Jumat, 28 Februari 2020

Kisah Diskusiku Tentang The Genitic God


http://www.facebook.com/groups/210570692321068?view=doc&id=223774151000722 by Sinar Agama (Notes) on Tuesday, January 11, 2011 at 10:32pm


Kisahku ini bermula dari, ketertarikanku pada Tuhan Genitic yang tertulis di sebuah status yang, isinya menceriterakan tentang sebuah buku. Setalah itu aku mengomentarinya, dan mengomentari komentar-komentar yang masuk, sampai akhirnya tidak tersedia lagi ruang kolom komentar buatku. Karena mungkin sudah penuh kali atau diblok?! Nah, karena banyak teman- teman yang menunggu tuntasnya diskusi itu, maka kupikir ada baiknya, kalau kuteruskan di catatanku saja, karena sepertinya di tempatku kolom komentarnya tidak terbatas, he he he. Nah, saya akan mulai dengan mengulangi bacaanku tentang status itu lalu, aku akan nukil komentarku dan komentar-komentar teman-teman lainnya yang bagiku menarik atau setidaknya yang ingin kucopas disini. Karenanya yang tidak kecopas bukan berarti tidak menarik, tapi pasti karena hal lain yang sudah tentu beralasan positif relatif. Nah, kumulai ceritaku dengan membaca status berikut ini:

The Genetic Gods: Kuasa Gen atas Takdir

Oleh Muhammad Anis 07 Januari 2011 jam 11:03

Beberapa hari yang lalu, saat kelayapan ke sana kemari, eh tahu-tahu ngeliat buku yang satu ini. Judulnya The Genetic Gods: Kuasa Gen atas Takdir Manusia (Penerbit Serambi, 2007). Saya baca beberapa halaman di dalamnya, wow keren. Langsung ngelirik dompet, ternyata cukup. Akhirnya, masuklah buku itu ke ransel. Karena menarik dan thought provoking, saya pengen share friends, untuk didiskusikan. Setelah “bertanya” ke ustad google, ternyata sudah ada resensinya yang menurut saya cukup bagus. Jadi, saya kutipkan aja deh, dengan sedikit editing. Judul buku ini sepintas terasa provokatif. Dalam wacana keagamaan, takdir dipandang sebaga bahasan yang rawan, suatu wilayah remang-remang yang menyimpan banyak jebakan teologis yang mencelakakan. Ketika bahasan tentang takdir bercampur dengan cabang sains yang tergolong kontroversial, dalam hal ini biologi evolusi, hasilnya mungkin bisa membuat jidat para agamawan sedikit berkerut. Tapi untungnya hal itu tidak terjadi pada buku ini. Sebagai Distinguished Professor in Ecology & Evolutionary Biology pada School of Biological Sciences, University of California, John C. Avise (pengarang buku ini) jelas adalah sosok yang cukup otoritatif untuk tema yang dibahas dalam bukunya tersebut.

Pemikiran yang dibawa oleh buku ini sebenarnya cukup sederhana. Setelah kita tahu bahwa gen- gen dalam tubuh kita menentukan takdir bentuk tubuh dan kesehatan kita—bahkan kebudayaan, kepribadian, dan kecenderungan moral kita—lantas bagaimana dengan kepercayaan keagamaan yang menempatkan Tuhan sebagai penguasa takdir manusia?

Untuk menjawab pertanyaan ini, Avise membawa pembaca dalam perjalanan menelusuri ber- bagai penemuan mutakhir dalam genetika, berikut aneka tantangan yang dihadirkannya bagi agama, filsafat, hingga moralitas hidup manusia. Perjalanan dimulai dari doktrin biologi yang mencakup genetika evolusioner pada bab pertama. Di sini Avise memaparkan secara ringkas dasar-dasar teori genetika, hingga peranannya dalam evolusi organisme hidup. Berikutnya, pada bab kedua, buku ini memaparkan berbagai mitologi asal-usul kehidupan, baik dalam tradisi agama-agama besar, hingga suku-suku terasing yang menghuni berbagai belahan dunia.

Dari sana, pembaca digiring menuju pemahaman terhadap asal-usul kehidupan menurut sains dan tanggapan filosofis (dan tentunya teologis) terhadap hal tersebut.

Pokok bahasan yang sesungguhnya baru kita dapati pada bab ketiga dan selanjutnya. Di sini pembaca mulai dibawa melintasi wilayah kutukan dan berkah genetis, yang semuanya itu membawa konsekuensi terhadap perjalanan hidup organisme yang bersangkutan. Avise pun menjabarkan soal cacat genetis, kromosom, penggerak meiosis (meiotic drivers), determinisme genetis, dan aneka topik bahasan lainnya yang relevan. Semua dibahas secara sistematis dan relatif rinci, untuk ukuran bacaan popular tentunya.

Belakangan, pada tiga bab terakhir, Avise mulai menurunkan tensi bahasan ilmiah dan memberi porsi lebih besar untuk ranah filosofis. Diantaranya ada bahasan yang tergolong “berani” mengenai takdir versus sains, hingga etika bioteknologi. Walaupun sepintas terasa agak teknikal, buku ini sebenarnya ditujukan kepada masyarakat awam yang berpikiran terbuka. Seperti ditegaskan oleh penulis dalam prakatanya, buku ini berbicara tentang sebab akibat dalam biologi.

Buku ini juga tidak dimaksudkan untuk berkutat serius dengan dampak evolusi terhadap ketuhanan dari sudut pandang para filosof keagamaan atau ahli teologi. Melainkan hadir untuk memberikan pemahaman yang lebih jernih mengenai temuan empiris mutakhir di bidang genetika molekuler dan kemajuan konsep dalam teori genetika evolusioner, yang pada akhirnya diharapkan dapat meningkatkan komunikasi antara ilmu sosial dan eksakta, serta antara teologi dan biologi evolusioner. Sasaran yang sedikit muluk, namun tidak ada salahnya untuk dicoba.

January 11, 2011 at 10:36pm via mobile · Like · 1


Sinar Agama: Lalu dikomentari oleh berbagai teman sebagai berikut (akan dinukil sebagiannya saja):

Ummy Latifah: ijin share mas anis.. terimakasih.

Muhsin Labib: resensi manis dari mas anis... thanks.

Abu Bakr Saleh Ba'syir: Wow, menarik bang anis, mengerikan jg mungkin. Apa bnar gen menentukan takdir kita bhkan sampai menyentuh moral...wow wow wow (merinding dan deg deg an). Trus bgaimana dgn penemuan2 mutakhr jg dalam kemampuan rekayasa genetika. Artinya gen bukan determinisme?

Muhammad Anis: @Ummy: Monggo mbak...makasih... @Ustad Labib: Syukran sama-sama ustad...hehe...

@Abu Bakr: Penemuan mutakhir dalam bidang rekayasa genetika tampaknya kok malah mem- perkuat tesis kuasa gen atas takdir... waduh gimana nih?

Syafiq Shahab: tentu saja gen berpengaruh terhadap takdir, tapi secara tidak langsung mungkin pengaruh langsung hanya kepada potensi-potensinya saja faktor lain adalah bakat jiwa seseorang yang menjadi pilihan untuk digali atau tidak Quito Riantori

Ilmu Genetika akan selalu menjadi bahasan menarik, terutama jika ‹dibenturkan' dengan konsep- konsep keagamaan yang kaku. Sudah semestinya para agamawan menjadikannya sebagai tantangan yang positif dengan perhatian yang ekstra. Terima kasih sudah ditag, mas Anis, jadi pengen tahu lebih jauh neh.

Abu Bakr Saleh Ba'syir: Maksudnya?

Doddie Arief Bdmn: lebih seru dari Genome: The Autobiography of a Species In 23 Chaptersnya Matt Ridleys kah?....

Zainal Syam Arifin: Saya juga punya bukunya mas, meskipun pengarangnya terkesan atheis atau penggugat Tuhan, namun ada beberapa pengetahuan yang bisa diambil dari buku tersebut. Akan tetapi menurutku tidak sembarang orang yang boleh membaca buku itu, sebab jika bekal ilmunya kurang cukup dia tidak akan bisa memilah-milah untuk hanya mengambil yang terbaik dari bacaan itu.

Ashoff Murtadha: Teruskan....!!! Terimakasih Mas...

Zainal Syam Arifin: Saya senang membaca buku tersebut karena salah satu pengetahuan yang saya dapatkan bahwa dari hasil penelitian genetik, Adam diperkirakan sudah ada sejak sekitar 250rb tahun - 200 rb tahun yang lalu.

Latifah Shahab: dulu saya sewa kaset discovery judulnya the genetic of sin, isinya mengenai genetik yang kadang juga menentukan nasib seseorang di contohkan dalam kaset tersebut seorang mengangkat anak dari panti asuhan dididik dengan baik namun kelakuannya sangat mengerikan ia suka menyakiti bahkan membunuh di usia yang sangat muda, ternyata setelah diselidiki orang tua aslinya adalah seorang pembunuh sadis ini sebuah temuan yang kebetulan atau memang ada sesuatu dari gen yang membentuk takdir.. saya baca di attanwir bahwa pembunuh imam Ali memiliki hubungan kelurga dengan orang di masa lalu yang membunuh onta nabi Saleh. ini kebetulan atau ada sesuatu ya...

Zainal Syam Arifin: Tidak seperti apa yang ditulis di banyak buku agama (sebagai misal dalam buku Kamus Al Qur'an, ada di Gramedia) bahwa Adam mulai muncul pada sekitar 6000 Sebelum Masehi, ini tidak masuk akal.

Karena di China saja pada sekitar 11.000 SM sudah muncul suatu jenis Ras Manusia yang berukuran tinggi hampir 2 meter yang menguasai teknologi dan budaya digelari: “Putra Pantulan Cahaya”. Merekalah yang mengajarkan Ras China tentang Seni Beladiri, Pengobatan dan Tari- tarian (Kesenian) di saat Ras China masih tergolong “Terbelakang” seperti budak. China masih menjadi budak mereka. Namun Ras tersebut hilang dengan tiba - tiba tanpa diketahui sebabnya seakan - akan sengaja meninggalkan china. Kaisar Kuning saja muncul sekitar 8000 SM.

Muhammad Hasan: lantas tesis yang dihasilkan Avise apa kyai?

Zainal Syam Arifin: @Latifah Shahab: Dalam buku “The Genetic Gods” di atas disebutkan bahwa ada salah satu jenis gen yang disebut “Gen Pelompat” yang melompat atau dengan kata lain menurun dari induk ke anaknya untuk kemudian suatu saat muncul pada keturunan yang ke sekian kalinya. Saya jadi teringat juga setelah membaca itu bahwa Nur Muhammad itu diturunkan dari sulbi yang satu ke sulbi yang lainnya (Maksudnya keturunannya) dari Orang tua yang bersih (Shaleh) sampai akhirnya muncul dalam pribadi Muhammad bin Abdullah melalui RahimAminah. 1 2 3 4 5 Selanjutnya

Afifah Ahmad: Tulisan yang menghubungakan gen dan ketuhanan, beberapa tahun ini nampak- nya terus menggelontor. Ada juga buku sejenis yang mungkin bisa jadi bahan diskusi tambahan, meskipun tensinya tidak setinggi The Genetic Gods yang kelihatan dahsyat...(kalau lihat hasil resensi) misalnya, The Devine Code of Life nya Kazuo Murakami, dalam edisi Indonesia diterbitkan oleh mizan dengan judul lebih menarik The Devine Message of DNA: Tuhan dalam Gen kita. Saya sendiri baru baca review-nya di sini:

http://revinaoctavianitadr.multiply.com/reviews/item/4

Tapi, The Genetic Gods, kelihatannya lebih menantang, meskipun Avise ilmuwan biologi, kelihatan- nya dia juga pandai bermain-main di ranah sosial, paling tidak filsafat, antropologi dan sejarah. Betul tidak bu Shanty *cari dukungan*

Hm...sayangnya, semua baru sebatas ‘kelihatannya’ karena sekarang saya hanya bisa ngiri sama yang udah mengantongi dan membaca buku ini. ok ditunggu eksplorasi lebih jauhnya.

Zainal Syam Arifin: @Afifah Ahmad: saya punya ebook “The Divine Message of DNA” jika mbak atau siapa saja yang berminat, hubungi saja saya via inbox, nanti saya emailkan.

Sidoele Doele: yang menghendaki ebook original nya ada di sini : http://rapidshare.com/files/18229298/The_Genetic_Gods.pdf

Yanu Arfe: Nice,,

Zainal Syam Arifin: Syukron akhi.

Levi Yamani: wooow sangaaat menarik syukron.

Moh Musa: thanks, prof.... can i know the price of the book, so i can check if my wallet could compromise with it or not? he he he.

Zainal Syam Arifin: Ilmu adalah cahaya, sedangkan ilmu adalah kumpulan infomasi.

Genetik adalah sekumpulan informasi dalam bentuk kode - kode yang masih rumit bagi manusia, kan tetapi itu “ada” meskipun manusia belum banyak tahu.

Dengan membaca buku itu, kita tidak akan heran lagi tentang ayat, ketika Allaah bermaksud menciptakan sesuatu hanya dengan berfirman:

“. Kun fayakun”, jadilah, maka jadilah akan tetapi gambaran genetika di atas hanyalah untuk menyederhanakan sesuatu yang rumit untuk dijelaskan. Allaah lebih mengetahui. Dialah Pe- milik Perbendaharaan di Langit dan di Bumi, Yang Menciptakan Ilmu Pengetahuan dan Yang Mengajarkan Manusia dengan (perantara’an) Kalam.

Eydzar Ali Stany: memori dari masa lalu nenek moyang kita tersimpan dalam protoplasma DNA.

Thobieb Al Asyhar: wah diskusi menarik nech, meskipun saya gak ditag (mungkin mas anis pernah mangkel karena statusnya pernah sayaganggu... ha ha... piss!). bagi saya, cukup menarik

jika soal gen ini dihubungkan dengan kualitas ruh manusia. Tapi ini menjadi problem, karena ruh bersifat spiritual, sedangkan gen bersifat positivistik. Jika disebut ada gen pelompat, saya kira ini menjadi perdebatan soal teologi yang mirip konsep reinkarnasi. So, nampaknya gen memiliki kecenderungan dalam konsepsi takdir, namun ingat bahwa setiap manusia lahir memiliki potensi fujur dan taqwa. Bagaimana ya cara mengawinkannya, mbuh wis aku bingung iki... he he...

Moh Musa: Gen itu dalam bahasa Islam adalah “tiinah”, yang tentu menurut para teolog bukanlah kekuatan yang absolut. Dalam perdebatan mengenai natural determinisme, genetic power rupanya kini menjadi icon yang paling ngejreng.

Sinar Agama: Salam. Ketika dulu orang belum tahu tentang tubuh manusia, seperti otak dst, maka mereka meyakini manusia atau jiwamanusialah yang menjadi jati diri dan melakukan seluk beluk aktifiitas lahir batinnya. Tapi setelah tahu dengan ilmu pengetahuan modernnya tentang struktur tubuh manusia, maka mengira bahwa ini dan itunya ada di tubuh manusia. Misalnya otak bagian ini dan itu, menyimpan ini dan itu...dst. Padahal semua itu bukanlah arti hidup itu sendiri. Artinya, si pengingat dan si pelihat, si pendengar, si pemikir. dst adalah ruh manusia yang mem-manage/mengatur semua urusan materi badaniahnya.

Karena materi, tanpa non materi atau ruh, jangankan melihat, mendengar dan semacamnya, neutron saja tidak akan sanggup berputar dua kali dengan putaran yang sama. Karena materi adalah keterbagian dan keterpisahan satu dan lainnya. Sementara putaran atau gerakan, tanpa pengaturan, tidak mungkin bisa terjadi dua kali yang sama. Dan kesamaannya terlahirkan dari kesengajaan, dan kesengajaannya terlahir dari ilmudan ilmu dari keharidiran yang diketahui pada yang mengetahui. Sementara materi, jangankan menghadirkan lainnya sebagai obyek ilmunya, melahirkan diri dan bagiannya saja, tidak mungkin, karena dia adalah hakikat keterpisahan bagian-bagiannya.

Alhasil ana ingin katakan bahwa ada unsur non materi dalam badan dan setiap badan/benda. Unsur itulah yang dikatakan sebagai ruh. Ada Ruh tambang saja, ada ruh yang selain tambang juga memiliki daya nabati, hewani dan akli seperti manusia.

Setelah kita tahu adanya ruh dalam setiap materi, dan dia adalah pengatur dan penggeraknya, maka semua badaniahnya adalah alatnya semata. Maka dari itu tidak heran kalau para filosof mendefinisikan ruh sebagai “Non materi secara zatnya, tapi materi secara aksinya”. Beda dengan malaikat yang non materi secara zat dan perbuatannya.

Dengan ini dapat dipahami bahwa otak, bukan gudang semua yang dikatakan oleh ilmuwan sebelum ini. Lidah juga bukan sebagai perasa, matabukan sebagai pelihat. dst. Akan tetapi semua itu adalah alat bagi ruh manusia (dalam hal ini). Jadi ruh, selama masih dengan badan, sudah tentu memerlukan alat itu, dan kalau hilang satu sajadari padanya, maka ia akan kekurangan informasi dan ilmu. Kalau telinganya rusak atau belahan otaknya tempat gudang memorinya rusak, maka ruhnya akan kehilangan pendengaran dan ingatannya. Kecuali kalau nanti dia sudah terlepas dari materi dikala mati dan sebagainya.

Gen juga seperti itu. Apapun bentuknya dan hakikatnya dia, tidak lain tetap materi, dan hukumnya tetap sama dengan materi yang lainnya. Karena itulah imam Ali as mengatakan, “apakah kalian mengira kalian adalah benda kecil? Padahal dalam kalian terbentang alam yang luas”. Atau imam Ja’far as ketika berkata kepada seorang kafir “apakah batu di dekatmu itu diam atau bergerak?” Si kafir tertawa dan berkata “dia diam sudah tentu”. Imam as berkata “dia bergerak dan orang di kemudian hari yang akan membuktikannya”.

Maksud saya, Tuhan Yang Maha Tahu tidak pernah meluputkan apapun yang mesti diketahui oleh manusia. Jadi, kalau Islam mengatakan bahwa tidak ada takdir dan tidak ada nasib dalam manusia, karena akal dan ikhtiarnya, maka jelas hal itu tidak ada.

Lihat cataatnku tentang Pokok-pokok dan Ringkasan Syi’ah bagian 2.

Jadi, pengaruh badani bagi ruhani hanya sebatas alat. Jadi ruh tidak bisa melihat kalau tidak punya mata dst. Anak orang kena aid akan aid, orang hitam akan hitam, dst.

