Sabtu, 30 Mei 2020

Kategori Nafsu dan Cara Mengatasinya


seri tanya jawab Muhammad Dudi Hari Saputra dengan Sinar Agama http://www.facebook.com/groups/210570692321068/doc/234626276582176/ by Sinar Agama (Notes) on Wednesday, March 14, 2012 at 10:44pm

Muhammad Dudi Hari Saputra: Salam Ustadz. Apa saja kategori nafsu? Dan bagaimana cara mengatasinya? Syukron.

Dan Ustadz, mengapa dalam terminologi Arab penggunaan mengenal diri maka mengenal Tuhannya menggunakan kata nafs sebagai aku. Apakah kata nafs sebagai nafsu dan nafs sebagai aku itu, apa persamaan (taraduf) dan perbedaan (mutabayin) dri dari maudhu' nafs tersebut? Syukron katsiran.
Arsip Sinar Agama: Salam, jawaban no 2 :

Sinar Agama: Salam dan terima kasih pertanyaannya:

(1). Kita tidak boleh melupakan dimensi akal pada manusia. Jadi, jangan hanya menggaris bawahi nafsu.

(2). Ruh manusia itu adalah non materi yang memiliki 4 daya: tambang (mengatur putaran- putaran atom dan sebagainya); nabati (pertumbuhan dan perkembangan); hewani (gerak, rasa dan perasaan); akal (mengerti universal dan penerapan-penerapannya).

(3). Binatang sama dengan manusia kecuali di satu daya, yaitu daya-akal. Jadi, ruh binatang sama- sama memiliki daya tambang, nabati dan hewani.

(4). Dengan penjelasan di atas dapat diketahui bahwa MANUSIANYA MANUSIA, adalah dengan akalnya, bukan dengan 3 daya sebelumnya.

(5). Dengan semua itu dapat dipahami bahwa untuk menjadi manusia adalah dengan menguatkan akalnya. Karena dengan menguatnya akalnya, maka sudah pasti daya-daya lainnya, seperti nafsu yang ada di daya-hewani, dapat sangat dikendalikan.

(6). Akal itu ada dua bagian dimana(di mana) tanpa salah satunya, maka akal tidak dikatakan akal: Akal-nazhari dan Akal-amali.

(7). Akal Nazhari adalah akal yang digunakan untuk tahu permasalaan, baik dalam bentuk definisi atau argumentasi.

(8). Akal-Amali adalah akal yang menyuruh kita mengamalkan yang benar yang diketahuinya itu. Seperti ketika akal tahu bahwa ada racun di air yang ada di gelas itu, di mana akal juga memahami bahwa racun itu membunuh, maka akal amali juga mengatakan "Saya tidak akan minum". Yakni sebenarnya akal amali bukan mengatakan "saya tidak akan minum" tapi sebenarnya akal amalinya itu melakukan "saya tidak akanminum".

Kesimpulan:

Kuatkan akal antum/kita (nazhari dan amalinya), maka sisanya -seperti nafsu- sangat mudah bisa ditangani. Tapi kalau akal kita tidak kuat, makayang akan menjadi imam dalam diri kita dan tindak tanduk kita, adalah daya-daya lainnya, karena itu hanya doyan makan, tidur, sex, jabatan, uang, dan seterusnya.

Dan bentuk-bentuk dari daya-hewani itu bisa berbentuk apa saja sesuai dengan profesi manusia masing-masing. Kalau pebisnis, penyaluran daya-hewaniahnya ke uang, jabatan, perempuan dan seterusnya. Tapi kalau seperti guru agama, bentuknya indah-indah dan menipu. Seperti jadi imam, pemimpin, guru agama, tokoh agama, tafsir Qur'an, filsafat, irfan, shufi, dzikir, doa, perayaan-perayaan besar agama dan seterusnya. Dan, sudah tentu yang bidangnya agama ini lebih sulit membedakan mana-mana yang karena akal dan Tuhan, dan mana-mana yang karena daya-hewaniahnya (rasa dan perasaannya). Akan menjadi lebih sulit lagi karena semuanya bergelimang dalam ayat dan riwayat (tidak seperti pembisnis yang bergelimang dalam uang dan wanita). Dan lebih bertambah sulit lagi, karena ia penasehat manusia yang sering membuat terpana atau menangis orang lain.

