan shalatnya jelas diulang atau diqodho kalau sudah keluar waktunya.

Hidayatul Ilahi: mas Sattya Rizky Ramadhan : terima kasih banyak sebelumnya, ini sangat lebih dari cukup, dan sangat-sangat membantu apa-apa yang sama sekali belum saya ketahui.

Tapi, setelah saya cek pertanyaan saya, ternyata salah, kurang kata “cara”, Jadi pertanyaannya “salam Ustadz, mohon keterangan serinci-rincinya fatwa rahbar hf tentang cara mandi junub, syukran wa afwan”.

Syukran wa afwan mas , sekali dayung 2 pulau terlampaui.


Sinar Agama: Salam dan terima kasih pertanyaannya. Kurasa memang sudah cukup nukilan Sattya itu, syukurlah.

Sinar Agama: Sattya: Terima kasih banget bantuannya semoga diterimaNya. Syukur padaMu ya Rabb yang telah mengurangi rasa kehampirputus asaanku setelah hamba bayangkan bagaimana caranya menjawab puluhan pertanyaan yang masuk ke inbox tiap hari dan dalam pada itu juga harus searching tulisan-tulisan lama untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang berulang di dinding ini. Hanya padaMu kuucapkan syukurku setelah berterima kasih pada hambaMu (karena yang tidak bersyukur pada makhluk, berarti tidak syukur pada Khaliqnya), yang memberi tanpa diminta, yang mengampuni (bagi yang dikehendaki) tanpa mesti ditangisi.

Sattya, kalau begitu kuharap sekalian antum pantau-pantau pertanyaan-pertanyaan yang datang di dinding ini dan nukilkan jawaban-jawabanku sebelumnya, sampai kembalinya Sang Pencinta di tengah-tengah kita.

Aku sudah pernah merasakan pahitnya kehilangan salah satu tanganmu, mas Arsip, dan kini cobaanku bertambah dengan berhalangannya Pencinta. Semoga antum bersedia membantu sampai kembalinya Pencinta, atau kembalinya dua-dua nya, Pencinta dan Arsipku yang sudah sangat lama kutunggu, amin. Terima kasih di awal dan tanpa akhir.

Sattya Rizky Ramadhan: Aamiin, karena rasa syukurku untuk ilmu-ilmu yang telah Ustadz berikan kepada kami semua. Saya akan berusaha mencoba semaksimal mungkin menjalankan amanat Ustadz sampai sang pecinta kembali.

Hidayatul Ilahi: maaf Ustadz, saya yang salah dalam bertanya, saya mau ralat pertanyaan saya, mohon fatwa rahbar hf tentang cara-cara mandi junub serinci-rincinya, jawaban di atas adalah keterangan tentang junub, jadi saya belum puas, maaf Ustadz dan mas sattya, saya agak bawel, dicubitpun tak apa.

Sattya Rizky Ramadhan: Mas Hidayatul Ilahi, tadi saya cari di grup belum ketemu. Seingat saya dulu saya juga pernah bertanya pada Ustadz tentang cara mandi junub, kalau tidak salah ingat jawaban ringkasnya mandi junub dapat dilakukan dengan dua cara 1. Menceburkan diri ke air yang mengalir (sungai) atau air yang melebihi ukuran satu kur (kolam, laut, dan lain-lain). Niat mandi junub kemudian mencebur ke tempat tersebut sampai kepala tenggelam dan seluruh badan basah terkena air. 2. Mandi secara tertib urut-urutannya membersihkan bagian-bagian yang najis pada tubuh kita kemudian niat mandi junub -> Membasuh/menyiram kepala sampai batas leher(meratakan airnya) -> Membasuh/menyiram tubuh bagian kanan (meratakan airnya) -> Membasuh/menyiram tubuh bagian kiri (meratakan airnya). Kalau tidak salah dilakukan 2 kali 2 kali basuhan, kemudian ada anjuran dari Imam Khomaini ra untuk membasuh/menyiram sekali bagian kanan dari mulai kepala sampai kaki dan membasuh/menyiram bagian kiri dari kepala sampai kaki. Selanjutnya mandi seperti biasa, dan setelah mandi junub tidak perlu wudhu untuk melakukan hal-hal yang wajib wudhu (sholat, dan lain-lain). Mohon maaf kebanyakan kalau tidak salahnya. Mudah-mudahan Ustadz berkenan mengkoreksi.

Hidayatul Ilahi: Anjuran Imam tersebut, kehati-kehatian atau bagaimana mas? Lalu, air laut termasuk air mutlakkah?