Tapi hal itu bukan apapun yang berpengaruh dalam kehidupan ikhtiari secara dasar dan fital. Sudah tentu orang yang kena aid akan sedih dan umur pendek, tapi dalam pendeknya itu ia bisa bahagia dan taqwa dengan ikhtiarnya. Begitu pula dengan gen-gen itu. Tak perduli gen itu gen apapun, dan hal itu bisa benar kalau penelitiannya sudah benar, tapi yang jelas dia bukanlah penentu akhir bagi karakter yang akan diambil. Diahanya berfungsi sebagai alat dan pengaruhnya juga sebagai alat. Anggap orang yang gennya bagus seperti orang yang berlayar dalam damai, dan gennya yang tidak bagus bagai berlayar dalam ombak mendentum. Tapi hal itu bukanlah penentu selamat tidak selamatnya kedua gen itu. Penyelamat hakikinya adalah ada di ikhtiarnya dan akalnya. Jadi, bisa saja yang berlayar di laut damai bisa tenggelam, dan yang berlayar di gelombang besar justru yang selamat.

Letak ke-Adilan Tuhan adalah di akal sebagai ukuran pertimbangan sikap yang akan diambil, dan ada pada ikhtiarnya, serta ada pada di besarkecilnya ujian manusia. Maka dari itu anak kiyai kalau mabok akan mendapat dosa lebih besar dari maboknya anak pemabok. Dan anak pemabokakan dosa kalau mabok. Karena gennya bukan penentu dia mabok, walau merangsangnya dan akal serta ikhtiarnya yang membuatnya menentukan mabok. Begitu pula shalatnya anak pemabok akan lebih besar pahalanya dari shalatnya anak kiyai. Karena ujian yang dihadapi dari anak pemabok lebih besar dari kiayi. Ujian-ujian yang datang baik dari lingkungan, orang tua, gen. dst.

Jadi, mari kita hati-hati bersama, dalam menyikapi apapun isu baru. Jangan sampai seperti sulu waktu awal kali ditemukan gen lalu mengatakan bahwa ia abadi sekalipun badan lannya hancur dan nanti dia yang akan bangkit kembali. Dan sekarang, mengatakan bahwa Gen adalah Tuhan, Penentu takdir, Penentu sikap. dan seterusnya. wassalam, afwan.

Sinar Agama: Pak Musa: thiinah itu ditafsirkan dua, ada yang materi, seperti Allamah Thaba- thabai ra. Tapi muridnya, Ayatullah Jawadi Omuli hf menolak hal itu karena akan melahirkan takdir dan nasib dimana telah dikarang oleh sebagian muslimin untuk jadi rukun iman. Jadi, tinah atau tanah asal yang dikatakan dalam hadits, bahwa syi’ah dicipta Tuhan dari sisa-sisa tanah para makshum, adalah tanah yang barzakhi, bukan materi. Dan tanah barzakhi ini dipilih sendiri oleh kita manusia. Karena itulah Rasul saww bersabda bahwa “Aku dan Ali adalah ayah dari umat ini/ Islam”. Yakni yang memilih Islam sebagai agamanya, maka ia telah membuat tubuh keduanya, yakni tubuh barzakhinya itu (barzakh adalah non materi yang tidak memiliki bendawiahnya saja, tapi memiliki semua sifat materi selain matternya).

Sebagaimana telah dibuktikan dalam filsafat bahwa amalan kita berbentuk dan menjadi tubuh kita, maksudnya adalah tubuh barzakhi kita yang akan kita bawa ke kubur dan akhirat kelak. Jadi Thiinah dalam Islam artinya adalah tanah barzakhi dimana dibagi dua, surga (makshumin as) atauneraka. Dan tanah ini dipilih sendiri oleh kita dengan akal dan ikhtiar kita. Jadi, gen bukanlah thiinah itu sendiri. Afwan.

Zainal Syam Arifin: wah semakin menarik. InsyaaAllaah malam baru saya lanjut lagi bacanya.

Moh Musa: @SA: Penafsiran kedua menurut ana sah-sah aja, atau katakanlah lebih relefan dengan hadits-hadits thinah. Hanya saja, penafsiran pertamapun menurut ana tidak ada resiko buruknya (makhdzur), sebab gen tetap bisa dibuktikan bukanlah faktor yang absolut. Adapun mengapa hadits-hadits itu mengesankan kebanggaan pada thinah, maka itu juga sudah ada jawaban teologisnya. Sayyidah Fathimah atau Imam Husain berbicara soal nasab (baca thiinah) kepada publik tak lain dalam pengertian materi, karena beliau bicara di depan masyarakat yang paradigmanya masih berkubang di wilayah materi. Itu aja dulu... syukran atas insightingnya.

Sinar Agama: Pak Musa, antum hanya berhak memilih atau no coment pada kedua belah tafsiran itu, tapi tidak logis membenarkan dua-duanya, karena jelas bertentangan. Antum mengatakan bahwa para makshum membanggakan hal thiinah itu dan antum katakan itu adalah benda. Kalau begitu berarti mereka menolak agama mereka sendiri. Atau antum lupa pada haditsnya? Yang mengatakan bahwa orang yang memusuhi Ahlulbait as itu karena dibuat dari thinah jahannam, dan yang cinta pada Ahlulbait as itu dibuat dari tanah surga? apa antum lupa pada hadits tinah itu dimana bukan hanya membanggakan diri mereka sendiri tapi semua syi’ahnya? Apakah ini tidak berarti bahwa meraka dan parasyi’ahnya telah majbur berbuat baik dan musuhnya majbur berbuat buruk.

Dalam riwayat thiinah yang panjang itu dikatakan dengan jelas dan juga kepada orang banyak bahwa yang benci Ahlulabit itu KARENA DICIPTA DARI TANAH NERAKA, dan yang cinta KARENA DIBUAT DARI TANAH SISA-SISA MEREKA AHLULBAIT as. Jadi, penyebab keburukan dan kebaikan itu karena dicipta dari tanah itu. Nah, kalau diartikan materi, baik dari gen, makanan haram-halal,... dst, maka semua itu pasti menjurus ke determinis.Jadi dalam riwayat itu sebab dari kebaikan dan keburukkan adalah thiinah tersebut.

Jadi, Gen jahat, makanan haram yang diberikan kepada anak oleh orang tua, tidak akan pernah memajbur si anak, walau si anak akan mengalamigangguan dan godaan yang lebih dari anak gen baik dan diberi makanan halal. Tapi bukan penentu. Nah, ketika bukan penentu, berarti Thinah jahannam dan surga itu, dimana keduanya adalah penentu, tidak bisa saling diterapkan. Yakni thinah/tanah jahannam tidak bisa diterapkankepada gen-buruk dan makanan haram. Begitu pula sebaliknya, thinah surga tidak bisa diterapkan kepada gen baik dan makanan halal. Hal itu,karena kedua kelompok itu bertentangan, karena yang satu menentukan dan lainnya tidak menentukan. Nah, dengan demikian maka yangdisampaikan Ayatullah Jawadi hf bahwa penafsiran yang ke gen, makanan itu adalah jabariah, sedang kalau ditafsirkan kepada tanah barzakhi yang untuk badan ke dua kita yang barzakhi, maka disini, tidak menjurus kepada jabariah dan layak dibanggakan bagi yang baik dan layak disiksa bagi yang jelek, karena semua itu disebabkan ikhtiarnya sendiri.

Antum mengatakan bahwa makshumin as bicara dengan orang banyak, emangnya orang dulu tahu gen? Nah, kalau masyarakat dulu juga tidak tahu gen, maka mereka juga tidak akan paham sebagai materi. Karena para makshum as dibuat dari mani secara badaniahnya, bukan dari tanah surga. Jadi orang dulupun memahami bahwa yang dimaksud oleh para makshumin as bukan badani. Karena secara badani mereka dibuat darimani, sementara lahiriah haditsnya mengatakan dibuat dari TANAH SURGA, dan musuhnya dari TANAH JAHANNAM. Jadi orang dulupun memahami bahwa yang dimaksud BUKANLAH LAHIRIAHNYA, TAPI MAKNA BATINNYA.

Moh Musa: Yupz, ana bisa menangkap penjelasan Antum... teruskan dulu.

Sinar Agama: Ingat hadits tanah ini tidak sama dengan hadits nur Muhammad saww yang diestafetkan dari sulbi ke sulbi dan dengan wadah (rahim) yang suci. Jadi hadits nur itu ada penjelasannya sendiri, sedang hadits TANAH juga penjelasannya sendiri, yaitu yang di atas itu. Wassalam dan afwan.

Afwan ada yang lupa: Tapi kalau thiinah itu, yang sebagai sebab kebaikan dan keburukan itu diartikan dengan barzakhi manusia yang dimiliki setiap ruhnya, maka hal itu menjadi gamblang dan ikhtiari sepenuhnya. Karena ketika orang menyengaja makan makanan haram, maka sebelum mulutnya menyentuh makanan haram itu, ruhnya yang telah bertekad melanggar Tuhan itu, telah memakan neraka duluan. Artinya ruhnya yang berikhtiar dan bertekad jelek itulah yang telah membuat dia makan neraka. Nah, ruhnya yang makan tanah neraka itulah yang membimbing badannya untuk makan makanan haram itu. Begitu pula tentang cinta dan benci kepada keluarga Rasul saww. Jadi ruhnya dulu dengan ikhtiarnya memilih benci kepada kebenaran lalu benci kepada pembawa kebenaran, baru badaniahnya memusuhi mereka as.

Jadi, makanan haram yang diberikan kepada anaknya itu, bagi ayah adalah tanah jahannam, dan bagi si anak belum menjadi jahannam. Tapi secara bendawi atau ruhi yang bendawi alias ruhi yang di tingkat bawah, atau bawaan dari makanan itu, memang memiliki gejolak-gejolak, persis seperti gen-gen itu. Tapi di sini bukan penentu, karena hanya berupa lingkungan saja, seperti yang sudah diterangkan di atas. Jadi, penentunya adalah ikhtiar si anak yakni ruh si anak sendiri. Dan karena dia masih bayi atau belum baligh atau belum tahu setelah baligh bahwa harta yang dimakannya dari orang tuanya adalah haram, maka harta dan makanan itu belum menjadi tanah neraka.

Moh Musa: Ana setuju dengan “ninja SA”, tapi penjelasan seperti ini untuk kalangan di luar lingkungan filsafat akan terdengar seperti dogma atau mushadarah ‘alal mathlub... tapi yaa mo gimana lg...

Sinar Agama: Gen ini tidak beda dengan sifat turunan yang selama ini diketahui orang. Gen hanyalah penjelasan dari perkataan umum yang selama ini kita ketahui. Tapi semua itu, bukan penentu, dan hanya berupa LINGKUNGAN DAN UJIAN, baik yang baik (karena kalau tidak diamalkansiksanya melebihi yang lingkungannya buruk) atau apalagi jelek (karena kalau dihadapi dan diatasi akan mendapat pahala yang lebih besar).

Sebenarnya, orang materialis, atau ilmu manusia, bisa berkembang dan harus berkembang. Tapi masalahnya bukan disini. Masalahnya adalah bahwa agama kita dengan kecanggihannya yang datang untuk awam dan ilmuwan sepanjang masa, pasti telah memberikan jawabannya dan rinciannya. Itulah yang dikatakan para makshum as bahwa ayat itu memiliki 7 batin dan masing- masingnya masih memiliki 7 batin lagi. Jadi, masalahnya adalah terletak di dua hal, jangan terlalu hiruk pikuk dengan capaian manusia yang masih keteter dari agama, dan juga jangan anti pati terhadap kemajuan manusia. Perkawinan keduanya, adalah menghadapkan selalu wajah kita kepada makshumin as dan pewaris mereka yangtentu saja lapang dan kaya dalam ilmiah. Artinya setiap ada apapun yang kita hadapi maka hauslah akan makshumin as atau pewaris makshumin as alias ulama yang tidak pernah menutup ilmu sedetikpun dan yang selalu mengasihi dan mengarahkan psikiolog, fisikiawis, arkeolog dan ilmuan-ilmuan lainnya, yakni ketika temuannya tidak bisa didukung oleh akal dan agama yang menjunjung akal, maka mereka membuka peluang sang peneliti, begitu seterusnya.

Di Iran skr ini sudah serba bio teknologi, dari hal-hal yang berkenaan dengan tubuh manusia sampai ke kaca jendela dan ban mobill (sudahdengan teknologi bio teknologi) apalagi tumbuhan dan semacamnya. Tapi mereka tidak pernah tinggalin shalat malam, seperti yang diteror 40 hari lalu, atau tidak pernah kebingungan dan merasa diperangi orang agamawan. Karena mereka sadar bahwa yang kita ketahui ini baru secetek, dan lautan ilmu bisa dikata tidak terbatas. Jadi, mereka kurang-kurang tidur dalam penelitian, tapi merasa nyaman dengan agama dan bahkan seperti di surga. Wassalam

Sinar Agama: Pak Musa, justru ketika mengatakan bahwa tanah surga itu adalah tanah surga yang merupakan mushaadarah ‘alalmathluub, dan orang awampun tidak akan mau hal itu. Karena jelas surga dimana dan mani dimana?

Moh Musa: Bukan hiruk pikuk, bung. Ini bukan appluase, melainkan sekedar gereget penghayat agama ketika dihadapkan pada wacana provokatif atau sekedar keasyikan mengintip rasan-rasan orang lain, yang mungkin kita setuju dan bisa memperoleh manfaat dari premis-premisnya, tapi tidak setuju dengan kesimpulannya....

Sinar Agama: Kalau dalil dan argument yang begitu panjang itu dianggap mushaadarah ‘alalmathluub, lah. yang berdalil menurut antum itu yang kayak apa? Mushaadarah itu yang tidak melewati dalil ya akhi, ini jelentik sudah kejang mengukir dalil kok dikatakan “mendakwa diri tanpa dalil” ?

Bayangin, karena di sini umum maka ana buktikan dulu keniscayaan adanya non materi setiap benda yang dikatakan ruh. Lalu macam-macam ruh sampai ke akal manusia. Lalu dalil tentang kekuasaan ruh atas badan. Lalu ikhtiar ruh manusia dan kebebasannya yang tidak bisa didikte badaniahnya karena ianya adalah alat bagi ruh dengan pembuktian juga. Lalu setelah itu antum masuk ke urusan tanah dan bendera takdir tanpa sadar. Lalu kita buktikan kelemahannya itu, dengan berbagai dalil. Lah. kok dikatakan “omongan tanpa dalil” yakni, “pembuktian terhadap

dakwaan dengan dakwaannya itu dimana hal ini lah yang dikatakan sebagai mushaadarh ‘alaalmathluub itu” ????? Kaifa haadzaa yaa akhiinaa fillaah????

Tapi kalau antum sendiri jelas mushaadarah ‘alaalmathluub, karena dari awal mengatakan bahwa gen itu adalah thiinah (tanah jahannam atau surga), lalu dalilnya adalah bahwa para makshum as berbicara dengan orang umum. Nah, ini dalil apa mushaadarah? Karena orang umum sendiri tidak akan bingung membedakan tanah dan mani. Dan orang umum sendiri akan mengerti bahwa maksud makshumin as bukan lahiriahnyatanah. Karena akan bertentangan dengan mani, dan dengan agama yang menyuruh taat. Lah, ghimana memahami mani dengan tanah surga atautanah jahannam? Atau bagaimana bisa memahami orang kafir atau muslim karena tanahnya sementara agama turun dibawa Rasul saww dan diteruskan oleh makshumin as mengatakan bahwa manusia harus memilih yang baik supaya masuk surga dan kalau tidak maka akan disiksa di neraka???? Ini sama dengan Nabi saww konon berceramah mengatakan kepada masyarakat untuk mencari istri yang baik, tapi setelah turun bergumam “biar dicari kayak apa tidak akan mendapatkan kecuali yang sudah dijodohkan untuknya”.

Moh Musa: Ana hanya mengatakan: “akan terdengar seperti”, om.. siapa yang bilang antum tidak berargumentasi...ana terima semua argumentasi antum. dan ana sejak awal tidak ingin bicara banyak dan juga tidak dalam rangka berargumentasi, walaupun ada beberapa hal yang ingin ana komentari -minta penjelasan lebih lanjut-....sebab ana kebetulan ada kesibukan lain...

Sinar Agama: Sudah ana katakan bahwa justru orang diluar filsafat sendiri yang tidak akan berkata begitu, karena kemudahan masalahnya dalam arti bahwa orang awam memahami bahwa yang dimaksud adalah bukan tanah surga atau neraka, karena manusia dicipta dari mani (lahiriah dan badannya). Jadi, bagi orang di luar filsafat, hal itu sama saja. Bahwa bukan maksud lahir yang diinginkan para makshum as, tentang apa itu, ituurusan sendiri. Dan orang yang bukan filsafatpun tidak akan mengatakan bagi yang berdalil itu sebagai mushaadarah ‘alalmathluub. Dan kalau maksud antum adalah “akan terdengar seperti” dan tidak memiliki makna yang sesungguhnya, maka buat apa dikatakan??!. Kalau maksud antum adalah, seperti tidak berdalil, maka inilah keajaibannya. Kok bisa dalil yang numpuk dan tidak memakai dakwaannya sebagai dalil untuk membuktikan dakwaannya itu sendiri, masih dikatakan mushaadarah ‘alalmathluub atau seperti itu????? Inilah anehnya. Karena orang yang setuju atau tidak, memang bebas mengatakannya, tapi tidak boleh/bisa mengatakan bagi yang argumentnya bukan dakwaannya, adalah mushaadarah. Bukankah mushaadarah ‘alalmatluub itu adalah berdalil terhadap sesuatu yang didakwakan (dakwaan) tapi memakai dakwaannya itu sendiri? Atauantum punya makna lain tentang mushaadarah yang kita tidak paham?

Kalau antum sepaham dengan arti mushaadarah itu, maka apakah dalil ana itu adalah dakwaan ana itu sendiri? Ini ajibnya. Dan lebih ajib lagi kalau dikatakan “seperti”. Masak (apa iya) antum yang waras akan menerima kalau dikatakan “seperti gila?”

Orang Kalam kek atau selain filosof kek, tidak akan mengatakan pada dalil yang bukan dakwaaannya itu adalah mushaadarah, sekalipun dia tidak setuju setengah mati terhadap dalilnya. Dan juga tidak akan mengatakan “seperti”, kecuali memang tidak mengerti apa itu musahadarah ‘alal mathlub. Afwan dan wassalam.

Zainal Syam Arifin: @Sinar Agama: Syukron atas penjelasannya yang panjang.

Memang betul antum, bahwa ilmu kita tentang sains ini juga masih sedikit, sedangkan kita berusaha mempertemukan antara keduanya.

Dan terlalu dini untuk mencoba menarik benang putih antara persoalan gen dengan ruh atau nur. Padahal gen itu sendiri adalah materi dan meskipun informasinya masih tersimpan walaupun selnya sudah mati, akan tetapi benar - benar disebut sudah mati ketika selnya mati karena tidak ada aktivitas kehidupan atau ruh. Kalau kita sudah mencoba menghubungkannya dengan persoalan ruh maka kita “mati langkah”, karena ilmu kita tentang ruh itu pun sedikit. Syukron jazakumullah ya akhi....

Moh Musa: Rupanya SA sejak awal sudah tegang, sehingga tidak bisa rileks dikit, padahal ana sejak awal menikmati tulisan-tulisan antum. Please dont mind with my comments, sebab ana ngetik sambil rileks di tengah-tengah kesibukan, sehingga konsentrasi pecah dan kurang hati-hati memilih kata....

