Selasa, 16 April 2019

Hukum Merasa Benar Sendiri


Seri tanya jawab Hidayatul Ilahi dengan Sinar Agama
by Sinar Agama (Notes) on Tuesday, April 2, 2013 at 8:41am

HidayatulIlahi mengirim ke Sinar Agama: Rabu (27-2-2013) Salam ustad,,,,, bagaimana pendapat ustad tentang seseorang yang merasa paling benar dan orang sekitarnya adalah salah (jika tak sependapat dengannya),,, syukran wa afwan.

Sinar Agama: Salam dan terimakasih pertanyaannya:

Merasa paling benar itu memiliki berbagai tinjauan, seperti:

1- Kalau karena kesombongan, yakni memastikan dirinya paling benar dengan tanpa memban- dingkan dengan yang lain secara terbuka di hatinya, yakni antara dia dan Tuhannya, maka jelas hal ini tidak boleh dan berbahaya terutama kalau di masyarakat berfungsi sebagai ayah, guru, pemimpin.... dan seterusnya.

2- Kalau karena argumentasi gamblang dan telah dibandingkan dengan beberapa dalil yang ia temui, maka sekalipun ini tidak bisa dikatakan sombong, tapi secara aplikasinya merupakan kembang api-nya sombong. Karena secara tidak sadar bisa masuk ke dalam kesombongan secara perlahan. Karena itu, bisa saja ia malas mendengarkan dalil-dalil orang-orang yang terlebih dianggapnya di bawah dia dalam keilmuan. Kemalasan ini, lambat laun akanmenjadi acuh tak acuh dan kemudian na’udzubillah, akan menjadi benar-benar kesombongan yang nyata.

3- Kalau karena argumentasi gamblangnya dan hanya merasa paling benar dari argumentasi - argumentasi lain yang pernah dijumpai dimana ia lihat secara ikhlash dan profesional memang lebih lemah dari argumentasinya, tapi ia tetap tidak menutup kemungkinan akan salahnya kalau bertemu dengan argumentasi lain, maka hal ini jelas tidak sombong dan tidak akan pernah masuk kedalam kesombongan selama masih dalam keadaan seperti ini. Karena itu, ia selalu akan mendengar dalil orang lain dengan bijak tanpa meremehkan dalam hati atau dalam aplikasi/ perbuatan (seperti acuh tak acuh) sekalipun secara lahiriah itu orang lebih rendah tingkat pendidikannya atau bahkan orang gila sekalipun.

Kesimpulan:

Kalau merasa lebih benarnya itu hanya dalam hati dan tetap menghargai orang lain dengan mendengarkan keterangan orang lain secara profesional, maka kalaulah ia perbuatan buruk, tidak sampai ke tingkat dosa. Tapi kalau diaplikasikan berupa peremehan, maka bisa masuk dalam dosa, yaitu kesombongan dan menyakiti orang lain yang tidak dihormatinya.

Kalau merasa lebih benarnya itu hanya dalam hati dan itupun tetap tidak menutup kemungkinan akan kesalahan dirinya kalau bertemu argumentasi lain di masa datang, dan tidak diaplikasikan berupa berbagai akhlak yang buruk seperti meremehkan orang lain, menghina, mencaci, memasukkannya ke dalam neraka, melarangnya masuk surga...dan seterusnya..., maka hal itu bukan hanya tidak dosa dan tidak buruk, tapi bahkan merupakan fitrah dari setiap manusia.

Kalaubukankarenafitrahtersebut,lalubagaimanabisamanusiamengambilsikapdalamberbagai agama atau madzhab yang ada dan memilih salah satudiantaranya???!!!

Wassalam.

Hidayatul Ilahi: Afwan ustad,,,,jika misalnya ia selalu menegur orang-orang sekelilingnya yang ia anggap salah karna tak sependapat dengannya sesama syiah apa lagi Sunni, menyalahkan mereka yang hanya dengan tolak ukur banyak mendengar/membaca,,, jadi bukan dengan tolok ukur pengaplikasiannya terhadap kebenaran yang ia dengar dan baca itu,,,,itu gimana ustadz?

Sinar Agama: H.I: Benar salah itu dengan ilmu dan dalil. Kalau fikih, maka harus merujuk fatwa. Dan kalau akidah, maka harus merujuk kepada dalil akal. Karena itu, kalau nasihatnya disertai dalil yang benar dari kedua jalur dalil ini, maka boleh dilakukan dan kita mesti mendengarnya. Tentang niat dia apa, itu urusan dia kepada Allah. Tapi kalau nasihatnya bukan dengan dalil, maka kita tidak mesti memperhatikannya dalam hal-hal yang kita yakin bahwa diri kita benar dengan dalil.

Wassalam.

Marwah Ali: Sangat gamblang : Benar salah itu dengan ilmu dan dalil. Kalau fikih, maka harus merujuk fatwa. Dan kalau akidah, maka harus merujuk kepada dalil akal. Karena itu, kalau nasihatnya disertaidalil yang benar dari kedua jalur dalil ini,  maka boleh di lakukan dan kita mesti mendengarnya. Tentang niat dia apa, itu urusan dia kepada Allah. Tapi kalau nasihatnya bukan dengan dalil, maka kita tidak mesti memperhatikannya dalam hal-hal yang kita yakin bahwa diri kita benar dengandalil.


اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وآلِ مُحَمَّدٍ وعَجِّلْ فَرَجَهُمْ

Tidak ada komentar:

Posting Komentar