Karena itulah maka kita, sebelum ajal menjemput, hendaknya menggunakan umur ini lebih banyak kepada melihat diri, apakah kita sudah mengikuti akal/Tuhan, atau mengikuti daya-hewan, baik bagi pembisnis atau bagi pengustadz dan aktifis.

Wassalam. http://www.facebook.com/note.php?note_id=266164030060819

Arsip Sinar Agama: Tambahan, semoga relevan.

Sinar Agama:

Jasad dan wadah itu sama yakni badaniah manusia (basyar). Sedang ruh dan nafs itu adalah sama, yakni yang mengontrol badan manusia dan akalnya. Dikatakan nafs karena mengatur badan, dan dikatakan ruh karena memiliki dimensi non materi akli. Maksudnya, sekalipun nafs dan ruh itu sama, tapi dilihat dari penamaannya, dikatakan nafs karena kepengaturannya terhadap badaniahnya, dan dikatakan ruh karena kepengaturannya terhadap akal, yaitu pemahaman universal, dan berfikir, begitu pula penerapan universal ke atas individunya.

selengkapnya http://www.facebook.com/100001317636057/posts/133935213327066

Sinar Agama: Salam dan terima kasih pertanyaannya:

Saya pikir nukilan Arsip itu sudah cukup sebagai jawabanku.

Sinar Agama: Arsipku, terima kasih bantuanya, semoga diterimaNya, amin.

Muhammad Dudi Hari Saputra: Syukron atas penjelasannya. Dan ada beberapa point yang belum terjawab Ustadz.

1. Apa keterkaitan mengenal diri (nafs) dengan mengenal al-haq (rabbahu)? Kenapa tidak meng- gunakan mengenal ruh saja karena dimensi ruhyang non-materi tentu lebih baik dari pada nafs yang materi (jasad/badan)?

2. Penjelasan kategori nafsu di bawah menggunakan pendekatan filosofis, apakah ada yang lebih ke teologis? Dengan nukilan-nukilan dari al-Qur'an? Maaf sudah merepotkan.

Semoga Ustadz dan mas arsip diberi kesehatan.

Sinar Agama: Muhammad:

(1). Nafsun itu tidak mesti materi. Karena ia maknanya adalah "diri" atau "jati diri". Karena itu, bisa dengan memahami badaniah diri dan bisa dengan memahami ruh diri.

Kalau antum teliti, maka sebenarnya ruh itu juga disebut nafsun karena dilihat dari dimensi kepengurusannya pada materi. Jadi, bukan materiitu sendiri. Akan tetapi, kadang dipakai juga pada diri yang badani. Hadits mengenal diri itu, maksudnya dua sisi dari diri, yaitu badaniahnya danruhaniahnya.

Karena itu, keduanya bisa dijadikan pengenal Allah, atau Allah bisa dijadikan sebagai peng- genggam keduanya.

Begitu pula mengontrol nafsu yang harus dikontrol itu, adalah bagian ruh yang non materi yang mengurusi materi-materinya badan yang, biasa kita namakan dengan ruh-hewani sebagai tempat bagi rasa dan perasaan.

(2). Kalau antum mau menanyakan tentang hubungan nafsun dengan akidah/teologi, maka sebaiknya antum merujuk kepada catatan-catatan yang sudahada, seperti metodologi mengenal Tuhan.
Ringkasnya:

Mengontrol nafsu yang merupakan daya ruh yang non materi dimana disebut dengan ruh-daya- hewani, harus dengan akal yang juga merupakan bagian ruh yang non materi yang biasa disebut dengan ruh-daya-akal. Ringkasnya, mengontrol ruh-daya-hewani dengan ruh-daya-akal, atau mengontrol rasa dan perasaan dengan akal.


اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وآلِ مُحَمَّدٍ وعَجِّلْ فَرَجَهُمْ

Tidak ada komentar:

Posting Komentar