Sinar Agama: Zainal, ilmu kita tentang ruh itu sedikit kalau dibanding dengan yang ada di Tuhan. Orang mengira bahwa ketika Tuhan mengatakan :”Mereka bertanya kepadamu (Muhammad saww) tentang ruh, katakan bahwa ruh itu dari urusan Tuhanku, dan kalian tidak diberi ilmu kecuali sedikit”. Di sini, orang mengira bahwa Allah tidak mau jawab. Padahal itu adalah jawabanNya. Yakni “Amru Rabbiy”. Karena di tempat lain Allah sendiri menerangkan bahwa “Sesungguhnya urusanNya itu adalah kalau Dia menghendaki sesuatu, maka berkata ‘Jadilah’, maka jadilah ia”.

Nah, maksud dari dua ayat itu adalah bahwa ruh adalah urusan Tuhan dan urusan Tuhan dalam hal ini adalah “kun fayakun” alias jadi tanpa proses waktu dan tempat. Jadi, maksudnya ruh itu non materi. Nah, ketika ruh itu non materi, maka ialah yang memiliki ilmu, karena tidak menolak kehadiran dimana kehadiran ini akan melahirkan kesengajaan....dst. Betapa telah terincinya pembahasan tentang ruh ini. Kalau antum ingin mengetahuinya, maka bisa merujuk ke buku Ashfarnya Mulla Shadra ra jilid 9, sekalipun ada juga di jilid-jilid lainnya.

Jadi, Ruh bukan titik gelap. Jangankan ruh, Tuhanpun harus dibahas. Dan Allahpun memerintahkan dan mewajibkan dalam Qur'an, misalnya denganmengatakan “ketahuilah bahwa Tuhan itu Maha Pandai, Pemurah, Bijaksana. dst”. Nah, kata ketahuliah itu adalah perintah dan perintah adalah

wajib. Jadi, tidak usah khawatir dengan non materi, seperti ruh atau malaikat atau Tuhan, karena semua itu bukan momok yang menakuti kita, hingga tidak mau membahasnya, tapi dilain pihak kitanya kebingungan setiap menghadapi setiap penemuan materi baru yang masih dipermulaan dibanding yang ada di Tuhan itu.

Ruh dan non materi lainnya justru jadi pembahasan ilmiah di setiap buku filsafat dan dengan argument gamblang. Jadi, bisalah dicari-cari bagiyang mau supaya bisa menambah pengetahuan tentang hakikat keberadaan, Qur'an, riwayat, Tuhan, makshum, shiraathulmustaqiim dst.

Afwan dan wassalam.

Sinar Agama: Pak Musa, saya tidak tegang, tapi serius. Karena mas Anis sudah bilang “waduh gimana nih” Jadi saya dengan sepenuh hati, menulis di sini bukan dengan harapan diterima, hanya dengan harapan bisa membantu sebisanya. Sayapun, sekalipun marah antum katakan sebagai “ninja”, atau entah “tinja”, tapi saya tetap menahannya. Tapi saya tidak terima dalil yang bukan dakwaannya dibilang berdallil dengan dakwaannya (mushaadarah ‘alalmathluub). Ahsan antum tidak usah komentar kalau tidak serius. Dan jangan bilang tidak serius untuk lari dari masalah. Silahkan tulis dalil-dalil antum kita simak.

Moh Musa:

1. Jazakallah atas kesepenuh hatian antum.

2. Ninja yang ana sebutkan hanyalah tamsil untuk orang yang tidak jelas identitasnya, tapi hujamannya bertubi-tubi dan mantap. Demi Allah, tamsil ini sama sekali tidak dimaksudkan untuk menghina (apalagi dihubungkan dengan tinja), waliyadzu billah, justru bisa jadi memuji.

3. Syukron atas teguran antum, sebab di FB ana lebih banyak rileks yang memang rentan untuk ngawur, rupanya kalau ada antum ana harus hati-hati, sebab antum rupanya sensitif. Btw, ana bangga sama antum, demi Allah.

Zen Aljufri: @ M.Anis: Lalu bagaimana hubunganya dengan Qadha dan Qadar? Misalnya seseorang yang sejak belum lahir dia menyimpan gen jahat yang sebenarnya bukan atas kemauan dia, lalu di kemudian hari dia benar-benar menjadi seorang penjahat, apakah dia bisa memprotes Tuhan nantinya kalau masuk neraka? Bahwa sejak awal Tuhan telah menentukan nasibnya setidaknya mempersenjatai dengan potensi berbuat jahat? BTW Kelihatanya saya harus memiliki buku tersebut menarik sekali..! Syukran.

Muhammad Anis: Wow masya Allah. Terima kasih friends atas komen-komen cerdasnya. Diskusinya semakin menarik dan hidup. Tapi, tensi emosi mohon dikendorkan, supaya diskusinya bisa fokus. Monggo dilanjut friends...

Muhammad Anis: @ZA: Pertanyaan yang menarik beb, meskipun tampaknya mirip dengan perspektif jabariah. Semakin menguak apakah kuasa gen tersebut meniadakan ikhtiar pada manusia. Menarik untuk didiskusikan lebih lanjut.

Kalau menurut John Haught, dalam bukunya “Science and Religion”, ada empat pendekatan yang umumnya digunakan dalam mengungkap relasi agama dan sains.

Pertama, pendekatan konflik, yaitu agama sama sekali bertentangan dengan sains.

Kedua, pendekatan kontras, yaitu agama dan sains memang sangat berbeda satu sama lain, sehingga tidak bisa dibandingkan.

Ketiga, pendekatan kontak, yaitu meskipun agama dan sains itu berbeda, tetapi sains selalu memiliki implikasi bagi agama dan sebaliknya. Alias, ada interaksi di antara keduanya.

Keempat, pendekatan konfirmasi, yaitu bagaimana agama dapat berperan positif dalam mendukung petualangan ilmiah. Pendekatan ini mengupayakan cara yang dapat ditempuh agama, tanpa mencampuri sains, untuk meretas jalan bagi beberapa ide dan bahkan merestui penelitian ilmiah akan kebenaran. Nah, buku Avise tersebut termasuk yang manakah, tampaknya perlu dieksplor lebih lanjut.

Ade Sofiawati Gusman: Ketika seorang laki-laki bertanya tentang Qadha dan Qadar (Taqdir) kepada Imam Ali Kw, Imam Menjawab :”Itu adalah jalan amat gelap, Janganlah kau melewatinya. Lautan Amat dalam; Janganlah kau mengarunginya Dan Rahasia Milik Allah, janganlah coba-coba menyingkapnya. (Nahjul Balaghah)

Salam wa Rahmah. Afwan, Ana ikutan seneng baca komen-komennya, seruuuu..

Zainal Syam Arifin: @MA: Dari hasil kesimpulan saya dalam membaca buku itu, kelihatannya buku itu mencoba memisahkan agama dengan sains. Akan tetapi wajar saja dalam perpektif pengarang yang memang hidup di lingkungan nasrani. Sebaliknya dalam perpektif umat islam mungkin saja berbeda - beda dalam menafsirkannya. Sebagai contoh, buku tersebut menggugat Tuhan dengan mengatakan bahwa Tuhan belumsempurna menciptaan manusia sehingga masih ada kematian dan sakit. Ketika saya membaca point tersebut, karena saya pembaca muslim, maka saya mengembalikannya kepada perpektif agama yang saya yakini sebagaimana dalam Surah Al Mulk bahwa Allaah menciptakan mati dan hidupuntuk menguji siapa yang paling baik amalannya. Karena kalau tidak begitu, apa yang terjadi jika ada manusia jahat dan Manusia Baik yang hidup sejak zaman Nabi Adam? Mungkin akan perang terus menerus, dan mungkin setiap orang hanya mampu melahirkan seorang anak saja sepanjanghidupnya.

Jadi menurutku kalau kita mencoba menghubungkannya dengan agama maka kita harus mengkajinya secara holistik. Sebaliknya buku itu mencoba menyimpulkan sains berdasarkan perpektif penulisnya yang belum tentu benar. Sainsnya jelas adalah fakta yang benar akan tetapi kesimpulan bisa salah. Sebagai contoh, pengarang menyimpulkan bahwa Tuhan Tidak sempurna menyimpulkan manusia sehingga ada sakit dankematian.

Akan tetapi saya yang awam terhadap ilmu genetika, kok malah memandang lain dalam perspektif yang berbeda bahwa justru Allaah menciptakan manusia dengan sempurna. Terbukti gen - gen bisa menjalankan fungsinya dengan baik. Hanya saja ada semacam programming atau kalau kita bahasakan sebagai takdir yang telah “dituliskan” sehingga gen akan menuntun takdirnya.

Ya kalau kita umpamakan sebagai bahasa pemrograman komputer, dengan menuliskan kode pemrograman yang berbeda maka akan dihasilkanoutput yang berbeda. Sedangkan perangkatnya untuk menjalankan program sudah bekerja dengan baik. Tentu berbeda perangkat ciptaan Allaah dengan hasil kreativitas manusia.

Zainal Syam Arifin: Dengan berangkat dari perspektif ini, maka ilmu - ilmu seperti hipnotisme, NLP dan meditasi bisa kita jelaskan mekanismenya, bahwa kuncinya adalah “perintah” kepada gen yang berasal dari perkataan.

Dan perkataan tidak harus berupa upaya yang dilakukan oleh mulut untuk berbicara bahkan pikiran atau persangkaan pun bisa merupakan kata - kata. Dalam hadis dijelaskan bahwa semenjak terbentuknya janin dalam perut ibunya telah “dituliskan” kepadanya tiga hal: umurnya (hidup matinya), jodohnya, dan yang ketiga saya lupa.

Saya menggaris bawahi perkataan “dituliskan kepadanya”. Tentu kita tidak bisa menyamakan dengan cara manusia menulis pada buku.

Tetapi kalau kita berusaha mempertemukan agama dan sains, barangkali penjelasan saya di atas bisa mendekati, bahwa yang dituliskan itu adalah informasi yang ditanamkan ke dalam gen kita.

Kalau kita mau perluas cakupan pembicaraannya, kita juga bisa mengambil sabda Imam Ali as sebagai bahan rujukan bahwa kita mendidik anak kita sejak kita masih remaja (Belum menikah dan belum punya anak).

Zainal Syam Arifin: Tentu apa yang saya katakan di atas belum tentu benar, karena itu masih berupa kesimpulan yang perlu dibuktikan kebenarannya. Mohon tanggapannya. Syukron.

Risty Sugidiyanti Zahara: hmmm... ternyata tanpa tersadari ataupun tidak, ada makhluk “gen” yang bisa mengatur takdir makhluk “organisme” makhluk secara keseluruhan. Namun, kira-kira selain takdir kematian, apakah bisa menentukan takdir jodoh, rezeki dan baik-buruknya makhluk atas makhluk itu ???

Zainal Syam Arifin: @Risti Sugidiyanti Zahara: Kita tidak bisa mengatakan demikian dengan pasti sebab kita sendiri pun masih meraba-raba. Namun kalau menurut buku di atas, “iya”. Dengan alasan bahwa gen mempengaruhi sikap/tingkah laku kita dan cara berpikir kita serta BentukFisik/ kesehatan/cacat/Penyakit kita.

Tentu kita bisa berpikir tentang akibat selanjutnya kan? Seorang yang tingkah lakunya extrovert tentu akan berbeda pola hubungan sesamanya dengan introvert. Semua itu saling berhubungan satu sama lain. Dan kita harus mendudukannya dalam pandangan secara holistik. Semua dalil ilmu pengetahuan harus digabung jadi satu membentuk bangunan yang saling berintegrasi satu sama lain sehingga kita bisa mendapatkan gambaran yang utuh.

Zainal Syam Arifin: Dan satu hal bahwa kalau manusia membutuhkan berhektar tanah untuk memproduksi sebuah bahan kimia, maka sebuah sel hidup adalah “Pabrik Super Canggih” di dunia yang tidak ada satu pun makhluk yang bisa menciptakannya. Segala jenis bahan kimia, bisa diproduksi olehnya. Persoalannya bukan bisa tidaknya melainkan pada perintah yang ditujukan kepada gen untuk memproduksi bahan kimiaataukah tidak, itu sesuai dengan perintah (berupa informasi) yang diarahkan kepada gen. Jika sebuah sel dibesarkan menjadi seukuran kota London, maka kita tidak akan melihat satupun ruang kosong kecuali ada manfaatnya. Demikian canggihnya sebuah sel. Sebuah sel kanker bukanlah sel yang rusak melainkan karena informasi yang diterima olehnya menjadi berbeda dengan yang seharusnya diterima.

Risty Sugidiyanti Zahara: iya pak Zainal Syam Arifin .. terima kasih ..

Zainal Syam Arifin: Dan ternyata semua sel baik oleh tumbuhan dan manusia itu pada dasarnya sama, yang membedakan hanyalah pada fungsinya masing - masing sesuai dengan perintah yang ditujukan kepadanya. Mungkin dalam bahasakita, bahwa ada pembagian tugas masing - masing, yang satu sebagai membentuk otot syaraf, yang satu otot mata, yang satu otot liver, yanglainnya otot pankreas, dan lain-lain.

Maka ketika terjadi kesalahan informasi hasilnya adalah pekerjaan yang lain. Mungkin kita bisa mengambil referensi al Qur’an sebagai bahan tambahan dan pemikiran: yaitu kisah tentang nabi Ayyub yang menderita penyakit. Konon menurut hasil penilitian dan ilmuwan masa kini bahwa penyakit nabi Ayyub adalah Penyakit Gula atau diabetes mellitus, itu jika disimpulkan berdasarkan ciri - ciri penyakitnya yang luka dan dipenuhi ulat. Ada satu do’a nabi Ayyub yang diabadikan dalam Al Qur’an:

“Sesungguhnya aku telah diganggu syetan padahal Engkau Maha Pengasih Maha Penyayang”. Ternyata Nabi Ayyub bisa sembuh. Artinya penyakitgula bisa sembuh kalau manusia mengetahui caranya. Dan nabi ayyub tidak memerlukan “obat khusus” untuk sembuh kecuali Allaah perintah- kan kepadanya untuk mandi dan minum air yang muncul dari bawah kakinya.

Zainal Syam Arifin: Kalau kita mencoba “memaksakan diri” untuk menyimpulkan kisah nabi Ayyub di atas, maka saya pribadi bisa menyimpulkanbahwa Syetan diberi ijin untuk mengganggu nabi Ayyub dengan cara memberikan informasi yang salah kepada sel pankreas agar tidak memproduksi insulin (Mungkin mekanisme santet bisa dijelaskan dengan cara ini).

Kemudian Nabi Ayyub menjadi sakit.

Tentu ini masih hipotetis yang perlu dibuktikan kebenarannya.

Akan tetapi jika pendapat saya di atas benar, maka saya yakin bahwa gambaran akan datangnya masa gemilang ketika Imam Mahdi memimpin dunia bukanlah omong kosong ketika disebutkan salah satunya bahwa umatnya sehat dan panjang umur. Dan bahwa pengobatan bukan lagi mengandalkan obat yang ditelan atau di suntik (obat kimia). Dan bukankah Nabi Ayyub tidak meminum obat khusus kecuali air saja untuk mandi dan minum demi menggelontorkan kotoran yang masih menempel di tubuhnya? Ada banyak kisah ajaib yang tidak hanya dialami oleh Nabi Ayyub di zaman sekarang ini ketika seseorang tiba - tiba luka boroknya sembuh secara ajaib hanya dalam sekedipan mata saja. Dan menurut pemahamanku yang dhaif ini, sebenarnya ini adalah salah satu nikmat Allaah yang sebenarnya Allaah hendak menyempurnakan nikmatnya sejakdulu kalau saja umat ini tidak durhaka kepada “. ”

Afwan. Hipotetis di atas bisa salah.

Umar Alhabsyi: Wah topik dan diskusinya mencerahkan sekali. Terima kasih buat semua yang telah sudi berdiskusi, dan tentu saja pada Shohibul baytnya. Jazakumullah khair.

Bang Ochim: waaahhh..keren-keren sekali argumennya. Kalo ane si sederhana aja. Sesuatu yang bersifat fisik (jasmani) hanya akan berpengaruh pada fisik juga. Sementara sifat atau karakter adalah hal yang berbeda.

Adapun gen, hanyalah bersifat fisik semata, yang segala konsekuensinya akan ditanggung oleh jasmani. Misal adanya “keunikan” gen dalam sel yang menyebabkan perbedaan antara jasmani satu orang dengan lainnya. Di antara penyebab keunikan itu adalah mutasi akibat radiasi, faktor keturunan, dan lain-lain. Karena keunikan itu dikenal adanya cacat dan sebagainya. So, dia tidak akan berpengaruh apapun pada pengambilan keputusan terhadap pola pikir dan pola sikap.

Adapun secara fisik, manusia sudah diberkati dengan keadaan yang demikian. Sederhanya, “udah dikasih dari sononya”. Kita tidak pernah punya pilihan untuk meminta berwajah tampan, berkulit kuning langsat, dab lain-lainnya. Itulah kuasa pencipta untuk menciptakan keragaman agar manusia saling kenal-mengenal. Dan itu pula yang menyebabkan dalam Islam tidak dikenal adanya dosa karena kita berkulit hitam atau dosa karena hidung kita yang pesek.

Adapun pola sikap dan perilaku ditentukan oleh pilihan kita sendiri. Apakah kita ingin mencari rezeki dengan cara meminta-minta, atau memilih lebih baik jadi pemulung, itu adalah pilihan. Ingin jadi pedagang pisang goreng atau mau menjadi pelacur, itu pilihan. Dimana pilihan itu sangat dipengaruhi oleh proses berpikir yang melibatkan fakta, indera, otak, dan informasi sebelumnya tentang sesuatu obyek yang hendak dihakimi (baik benda ataupun perbuatan). Nah, disinilah Islam mengenalkan dosa dan pahala. Karena sikap adalah pilihan manusiawi, bukan pilihan Tuhan! Adapun Tuhan hanya memberikan arahan dengan garis yang terang, mana kebenaran, mana kebatilan.

Zainal Syam Arifin: @Bang Ochim: kalau kita membaca buku di atas, akan sampai pada kesimpulan bahwa “melalui Gen”-lah Allaah memberikan kita dari sononya. Wajah tampan, kulit kuning, dan lain-lain. Juga melalui gen-lah sikap dan perilaku kita seperti mudah marah, kasar, beringas, dan lain-lain.

Akan tetapi pencarian kita tidak berhenti sampai disini, dan pendapat antum di atas juga mesti dipertimbangkan juga. Beberapa hal mestidibuktikan secara ilmiah. Dan ada juga ladang menarik untuk dikaji yaitu dalam Al Qur’an tentang: “..Allaah tidak akan merubah keadaan suatu kaum sebelum kaum itu merubah keadaan dalam dirinya...” Sebenarnya apa yang dimaksud merubah yang ada dalam diri itu? Ini menarik untuk dikaji apalagi bila dihubungkan dengan Gen.

Tetapi saya sependapat dengan antum bahwa Gen hanyalah fisik, karena kalau sel sudah mati maka tidak bisa berfungsi sama sekali.