Sinar Agama: Salam dan terima kasih pertanyannya:

(1). Mandi junub itu sama dengan mandi besar lainnya, seperti haidh, nazar, mandi sunnah, habis memegang mayat yang belum dimandiikan dan sudah dingin, ...dan seterusnya. Yang dikatakan junub adalah keluarnya mani, orgasme atau bersetubuh walau hanya masuk seukuran sedikit.
(2). Caranya:
  • 2-a- Bersihkan dulu seluruh badan dari najis dan hal-hal yang dapat menghalangi sampainya air ke badan kita (kulit, rambut dan kuku).
  • 2-b- Air yang dipakai air apa saja yang penting mutlak (bisa disebut air tanpa embel-embel) dan tidak najis. Jadi, boleh air hujan, sungai, laut, air sumur, air bak, air pam, air kur (+/- 384 liter), air sedikit (di bawah kur). Air mutlak yang bisa disebut air tanpa embel-embel, seperti air sungai, hujan...dan seterusnya karena bisa disebut air. Tapi air kopi, teh, kelapa...dan seterusnya, tidak bisa disebut air tanpa embel-embel hingga karena itu disebut air mudhaf dimana tidak bisa dibuat mensucikan najis dan hadats.
  • 2-c- Sebelum mandi, harus niat dulu mandi apa, junub, haidh, sunnah, atau apa dan diniatkan Qurbatan ilallaah (mendekatkan diri kepada Allah).
  • 2-d- Menyiramkan air ke bagian pertama, yaitu kepala sampai leher. Berapapun siramannya tidak masalah, tapi jangan sampai isyraf dan mubadzdzir. Yang penting sampai rata ke seluruh bagian pertama itu. Tapi bisa juga meratakan airnya seperti menyemir. Yang penting semuanya terkena air, dari rambut dan kulitnya.
  • 2-e- Membasuh dengan cara yang sama, bagian kanan badan dari bahu sampai kaki. Kemaluan dan pusar sebaiknya dimasukkan ke dua bagian kanan dan kiri dengan niat supaya mendapat keyakinan bahwa bagian kanan dan kirinya sudah terkena air.
  • 2-f- Membasuh dengan cara yang sama, bagian kirinya.
  • 2-g- Mandi ini disebut mandi tertib dan urutannya tidak boleh dirubah karena akan mem- batalkan mandinya (tidak syah).
  • 2-h- Air yang jatuh ke bagian lain ketika membasuh bagian sebelumnya (atau setelahnya), tidak merusak tertib di poin g itu asal tidak diniati sebagai mandi besarnya. Jadi, ketika membasuh bagian pertama, maka ketika niatnya hanya membasuh bagian pertama, maka air yang jatuh ke bagian kanan dan kiri itu, tidak merusak tertib. Begitu pula ketika membasuh bagian ke dua dan ke tiga.
  • 2-i- Supaya yakin, maka setiap membasuh bagian-bagiannya, maka dilebihkan ke bagian lainnya sedikit (walau hanya dengan niat) tapi dengan niat untuk mencapai keyakinan bahwa bagian yang sedang dibasuhnya sudah terkena semuanya.

(3) Mandi di atas itu disebut dengan “mandi Tertib”. Sedang cara ke dua disebut dengan “Mandi Irtimasi” atau “Mandi Mencebur”. Mandi Mencebur ini caranya sbb:

  • 3-a- Bersihkan badan dari najis dan penghalang.
  • 3-b- Niat mandi apa (niat ini cukup dalam hati), dan dikarenakan Allah (Qurbatan ilallaah).
  • 3-c- Mencebur ke air hingga tenggelam semua sampai kepalanya tenggelam ke air. Setelah merasa yakin bahwa anggota badan dan rambutnya sudah terkena air, keluar lagi di tempat yang sama. Keluar, maksudnya sampai kakinya juga keluar dari air.
Tambahan:

Selain mandi junub, tidak mengandungi wudhu. Karena itu, setelah mandi atau sebelum mandi besarnya, harus berwudhu kalau mau shalat atau melalukan apapun yang diharuskan memiliki wudhu terlebih dahulu, seperti menyentuh tulisan Qur'an dan nama-nama Tuhan.

Khommar Rudin: Allah humma shalli alla muhammad wa alli muhammad.

Hidayatul Ilahi: ALHAMDULILLAH, saya sangat puas dengan jawaban Ustadz dan mas sattya. Oh iya Ustadz, ada yang kelupaan, bagaimana dengan wanita? Caranya sama kah?

Iday She Topi Jerami: nyimak. Afwan.

Sinar Agama: H.I: Kurasa sudah dijelaskan di atas. Yakni sama saja.

Hidayatul Ilahi: iya Ustadz, afwan. 

Wassalam.



اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وآلِ مُحَمَّدٍ وعَجِّلْ فَرَجَهُمْ

Tidak ada komentar:

Posting Komentar