Dan ada lagi suatu penemuan menarik bahwa “ingatan” tidak tersimpan di sel. Nah loh? Kesimpulan ini didapat setelah sebuah ikan diambil otaknyanamun tetap dibiarkan hidup, ternyata dia masih mengingat beberapa ingatan tertentu. Tentu ini masih perlu pembuktian lebih lanjut. Tetapi meskipun begitu, cobalah kita menggunakan nalar kita seperti ini:

Dalam teks-teks agama disebutkan bahwa seseorang yang sudah meninggal, bahkan sudah hancur tubuhnya masih bisa melihat keadaan orangyang hidup dan mengenali mereka. Lalu bagaimana dan dimana disimpan ingatan itu? Ini benar - benar ladang yang menarik untuk di kaji. Sehingga saya berkesimpulan bahwa antara fisik dan non fisik adalah saling berkaitan. Non fisik belajar dan menambah pengetahuannya dari fisik, sebaliknya fisik juga mendapatkan pengetahuan dari non fisik. Ketika terjadi pertemuan antara benih jantan dan betina, keduanya menggabungkan informasi dan kebijaksanaan yang dimiliki kedua orang tuanya secara fisik. Kemudian ketika ruh ditiupkan kepadanya maka pengetahuan dan kebijaksanaan ruh (non fisik) juga menyatu dengan benih baru tersebut membentuk sesuatu sosok yang berbeda dengan kalau disebut “ruh saja” atau “badan benih saja”. Wallahu a’lam.

Bang Ochim: Setuju banget Agan Zaenal... Antara ruh dan jasmani sudah satu paket penciptaan (konteksnya manusia hidup ya). Bagaimana manusia mengambil keputusan (kaitannya dengan qadhaa’ dan qadar terhadap perilaku) karena didukung adanya jasmani. Sebab ruh tidak akan pernah tahu mana benar dan mana salah jika mata, telinga, dan indera lainnya tidak pernah mendapatkan informasi dari pihak lain yang menyampaikan risalah Tuhan. Sebab dalam hari pembahasan kelak, ruh (dalam artian nyawa) dan jasmani tetap menjadi satu paket manusia yang akan menerima reward and punisment. Dalam artian, jika ruh itu kudus, maka tidak sepantasnya ia masuk ke dalam neraka. Hanya saja, bagaimana jasad akan mempertanggungjawabkan amalnya jika ia hanya seonggok benda tak bernyawa.

Tentang ikan menarik sekali, hanya memang perlu penjelasan agak detil. Bagaimana cara para ahli tersebut melakukan rekam ingatan jika otak ikan sudah diambil? Sementara itu, otak merupakan organ pengendali gerak. Bahkan sel pun tidak akan bisa berbuat apapun tanpa adanya koordinasi dari organ otak ini. Nah, pertanyaannya, ingatan ikan tanpa otak itu yang seperti apa, ya...?

Dalam sebuah seminar wirausaha dan beberapa buku, dijelaskan bahwa untuk menjadi wirausaha, seseorang tidak memerlukan bakat (saya termasuk orang yang menyangsikan bahwa bakat itu memang ada). Seorang pedagang tidak secara otomatis melahirkan generasi pedagang. Begitu pula seorang pegawai tidak secara otomatis melahirkan generasi pegawai. Namun, semuanya itu dipengaruhi oleh pola fikir dam pola sikapnya, baik berupa keyakinan, semangat untuk merubah kondisi, keberanian menghadapi situasi, dan sebagainya. Arkian, jasad adalah jasad, yang jika sudah mati maka ia tak lebih dari seonggok benda tak bernyawa. Adapun kolaburasi antara jasad, akal, dan ruh (nyawa) akan menghasilkan manusia-manusia yang berjalan sesuai dengan kapasitasnya masing-masing.

Zainal Syam Arifin: Saat saya membaca laporan itu tidak dijelaskan secara detil bagaimana caranya. Tentu karena itu laporan penelitian makapertanyaan yang sama sudah ditanyakan oleh pengujinya.

Haidar Barong: Sepertinya asik kencan sama mas Anis, cari buku terussss. Mas Anis kalau nanti ketemu karya-karya Tor Andrae mohon sayadikabari, saya sudah cari kemana-mana gak ketemu. Thanks penandanya.

Hisam Sulaiman: jabariah banget ya si John C. Avise.. moga moga dia bukan wahabi...

Marcus Besi: Kun faya kun. Allah menciptakan sesuatu tanpa proses? Bagi yang percaya, Allah itu pencipta alam semesta yang tak seorangpun juga yang tahu ada batasnya atau tidak. Manusia mengukur waktu berdasarkan peredaran bumi mengelilingi matahari dan putaran bumi pada sumbunya. Kesalahan memahami ayat tersebut adalah karena umumnya manusia “memanusiakan Allah”, mengikatnya dalam ruang tata surya dan waktu bumi. Menurut para ahli (manusia), proses penciptaan mahluk hidup yang awal sampai ke modern man sekitar 3,5 milyar tahun = nol (0) tahun Allah.

Ukuran moral sebagai salah satu produk/yang membentuk peradaban berbeda-beda pada setiap bangsa. Namun semuanya ditentukan oleh gen sifat dari orang yang memperkenalkannya pada pertama kali dan ukuran itu terus berkembang. Gen pelit, serakah, kejam, pemurah, sabar, dan sebagainya merupakan gen sifat yang sampai kini tak mungkin berubah, namun tetap saja kemungkinan bisa dirubah dengan kemajuan teknologi kedokteran dimasa depan. Kalau gen- gen jahat bisa di identifikasi dan dibuang, maka pada masa itulah polisi dan tentara tidak lagi diperlukan. Apalagi yang namanya teologi nakut-nakutin. Rongga mulut kita merupakan dunia tersendiri bagi berbagai jenis mahluk hidup. Dan kalau ditanya kira-kira ada berapa jenis dan jumlahnya? Ada yang tahu? Oooalaaa, sakit kepala saja tidak tahu penyebabnya, mau tanya jumlah bakteri dimulut. (sesungguhnya ternyata tidak banyak yang aku tahu, padahal sudah tinggal beberapa langkah lagi mukim dikampung “bisu”)

Muhammad Anis: @ZSA: Menarik sekali komentar antum. Tampaknya buku “The Divine Message of DNA” memang bisa menjadi imbangan buku Avise tersebut. Sepertinya lebih objektif dan lebih mudah diterima, karena kesimpulan sains dilawan dengan kesimpulan sains juga. Ternyata gen sebenarnya bukan sesuatu yang mandiri. Dia tetap bergantung pada program yang ada di dalam dirinya. Bahkan prilakunya pun bisa dikendalikan oleh stimulus luar, baik secara fisik, psikologis, dan kondisi pikiran seseorang. Dengan demikian, gen sebenarnya tidak memiliki kuasa takdir, sesuatu yang semestinya dimiliki oleh wujud mandiri. Gen pada dasarnya hanyalah bagian dari rangkaian hukum alam ciptaan Zat Adikodrati. Di sinilah mungkin letak pertemuannya dengan agama. Wallahu a’lam.

Muhammad Anis: @All: Saya sangat menikmati diskusinya. Makasih banget friends. Monggo dilanjut...

@Mas Haidar: Hehe... antum bisa aja...InsyaaAllah dan terima kasih mas...

Zainal Syam Arifin: @MA: setuju mas, meskipun dalam bahasa Avise, gen menentukan takdir manusia, okelah kita terima tetapi Gen juga bisa dipengaruhi, ini berarti terjadi hubungan dua arah (bolak balik) antara Gen dan di Luar Gen. Kalau Gen bisa mempengaruhi sikap dan bahkan mungkin pikiran, maka pikiran yang dipengaruhi dari luar juga bisa mempengaruhi Gen.

Zainal Syam Arifin: Secara pribadi saya tidak setuju dengan orang - orang yang “memaksakan” menafsirkan Al Qur’an dengan Sains, sebagai contoh (mohon ma’af ini mungkin agak melenceng dari topik di atas) ada yang menulis sebuah buku lalu mengatakan bahwa Allaah menciptakan Adam membutuhkan waktu yang lama. Lalu bagaimana dengan Nabi Isa yang membuat patung burung kemudian dihidupkan dengan izin Allaah dan waktunya hanya beberapa menit saja?

Menurut pendapat pribadi saya, itu adalah kesimpulan yang terburu - buru. Kalau hanya untuk konsumsi pribadi atau hanya sekedar wacana ke beberapa kenalan mungkin tidak apa sepanjang bukan sebagai kesimpulan final. Saya lebih suka menjadikan sains untuk memahami beberapaayat Al Qur’an yang berbicara tentang ayat kauniyah (sains) tetapi bukan “memaksakan” pemahaman, sebab manakala belum ada penjelasan yang benar barangkali saja tabirnya belum dibukakan oleh Allaah. Ibarat kita menyusun blok bangunan atau merangkai elektronik harus dengan hati - hati dan be gentle, jika dengan cara kasar dan tidak hati hati atau dipaksakan maka malah mungkin ambruk atau rusak. Memang ada sebuah bukuyang mengatakan bahwa adam itu dilahirkan bukan diciptakan baru, dan ini adalah kesimpulan yang terlalu dini.

Abdullah Hasan Alhabsyi: @Anis: Sorry telat muncul, walaupun telah di tag. Rupanya menunda komen adalah menyebabkan Fb akhirnya tidakmemberikan kabar lagi. Diskusi sudah ramai sekali.

Sebetulnya buku ini, paling tidak diskusi akibatnya, adalah membahas masalah lama. Masalah takdir. Bebaskah, terikatkah, manusia dalam menentukan masa depannya? Tentunya dengan bahasa baru : Gen dalam Ilmu Biologi. Tanpa tahu masalah gen, manusia sudah tahu sejak lama dan membahas: anak yang dilahirkan oleh gelandangan bawah jembatan Priok, tidak sama masa depannya dengan anaknya Pangeran Charles. Genetika juga, tapi dengan detail kasar.

Maka jawaban yang muncul tergantung banyak ragamnya. Manusia yang optimis punya kecen- derungan jawaban berbeda dengan yang pesimis.Sorotan agama berbeda dengan sorotan filasat.

Pengalaman hidup juga bisa berpengaruh. Kemudian kedalaman ilmu, dan seterusnya. Dari ekstrim bebas mutlak sampai ekstrim terikat mutlak.

Saya barusan membaca tulisan Yusuf Idris, Novelis Mesir terkemuka dalam “Nahwa Masrah Misry”. Idris berpendapat bahwa diskusi masalah takdir, manusia bebas atau manusia terikat, adalah murni diskusi import yang didapat akibat kontak kebudayaan Islam dan Yunani.

Menurutnya, filsafat asli Timur (termasuk pemikiran Islam dan pemikiran Arab), tidak mengenal konsep bahwa Nasib manusia telah ditentukan Takdir. Dalam mental Islam, telah tertanam bahwa semua manusia pada akhirnya akan ditanya,bertanggung jawab dengan detail atas segala perbuatannya. Bertentangan dengan akal sehat Islam, bahwa yang dipertanggung jawabkan itu sudah diatur, tidak bisa diubah sejak dari awal. Dalam akal sehat Islam, manusia yang memang terbatas dalam potensinya masih mampu dalamruang yang sangat luas secara kreatif “mencipta” dunia baru. Dan pilihan itu, disadari, akan dipertanggungjawabkan di Hari Akhir nanti di depan Sang Pencipta. Dengan Hisaban ‘Asira. Perhitungan yang amat Njelimet.

Muhammad Anis: @Ami AHA: Jujur, ana sudah menunggu-nunggu komen antum yang cerdas itu. Gak apa ami dolah, meskipun kalo sejak awal akan lebih menghangatkan diskusi. Mungkin kalo dipadukan dengan buku Muthahhari tentang “Keadilan Ilahi” akan lebih jelas lagi ya. Sehingga, akan lebih terlihat hubungan konfirmasi antara sains dan agama terkait isu gen dan takdir ini. Wallahu a’lam.

Latifah Shahab: gen atau data tentang sifat-sifat khusus seorang manusia mungkin saja dapat menentukan takdir secara fisik maupun ruhani.. namun gen tersebut sebelumnya tercipta sempurna artinya manusia di beri gen yang dapat membimbingnya menjadi manusia sempurna tapi dapat terjadi pergeseran akibat pemeliharaan sebelum terbentuknya manusia utuh, seperti akibat memakan makanan haram yang bisa membentuk tabiat buruk atau kurangnya asupan zat besi yang membuat anak menjadi cacat, ini dari segi apa yang kita makan.. dari segi yang lain misalnya perbuatan buruk atau baik yang mempengaruhi emosi sang ibu juga berakibat tidak langsung terhadap pembentukan janin... wallahu a‘lam.

Muhammad Anis: @Latifah: Mantep fah, syukran. Ali disalip nie kayaknya...hehe.

Latifah Shahab: yang ngajarin juga Ali kok.

Muhammad Anis: Hehe...dua jempol buat pasangan yang kompak ini...

Muhammad Anis: @ZSA: Setuju mas Zainal. Saya teringat ucapan Iqbal dan Sayid Hossein Nasr bahwa sains dalam Islam sangat penting kedudukannya, yaitu untuk memahami alam dan membaca ayat-ayat Tuhan di situ. Karena, alam pada dasarnya adalah medan kreatif Tuhan. Sehingga, mempelajari alam dapat menjadi sarana bagi manusia untuk mengenal lebih dekat jejak-jejak dan cara kerja Tuhan. Wallahu a’lam.

Muhammad Ali: para nabi tidak diutus untuk merubah jasmani atau mengobati penyakit dikarenakan faktor genetik seperti gila, dan sebagainya.Tetapi diutus untuk keimanan kepada Allah Swt, mendidik dan memberikan pengajaran kepada umatnya, memahami agama, mendukung kemampuan mereka, menghidupkan akal mereka dan menguasai insting dengan kehendak yang berbeda (ikhtiar) manusia mempunyai kesiapan didalam mensifati adanya kontradiksi antara dua kecenderungan yang berbeda, adanya sebuah ikhtiar disini, memberikan energi tambahan untuk menuntut sebuah perubahan. Alhasil, faktor genetik bukanlah satu-satunya yang berpengaruh pada pembentukan karakter manusia. Namun lingkungan dan ikhtiar kita untuk memperoleh pengetahuan dan pengajaran ilmu Ilahi mempunyai peran penting dalam membangun karakter manusia, dan manusia mempunyai potensi untuk menjadi seperti imam Khomeini atau Sadam Husen walau dirahim siapaun.

Sinar Agama:

(1). Mas Anis, afwan kita-orang fudhul lagi nih, dan kami menghalalkan pemfudhulan (ikut campur) ini karena antum nulisnya kan untuk umum. Jadi dikehendaki atau tidak, tetap dihukumi menghendaki. Jadi, antum dan teman-teman lainnya,menyukai komentar-komentar kita atau tidak, sudah bukan dosa kita.

(2). Tapi saya perlu minta maaf dengan adanya gangguan kemarin hingga diskusiku dengan saudara Musa, terlihat tidak nyaman, karena memang dibuat tidak nyaman, jadi wal-afu untuk itu.

(3) Untuk kebanyakan komentar yang ada, baik tentang gen dan apalagi hubungannya dengan takdir yang diadakan oleh umat sendiri (khayalan), maka saya yang dhoif ini mengira bahwa komentar ana masih sangat cukup untuk mengomentari komentar-komentar di atas itu, walau kutulis dengan sangat singkat. Sekalipun mas Zainal bilangnya “panjang”. Memang dia panjang untuk ukuran komentar, sekalipun tentu tidak panjang untuk ukuran topik yang terbahas di sini, atau bahkan dapat dikatakan, sangat ringkas.

(4) Ana mungkin hanya akan menambahkan komentar untuk mas Zainal tentang nabi Ayyub as, dan mungkin sedikit membuatkan arahan pada teman-teman, khususnya yang tasyayyu’ untuk menghindari kemungkinan rancunya. Tentu saja, semua yang ana tulis dimanapun saja, bukanlah wahyu yang turun dari Allah, hingga dipastikan benar. Tapi hanya sekedar urun rembuk dan diskusi. Tapi sudah sementinya diskusi tidak dibungkam dengan “dakwaan tanpa dalil” atau dilempar ke kitab ini dan itu. Jadi, sebagian teman yang ada sedikit semangat untuk diskusi, jangan sesekali melakukan itu, kalau hanya mau pakai lempar-lemparan dan tidak dakwa-dakwaan. Jadi, terima dan tidak, suatu perkara dan dalil itu, adalah nomor seribu. Yang nomor satu adalah berusaha mengajukan dalil, sekalipun relatif. Ana akan coba tambahi komentarku, berikut ini.

(5). Sebelum ana komentar terhadap mas Zainal tentang nabi Ayyuub as dan sekitarannya, perlu terlebih dahulu ana berikan “arahan relatif” terhadap sesama teman yang sudah tasyayyu’, bahwa:
  • (a). Dalam Syi’ah takdir yang berkaitan dengan rinci ketentuan manusia dan perbuatannya, adalah tidak ada. Di sini mas Anis benar mengarahkan temen-teman ke buku ke-Adilan Ilahi- nya syahid Muthahhari ra. Dalam hal ini saya tidak berargument dulu, jadi cukup dakwaan. Karena seingatku sudah ada di komentarku sebelumnya, dan kalau tidak ada maka bisa diteruskan nanti, atau bisa merujuk kecatatanku tentang “Pokok-pokok dan Ringkasan Ajaran Syi’ah” bagian ke 2.
  • (b). Dalam setiap materi memiliki ruh, ini saya masih ingat kalau sudah saya bangun ringkasan argumentasinya di komentar sebelumnya. Ruh inilah yang bertasbih kepada Allah. Dimulai dari ruh bebatuan,air...dst, sampai ke tumbuhan, hewan dan manusia.
  • (c). Ruh ini adalah non materi, dan sudah didalili di komentar sebelumnya. Karena ia non materi, maka tidak bisa dibagi-bagi. Dengan demikian, maka beda-beda gejala yang ada pada satu materi, seperti putaran atom badan manusia, perkembangannya, gerak ikhtiarnya dan berfikirnya, bukan merupakan hal yang muncul dari ruh yang berlainan, dan bukan pula pembagian ruh itu sendiri. Akan tetapi dari daya yang dimilikinya. Karena itulah maka ruh manusia memiliki daya dan kemampuan melebihi batu yang hanya mengatur atom, tumbuhan yanghanya mengatur atom dan pertumbuhannya, dan juga melebihi ruh binatang yang hanya mengatur atom, pertumbuhan dan gerak ikhtiarnyasekalipun diiringi juga dengan sekitarannya seperti rasa dan perasaan (sakit badan, marah, cinta, benci. dst.). Ruh manusia itu melebihi semua itu, karena di samping memiliki semua itu, ia juga memiliki akal yang tidak dimiliki selainnya.
  • (c). Perpaduan ruh dengan badan, bukan perpaduan produksi atau rakitan. Bukan. Tapi perpaduan NATURAL. Artinya setiap spesies, ia adalah satu hakiki. Artinya badaniah dan ruhaniahnya adalah kesatuan hakiki. Dengan demikian maka keunsuran masing-masing adalah keunsuran yang natural dan tidak terpisahkan. Di samping itu, ia bukan hanya tidak terpisahkan, tapi juga tidak terjajahi apapun dari luar. Karena kalauterjajah oleh ruh lain, atau dipisahkan dari masing-masingnya, maka ia akan keluar dari spesies itu dan menjadi suatu yang lain. Kasarnya, mati, atau sudah bukan dia lagi (bukan wujud semula).
  • (d) Contoh kimianya seperti H2O, karena kedua unsur ini adalah unsur natural, maka kalau H dipisah dari O atau O-nya diganti dengan unsur lain, maka air tersebut sudah tidak lagi air, atau air pertama, sudah mati.
  • (e) Mati adalah bahwa ruh pertamanya menjadi ruh lain, atau kembali ke tuhan-spesiesnya. Kalau yang menjadi ruh lain, sudah tentu yanglebih kuat, maka inilah yang dikatakan gerakan substansial. Seperti ruh mani manusia yang tadinya ruh binatang saja, lalu dengan proses naturalnya, ia menjadi ruh-manusia. Karena itulah dalam filsafat ruh-manusia itu tidak pernah dicipta sebelumnya. Karena ia merupakan perkembangan dari ruh cacing mani itu. Jadi peniupan itu adalah semacam restu Ilahi akan perkembangannya menjadi ruh-calon-rasional dengan proses substansialnya dalam perut ibu dan seterusnya sampai lahir dan mengerti universal dimana ketika mengerti universal inilah seseorang sudah masuk ke dalam fase manusia. Jadi, matinya ruh cacing mani disini, bermakna mejuanya dia menjadi ruh manusia seutuhnya yaitu yang didefrentia-i dengan/oleh Rasional itu.
  • (f). Sedang yang mati dalam artian gagal, seperti ruh manusia yang mati, atau tumbuhan yang mati karena ditebang, atau ruh binatang karena disembelih, dan semacamnya, maka ruhnya itu kembali ke kota atau wathan aslinya. Yaitu tuhan-spesiesnya (bahasa filsafat) atau malaikat pengaturnya (bahasa agama) yang, biasa dikenal dengan “wa inna ilaihi roji’un”. Jadi ruh-nya kembali ke alam Barzakh (alam antara, antara materi mutlak yakni Akal atau malaikat tinggi dengan alam materi). Karena materi ini dari Barzakhi dan Barzakhi dari Akli. Maaf disini saya tidak bangun detail dalilnya takut kepanjangan. Intinya, Tuhan yang tidak terangkap, dan keharusan adanya kesejenisan dan kesamaan antara akibat dan sebabnya (kalau tidak maka mani manusia bisa memunculkan gajah, atau biji padi bisa menunaskan pohon durian atau ular), maka sudah tentu keluarnya banyak makhluk atau dua makhluk saja dari Tuhan akan membuatNya terbagi pada masing-masing akibatnya itu. Karena akan memuarakan semua akibat dan makhluk itu pada KuasaNya yang khusus dan seirama atau sejenis dengan masing- masing makhluk tsb lantaran keharusan adanya kesamaan sebab-akibat tadi. Dan kalau semua makhluk kembali kepada KuasaNya yang banyak dan yang sesuai itu, maka KuasaNya menjadi terbagi-bagi dan akhirnya Dia memiliki banyak Kuasa. Sementara banyak Kuasa ini akan membuatNya terbatas. Karena masing-masing rangkapannya terbatas dan saling membatasi, karena Kuasa yang ini bukan Kuasa yang itu. Dan kalau demikian, maka hasil rangkapan Kuasa-kuasaNya itu akan menjadikan KuasaNya terbatas pula, karena rangkapan yang terbatas, sebanyak dan seluas apapun tetap akan menjadi terbatas pula. Dan kalau KuasaNya terbatas, berarti Dia adalah makhluk karena pasti ada permualaan dan akhirnya dimana sebelum permulaan dan akhirnya itu pasti tidak ada. Dan kalau ada pasti diadakan selainNya karena yang tak punya tak mungkin memberi. Dengan demikian maka makhluk langsung Tuhan itu hanya satu yang disebut dengan Akal-satu di filsafat dan Nur-Muhammad dalam bahasa Agama (tentu bukan ruh Muhammad, dan ini ada pembahasannya tersendiri yang tidakmenkonsekuensikan jabariah dari kebaikan Nabi saww). Nah, dari Akal-satu ke Akal- dua. dst sampai ke Akal-akhir. Dari sana karena sudah mulai memiliki banyak segi (i’tibaarii), maka bisalah muncul apa yang dikatakan makhluk Barzakh atau tuhan- semua spesies yang ada di alam materi. Kalau hakikat Akal itu adalah non materi mutlak, yakni tidak berbeban (matter) dan bersifat apapun dari materi, tapi kalau Barzakh, maka ia hanya tidak berbeban tapi memiliki semua sifat materi, seperti bentuk, rasa dst , tapi lebih hebat dari materi karena ia non materi dan sebab keberadaan materi. Nah, baru dari Barzakh inilah muncul apa yang dikatakan alam materi. Jadi Akal dan Barzakh ini adalah tangan Tuhan dalam mencipta materi. Barzakh ini dalam Qur'an disebut dengan malaikat pengatur semesta (mudabbiraati amran).
  • (g). Pemunculan alam materi dan dan kekonsekuensiannya seperti ruh masing-masing materi, adalah melalui proses yang rapi seperti geraksubstansial itu. Jadi, penguatan ruh cacing mani menjadi manusia itu, tetap merupakan bimbingan dan arahan dan kuasa dari Barzakh, yang diarahkan dari Akal yang bersumber dari Tuhan. Jadi, semua proses yang ada di materi ini seperti bergabungnya mani dengan ovum, belajarnya kita hingga dapat ilmu dst, bukanlah sebab-pemberi, karena sebelumnya tidak punya dan yang tidak punya tidak mungkin memberi. Jadi, sebab di materi ini hanya sebab-penyiapatau sebab-penerima. Artinya apapun yang terjadi hanya sebagai sebab bagi turunnya pemberian dari Barzakh yang bersumber dari Akal dan akhirnya dari Tuhan itu.
  • (h) Karena setiap kejadian materi itu bersumber dari Barzakh yang dari Akal dan Tuhan, dan sebabnya sebab adalah sebab bagi akibatnya,maka dari sisi inilah akal dan Qur'an mengatakan bahwa semua kejadian di manapun dan di tingkatan manapun adalah dari Tuhan. Karena memang Dia adalah sebab hakikinya dan yang lainnya adalah perantara (pada hakikatnya). Akan tetapi, karena apapun di materi ini , tidak pulaterjadi tanpa kesiapan, maka dari sisi inilah semua yang terjadi di materi ini dari yang berhubungan dengan manusia ini, dihubungkan dengan manusia dan akal dan agama mengatakan bahwa manusia yang bertanggung jawab.

Hal itu tidak lain karena sebelum datangnya pemberian itu, maka harus ada kesiapan dulu. Jadi, manusia tidak menjadi baik atau buruk, danTuhan memberinya kebaikan dan keburukan itu, kecuali setelah manusia mewujudkan kesiapan untuk masing-masingnya itu. Karena itulah tanggung jawabnya pada manusia. Inilah salah satu arti dari bahwa di Syi’ah itu tidak ada jabariah dan tidak ada pula freewill, tapi di tengahdiantara keduanya. Jadi, adanya Satu Tuhan tidak mengijinkan keluarnya apapun dari selainNya sekalipun keburukan (kalau tidak nanti seperti majusi yang mengatakan bahwa ada Tuhan keburukan, dan di sini adalah manusia), dan dari sisi yang lain yang bertanggung jawab tetaplah manusia karena ia yang memintanya dengan kesiapannya itu.

Simpulan Pertama/penataan:

(Simpulan-1). Bahwa dalam Islam Syi’ah tidak ada yang namanya nasib.

  • (S-2) Pengaturan badan manusia seperti jantung, otak, mata. dst sampai ke atom-atomnya dan sampai ke gen-gennya adalah ruh manusia, karena naturalnya demikian.
  • (S-3) Penemuan sains yang merangkak dalam sepanjang sejarahnya itu, tidak bisa dijadikan ukuran, manakala bertentangan dengan hal-hal gamblang seperti pada mukaddimah itu dan pada dua kesimpulan pertama ini.
  • (S-4). Gen, atau DNA, tidak berbeda dengan unsur global manusia seperti mani yang telah menjadinya, tabiat orang tua yang terbawakepadanya, dst. Artinya gen dalam hal ini hanyalah perinci dari hakikat yang telah diketahui manusia selama ini dari hal-hal yang memang mudah diketahui, seperti sifat-sifat turunan, baik mental, atau badaniah. Jadi gen (kalau benar temuannya) itu, hanya sebagaiperinci dari yang sebelumnya, bukan hal baru. Jadi dia memiliki kemajuan dari sisi rincian dari rahasia globalnya itu, namun tidak beda dari sebelumnya itu.
  • (S-5). Karena hakikat gen itu seperti itu, maka dapat disimpulkan bahwa ia bukan penentu karakter manusia.
  • (S-6) Jadi penentu karakter manusia itu adalah ruhnya, dan gen itu hanyalah sebagai alat dimana kalau yang baik dimanfaatkan maka layakmendapat pujian dan pahala, dan kalau kurang baik dan tidak dibendung serta diluruskan layak mendapat celaan dan siksa.
  • (S-7) Jadi gen tidak beda dengan lingkungan sosial manusia. Jadi bukan unsur penentu tapi hanya unsur pendukung dan pencondong.
  • (S-8). Letak ke-Adilan Tuhan dalam hal ini:
  • (S-8-1) Tuhan tidak mencipta anak, tapi mewujudkannya dari pilihan dan kehendak orang tuanya, jadi apapun gen anak merupakan tanggungjawab orang tuanya.
  • (S-8-2) Kalau si anak memiliki gen buruk dan jatuh ke dalam keburukan dosanya akan dilebihsedikitkan dari yang memiliki gen baik tapi tidak digunakan, dan sebaliknya, kalau dibendung dan dikendalikan maka pahalanya akan lebih besar dari yang gen baik yang disalurkan. Karena itulah ukuran pahala dan dosa dalam Islam tidak hanya diukur dari jumlah perbuatannya, tapi dihitung pula dari dukungan dan hambatan yang dihadapinya. Dan karena itu pulalah kita disuruh membuat lingkungan yang baik supaya diturunkan rahmat dari langit. Wassalam dulu dan maaf belum menyentuh yang nabi Ayyub as. Karena harus menemui seseorang yang sudah janji, afwan dan wassalam.

Bakri Henrik: sebagai pembanding mungkin perlu juga memiliki buku “the devine message of DNA- Tuhan dalam gen kita” karya Kazuo Murakami terbitan mizan.. bukunya murah sebab kebetulan saya dapat diskon 50% .. dimana dia memperkenalkan konsep “mematikan gen-gen berbahaya dan mengaktifkan gen-gen yang membantu”.. “ kunci untuk melakukan hal ini adalah cara berpikir anda. Saya menyebut sikap ini sebagai pemikiran genetik, dan melalui riset dan pengalaman saya, saya percaya bahwa ini adalah cara efektif untuk memengaruhi gen-gen dan memperbaiki hidup anda” (Kazuo Murakami,Ph.D)- pemenang Max Planck Research award (1990).

Muhammad Anis: @Sinar Agama: Terima kasih atas tanggapan antum yang luar biasa dan mencerahkan itu. Tapi, akan lebih baik bila disampaikan secara santun dan rileks, supaya tulisan antum lebih memiliki daya tarik. Betul note ini ditujukan untuk umum, tapi saya juga memiliki aturan sendiri dalam berdiskusi di wall saya. Mohon dihormati. Afwan.

Muhammad Anis: @Muh Ali: Ahsantum beb. Semakin memberi kejelasan...

Muhammad Anis: @Bakri: Makasih mas... Sekadar tambahan info, buku itu sekarang sudah bisa didownload gratis di internet. Bagi temen-temen yang berminat, ini link-nya:

http://www.4shared.com/file/75877371/f0a3da07/The_Divine_Message_of_The_DNA_Tuhan_ dalam_Gen_Kita.html

Zainal Syam Arifin: @Sinar Agama: Syukron akhi, ana memang masih sedikit mengetahui ajaran ahlul bayt. Buku keadilan Ilahi memang hampir saja saya membelinya, tetapi membaca catatan antum di atas, maka tergerak hatiku untuk membelinya. InsyaaAllaah ana akan memperdalam lagi ajaran - ajaran ahlul bayt. Ana masih menunggu komen tentang Nabi Ayyub, karena saya mengambilnya dari referensi selain ajaran ahlul bayt (You Know Who=YKW) karena dulu saya memang dibesarkan sejak kecil dalam ajaran “YKW”.

Muhammad Haddad: Masya Allah, saya dapat bnyak ilmu dari diskusi diatas. . .

Sinar Agama: Salam untuk semuanya dan terimakasih atas tanggapannya.

(1) Untuk mas Anis, seingat saya, saya selalu santun (setidaknya untuk ukuran saya), tapi saya layak dan wajib membela diri ketika orang menolak argument dengan hanya berkata sudah ada di buku itu dan ini. Jadi saya akan tetap berbahasa sejauh yang saya anggap benar. Kalau antum tidak suka, boleh hapus komentar-komentar saya dari status antum. Saya akan meneruskan untuk nabi Ayyub as. Walaupun baru duduk sampai di rumah setelah kehujanan, semoga bisa bermanfaat bagi mas Zainal dan yang lainnya.. Untuk mas Anis sekali lagi hapus tulisan saya kalau antum mau, dan nanti antum katakan di status berikutnya kalau ada undang-undangnya untuk komentar, afwan.

Abu Bakr Saleh Ba’syir: Woww, saya hanya bisa bilang Wowww...

Idhanelvita Iid: Masya Allah...., Pak Anis.... Ust SA...syukran ilmunya...syukron. mungkin ana kan membaca ulang pembahasan di atas,... Izin tag ya Pak....

Abu Yasar: wow. ternyata gak cuma di PB yang ada war tapi di wall ini juga ada war but war argumentation, amazing, hehe.... sedikit berceloteh, emmmm. manusia adalah makhluk yang tidak mungkin lepas dari fitrahnya. Jika dia tidak mengenal fitrahnya, dia tidak akan bisa mengenal kecenderungan dasar yang mengatur keseluruhan hidupnya. Dia tidak akan tahu bahwa semua hasrat, keinginan, kerinduan, dan rencana yang memenuhi dadanya adalah manifestasi dari DNA psikis yang tidak mungkin dicegahnya. Ditambah lagi fitrah adalah DNA manusia yang tidak mungkin dirubah, berapa miliar tahun pun kita hidup di dunia ini, sekiranya hal itu mungkin terjadi, fitrah atau DNA jiwa itu tidak akan mungkin berubah.

Yudhiana Putra Wardasudirja: Lanjut lagi biar ketemu ujungnya.. Jazakumullah khair to All.

Sinar Agama: (masih ceritaku) Lalu dari sinilah tahu-tahu kolom komentar tidak keluar lagi, karena mungkin gangguan internet dll-nya. Karena itulah aku minta maaf di status kemarin, karena tidak bisa penuhi janji meneruskan tentang nabi Ayyub as. Setelah ini saya akan teruskan diskusi ini, tapi sebelum itu ada komentar dari salah satu ikhwan (yang ditulisnya di komentar statusku) untuk masalah gen ini yang perlu ana masukkanke komentar di sini sebagai pelengkap CERITAKU TENTANG DISKUSI TENTANG GEN ini. Yaitu:

Marlin Tigor: Salam, saya tertarik untuk komen notes di MA juga sudah saya ikuti. Pertama Struktur kimia gen (DNA) menurut Watson – crick yang berupa tangga berpilin/ulir rangkap tersusun atas:

1. Gula dan fosfat sebagai induk tangga.

2. Basa nitrogen, dengan pasangan tetapnya sebagai anak tangga:

G dengan S dihubungkan oleh ikatan lemah 3 atom H (Hidrogen).

T dengan A dihubungkan oleh ikatan lemah 2 atom H (hydrogen)... KESIMPULANNYA GEN MASIH BERSIFAT MATERI YANG TERUKUR DALAM HAL INI UNSUR KIMIA YANG KOMPLEX. Saya ingin meninjau masalah ini dari sudut pengetahuan kimia yang sederhana dulu, (kebetulan bacground sekolah saya cukup lama mendalami ilmu kimia-FARMASI). Dalam ilmu kimia, unsur yang paling sederhana pun akan memberikan karakter - sifat - dan ciri yang UNIK & SPESIPIK (yang mungkin diklaim sebagai takdir. Contoh 0 (Oksigen - sifat gas - ringan), Fe - besi - logam - padat. Kemudian apabila unsur unsur ini bergabung satu sama lain itu juga akan memberikan karateristik yang berbeda, saya berikan contoh yang paling menarik H2O - air dan H2O2 - peroksida. Perhatikan berbeda jumlah atom saja sudah memberikan sifat yang berbeda. Peroksida rasa pahit dan racun bila diminum. Walaupun tanpak seperti air. Satucontoh lagi CH3OH - metanol dan C2H4O2 - asam cuka.

Perhatikan walaupun unsurnya sama dua zat ini sangat berbeda, satu kita kenal sbagai spiritus satunya asam cuka. KALAU KEMUDIAN GEN YANG TERDIRI DARI BAHAN KIMIA YANG LEBIH KOMPLEX AKAN MEMBERIKAN KARAKTER DAN SPESIFIKASI BERBEDA TENTU ITU HAL YANG

ALAMI SEKALI. Sejauh pengetahuan kimia yang saya ketahui apa ini akan memberi pengaruh pada karakter jiwa-sifat - atau pada akhirnya menentukan takdir JAWABNYA KECIL KEMUNGKINAN. Karakter yang dibangun oleh senyawa kimia masih bersifat materi dan bersifat statis. Artinya bisa jadi gen itu menentukan bentuk wajah dan jenis rambut seseorang - tapi korelasinya dengan sifat “PEMARAH” ATAU BISA KAYA ATAU MISKIN - tidak ada hubungannya secara kimia sejauh ini. Sampai disini sya mendukung argumen USt Sinar, ada kendali lain yang menentukan yaitu RUH yang non materi. Bahkan menurut saya .. bergabungnya unsur unsur itu menjadi unik dan spesifik itu juga di luar kemampuan zatkimianya. Artinya oksigen itu tidak punya kehendak bebas bergabung dengan siapa dan dalam jumlah berapa, faktanya, unsur unsur itu bergabung secara sistematis dan tertentu. = belum ada zat misalnya O56H1222. SIAPA YANG MENGATUR MENJADI HANYA H2O. Sebagai penutup -kalau determinasi genetik itu menguasai takdir manusia mestinya mampu membuat SUSU dan AIR SENI SAPI tanpa perlu sapi - toh bahan baku untuk itu cukup di alam ini. Terimakasih.

Sinar Agama: Marlin, terimakasih komentarnya dan saya melihatnya bagus sekali. Orang seperti antum tidak mudah diombang ambing teknologi, karena kulihat dasar pokok dan pijakan pikirannya, sudah aman dari goncangan. Pokok-pokok dan dasar-dasar yang kumaksud adalah yang kutulis di sana (status mas Anis) itu sebagai Pembukaan atau mukaddimah-mukaddimahnya. Ahsantum.

Kita dalam hal menilai materi yang ada, tidak masalah memiliki kesalahan, sebagaimana para ahli fisika juga seperti itu dan terus berkembang. Itu tidak masalah sama sekali. Paling-paling kalau salah obat adalah sakitnya tambah parah atau mati. Tapi tolok ukur pemikiran dan melihat dunia dan penafsirannya, tidak boleh diatasdasarkan kepada penemuan-penemuan yang berkembang itu. Itu maksudku. Salah dalam kimia tidak akanmenjerumuskan pandangan dan tatapan tentang hakikat, tapi salah menyimpulkan tentang dunia, sungguh bisa melicinkan kita ke neraka. Ini bukan masalah nakut-nakutin, filsafat tidak pernah nakutin orang, tapi maksudnya, kalau salah menafsir alam ini, maka sungguh kita akan keluar dari hal-hal yang sangat gamblang sekalipun. Misalnya seperti mas Becus atau siapa tuh nama teman kita yang komentar di statusku sebelum ini, beliau terus saja ngotot bahwa atom tidak bisa dihilangkan walau sudah dikatakan bahwa ia terbatas dan dibatasai dengan awal-akhir dimana diluaritu adalah tidak ada. Jadi atom sebagaimana sebelum awalnya adalah tidak ada, maka setelah akhirnya juga akan tidak ada. Lagi pula hanya Tuhan yang tidak terbatas. Tapi beliau tanpa dalil dan hanya bersandar pada kata-kata ahli kimia saja terus dan tetap mengatakan bahwa atom tidak bisa dihilangkan. Ini hanya sekedar contoh.

Sinar Agama: (masih ceritaku): Kemudian beberapa teman, selain yang ada di komentar-komentar asli dari komentar status tentang Gen itu, yaitu komentar-komentar di statusku, meminta alfakir meneruskan diskusi itu, misalnya:

Abu Bakr Saleh Ba’syir: Wah padahal saya menunggu-nunggu pembahasan tentang nabi Ayub itu. Sayang sekali ga bsa dilanjutkan di sana.

Syaiful Bachri: Ayo ust SA, mana lanjutannya..,

Idhanelvita Iid: Ust... mohon dituntasin bahasan GEN...kami tunggu....

Kazhimi Musa: iya ustad.. kami menunggu lanjutannya, khususnya tentang nabi Ayyub as.

Deddy Prihambudi: Ustadz Sinar Agama kudu terus menulis, dan al fakir kudu terus memacu diri untuk membacanya..... mohon doanya. !

Heriyanto Binduni: menarik sekali bahasannya ustad. Sangat mencerahkan. semoga ustad banyak diberikan kebaikan. Oh iya, saya tunggu lanjutan commentnya. Kalo gak bisa di note-nya ustad Anis, bisa ditulis di note ustad Sinar sendiri atau di status ustad aja. Dibuat note sendiri juga lebih bagus karena bisa berupa kompilasi dari comment’’ ustad. Salam.

Zainal Syam Arifin: Salam semuanya, diskusinya sangat menarik, tetapi karena akhi Sinar Agama sudah menarik diri dari komen akhi Muhammad Anis, saya bersedia mengikutinya di sini.

Sinar Agama: SAMPAI DISINI, CERITAKU SUDAH SELESAI TENTANG DISKUSI YANG BAGIKU TERPUTUS ITU. MINTA MAAF SAMUA IKHWAN DAN AKHAWAT YANG TELAH MENJADI BAGIAN CERITA DI ATAS, ATAU BAGI YANG TIDAK TERMASUKKAN DALAM CERITA ITU. SEBENARNYA SAYA HANYA INGIN MEMBUAT CERITA PENDEKNYA SAJA SUPAYA NYAMBUNG DENGAN BAHASAN SELANJUTNYA, TAPI KARENA KESULITAN LANTARAN GANGGUAN INTERNET, UNTUK EDIT DSB, MAKA YA. MAIN COPAS TANPA EDIT. JADI MBACANYA RODHO’ SUSAH SIKIT. AKAN TETAPI KARENA

DI AKHIR CERITA DI ATAS BANYAK YANG MINTA SAYA NERUSIN DISKUSI INI, MAKA DENGAN IJIN ALLAH SAYA AKAN COBA TERUSIN. TAPI TENTU SAJA MUNGKIN TIDAK BANYAK DAN HANYA MENYANGKUT NABI AYYUB AS SEBAGAI KOMENTAR KEPADA MAS YANG SABARAN DAN PENUH KETAWADHUAN, YAITU MAS ZAINAL, YANG BENAR MEMBUATKU TERSENYUM TULUS DAN DARI HATI MANAKALA BELIAU MENGATAKAN “YKW”, KALAU NGGAK SALAH.

Sinar Agama: Bismillah:

(1) Sebelum saya teruskan tentu saya akan coba ringkas dulu apa yang saya pahami dan ingat dari komentar mas Zainal, yaitu sbb:

  • (a). Sepintas dari tulisan beliau masih terlihat akan adanya kepercayaan kepada takdir manusia atau nasib.
  • (b) Dengan adanya keyakinan terhadap nasib itu, berarti Gen yang dimaksud dalam buku yang kita bahas itu, menjadi semakin licin dan semakin terlihat ilmiah dan saling dukung.
  • (c). Karena itulah maka mas Zainal yang semoga Tuhan selalu menjaganya begitu pula keluarganya, dan begitu semua teman-teman di fb ini, menerjemahkan nasib, sihir dan musibah nabi Ayyub dengan Gen itu. Dah sungguh, telah kulihat hidayah Tuhan dalam tulisannya itu, sekalipun, menurut ana yang banyak hijab ini, baru hidayah awal. Karena tulus dan kesungguhan beliau sangat terasa dalam tulisannya tersebut, dan yang beliau capai itu, tidak terlalu mudah dicapai yang lainnya. Tentu saja hidayah itu, hidayah yang belum tuntas. Karena kita tahu semua bahwa kita adalah korban sejarah. Yakni sejarah pendidikan, sejarah Islam, sejarah akidah ...dst dimana tidak luput adalah mas Zainal sendiri. Jadi, kekuranglengkapannya itu, bukan dosanya, bukan kesalahannya, bukan kemalasannya, bukan ketidaktulusannya.. ...dan seterusnya, tapi karena ya. sumber kita hidup beragama dari YKW itu.
  • (d) Beliau menafsirkan takdir dan nasib dengan penyaluran Tuhan kehendakNya melalui Gen ini. Ini tafsiran yang sangat manis dan merupakan usaha yang gigih dalam menjaga agamanya. Karena di saat-saat orang sudah mulai goyang dengan ke-KuasaanNya, karena munculnya tuhan Gen ini, maka beliau cepat tanggap dan sigap serta bijak. Jadi, yang selama ini orang meyakini bahwa nasib itu daritekanan luar, baik buku Tuhan, malaikat... dan seterusnya, dimana akan menjadi goncang dengan adanya tuhan Gen ini, maka beliau menepis goncangan itu dan mengatakan bahwa Gen itu tidak mandiri, melainkan salah satu dari tangan-tangan Tuhan. Inilah keindahan uraiannya. Sungguh kalau beliau tidak lahir dalam udara sosial yang YKW, dan berada di tempat lain yang anginnya juga YKW, maka pastilah hasilnya akan cemerlang dan tidak perlu adanyakesalahan dan kekurangan yang diakibatkan korban sejarah itu.
  • (e) Begitu pula terlihat sangat manis, manakala menerjemahkan sihir, walau hanya dalam bentuk isyarat saja, bahwa sihir itu terjadi karena perintah luar (penyihir) terhadap Gen yang ada pada manusia, hingga timbullah berbagai penyakit yang aneh-aneh (tentu saja penukilanku tentang tulisan beliau itu sesuai dengan yang kuingat dan yang kupahami, alias tidak leterleks. Jika saja tidak sesuai maksud beliau, maka beliau boleh meluruskannya kalau dikehendaki).
  • (f) Begitu pula terlihat sangat manis ketika menerjemahkan peristiwa nabi Ayyub as dengan mengatakan bahwa syetan telah memberi perintahkepada Gen nabi Ayyub as hingga terjadilah penyakit yang beliau as alami. Dan ingat, kelebihmanisan tulisan beliau itu manakala selalu menyelingi tulisan-tulisan dan pandangan-pandangannya dengan “ini hanya pahamanku yang bisa salah” atau “kalau benar”. dst. Tentu sajabeliau juga berdalil dengan ayat yang berbunyi bahwa syetan telah menyentuhnya as. Sampai di sini ringkasan pandangan beliau yang menyangkut dengan kelanjutan diskusi ini, semoga tidak terlalu jauh menyimpang dari yang beliau maksud. Dan berikut ini adalah tanggapanku.

Sinar Agama: Hah.... lagi-lagi waktunya habis, karena sudah harus masuk aktivitas lain, jadi mohon maaf, nanti I-Allah akan saya lanjutkan setelah pulang, dan kalau mas Zainal merasa ringkasanku kurang tepat atau salah, tolong dibenerin. Afwan untuk semuanya, sabar dikit ya...

Marshal Muhammad: syukron, sabar kok. Menyimak.com terus...

Muhajir Basir: Assalamu’alaikum.

Afwan sebelumnya.... ingin berbagi sebuah pertanyaan yang berharap siapapun dari antum agar kiranya memberi jawaban atasnya, khususnya dari ustadz Sinar Agama...

Mungkin ini tidak memiliki hubungan secara langsung dengan segala hal yang menjadi topik dalam catatan ini, namun karena berharap ingin mendapat penjelasan yang lebih karenanya membuatku ingin berbagi pertanyaan ini...

Dikisahkan, sebuah pertanyaan imajiner; Iblis berkata: “Ya Allah, sungguh Engkau Dzat Yang Maha Pengasih, yang dengan keMaha KasihMu Engkaumemerintahkan kepada setiap hambaMu untuk taat kepadaMu agar dengannya mereka dapat selamat dari derita kehidupan yang abadi. Engkau pun Dzat Yang Maha Mengetahui, yang Maha Mengetahui segala peristiwa yang telah, sedang & akan terjadi. Saat ini aku telah ingkar atas perintahMu, yang dengannya menyebabkanku menjadi penghuni neraka abadi. Tidakkah dengan keMaha TahuanMu bahwa ketika Engkau memerintahkanku untuk sujud kepada Adam, maka Engkau akan menyaksikanku dimana aku akan ingkar kepadaMu, namun kenapa Engkau memerintahkanku untuk sujud kepadanya? Dimana diriMu sebagai Dzat Yang Maha Pengasih atas apa yang Engkau akan saksikan atasku di saat Engkau akan memerintahkanku untuk sujud kepada Adam? Tidakkah Engkau mengetahui kelemahanku?

Afwan ustadz, apa jawaban yang tepat atas pertanyaan iblis ini?

Sinar Agama: Muhajir Basir, berdiri bulu romaku membaca tulisanmu, yang mirip sekali dengan kejiwaannya mas Zainal, yang telah menjadi korban sejarah dari yang YKW (You Know Who) tapi tidak putus asa ingin memecahkan masalah. Antum sudah selangkah maju dalam berfikir, tapi karena udara tidak mendukung, maka terjadilah perang pertanyaan dalam diri antum. Semoga semua perjuangan kita dalam menguak kebenaran dengan dalil-gamblang dapat dimudahkan olehNya. Kalau Antum -katakan- mewakili unek-unek syethan, maka ijinkan aku juga mewakili jawaban Tuhan (tentu dari mulut argument, bukan dari wahyu Tuhan kepadaku he he...) sbb:

“Wahai iblis kalau kamu tahu tentang ke-Maha-anKu dalam segala-galanya, termasuk ilmu dan kebijakan dan KASIH SAYANG, lalu mengapa engkautidak mempercayai perintahKu? Dan mengapa engkau ketika Kukatakan mengazabmu tetap saja kamu tidak menangis dan memohon ampun kepadaKu? Tapi malah ingin membuktikan kesalahanKu dengan meminta umur panjang untuk membawa manusia menjadimu sebagai bukti kamulebih baik dari manusia? Lalu mengapa kamu hanya mengambil bagian belakangnya, yakni mengembalikan akibat ikhtiarmu kepadaKu, tapi tidak mengambil bagian depannya yakni perintahKu dimana pasti sudah dengan IlmuKu? Wahai iblis yang sampai sekarang tidak pernah menyesalseperti yang diwakili pengomentar ini (he he... karena memang sampai sekarang iblis tidak pernah bersedih dan dalam keadaan terus berusaha ingin membuktikan kesalahan Tuhan), mengapa kamu tidak mengambil peristiwa awalnya yakni tentang perintahKu yang sudah pasti dengan KebijakanKu? Kamu tahu, Aku memerintah itu bukan karena Aku punya pilihan untuk tidak memerintahmu. Tapi karena memang kamu harus sujud pada insan kamil (manusia). Maksudku kamu memang harus sujud (bc:taat) pada khalifahKu, karena Adam as adalah insan kamil yang berposisi sebagai khalifahKu seperti insan kamil lainnya. Jadi kamu itu harus taat padaKu, dan perintahKu disalurkan melalui khalifahKu. Jadi kamutidak ada pilihan untuk tidak sujud dan taat pada khalifahKu. Kamu ini ibarat manusia yang mengkritiki Aku karena kuturunkan nabi-nabi dan syariat-syariat dimana ia langgar lalu berkata seperti pengoment(pengomentar) ini (he he argumennya menyelam dlm(dalam) gurau2(gurau- gurau kecil) kecil) yg(yang) karena lemah lah, Aku tahu dia akan melanggar lah. dst. Padahal kamu yang (yang) memiliki akal sdh(sudah) pasti harus kuatur dan itu karena KebijakanKu dan IlmuKu serta HikmahKu. Apa kamu kita(kira) lbh baik tanpa syariat dan nabi-nabi? Nah, sujud kepada Adam as sama persis dengan nabi-nabi dan turunnya syariat, yakni semua itu adalah RAHMAT DARIKU, bukan ujian dan penekanan. Tapi memang keharusan dan kemestian adanya. Jadi IlmuKu tentang pelanggaranmu di masa datang tidak akan mempengaruhi Aku dalam memerintahkanmu taat pada Adam as dan nabi-nabi serta syariat. Karena kalau kuangkat perintah-perintah dan nabi- nabi serta syariat-syariat itu, maka berarti sama dengan Aku mengijinkan kesalahan, kesesasatan. ketidakberaturan, ketidakadilan....lalu dimana IlmuKu, HikmahKu, Kasih SayangKu. ?

Muhajir Basir: Katakanlah itu merupakan keniscayaan bagiMu atas keMaha Luasan IlmuMu untuk memerintahkanku sujud kepada Adam sebagaiRahmat yang Engkau beri kepada hambaMu. Tapi tidakkah lebih pantas sebaliknya bahwa Adamlah yang harus sujud kepadaku & aku yang menjadi khalifahMu? Aku lebih dahulu Engkau cipta & selama Engkau belum memerintahkanku untuk sujud kepada Adam aku adalah hambaMu yang taat. Tidakkah itu cukup bagiMu untuk menjadikanku sebagai khalifahMu? Kenapa Engkau seolah ingin menjebakku & mempermainkanku? Afwan ustadz....

Sinar Agama: Bismillah: Sekarang ana akan teruskan diskusi ini dengan masalah nabi Ayyub as. Terima kasih Tuhan yang telah mengingatkanku pada suatu masalah melalui pertanyaan seorang penanya di messageku dengan menanyakan “apakah nabi Ayyub as tidak berobat? Kalau bukan karena pertanyaan itu mungkin saya sendiri sudah lupa akan suatu masalah yang harus dituliskan di sini. Sekali lagi, untuk sementara ini, saya tidak akan menjelaskan tentang takdir dan nasib, karena sudah jelas, dalam komentar saya terhadap tuhan-Gen dengan Tuhan-Gen, dan bahwasannya tuhan-gen di samping tidak menentang Tuhan-Gen, seperti yang dijelaskan mas Zainal, juga tidak menjadi tangan Tuhan-gen untuk mengukir nasib manusia melalui tuhan- gen (tuhan-gen, yakni gen, memakai istilah tuhan dengan t kecil, karena sepertinya oleh penulis bukunya sudah dianggap tuhan. Sementara Tuhan-gen dengan T besar, adalah Tuhan itu sendiri dimana termasuk juga Tuhan bagi Gen).

Sinar Agama: Muhajir: Tolong baca lagi dengan baik komentarku itu, tulisan antum itu tanda antum belum memahami tulisanku. Ketika antum katakan Tuhan menjebak, itu tandanya tuhan tetangga antum, bukan Tuhan. Niscaya Tuhan ya. niscaya, bukan basa-basi kayak kita-kita kala berkata niscaya, karena tanpa hikmah, ilmu dan Kuasa Pengaturan wujud makhluk dan wujud karakter serta surga-neraka yang harus ditempuh dengan keseriusan menjalani jalan kebaikan, bukan main-main kayak orang kucing-kucingan. Na’udzubillah dari melihat Tuhan main-main kaya kita sendiri yang suka main petak umpet dan kucing-kucingan serta jebak-jebakan.

Muhajir Basir: Syukron ustadz... jazakumullah atas semua penjelasannya...

Sinar Agama: Kalau aku boleh mewakiliNya maka akan kukatakan: Kalau begitu kamu ya syetan belum mengakui ke-Maha-anKu. Yakni kamu mau bilang bahwa kamu lebih Alim dariKu? Lebih Bijak dariKu? Lebih Adil dariKu? Lebih tahu dariKu? Atau kamu mau mengganti kedudukanKu sebagai Tuhan? Kamu tahu ya iblis? Kepembantahanmu ini sudah menunjukkan dengan jelas sekali MUTUmu bahwa kamu sama sekali tidak bisa menjadi KhalifahKu? Kamu baru naik ke tingkat malaikat saja sudah sombong seperti ini, apa lagi nanti naik ke maqam AsmaKu setelah Fanaa’. Kamu sekarang belum melewati ‘Arsy saja sudah berdebat denganKu seperti berdebat dengan temanmu, apalagi nanti kalau kamu sudah melewati semua malaikat-malaikatKu yang ‘Aaliin (malaikat tinggi dari ‘Arsy ke atas). Kamu tidak malu dengan usulmu ini? Sementara kamu sekarang sedang melanggar perintahKu?

Sinar Agama: Muhajir: nggak masalah, diskusi saja kalau memang belum dipahami. Tapi kalau bisa sabar dan renung-renung dulu, sambil menungguku menjawab dan meneruskan diskusi sebelumnya.

Sinar Agama: Untuk semua teman, harap perhatian tulisan t pada tuhan-gen atau Tuhan- gen. Jadi jangan salah memahaminya. Sekali lagi tuhan-gen karena penuhanan sebagian orang terhadap gen hingga dianggap sebagai pendikte dan penentu nasib manusia. Sementara Tuhan- gen dengan t besar adalah Tuhan semua keberadaan.

Muhajir Basir: Mencoba berusaha untuk memahami ustadz... Syukron... Jazakumullah... Allahumma shalli ‘alaa Muhammad wa Aali Muhammad wa ‘ajjil faraja Aali Muhammad.

Sinar Agama: Terusan diskusi:

(1). Dengan penjelasan terdahulu, dapat dipahami dan disimpulkan bahwa gen, apapun beban dan muatannya, tidak lebih dari sekedar pengaruhmempengaruhi terhadap adanya pengatur fital terhadap badan manusia yang sudah dibuktikan sebelumnya, yaitu keberadaan non materi, dan dinamai dengan Ruh. Jadi Ruh-lah dengan akalnya dan kedaulatannya terhadap badannya yang menentukan gerak-gerik ikhtiarnya. Jadi gen buruk dan baik, sekedar sosial sel-sel yang tidak beda dengan sosial manusia yang baik dan buruk dimana tidak berperan sebagaipenentu pilihan manusia, tapi sekedar pemberi pengaruh saja. Dan sudah dikatakan sebelumnya bahwa ke-Adilan Tuhan adalah dengan memberikan akal dan kedaulatan pada masing-masing manusia untuk berikhtiar dan kalau lingkungan baik menjadikan kebaikan pilihannya mendapat pahala yang sewajarnya atau sedikit lebih tinggi, dan keburukkan pilihannya membuat dosanya lebih besar dari yang lain, dan sebaliknya kalau lingkungan gen dan sosialnya buruk, maka keburukan pilihannya akan mendosakannya dengan dosa yang wajar, tapi kebaikkan pilihannya akan melahirkan pahala yang lebih besar dari yang punya lingkungan gen dan sosial yang baik. Semua ini masih semacam kesimpulan dan pengulangan dari bahasan sebelumnya.

(2). Ruh yang ada pada manusia, karena yang mengatur seluruh tubuhnya, dan karena tubuh manusia memiliki peringkat-peringkat maka dapatdiketahui bahwa ruh manusia memiliki 4 daya, daya-tambang (yang mengatur putaran-putaran atom dan semacamnya), daya- nabati (yang mengatur pertumbuhannya), daya hewani (yang mengatur gerak ikhtiarnya dan mengatur perasaannya seperti sakit, dingin, kenyang, lapar, cinta, benci. dst), dan yang terakhir daya akal (dimana mengatur daya pikirnya). Sekali lagi Ruh manusia itu satu dan non materi dan tidak bisa dibagi. Tapi memilikikemampuan dan daya mengatur dalam 4 kategori atau macam itu.

(3). Ruh manusia, sekalipun non materi, tapi karena dalam aktifitasnya dan natural awalnya bersenyawa dengan materi, maka ia memiliki potensi untuk menyempurna. Dalam filsafat sudah dibuktikan bahwa non materi, karena ianya adalah non materi yang tidak terbagi- bagi, maka iatidak memiliki potensi apapun. Jadi kesempurnaan yang dimilikinya semua dimilikinya dari awal penciptaannya, oleh karenanya non materi dikenal dengan makhluk “kun fayakuun” atau “sekali jadi”, alias tidak perlu proses jaman dan tempat. Karena ianya bukan wujud jasmani dan tempati. Tapi manusia dengan kepemilikannya terhadap materi, minimal di dunia ini, maka ia masih bisa menyempurna. Karena itulah ia bisa naik ke non materi barzakhi dan ‘Arsy (Akal-akhir) serta terus sampai ke Akal-Satu. Di sana ia bisa mencapai derajat Fanaa’ dan setelah itu bisa ke maqam Asmaa’-asmaa’ Tuhan. Kalau ‘Arsy saja di atas surga, apalagi Akal-satu, maka ia jutaan derajat di atas surga dan ‘Arsy, apalagi maqam Asmaa’-asmaa’ Allah. Oleh karena itulah hanya insan-kamil inilah yang bisa menjadi khalifah Tuhan dalam mengatur semuanya secara langsung dengan kehendak dan ijinNya. Dan selain insan kamil tidak bisa menjadi khalifahNya. Akal-satu yang paling tinggi, hanya bisa mengatur secara langsung Akal-dua, Akal-dua hanya bisa mengaturlangsung Akal-tiga... dst, ditambah lagi setiap makhluk itu tidak bisa mengatur yang diatasnya. Barzakh yang dikenal dalam agama sebagaipengatur alam semesta materipun, hanya bisa mengatur alam materi, tapi jelas tidak bisa mengatur ‘Arsy, apalagi di atasnya. Karena itulah hanya manusia yang bisa menjadi khalifah Tuhan dimana membuat para malaikat sangat ingin untuk menjadinya dimana pernah usul pada Tuhan secara halus dan sopan dengan mengatakan “Mengapa Engkau mau mencipta manusia yang membuat kerusakan dan saling bunuh, sementara kami selalu memujaMu dan mensucikanMu”. Kalimat ini dikatakan manakala Tuhan mengabari mereka bahwa Tuhan akan mengangkat khalifah yang bertempat tinggal di bumi (bukan khalifah untuk mengatur bumi). Padahal malaikat-malaikat sudah memiliki kedudukan tinggi-tinggi dan bermacam-macam, dari sejak pengatur alam semesta materi (mudabbirati amran) sampai ke penjaga wahyu, pemikul ‘Arsy ....dst sampai ke Akal-satu.

Tapi semua menginginkan maqam khalifah itu. Ini tandanya bahwa makam ini lebih tinggi dari semuanya itu. Rahasianya, adalah yang sudah dijelaskan itu. Ini juga jawaban buat Muhajir.

(4). Dengan penjelasan di atas dapat disimpulkan secara mukaddimah bahwa ruh manusia itu, dalam kepengaturannya untuk badannya, dia memiliki ikhtiar hanya dalam sebagian peringkatnya. Seperti berjalan dan bergerak bagaimana, berfikir apa, menyintai apa, menyukai apa. dst. Tapi dalam mengatur asal pikirnya, asal cinta dan bencinya, lapar dan kenyangnya dan apalagi pertumbuhan badan dan gerakan atom-atomnya, maka disini ia seperti malaikat dalam mengatur. Yakni hampir tanpa ikhtiar dalam arti tanpa pilihan. Jadi, yang namanya manusia, pasti atom-atom badannya berputar tanpa dia harus menyengaja mengaturnya, sekalipun ia pengaturnya. Tapi kepengaturannya adalah otomatis, bukan ikhtiari. Bagitu pula tentang lapar-tidaknya, benci-cintanya, sabar-marahnya. dst dimana dikenal dengan fitrah.

Jadi, kepengaturan ruh atas badan dan dirinya ada dua, ada yang ikhtiari dan ada yang tidak alias ada yang otomatis. Dan agama serta tanggung jawab terhadap perbuatan baik-buruk manusia, hanyalah yang kepengaturannya secara ikhtiari itu.

(5). Dalam kepengaturan atom-atom badan, gen-gen dan semacamnya, dilakukan ruh tanpa ikhtiarnya. Oleh karena itu, kalau manusia sakit, berkulit hitam, dst tidak dimintai tanggung jawab oleh Tuhan dan akal. Karena hal itu diluar kontrolnya. Tapi sebab penyakit, bisa saja karena ikhtiar manusia, begitu pula tentang sehatnya. Artinya ada tempat-tempat yang manusia bisa mengatur tantang atom dan sel serta gen apa yang akan dimasukkan ke dalam dirinya. Dalam hal ini, manusia akan mendapatkan pahala dan atau dosa. Misalnya, memakan makanan kotor, tidak teratur makan hingga kena mag, merokok hingga sakit paru-paru, dst pasti akan dimintai tanggung jawab di akhirat, seperti suka olah raga karena Allah dst, yang menyebabkan sehat dan pahala (kalau karena Allah). Tapi sakit karena polusi udara, karena terjatuh dari tempat licin, karena banjir, karena hujan hingga demam, karena harus kerja di laut hingga tenggelam karena angin...dst, maka disini tidak dimintai tanggung jawab. Begitu pula seperti sakit karena sihir orang atau karena ujian Tuhan. Karena yang akan dimintai tanggung jawab itu adalah yang secara akal dan agama, urusannya jelas dan benar2 dalam kontrol kita. Tapi kalau tidak dalam kontrol kita secara umum, maka kita tidak akan dimintai tanggung jawab.

(6). Dengan rincian di atas, dapat diketahui bahwa kepengaturan ruh itu ada yg tidak ikhtiari dan tidak dimintai tanggung jawab. Dan sakit, tentusaja tidak normalnya jalannya gerakan atom- atom badan atau masuknya atom lain yang merusak atom-atom badan yang menyebabkan kita tidak sehat. Katakanlah atom-atom yang mengalahkan atom-atom pertahanan badan atau anti-body. Nah, sakit dan semacamnya ini tidak membuat cela dan tanggung jawab bagi manusia. Akan tetapi penyebab masuknya atom-atom pengganggu itu, kalau di dalam lingkungan ikhtiar manusia secara umum, seperti contoh-contoh di atas, maka dari sisi ini bisa saja manusia akan dituntun akal dan agamanya. Tapi sangat banyak masuknya bakteri ke dalam tubuh manusia tanpa bisa dihindari oleh manusia itu sendiri, alias masuknya bakteri tanpa melalui ikhtiar manusia.

(7). Sihir, adalah penyakit yang datang dari luar, alias tanpa ikhtiar manusia, secara umumnya. Mungkin saja berhubungan dengan ikhtiarnya dalam beberapa kondisi. Sihir adalah penyakit yang ditimbulkan dengan kekuatan ruh penyerangnya. Di sini, bisa dengan berbagaipenafsiran, bisa dengan penafsiran yang dipaparkan oleh mas Zainal, yaitu dengan memerintah sel-sel yang diserang untuk merusak susunan yang benarnya dan sehatnya. Atau, kalau boleh kutambahkan, bisa dengan mengirim materi lain, seperti bakteri atau pisau atau pakuatau gunting...dst ke dalam tubuh manusia. Dan manusia yang diserang, sekalipun ruhnya memiliki daulat mutlak atas badannya, akan tetapi dalam banyak hal, yakni yang bukan ikhtiari, seperti yang sudah dijelaskan itu, tidak memiliki ikhtiari menolaknya. Maka masuknya benda-benda itu ke dalam dirinya, sama dengan masuknya angin nafasnya, atau angin yang mengandung penyakit ke dalam paru-parunya, atau sama dengan masuknya makanan, atau darah orang yang berpenyakit dst. Dalam hal ini, maka ketidakmenolakan ruh manusia, tidak dipersalahkan oleh Tuhan dan akal.

Tentu saja, untuk mengusir serangan ruh orang jahat itu, dengan mengolah ruh dulu hingga kuat. Apakah dengan jalan taqwa yang karenaAllah. itulah mengapa syariat Tuhan itu bukan main-main dan bukan pula paksaan. Tapi memang rahmat dan keharusan bagi manusia dimana tanpa itu maka manusia akan menghadapi banyak penyakit, rintangan dan keburukan karakter dst. Jadi, syariat itu bukan ujian, tapirahmat dan keniscayaan. Oleh karenanya surga itu juga hadiah dari Tuhan. Persis seperti ibu yang menyuruh anaknya belajar rajin dimana kalau jadi juara satu akan diberi hadiah. Benar-benar hadiah, yakni bukan hak si anak. Karena si anak menjadi pintar untuk dirinya sendiri dan kebaikannya sendiri. Jadi, kalau dia menuntut janji ibunya sebagai haknya, maka ibunya akan mengatakan “eh nak yang pintar itu kamudemi kabaikanmu sendiri, sudah jadi baik masih minta hadiah”. Tuhan juga begitu. Tapi karena Kuasa dan KekayaanNya tidak terbatas, makadengan LutfNya dan KasihNya, Ia- pun menjanjikan kepada manusia kalau memilih kebaikan untuk dirinya sendiri akan diberi pahala dan hadiah surga.

Kembali ke masalah sihir, kita mesti menguatkan ruh kita, apakah dengan taqwa tadi, atau semedi, atau yoga ...dst supaya tidak kena sihir. Tapi selain cara islam sekalipun bisa mengusir sihir, tapi bisa saja diharamkan, karena ianya adalah jalan palsu.

Mulla Shadra ra, mengatakan, untuk menguatkan ruh, prinsip awalnya (sebelum bicara halal haramnya, benar salah jalannya) adalah dengan mengurangi aktifitas badaniahnya, seperti makan, minum, tidur. dst yang berhubungan dengan materi. Kalau sudah mengambil jarak dari banyak hal kematerian, maka secara otomatis ruhnya akan semakin kuat, karena ruh adalah non materi.

(8). Lalu bagaimana dengan nabi Ayyub as? Ya ....Allah kuteteskan air mataku untukMu mengenang nabi yang dikenal dengan kesabarannya itu, hingga Engkau melalui nabiMu Muhammad saww mengatakan bahwa yang sabar terhadap kelakuan buruk istrinya akan mendapat pahalanabi Ayyub as. Ya. nabiyyuna Ayyub syafaatilah kami di sisi Muhammad saww dan Ahlulbaitnya as, hingga kami semua menjadi pengikut mereka yang baik, berilmu, berakhlak, tulus, mengabdi, taat, danhusnulkhotimah.

Seandainya nabi Ayyub as mengalami deritanya itu dengan serangan iblis terhadap atom- atom badannya atau gen-gen badannya, seperti yang dijelaskan oleh saudara Zainal, maka itupun tidak akan mengurangi fadhilah dan kemuliaannya serta ketinggian derajat dan ruhnya. Karena sekali lagi, dalam kepengaturan materi itu tidak diselingi dengan ikhtiar dan apalagi tanggung jawab. Tapi mari kita lihat lebih teliti lagi, apakah benar demikian atau tidak?

(9). Allah dalam QS. Shad ayat 38 memang mengatakan bahwa nabi Ayyub as mengatakan “Sesungguhnya aku telah disentuh syethan dengan kelelahan dan siksa”. Dalam tafsir sunni seperti Qurthubi, mengatakan persis yang dikatakan oleh mas Zainal itu, tapi dalam bentuk global.Dikatakan di tafsir tsb +/-: bahwa nabi Ayyub as adalah yang kaya dan shaleh. Karena itu Tuhan berkata pada syethan bahwa dia tidak bisaberbuat apa-apa kepadanya as. Syethan dalam menjawab “iya ya Tuhan, habis Engkau memberinya dia kekayaan, kesehatan, keluarga dankenikmatan, maka dari itu dia seperti itu. Tapi coba Engkau beri aku kekuasaan atas semuanya, maka Engkau akan lihat bahwa dia akanmenjadi manusia yang tidak shalih”. Lalu Tuhan memberinya kekuasaan untuk itu, sampai kepada badannya. Dan karenanya ia membuatsakit nabi Ayyub as sampai seperti itu. Tapi ternyata Tuhan yang Maha Benar yang terbukti, bahwa nabi Ayyub as tetap shalih dengan segala deritanya itu. Jadi, peristiwa itu, dilihat dari riwayat ini, maka syethan diberi kuasa oleh Tuhan untuk merusak tatanan gen nabi Ayub as untuk menguji nabi Ayyub as dan sekaligus sebagai bukti bagi syethan dan sebagai pelajaran bagi kita semua. Jadi, kejadian itu, bukan untuk main-main dan debat- debatan dengan syethan. Tapi semua pengabulan permintaan syethan itu memiliki hikmah untuk nabi Ayyub as dan semua manusia.

(10). Dengan uraian terdahulu, bahwa penguasaan syethan pada nabi Ayyub as adalah hanya sebatas badani atau gen yang juga dengan ijin Allah swt. Dan sudah tentu demi kenaikan derajat nabi Ayyub as sendiri dan demi palajaran bagi manusia semuanya.

Dalam riwayat syi’ah juga ada yang seperti itu. Setidaknya mirip dengan itu yang, intinya adalah adanya permohonan syethan yg dikabulkan Tuhan untuk menguasai tubuh nabi Ayyub as. Di sini, jelas bahwa datangnya ujian itu adalah kehendak Allah swt. Artinya, nabi Ayyub as sudah tentu tahu akan hal itu. Dan kurang lebih dalam banyak kisah, memang beliau as tahu bahwa akan diuji Tuhan, persis seperti nabi Ibrahim as yg mengetahui akan datangnya ujian Tuhan. Begitu pula nabi Isa as dan nabi-nabi yang lain as.

Dengan penjelasan ini, maka jelas bahwa sakitnya nabi Ayyub as, persis seperti sembuhnya. Yakni merupakan mukjizat. Yakni bukan karena kesalahan makan, gaul, jaga kesehatan dan cara hidup nabi Ayyub as.

Akan tetapi, karena semua hal itu harus dengan sebab-sebabnya, maka bisa saja sebabnya itu adalah melalui syethan yg diberi kuasa oleh Tuhan, karena tanpa kuasa dariNya, tidak mungkin ruh iblis bisa menembus pertahanan ruh nabi Ayyub as, hingga menyentuh gen badani nabi Ayyub as. Tapi bisa saja langsung dari Tuhan melalui malaikat penyakit yang mengatur penyakit-penyakit dan bakteri-bakteri di alam materi ini. Kalau yang ke dua ini, maka berarti permintaan syethan kepada Allah untuk menguasai nabi Ayyub as, maksudnya adalah meminta nabi Ayyub as disakitkan dulu oleh Tuhan, tentu saja setelah dimiskinkan, karena tadinya kaya.

Btw (By the way atau Ngomong-ngomong), apapun hal itu, maka disini nabi Ayyub as, karena melihat bahwa hal itu adalah ujiannya, maka beliau as tidak akan menentang kehendak Tuhannya. Karena itulah ulat yang jatuh dari tubuhnyapun dikembalikan lagi ke badannya. Karena disini adalah jelas ujiannya, bukan petaka diri karena salah makan, atau petaka lingkungan yg mungkin tidak bisa dihindari, atau penyakitgula. dst. Karena ajaran Islam baik yang turun sebelum nabi Muhammad saww, semuanya, mewajibkan kebersihan, menjaga kesehatan dan semacamnya. Apalagi seorang nabi yang menjadi ikutan dan tauladan bagi setiap umatnya. Jadi, karena hal itu adalah ujian, maka sudah pasti beliau as, tidak akan menentangnya. Maka dari itulah beliau sabar dan sampai datang kesembuhan dariNya sendiri.

Dalam bahasan kenabian, seorang nabi itu tidak boleh jelek, borokan dst, karena akan membuat orang lari darinya. Jadi, sekalipun akhlaknya mengalahkan semua malaikat, tetap tidak akan diangkat jadi nabi karena akan membuat manusia lari dan akan semakin sulit mengikutinya dan semakin sulit untuk selamat dimana hal seperti ini tidak cocok dengan Lathifnya Allah swt. Lathif adalah memudahkan hamba untuk taat dan mempersulit hamba untuk maksiat.

Nabi Ayyub as yang borokan, dan Tuhan yang mengirimnya penyakit itu, apakah dengan perantaraan syethan atau malaikat, sama-sama tahu bahwa hal itu adalah ujian, karenanya tidak akan abadi dan sudah tentu tidak akan merusak misi kenabian nabi Ayyub as, hingga bertentangan dengan ke-Lathif-an Tuhan. Peristiwa itu kurang lebih memakan waktu 10 tahun.

Dan karena ujian, maka nabi Ayyub as tidak berusaha mengobati penyakitnya dan memilih mengikuti kehendak Tuhannya. Hal itu beliau as lakukan secara pasti, karena jelas dengan ilmu kenabiannya bahwa hal itu adalah ujian. Tapi kalau kita-kita yang sakit, jangan coba- cobamelakukan apa yg beliau as lakukan itu. Karena bisa saja sakit kita, dari diri kita sendiri, dari kekeliruan kita sendiri dan semacamnya.

(11). Tapi ada riwayat lain di syi’ah yang menolak kejadian seperti di atas. (cara memadukannya bisa dengan cara tadi yakni syethan menunggu sakitnya nabi Ayyub as). Jadi, sentuhan syethan disini bermakna lain dari yang sebelumnya. Yakni bahwa nabi Ayyub as telah diganggu syethan dengan tidak langsung.

Allah swt dalam QS al-Anbiya’ ayat 83, mengatakan bahwa nabi Ayyub as berkata: ”Sesungguhnya aku telah disentuh keburukan”, bukan “disentuh syethan”. Dan keburukan disini adalah akibat dari penyakitnya itu. Karena syethan dengan penyakitnya itu telah mengganggu nabiAyyub as dari luar. Yakni dengan membisiki orang-orang sekitarnya, untuk tidak datang padanya hingga mendengar nasihatnya (tentu denganalasan jijik), dan terakhir syethan telah mempengaruhi masyarakat untuk megusirnya hingga beliau as diusir oleh sekitarannya ke daerah yang kotor (kalau tidak salah pembuangan sampah).

Nah, dari riwayat ini, berarti penyakitnya murni dari Tuhan melalui malaikat pengatur penyakit. Dan sentuhan syethan itu bukan pada dirinya, tapi pada masyarakat yang, tentu saja membuatnya semakin menderita. Oleh karena itulah di ayat pertama itu, yakni yang mengatakan disentuh syethan, nabi Ayyub as mengatakan “Sesungguhnya aku disentuh syethan dengan kelelahan dan siksa”, maksudnya adalah gara-gara syethan yang mempengaruhi sekitaranku hingga mereka mengusirku telah membuat aku lelah (al- nashbu) dan tersiksa (al-‘adzabu). Dan konon, siksaan terberat nabi Ayyub as adalah karena harus membiarkan istrinya pergi mengemis ke kota demi mendapatkan sesuap makanan. Ya...nabiyyuna Ayyub as, syafaatilah kami semua, aliakum minna al-shalatu wa al-salam. Dan tafsiran sepertiini jelas lebih cocok dengan ayat ke dua yang mengatakan “sesungguhnya aku disentuh kemudharatan”, bukan disentuh syethan. Jadi sentuhan syethan yang membuat mudharat bagi beliau as, yaitu kepembisikkannya terhadap lingkungan yang akhirnya mengusirnya dan membuat lebih kelelahan dan tersiksa.

(12). Cara pemaduan dua riwayat Syi’ah itu, adalah bisa dengan kebertakiyahan para imam as pada penafsiran pertama yang mengatakankepenguasaan ruh iblis pada badan dan gen nabi Ayyub as. Karena biasanya riwayat yang sama dengan Sunni, kebanyakan adalah karena takiyah pada peristiwa asbabul wurudnya atau pada peristiwa sebab pengucapan haditsnya itu. Atau bisa dengan takwilan tadi, yakni permohonan syethan yang dikabulkan Tuhan karena memang berkehendak menguji nabi Ayyub as, dengan penyakit. Yakni permohonan syethan supaya Tuhan membuat nabi Ayyub as sakit dulu, baru nanti akan membuktikan kebenarannya bahwa dia akan mampumenjerumuskannya ke dalam kesesatan. Dan Tuhan mengabulkan permintaan syethan karena memang ingin menaikkan derajat nabi Ayyub as dengan ujian itu dan ingin mengajari manusia melalui peristiwa itu.

Pemaduan ini biasanya banyak jalannya dan dilakukan demi mengeluarkan dua riwayat yang bertentangan. Tentu saja, kalau masih ada cara yang masuk akal dan Qur'ani, untuk memadukannya. Tapi kalau tidak ada maka, dipilih salah satunya. Dan cara pemaduan ini, banyak sekali, sesuai dengan ide-ide yang logis dan tidak mengada-ada.

Ya ...Allah, ampunilah kelancanganku dan kesalahanku. Teman-teman, sudah selesai apa-apa yang ingin saya sampaikan, dan silahkan untuk mendiskusikannya. Tentu saja kalau ada kesalahannya pasti dariku dan kalau ada benarnya pasti dariNya. Nah, kita boleh salah-salahan, tapi usahakan dengan dalil, dan tidak emosi. Demi akhirat kita sendiri. Wassalam.

Zainal Syam Arifin: Syukron akhi atas tambahan ilmunya. Secara pribadi ana bersyukur bisa berkenalan dengan akhi, atau mungkin lebih tepat ana panggil pak ustadz.

Jawaban atas akhi Muhajir Basir membuatku menambah wawasan dan cara pandang baru menurut ajaran ahl al bayt, dan itu sangat menyenangkan aku. Barangkali ana dan akhi Muhajir Basir juga selama ini memang lebih banyak mendapatkan pendidikan dari “You Know Who(Anda Tahu Siapa)” sehingga ajaran ahl al bayt bahkan hanya dikenal sebagai berisi kesalahan dan cacian serta fitnah saja. Justru itu membuatku ingin tahu, ternyata tidak sesuai antara fitnahan/ tuduhan dengan kenyataan sebenarnya. Termasuk kemarin saya baru saja membaca buku kisah tentang orang Yahudi yang memberi salam kepada Muhammad SAAW dengan kata - kata Samun alaikum dan di jawab oleh Rasul dengan alaikum, namun ketika Aisyah Marah dan balik mencaci maki orang Yahudi yang ke-3 dengan sebutan anjing, Rasul malah marah kepada Aisyah. Kisah ini benar - benar semakin membukakan mataku, betapa selama ini ada beberapa hal yang tidak pernah diungkapkan, bahwa sebenarnya ada hakikat kebenaran yang seharusnya kita berusaha dan ikhtiar untuk mempelajarinya.

Sudahlah ini hanya intermezo saja dan tidak perlu di komen, karena ana ingin kembali kepada diskusi tentang Nabi Ayyub.

Namun, mohon ma’af ana belum sempat membaca (=Menyimak dengan hati - hati dan memi- kirkan) komen selanjutnya karena pagi - pagi ini harus siap - siap menghadiri konferensi internasional di UGM sampai sore (sejaki rabu kemarin sampai sabtu).

InsyaaAllaah ana coba membacanya lagi di sela - sela konferensi atau nanti malam.

Sinar Agama: Mas Zainal, demi Allah berdiri bulu romaku karena keharuan, dan aku ini juga seperti itu dulu. Karena kubelajar terus sampai sekarang sudah sekitar hampir 30 tahunan. Ana tidak perduli mau dikatakan Doktor-lah atau apalah, atau ustadzlah atau ini dan itulah, yang penting dan mengharukan bagiku adalah semangat mencari kebenaran melalui dalil dan kesiapan berkorban (perasaan dan semacamnya) demi itu. Dan antum tahu, yang kutahu itu, kalaulah benar, baru sepersejuta tetes dari samudra ilmu yang tidak terbatas. Oh iya, nanti kalau terjadi diskusi,jangan gampang ngambek ya. karena kata-kata dan tulisan setiap orang memiliki gaya sediri-sendiri dan karakter sendiri-sendiri. Jadi mari kita utamakan dalil dan saling memaklumi serta memaafkan, walaupun harus berbeda pandangan. Sambung doanya. Ana kebetulan juga kadang harus keluar untuk menjenguk beberapa tamu yang datang di konferensi Internasional dan membantu yang perlu dibantu. Semoga kita semua dalam MaafNya, KasihNya, SantunNya, LingdungNya, dan. kalau bisa, RidhaNya, amin.

Oh iya YKH-nya HYK....hah. bukan ngerubah ide, tapi karena semalam pakai opera mini, jadi seingatnya saja, afwan.

Lahua Azib Ahsan: Izin Share Ya Ustad. Afwan.

Cut Yuli: Menyimak Ustad, very interested. izin share.

Sinar Agama: Salam dan terimakasih untuk semua jempol dan komentarnya. Semua tulisanku tentang apa saja, yang tidak ada peringatannya untuk tidak disebar (seperti suluk Ilallaah), maka bebas untuk digunakan apa saja dan dalam bentuk apa saja, asal baik dan tidak untuk bisnis. Terimakasih dan sambung doa wassalam.

Muhajir Basir: Allahumma shalli ‘alaa Muhammad wa Aali Muhammad wa ‘ajjil faraja Aali Muhammad... Afwan wa Syukron ustadz... Jazakumullah...

Mas Tom: Menyimak sekaligus share..okey?:)

Zainal Syam Arifin: Kemarin ada gangguan jaringan smart di lokasi tempat tinggal ana sampai sore, dan tadi malam ana tidak sempat untuk membaca komen di atas.

Sebagai pembukaan ana menyampaikan rasa terima kasih yang sangat besar, pertama kepada Allaah yang telah memperkenalkanku dengan hamba-Nya Sinar Agama sehingga ana bisa mengenal beberapa hakikat pengetahuan secara benar. Terutama setelah kemarin ana gunakan waktuku untuk membaca tafsir al Mizan jilid 1 tentang kisah penciptaan Adam as, semakin menguatkan pemahamanku tentang apa yang ditulis oleh akhi Sinar Agama. Kedua kepada pak ustadz Sinar Agama karena melalui beliau ana mendapatkan banyak pengetahuan dan pencerahan meskipun masih ada yang menjadi ganjalan di pikiranku tapi itu bukan berarti menentang karena hal itu sebenarnya disebabkan kekurangan pengetahuanku. Karena itu ana bermaksud mengajukan beberapa pertanyaan sekaligus koreksi atas tulisanku sebelumnya, bahwa sebenarnya ana tidak setuju dengan istilah God Genetic (tuhan gen), hanya saja beberapa topik dalam buku itu ditulis oleh sang pengarang dengan judul itu sehingga akhirnya judul itu menjadi ikon dalam diskusi kita.

Pada dasarnya ana beriman dengan apa yang disampaikan oleh para Imam dari ahl al bayt, adapun masih adanya kekurangan pengetahuanku maka itu karena keterbatasanku. Dan ana mengakui betapa tidak mudahnya mempelajari ilmu filsafat namun ana juga tidak menepis kemungkinan adanya “jalan pintas” mempelajari dan memahami ilmu filsafat sebagai jalan yang disediakan oleh Allaah melalui beberapa hamba- hamba-Nya.

Baiklah ana akan mengajukan sebuah pertanyaan saja dulu, karena barangkali dari sebuah pertanyaan ini akan berkembang menjadi beberapa topik diskusi yang menarik. Sebagai dasar dari pertanyaanku ini adalah Al Qur’an sebagai Petunjuk bagi Umat Manusia, berangkat dari hal itu maka ana memahami bahwa Al Qur’an tidak lekang atau lapuk oleh waktu dan juga apa - apa yang Allaah pilih untuk termuat dalam Al Qur’an tentu ada hikmahnya, diantara banyak sekali khasanah Allaah kenapa harus dimasukkan kisah nabi Ayyub? Jawaban ana (menurut ana) itu agar umat manusia mengambil pelajaran sebagaimana yang ditulis oleh akhi Sinar Agama. Itu artinya manusia atas kehendak dan izin Allaah bisa mendapatkan pengetahuan dan pelajaran serta hikmah baik secara spiritual dan secara sains terhadap peristiwa tersebut. Karena antara ilmu sains fisik dan ilmu spiritual adalah berkaitan satu sama lain.

Adapun komentar pak ustadz di atas lebih banyak menyentuh sisi teratas yang berkuasa atas gen. Dan anda sangat senang serta bersyukur bisamendapatkan pelajaran dari hal itu, terutama kisah nabi Ayyub yang datang dalam beberapa versi.

Tetapi kalau ana memikirkan semua alasan dan dalil di atas, tidak ada satupun yang bertentangan satu sama lain terutama apa yang terjadi dalam gen. Apapun versi ceritanya apakah malaikat yang mengatur sakit maka aktivitas gen-lah yang dipengaruhi, demikian pula bila iblis yang diberi kekuasaan untuk melaksanakan urusan itu maka sama juga dilakukan beberapa usaha terhadap gen untuk membuatnya melakukan tugas yang berbeda dari biasanya. Artinya apa yang pak ustadz sampaikan justru semakin memperkaya pemahaman bukan-nya saling melemahkan satu sama lain. Dan apa yang ana coba sampaikan dalam notes akhi Muhammad Anis adalah mencoba memadukan unsur sains dan unsur agama sebab antara agama dan sains sebenarnya tidak ada pemisahan. Pemisahan terjadi karena perbedaan pemahaman manusia. Demikian dari ana mohon tanggapannya, syukron jazakumullaah khoiron katsiron.

Sinar Agama: Salam dan terimakasih untuk semua teman yang jempolin dan komentar di sini.

Sinar Agama: Mas Zainal, ana juga dari kemarin ada urusan hingga sore ini bisa menjenguk internet, maaf kalau terlambat. Dan sinyal sekarang sangat lemah, semoga saja tulisan ini bisa terkirim dengan baik. Setelah ana pelajari tulisan antum, nampak yang terlihat masih mengganjal di hatiantum adalah kesamaan yang dianggap ana sebagai ketidaksamaaan. Artinya dari tulisan ana, bisa dipahami tidak ada perbedaan, tapi bisa dipahami adanya perbedaan halus di dalamnya. Memang kalau dilihat bahwa ujian Tuhan itu disampaikan lewat siapa saja, tidak masalah, karena pada intinya adalah ujian dan sampainya ujian kepada yang diuji (nabi). Apalagi kemampuan syethan dalam mempengaruhi tubuh nabi Ayyub as itu adalah pemberianNya swt. Oleh karenanya, mungkin, memang tidak masalah orang mengambil tafsiran seperti itu. Artinya kalau salah inysAllah masih akan mendapat maaf dari Allah. Akan tetapi dengan adanya dua hal:

(1) Ruh nabi itu kekuatannya melebihi siapa saja, termasuk syethan.

(2) Adanya ayat lain yang mengatakan “telah menyentuh kepadaku keburukan/musibah”, maka mungkin lebih hati-hati memilih makna dan riwayat ke dua. Yakni yang mengartikan bahwa kepengaduhan nabi Ayyub as yang sabar itu, karena dibuangnya dirinya oleh sekitarannya ke daerah kotor, dan melihat istrinya yang mengemis ke kota setiap hari. Artinya, nabi Ayyub as mengadukan keadaannya kepada sang Kekasih yang disabarinya, disembahnya, dicintainya... dst. Makna dan tafsiran ke dua ini lebih hati-hati terhadap seorang nabi saww. Itu saja bedanya.Tapi beda ini, kalau diiringi dengan kesadaran akal dan cinta serta rasa hormat yang dalam, barangkali bisa melebihdekatkan kita kepada para manusia suci as. Dan kita, ketika menemukan jalan yang lebih hati-hati, maka mengapa memilih yang terlihat licin? Jadi, mas Zainal bisa pilih diantara keduanya itu, apakah yang dari ilham yang datang ke hati antum itu, atau yang datang dari referensi yang ana baca itu yang, salah satunya masih menguatkan ilham antum itu. Memang dua lawan satu memang menang yang dua, artinya lebih kuat yang dua riwayat sama itu. Tapi karena di syi’ah banyak sekali riwayat taqiyyah, dan yang ke dua lebih hari-hati, maka memilih yang ke dua akan lebih selesai.

Jadi fungsi penjelasanku kepada tafsiran pertama adalah bisa digunakan untuk menepis kemung- kinan adanya sangkaan kekurangsopananterhadap sorang nabi, sekalipun, sekali lagi, tafsiran ke dua lebih selamat. Terlebih hadits ke dua itu dalam rangka menepis riwayat pertama (kalau tidak salah ingat). Tapi bisa dimaksudkan menepis kemungkinan terpengaruhnya seoarang nabi oleh syethan dari sisi hati, dan iman serta ketaqwaan. Jadi, tidak bermaksud menepis kewilayahan syethan yang diberi Allah swt untuk tubuh nabi Ayyub as. Memang, kalau dari kacamata filsafat hal ini sangat sulit dibayangkan, walaupun, sepertinya, masih ada jalan. Karena, sekali lagi, bahwa kesatuan ruh dengan badan itu adalah kesatuan natural yang tidak bisa dipisahkan. Jadi, mempengaruhi badan yang dimiliki atau bersenyawa dengan sebuah ruh, maka tidak bisa dilakukan kecuali dengan melalui badan penyerang, tidak dengan ruh.Jadi, ketika badan melawan badan, seperti tubuh melawan pedang, makadisini, bisa mempengaruhi badan yang dimiliki oleh ruh yang bersenyawa dengannya. Tapi kalau pengaruhnya itu melalui ruh, maka tidak akan bisa kecuali dari dalam ruhnya juga, dan itupun bukan berarti menyelam ke dalam ruh yang diserang, tapi mempengaruhi ruhnya, bukanbadannya, itupun dari luar. Yakni membisikannya. Nah, orang yang terkena sihir adalah ruh yang terdikte dan melakukan diktean itu. Tentu yangdatangnya dari ruh yang lebih kuat darinya. Kalau kita menguatkan hal ini, maka tafsiran ke dua akan semakin kuat, karena ruh nabi Ayyub astidak akan bisa dipengaruhi syethan, sekalipun di tingkatan nabati atau atomnya.

Tambahan: mengapa gangguan syethan datangnya ke manusia tidak dalam bentuk bisikan seperti bisikan telinga yang dapat dirasakan oleh orangbahwa itu bisikan? Dan bahkan bisikannya terasa seperti suara hati dan kemauan kita sendiri? Jawabnya, karena syethan membisiki manusia pada ruhnya, bukan pada telinganya. Dan karena yang membisiki dan yang dibisiki dalam hal ini adalah sama-sama ruh, maka terasa bagi manusia,bahwa bisikan syethan itu seperti suara hati manusia sendiri. Jadi, orng yang ragu antara mau makan atau tidak di siang hari bulan Ramadhan,belum tentu suara hatinya sendiri. Tapi bahkan sangat mungkin bahwa itu datang dari bisikan syethan. Kalau dalam istilahnya ‘Allaamah Thaba Thabai ra,bisikan syethan itu pada tingkatan barzakhnya manusia, yakni di daya-hewani dalam peristilahan kita disini.

Wassalam.


Bande Husein Kalisatti: Ana save dan share..

Sinar Agama: Mas Bande dan yang lain, silahkan saja, walhasil kalau belum ada jawabku tentang perijinan he he .maka silahkan saja kecuali kalau yang memang sudah ana pinta untuk tidak ikutan menyebarkan seperti Suluk Ilallah itu, afwan.

Chi Sakuradandelion Khan: Jazakumullahu khairan katsir...



اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وآلِ مُحَمَّدٍ وعَجِّلْ فَرَجَهُمْ

Tidak ada komentar:

Posting Komentar